tinjauan hukum islam terhadap sistem pengupahan …
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENGUPAHAN
KARYAWAN DI TOKO SINAR GROSIR KEBONSARI
SKRIPSI
Oleh
SYAIFULLAH AL BAHRI
NIM 210214157
Pembimbing:
MARTHA ERI SAFIRA, M. H.
NIP 198207270120092011
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2020
ABSTRAK
Al-Bahri, Syaifullah. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan
Karyawan di Toko Sinar Grosir Kebonsari. Skripsi. Jurusan Hukum
Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Istitut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo. Pembimbing Martha Eri Safira, M. H.
Kata Kunci : Ija>rah, Upah Pokok, Upah Lembur
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi
kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para pihak yang mempekerjakan. Islam
menekankan perlunya keadilan dalam segala hal, yang salah satunya mengenai
keadilan dalam waktu kerja kepada pekerja. Di toko Sinar Grosir Kebonsari untuk
pembagian waktu kerja para karyawan terbagi atas dua gelombang yang
ditentukan yaitu waktu pagi yang dimulai pukul 06:00 hingga pukul 14:00 dan
gelombang dua waktu dimulai pukul 14:00 hingga pukul 20:30. Disini terlihat
jelas bahwa perbedaan antara shift pagi dan siang berbeda 1,5 jam, untuk
pemberian upah diberikan dengan jumlah yang sama rata. Apabila ada tambahan
jam lembur, upah lembur diberikan sama rata sebesar Rp.50.000 dalam sebulan
sekali tanpa meperhitungkan banyaknya jumlah lembur antar karyawan.
Dari latar belakang tersebut, dapat ditarik rumusan masalah yakni, 1)
Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan karyawan di toko Sinar
Grosir Kebonsari? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan
kerja lembur karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari?
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan mengumpulkan data melalui
wawancara dan observasi. Analisis data menggunakan metode induktif.
Dalam skripsi ini dapat ditarik kesimpulan 1) Tinjauan hukum Islam
terhadap pengupahan karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari pada praktiknya
ada ketidakadilan dalam pengupahan yang dilakukan majikan kepada para
karyawannya yaitu selisih perbedaan jam kerja antara para karyawan selama satu
setengah jam kerja, tetapi upah yang mereka terima sama. Akan tetapi karena di
awal akad karyawan dan pemilik toko sudah sepakat terhadap sistem
pengupahannya, maka akad ija>rah tetap sah. 2) Tinjauan hukum Islam terhadap
pengupahan kerja lembur karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari pada di toko
Sinar Grosir Kebonsari dalam praktiknya tidak ada patokan jumlah pengupahan
kerja lembur, hanya memberikan upah Rp. 50.000 dalam sebulan sekali. Tetapi
sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Ketentuan tersebut dapat
diterima oleh para karyawan di karenakan setiap empat bulan sekali gaji mereka
naik.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan sosial yang paling dominan dalam kehidupan manusia
adalah hubungan ekonomi. Karena untuk memudahkan pemenuhan segala
kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan bantuan orang lain, terutama
dalam hal kehidupan modern dimana kehidupan manusia sudah mengarah
pada spesialisasi profesi dan produksi. Dalam hubungan ekonomi kegiatan
tukar menukar terjadi dalam sebuah proses yang dinamakan transaksi.
Secara hukum transaksi adalah bagian dari kesepakatan perjanjian,
sedangkan perjanjian bagian dari perikatan.1
Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan oleh
manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan perkembangan
kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, dijumpai
dalam berbagai jenis suku bangsa dan bentuk muamalah yang beragam,
yang esensinya adalah saling melakukan transaksi sosial dalam upaya
memenuhi kebutuhan masing-masing.2
Salah satu kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah ija>rah.
Menurut bahasa, ija>rah berarti upah atau ganti atau imbalan. Karena itu,
lafaz} ija>rah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas
pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena
1 Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam
(Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta, 2004), 153. 2 Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer (Bandung:
Alfabeta, 2010), V.
2
melakukan sesuatu aktifitas. Kalau sekiranya kitab-kitab Fiqh selalu
menerjemahkan kata ija>rah dengan sewa-menyewa, maka hal tersebut tidak
selamanya diartikan menyewa sesuatu barang untuk diambil manfaatnya
saja, tetapi harus dipahami dalam arti yang luas.3
Menurut istilah, ija>rah adalah kontrak atas jasa atau manfaat yang
memiliki nilai ekonomis, diketahui, legal, diserah terimakan kepada orang
lain, dengan menggunakan upah yang diketahui.4
Selain itu, ija>rah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat
sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Hal ini
sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, menjual „ayn dari
benda itu sendiri. Kelompok H{anafiyah mengartikan ija>rah dengan akad
yang berisi pemanfaatan manfaat tertentu dari suatu benda yang diganti
dengan pembayaran dalam jumlah yang disepakati. Dengan istilah lain dapat
pula disebutkan bahwa ija>rah adalah salah satu akad yang berisi
pengambilan manfaat sesuatu dengan jalan penggantian.5
Pada prinsipnya setiap orang yang bekerja pasti akan mendapat
imbalan dari apa yang dikerjakannya dan masing-masing tidak akan
dirugikan. Sehingga terciptalah suatu keadilan diantara mereka. 6
Allah
SWT berfirman:
ى لله لأ و لله لأ وى ىاوىلله لأى و ى تو ى ولو و لأ ىاوات لله لأ و ى لله لى نو لأ س ى ت الأو ق ورلأ و ىاو الأ ى اللهى الس و او ات ىىىاو و و و
3 Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 29.
4 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqh Muamalah (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 278.
5 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, 29.
6 Vikha Vardha Aulia, Praktik Pengupahan Buruh Gendong Di Pasar Blimbing Malang
Perspektif Mazhab Syafi‟i, Skripsi (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016), 3.
3
Artinya: Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan
agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan
mereka tidak akan dirugikan. (QS. Al-Jaatsiyah : 22)7
Dalam ketentuan fiqh ija<rah harus adanya keadilan dan kelayakan
dalam memberikan upah. Islam memberi pedoman kepada para pihak yang
mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup
dua hal, yaitu adil dan mencukupi. Prinsip tersebut terangkum dalam sebuah
hadith Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi,
“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan
beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan”.8
Seiring dengan terciptanya hubungan kerja antar pemberi kerja dan
pekerja menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus mereka terima
dan mereka penuhi. Diantara hak yang harus diterima oleh pemberi kerja
adalah memperoleh hasil kerja dari pekerja yang baik, sedangkan kewajiban
yang harus dipenuhinnya adalah memberi upah kepada para pekerja. Di
dalam Islam hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja disebut
dengan ija>rah. Pekerja adalah para tenaga kerja yang bekerja pada
perusahaan, dimana para tenaga kerja itu harus tunduk kepada perintah dan
peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung
jawab atas lingkungan perusahaannya, tenaga kerja itu akan memperoleh
upah dan atau jaminan hidup lainnya yang wajar.9
7 CV Karya Utama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya Juz 1-30 Edisi Baru (Surabaya: CV
Karya Utama, 2005), 720. 8 Vikha Vardha Aulia, “Praktik Pengupahan Buruh Gendong Di Pasar Blimbing Malang
Perspektif Mazhab Syafi‟i”, Skripsi, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016), 2. 9 Ika Novi, Pengupahan Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, Jurnal Az
Zarqa‟ Vol.9 No.2 (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017), 187.
4
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang
menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak
yang mempekerjakan. Islam menekankan perlunya keadilan dalam segala
hal, yang salah satunya mengenai keadilan dalam waktu kerja kepada
pekerja. Keadilan dalam arti ini adalah pihak yang terdzalimi antar kedua
pihak maka besaran upah dalam mempekerjakan seorang pekerja harus jelas
dan disepakati oleh kedua belah pihak, baik dari pemilik usaha maupun
pekerja.10
Menetapkan upah yang adil bagi seorang buruh sesuai kehendak
Shari<’ah bukan suatu pekerjaan yang mudah. Kompleksitas
permasalahannya terletak pada ukuran yang akan digunakan dan dapat
membantu mentransformasikan konsep upah yang adil ke dalam dunia
kerja.11
Selain itu, pemerintah juga sudah mengatur dalam UU No. 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, dan telah dijelaskan bahwa untuk
mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja atau buruh. kebijakan pengupahan tersebut diantaranya
yaitu upah minimum, upah lembur, dan juga bentuk dan pembayaran upah.
Secara universal, praktek pengupahan ini hendaknya memenuhi
konsep keadilan dan tidak merugikan salah satu pihak, baik itu buruh
ataupun majikan. kemudian bentuk dari keadilan tersebut juga sangat
banyak, keadilan dalam hal jam kerja, keadilan dalam hal jumlah upah,
10
Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012),359. 11
Ika Novi, Pengupahan Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, 212.
5
keadilan dalam porsi kerja dan keadilan dalam hal jaminan kesejahteraan
lainnya. Namun praktiknya di lapangan, dewasa ini banyak sekali praktik
sistem pengupahan yang kurang tepat dengan aturan sehingga muncullah
berbagai permasalahan yang terkadang menimbulkan rasa ketidakadilan
bagi para buruh atau karyawan.
Salah satu contoh yang dimaksud dalam permasalahan tersebut yaitu
penerapan pada usaha pribadi toko Sinar Grosir Kebonsari, toko ini
merupakan salah satu dari sekian banyak toko yang ada di Kebonsari,
gambaran usaha yang telah berjalan sejak tahun 2011. Toko ini menjual
berbagai jenis bahan pokok di antaranya yaitu beras, gula, minyak goreng,
serta makanan ringan dan juga minuman-minuman instan. Toko Sinar
Grosir berlokasi di Jl. Raya Kebonsari, Kedondong Kecamatan Kebonsari
Kabupaten Madiun.
Toko Sinar Grosir ini juga seperti halnya bentuk hubungan industrial
lainnya yang di dalamnya terdapat pihak pekerja dan pihak pemilik juga
mempunyai sistem dalam pengupahan karyawan. Beberapa bentuk
pelaksanaan pengupahan dan fasilitas yang diperolah karyawan Toko Sinar
Grosir Kebonsari diantanranya :
1. Upah pokok yang berjumlah Rp. 250.000
2. Makan 1 kali
3. Minum free
4. Tempat ibadah
6
Jadi seluruh karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari mendapat upah
pokok sebesar Rp. 250.000 bersih, yaitu dalam bentuk cash dan dibayarkan
tiap minggu, kemudian beberapa fasilitas selain uang cash yaitu makan 1
kali dan bebas untuk minum, selain itu juga disediakan tempat untuk
beribadah.
Waktu kerja di toko tersebut mulai pukul 06:00 WIB dan waktu
pulang pukul 20:30 WIB. Pembagian masuk kerja para karyawan terbagi
atas dua gelombang yang ditentukan yaitu masuk pagi yang dimulai pukul
06:00 WIB hingga pukul 14:00 WIB dan gelombang dua masuk mulai pukul
14:00 WIB hingga pukul 20:30 WIB. 12
Di sini terlihat jelas kurang adil
dengan adanya perbedaan jam kerja antar para karyawan yang masuk pagi
dengan siang, karyawan yang masuk pagi bekerja selama delapan jam
sedangkan yang masuk siang bekerja selama enam jam setengah. perbedaan
tersebut yakni 1.5 jam.
Selain itu, ketika barang–barang yang diorder oleh pemilik toko
datang, karyawan ditugaskan mengecek ulang barang dagangan yang
masuk, dan biasanya barang dagangan yang masuk terbilang banyak,
sehingga beberapa kali mengakibatkan karyawan lembur kerja antara satu
sampai dua jam. Di toko ini telah disepakati antara pemilik toko dengan
karyawan bahwasannya perhitungan waktu lembur dihargai 15.000 per
jamnya. Akan tetapi pada praktiknya upah hasil lembur tidak seperti yang
12
Fuad Zuhdi, wawancara tentang sistem pengupahan kerja, 20 Juni 2019, tempat di rumah
narasumber pukul 18:30 WIB.
7
disepakati di awal perjanjian, karyawan mendapat upah tambahan Rp,
50.000,- per bulan tanpa memperhitungkan jam lembur.13
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang di atas, peneliti tertarik
untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul tentang
Tinjauan Fiqh Terhadap Sistem Pengupahan Karyawan di Toko Sinar Grosir
Kebonsari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan karyawan di
toko Sinar Grosir Kebonsari ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan kerja lembur
karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang sistem pengupahan
karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengupahan kerja lembur
karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Secara teoritis, kajian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajian Islam, khususnya
bagi Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah serta menjadi
referensi dan juga refleksi kajian berikutnya yang berkaitan dengan
13
Nurwatul Khasanah, wawancara tentang sistem pengupahan kerja, 21 Juni 2019, tempat
di rumah narasumber pukul 18:30 WIB.20 Juni 2019.
8
“Tinjauan Fiqh Terhadap Sistem Pengupahan Karyawan di Toko Sinar
Grosir Kebonsari”. Selain itu diharapkan hasil dari kajian ini dapat
menarik perhatian peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang masalah yang serupa.
2. Praktis
Secara praktis, kajian skripsi ini diharapkan menjadi sumbangan
yang berarti bagi masyarakat pada umumnya dan semoga dapat
digunakan kajian lebih lanjut oleh para peminat untuk mengetahui
bagaimana Tinjauan Fiqh Terhadap Sistem Pengupahan Karyawan di
Toko Sinar Grosir Kebonsari
E. Telaah Pustaka
Sejauh ini sudah banyak yang meneliti tentang sistem pengupahan,
tetapi belum banyak mengenai pengupahan kerja lembur pada bisnis ini.
Dengan demikian penulis beranggapan bahwa penelitian ini masih layak
dilakukan. Karya tulis yang penulis dapat tentukan di antaranya :
Skripsi Tahun 2013 yang ditulis Bayu Aji Santoso Jurusan Muamalah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Sistem Penggajian di G‟bol Coffe Yogyakarta”. Dengan hasil
penelitian adalah penitikberatan pada sistem penggajian karyawan meskipun
akad yang digunakan menggunakan lisan, namun semua rukun dan
syaratnya telah terpenuhi. Dalam akad tersebut jelas mengenai sistem kerja,
9
jangka waktu, besar upah yang akan di terima pekerja, dan tata cara
pembayarannya.14
Skripsi Tahun 2018 yang ditulis Wahyu Nely Gayatri Jurusan Hukum
Ekonomi Syariah UI Walisongo Semarang yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Sistem Pengupahan pada Pemeliharaan Sapi di Kecamatan
Plantungan Kabupaten Kendal.” Dengan hasil penelitian adalah praktik
pengupahan pemeliharaan sapi di Kecamatan Plantungan Kabupaen Kendal.
Dalam pelaksaan yang terjadi, buruh tidak dibayar dengan apa yang telah
disepakati di awal akad.15
Skripsi Tahun 2017 yang ditulis Elin Rahmawati Jurusan Muamalah
IAIN Ponorogo yang berjudul “Tinjauan Fiqh Ijarah Terhadap Sistem
Pengupahan Karyawan Dan Ganti Rugi Di Rumah Makan Bu Lis Ngebel
Ponorogo.” Dengan hasil penelitian adalah menurut fiqh ija<rah akad yang
terjadi di rumah makan bu Lis telah sesuai dengan hukum Islam karena
maksud dari upah yang harus diketahui di sini bukanlah disebutkan
nominalnya namun di sini karyawan umumnya telah mengetahui upah yang
akan diterima baik dari karyawan yang telah bekerja di tempat tersebut
maupun dari pihak lain. Sistem pengupahan karyawan di rumah makan bu
Lis tidak sesuai dengan fiqh ija<rah, karena adanya ketidakadilan dalam
pengupahan yang dilakukan oleh majikan kepada karyawan dalam
memberikan upah. Dan penerapan ganti rugi pembukuan keuangan
14
Bayu Aji Santoso, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Penggajian di G‟bol Coffe”,
Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2013. 15
Wahyu Nely Gayatri, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan pada
Pemeliharaan Sapi di Kecamatan Plantungan Kabupaten Kendal”, Skripsi, UIN Walisongo
Semarang: 2018.
10
pendapatan belum sesuai dengan fiqh ija<rah karena ketidaksesuaian
pembukuan keuangan rumah makan bukanlah kesalahan akibat kelalaian
ataupun kesengajaan dari para karyawan.16
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian lapangan merupakan
penelitian kualitatif dimana peneliti mengamati dan berpartisipasi
secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati
budaya setempat. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian
yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.17
2. Kehadiran Peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari
pengamatan berperan serta, namun peranan penelitian yang
menentukan keseluruhan skenarionya. Untuk itu dalam penelitian ini,
peneliti bertindak sebagai instrument kunci, pengamat penuh sekaligus
pengumpulan data, sedangkan instrumen yang lain sebagai
penunjang.18
16
Elin Rahmawati, “Tinjauan Fiqh Ijarah Terhadap Sistem Pengupahan Karyawan Dan
Ganti Rugi Di Rumah Makan Bu Lis Ngebel Ponorogo”, Skripsi, IAIN Ponorogo, 2015. 17
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
21. 18
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Gajah Mada, 1980), 3.
11
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang diambil oleh penulis dalam
penulisan untuk menyusun skripsi yaitu di Toko Sinar Grosir
Kebonsari. Dengan mempertimbangkan lokasi Toko Sinar Grosir yang
memperkerjakan karyawan dengan sistem pengupahan yang sedikit
berbeda dengan toko lainnya di sekitarnya.
4. Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah jenis data yanng diperoleh langsung
dari objek penelitian dari sumber asli. Dalam hal ini, maka
proses pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan
memperhatikan siapa sumber yang akan dijadikan objek
penelitian. Dalam penelitian ini sumber primer berasal dari
wawancara peneliti dengan pemilik toko Sinar Grosir
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk
yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah pihak lain,
biasanya sudah dalam bentuk publikasi. Data sekunder ini
biasanya sebagai pelengkap dari data primer. Sumber sekunder,
diperoleh dari masyarakat.19
19
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), 19.
12
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan data
yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-
hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan
benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan.20
Peneliti
terjun langsung ke lapangan untuk melihat praktek upah
mengupah dan kerja lembur di toko Sinar Grosir Kebonsari guna
mendapatkan data yang diperlukan dan dicatat secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini
adalah masalah sistem pengupahan karyawan yang berbeda jam
kerja tetapi diberikan gaji yang sama dan kerja lembur yang
tidak mendapatkan upah tambahan yang sesuai kesepakatan di
awal.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud
untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainnya, yang dilakukan
dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan
pertanyaan dengan yang diwawancarai (interviewee).21
Wawancara merupakan komunikasi antara dua orang,
20
Djunaidi Ghoni dan Fauzan Almashur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), 165. 21
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), 108.
13
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu.22
Dalam hal ini peneliti melakukan
tanya jawab langsung dengan pemilik toko dan karyawan yang
bekerja di toko Sinar Grosir Kebonsari. Wawancara ini
digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan sistem
pengupahan dan kerja lembur di Toko Sinar Grosir Kebonsari.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah mencari data mengenai suatu hal yang
berasal dari pihak lain yang berupa catatan, buku, dan surat
kabar.23
Dalam hal ini penulis mengumpulkan dokumentasi
untuk melengkapi data-data dan dokumentasi tersebut penulis
pilih yang berkaitan langsung dengan sistem pengupahan dan
kerja lembur di toko Sinar Grosir Kebonsari.
6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan analisis
data kualitatif yang bersifat membangun, mengembangkan dan
menemukan teori-teori sosial.24
Analisis data bermaksud untuk
mengorganisasikan data, data yang terkumpul terdiri dari catatan
22
Deddy Maulana, Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2004), 180. 23
Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 135. 24
Ibid., 80.
14
lapangan dan tanggapan peneliti, gambaran, foto, dokumen, artikel
dan sebagainnya. 25
Seluruh data penelitian yang telah dikumpulkan ataupun
diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan cara menggambarkan
masalah secara jelas dan mendalam. Peneliti mengumpulkan informasi
dari pemilik dan karyawan sehingga di akhir penelitian nanti akan
menghasilkan suatu kesimpulan mengenai permasalahan pelaksanaan
upah-mengupah dan kerja lembur di toko Sinar Grosir Kebonsari.
7. Pengecekan Keabsahan
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari
konsep kesahihan (Validitas) dan keandalan (reabilitas) serta derajat
kepercayaan dan keabsahan data (Kreabilitas data).26
Uji kredibilitas
data antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, diskusi dengan
teman, analisis kasus negative dan membercheck.27
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika penyusunan laporan hasil penelitian kualitatif ini nantinya
akan dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian awal, bagian inti dan
bagian akhir untuk memudahkan dalam penulisan, maka pembahasan dalam
laporan penelitian ini penulis kelompokkan menjadi 5 bab. Masing-masing
bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan. Sistematika pembahasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
25
Ibid., 85. 26
Ibid., 178. 27
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2015), 270.
15
Bab Pertama, dalam bab ini berisi mengenai penjelasan secara umum
dan gambaran tentang isi skripsi diantarannya berisi tentang : latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah
pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab Kedua, pada bab ini landasan teori, yang merupakan pijakan
selanjutnya yang digunakan untuk menganalisis data di dalam laporan
penelitian. Yang terdiri dari dua sub bab, yaitu : pertama mengenai konsep
ija<rah yang dimulai dari pengertian ija<rah , dasar hukum ija<rah , rukun dan
syarat ija<rah , hak dan kewajiban para pihak, dan pembatalan dan berahirnya
ija<rah .
Bab Ketiga, menjelaskan penyajian hasil penelitian yang berisi
tentang paparan data secara rinci. Data dalam bab ini akan dipilih menjadi
dua, yaitu data umum dan data khusus. Data umum antara lain keberadaan
lokasi penelitian, sejarah berdirinya toko Sinar Grosir Kebonsari.
Sedangkan data khusus adalah sistem pengupahan karyawan di toko Sinar
Grosir dan pengupahan kerja lembur di toko Sinar Grosir Kebonsari.
Bab Keempat, merupakan analisis data, yaitu pembacaan data dengan
menggunakan teori-teori yang ada dalam bab II sehingga dapat diketahui
bagaimana pandangan fiqh ija<rah terhadap sistem pengupahan karyawan
dan sistem pengupahan kerja lembur.
Bab Kelima, Penutup. Bab ini merupakan bab yang berisi kesimpulan
dan dilengkapi dengan saran sebagai bahan rekomendasi dari hasil
penelitian penulis.
16
BAB II
IJA>RAH
A. Definisi Ija >rah
Upah/al-ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al’Iwadu (ganti).
Menurut pengertian shara‟, al-ija>rah adalah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.28
Secara etimologi, ija>rah
berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. Sedangkan dalam konteks
KUHPerdata al-ija>rah disebut sebagai sewa-menyewa. Sewa-menyewa
adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk
memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama
waktu tertentu dan dengan pembayaran sejumlah harga yang besarnya
sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian unsur esensial dari sewa
menyewa sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata adalah kenikmatan/
manfaat, uang sewa dan jangka waktu.
Dalam bahasa Arab sewa-menyewa dikenal dengan al-ija>rah yang
diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
penggantian sejumlah uang. Sedangkan dalam Ensiklopedia Muslim ija>rah
diartikan sebagai akad terhadap manfaat untuk masa tertentu dengan harga
tertentu.29
Menurut H. Moh. Anwar menerangkan bahwa ija<rah adalah perakadan
(perikatan) pemberian manfaat (jasa) kepada orang lain dengan
28
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah. Terj.Moh. Nabhan Husein Jiilid 12 (Bandung: Al-Ma‟arif,
1996), 15. 29
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2010), 70.
17
syarat memakai ‘iwadh (penggantian/balas jasa) dengan berupa uang atau
barang yang ditentukan.30
Adapun pengertian ija>rah dikemukakan oleh para ulama madzab serta
para tokoh sebagai berikut:
1. Ulama H}anafi<yah
ى رو ةتى تعو لأ س ى الأ للهللأ وألأىجت ت ى الأعويلأ ىموننلأ وعوةسىموعلأ لله لأموةسىموقلأصلله دوةسىمتنو دى لله تيلأدللهىتولأ تكلله عوقلأArtinya: Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui
dan dilakukan dengan sengaja dari suatu zat yang disewa
dengan disertai imbalan.
2. Ulama Sha>fi’iyah
ىموعلأ لله وسى ىاو ات و اوةسى تعو لأ س دىعو و ىموننلأ وعوةسىموقلأصلله لأدوةسىموعلأ لله لأموةسىملله و اوةسى و ت وةسىات لأ و لأ ت عوقلأ
Artinya: “Akad atas suatu manfaat yang mengandung maksud
tertentu dan mubah serta menerima pengganti atau
kebolehan dengan pengganti tertentu.”
3. Ulama Ma>likiyah dan Hanabilah
ىملله و اوةسىمللهدسةةىموعلأ لله لأموةةى تعو لأ سى ى و س ىمونو ات ت تولأ تيلأكلله
Artinya: “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam
waktu tertentu dengan pengganti.”
4. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga
orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat- syarat tertentu.
5. Menurut Fatwa DSN MUI No. 09/DSN- MUI/IV/2000, ija>rah
adalah: “akad pemindahan hak guna pakai (manfaat) atas suatu barang
30
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 422.
18
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah,
tanpa diikuti pemindahan kepemilikan itu sendiri.31
6. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ija>rah adalah sewa
barang dengan jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
7. Menurut UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, ija>rah
adalah akad penyediaan dana dalam rangkamemindahkan hak guna
atau manfaar dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
8. Menurut UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara, ija>rah adalah akad yang satu pihak bertindak sendiri atau
melalui wakilnya menyewakan hak suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati.32
Dari definisi di atas dapat disimpulkan, ija>rah menurut istilah syara‟
yaitu suatu bentuk akad atas kemanfaatan yang telah dimaklumi, disengaja
dan menerima penyerahan, serta diperbolehkannya dengan pergantian yang
jelas.33
Ada yang menerjemahkan, ija>rah sebagai jual beli atas jasa (upah-
mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia.
Ija>rah dalam bentuk sewa menyewa, maupun dalam bentuk upah
mengupah, merupakan mu‟amalah yang telah dishari<’atkan dalam Islam.
Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan sesuai dengan
31
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2012), 249. 32
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Depok: Kharisma Putra Utama Offset, 2015),
195. 33
Imron Abu Amar, Fathul Qarib. Terj. Jilid 1 (Kudus: Menara Kudus, 1983), 297.
19
ketentuan yang ditetapkan dalam Islam. Bolehnya hukum ija>rah
berdasarkan pada ayat-ayat al-Quran dan al-Hadi>th.34
B. Dasar Hukum Ija>rah
Dasar- dasar hukum atau rujukan ija>rah adalah al-Quran, al-Sunnah
dan al-Ijma‟ :
1. Firman Allah
al-Tala>q: 6
ىاوألأ نلله للهنسى... ىاو لله لأ ى ورلأ وعلأنو ...او ت لأ
Artinya: “.....kemudian jika mereka menyusukan (anak- anak)mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya....”35
al-Qashash: 26
للهى ى الأقو تيلى اومتيلأ ىمونتى سلأ وألأجورلأاو ينلأرو رللههللهىإت سى و ى سلأ وألأجت دو هللهو ى و أو و ت ىإتالأ نو و لأAtinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Wahai
bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),
karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi
dapat dipercaya.”36
al-kahfi: 77
ى للهضوينق لله هللهو ىانو وجودو ىاتينلأ و ى ىإتذو ىأو نويو ىأوىلأ وى نورلأ وةسىآسلأ وطلأعو و ىأوىلأ و و ىاوأو نو لأ ىأو لأ او لأطو وقو ىاوتسىاوأو و مووللهى ى نوننلأقو س دو رة ى للهرت لأدللهىأو لأ رة جت ىعو ويلأوتىأوجلأ ىات سخو لأاو ئلأ و ىاو لأ ت و و
Artinya: “ kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding
rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding
itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu
mengambil upah untuk itu”.37
34
Yazid Affandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 179. 35
al -Qur‟an dan Terjemah 65: 6. 36
al -Qur‟an dan Terjemah 28: 26. 37
al -Qur‟an dan Terjemah 18: 77.
20
2. al-Hadi>th
Dasar hukum ija>rah dalam al-hadi>th sebagai berikut :
Hadith Riwayah Ibn Ma>jah
ىعورو للهوللهى ى وت س روهللهى نو لأ وىأو لأ ىأوجلأ ينلأرو أوعلأطلله ى اوجتArtinya: “Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering
keringatnya”38
Hadith Riwayah „Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa‟id al-
Khudri
روهللهى وللهىأوجلأ ينلأرة ىانو لأينللهعلأ ت لأ مونتى سلأ وأجورو ىأوجت
Artinya: “Barang siapa memperkerjakan pekerja, beritahukanlah
upahnya.”39
3. Ijma‟
Ulama‟ pada akhir zaman sahabat telah sepakat akan kebolehan
(jawaz) akad ija>rah, hal ini didasari pada kebutuhan masyarakat akan
jasa-jasa tertentu seperti halnya kebutuhan akan barang- barang. Ketika
akad jual beli diperbolehkan, maka terdapat suatu kewajiban untuk
membolehkan akad ija>rah atas manfaat / jasa. Dengan adanya ijma‟,
akan memperkuat keabsahan akad ija>rah.40
Ija>rah disyaratkan, karena manusia menghajatkannya. Mereka
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, sebagian mereka
membutuhkan sebagian yang lainnya, mereka butuh binatang untuk
38
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Sharah Bulughul Maram, Terj. Tahirin Suparta,
dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 72. 39
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam (Depok: Raja Grafindo Persada. 2015), 196. 40
Dimyauddin Djuwani, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),
158.
21
kendaraan dan angkutan, membutuhkan berbagai peralatan untuk
digunakan dalam kebutuhan hidup mereka, membutuhkan tanah untuk
bercocok tanam.41
C. Rukun dan Syarat Ija >rah
Dalam akad ija>rah diperlukan adanya rukun dan syarat, keduanya
harus terpenuhi sebab keduanya dapat menentukan apakah akad itu bisa
dianggap sah atau tidak.
1. Rukun Ija>rah
Menurut ulama H}anafi>yah bahwa rukun ija>rah hanya terdiri dari
ija<b dan qa<bul. Karena itu akad ija>rah sudah dianggap sah dengan
adanya ija>b-qa>bul tersebut, baik dengan lafadh ija>rah atau lafadh yang
menunjukkan makna tersebut.42
Sedangkan menurut Jumhur ulama
rukun dan syarat ija>rah sebagai berikut:
a. Aqid (orang yang akad)
Al-a<qid adalah orang yang melakukan akad. Keberadaannya
sangat penting sebab tidak dapat dikatakan akad jika tidak ada aqid.
Begitu pula tidak akan terjadi ija<b dan qa<bul tanpa adanya a<qid.
Secara umum, a<qid disyariatkan harus sahih dan memiliki
kemampuan untuk melakukan akad atau mampu menjadi pengganti
orang lain jika ia menjadi wakil.43
41
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Moh Nabhan Husein Jilid 13 (Bandung: Al-Ma‟rif,
1998), 10-11. 42
Qomarul Huda, Fiqh muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), 80. 43
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), 53.
22
A<qid. terdiri dari mu‟jir dan musta‟jir, yaitu orang yang
melakukan akad sewa-menyewa atau upah-mengupah. mu‟jir adalah
orang yang menerima upah dan menyewakan, musta‟jir adalah orang
yang menyewa atau orang yang melakukan sesuatu.44
Syarat bagi
kedua orang yang berakad, adalah telah baligh dan berakal menurut
Mazhab Sha>fi’i dan H{anbali. Dengan demikian, apabila orang itu
belum atau tidak berakal, seperti anak kecil atau orang gila.
menyewakan hartanya, atau diri mereka sebagai buruh (tenaga dan
ilmu boleh disewa), maka ija>rahnya tidak sah.45
Berbeda dengan
Mazhab H}anafi< dan Ma>liki mengatakan, bahwa orang yang
melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang
telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ija>rah dengan ketentuan,
disetujui oleh walinya.
Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan,
kerelaannya untuk melakukan akad ija>rah itu. Apabila salah seorang
di antara keduanya terpaksa melakukan akad, maka akadnya tidak
sah. Tidak mengaitkan dengan syarat seperti jika si fulan datang
maka saya menyewakan rumah ini kepada tamu dengan harga
sekian.
44
Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor:Ghalia Indonesia 2011),
170. 45
M Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
231.
23
b. Shi>ghat akad
Disyariatkan dalam Shi>ghat terdapat adanya keseauaian antara
qa>bul dengan ija>b, tidak ada pemisah yang lama antara keduanya
diam atau perkataan asing (yang tidak ada kaitanya dengan akad).
Shi>ghat Akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang
berakad yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya
tentang terjadinya suatu akad. Hal itu dapat diketahui dengan ucapan
perbuatan, isyarat, dan tulisan. shi>ghat tersebut biasa disebut ija<b
dan qa<bul.
Metode (uslub) shi<ghat dalam akad dapat diungkapkan dengan
beberapa cara, yaitu berikut ini.
1) Akad dengan Lafazh (Ucapan)
Shi<ghat dengan ucapan adalah shighat akad yang paling
banyak digunakan orang sebab paling mudah digunakan dan cepat
dipahami. Tentu saja, kedua pihak harus mengerti ucapan masing-
masing serta menunjukkan keridaannya. Shi>ghat akad dengan
ucapan tidak disyaratkan untuk menyebutkan barang yang
dijadikan objek-objek akad, baik dalam jual-beli hibah, sewa-
menyewa, dan lain-lain. Disepakati oleh jumhur ulama, kecuali
akad pernikahan.46
2) Akad Dengan Perbuatan
46
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 46.
24
Dalam akad dengan Perbuatan, terkadang tidak digunakan
ucapan, tetapi cukup dengan perbuatan yang menunjukkan saling
meridai, misalnya penjual memberikan barang dan pembeli
memberikan uang. Hal ini sangat umum terjadi di zaman
sekarang. Dalam menanggapi persoalan ini, di antara para ulama
berbeda pendapat, yaitu:
a) Ulama H}anafi>yah dan H{ana>bilah membolehkan akad dengan
perbuatan terhadap barang-barang yang sudah sangat
diketahui secara umum oleh manusia. Jika belum diketahui
secara umum, akad seperti itu dianggap batal.
b) Madzhab Imam Mali<ki dan pendapat awal imam Ahmad
membolehkan akad dengan perbuatan jika jelas menunjukkan
kerelaan, baik barang tersebut diketahui secara umum atau
tidak, kecuali dalam pernikahan.
c) Ulama Sha>fi’i>yah, Syi'ah, dan Zha<hiriyyah berpendapat
bahwa akad dengan perbuatan tidak dibenarkan karena tidak
ada petunjuk yang kuat terhadap akad tersebut. Selain itu,
keridaan adalah sesuatu yang samar, yang tidak dapat
diketahui, kecuali dengan ucapan. Hanya saja, golongan ini
membolehkan ucapan, baik secara sharih atau kinayah. Jika
terpaksa, boleh pula dengan isyarat atau tulisan. Pendapat ini
dianggap paling ekstrim. Namun demikian, di antara ulama
pengikut Shafi<’iyah sendiri, ada yang membolehkan akad
25
dengan perbuatan dalam berbagai hal, seperti Imam Nawawi<,
Al-Baghawi<, dan Al-Murtawalli<. Ulama Sha>fi’i>yah lainnya,
seperti lbn Suraij dan Ar-Ruyani membolehkan akad dengan
perbuatan dalam jual-beli yang ringan, seperti membeli
kebutuhan sehari-hari.47
3) Akad Dengan Isyarat
Akad dangan Isyarat Bagi orang yang mampu berbicara.
tidak dibenarkan akan dengan isyarat, melainkan harus
menggunakan lisan atau tulisan. Adapun bagi mereka yang tidak
dapat berbicara, boleh menggunakan isyarat, tetapi jika tulisannya
bagus dianjurkan menggunakan tulisan. Hal itu dibolehkan
apabila ia sudah cacat sejak lahir. Jika tidak sejak lahir, ia harus
berusaha untuk tidak menggunakan isyarat.
4) Akad Dengan Tulisan
Dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi orang yang
mampu berbicara ataupun tidak, dengan syarat tulisan tersebut
harus jelas, tampak, dan dapat dipahami oleh keduanya. Sebab
tulisan sebagaimana dalam qaidah fikihiyah. Namun demikian,
dalam akad nikah tidak boleh menggunakan tulisan jika kedua
orang yang akad itu hadir. Hal ini karena akad harus dihadiri oleh
saksi, yang harus mendengar ucapan orang yang akad, kecuali
bagi orang yang tidak dapat berbicara. Ulama Sha>fi’i>yah dan
47
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 50.
26
H{ana>bilah berpendapat bahwa akad dengan tulisan adalah sah jika
dua orang yang akad tidak hadir. Akan tetapi, jika yang akad itu
hadir, tidak dibolehkan memakai tulisan sebab tulisan tidak
dibutuhkan.
c. Manfaat
Manfaat yang menjadi obyek ija>rah harus diketahui secara
jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan di belakang hari. Jika
manfaatnya tidak jelas, maka akad itu tidak sah. Manfaat
disyariatkan atas manfaat merupakan sesuatu yang bernilai, baik
secara syara maupun kebiasaan umum.48
Barang yang disewakan
atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan
barang yang disewakan dengan beberapa syarat sebagai berikut:
1) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan
upah mengupah dapat dimanfaatkan kegunannya,
2) Hendaklah benda-beda yang menjadi objek sewa-menyewa dan
upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja
berikut kegunannya (khusus dalam sewa-menyewa),
3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut sha>ra’, bukan hal yang dilarang (diharamkan),
4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal „ain (zat)-nya hingga
waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.49
48
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, 409. 49
Sohari Sahrani dan Ruf‟ah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia,2011).
170.
27
5) Barang yang disewakan harus diketahui jenis, kadar dan
sifatnya.
2. Syarat Ija>rah
a. Muta’a>qidayn
Menurut ulama‟ Sha>fi’iyah dan Hana>billah disyaratkan
Mu‟jir dan Musta‟jir telah baligh dan berakal. Hanafiyah dan
Ma>likiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak
harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayiz pun
boleh melakukan akad ija>rah. Namun mereka mengatakan, apabila
seorang anak mumayiz melakukan akad Ija>rah terhadap harta atau
dirinya, maka akad itu baru dianggap sah apabila disetujui oleh
walinya.50
Bagi orang yang berakad Ija>rah juga disyaratkan mengetahui
manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna, sehingga dapat
mencegah terjadinya perselisihan. Dengan jalan menyaksikan
barang itu sendiri, atau kejelasan sifat- sifatnya jika hal ini dapat,
menjelaskan masa sewa, seperti sebulan atau setahun atau lebih
atau kurang, serta menjelaskan pekerjaan yang diharapkan.51
b. S}i>ghat (ija>b dan qabu>l)
S}i>ghat dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan, atau isyarat
yang memberikan pengertian dengan jelas tentang adanya ija>b dan
50
Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama: 2000), 232. 51
Ibid., 243.
28
qabu>l. S}i>ghat ija>b dan qabu>l antara mu‟jir dan musta‟jir, ija>b qabu>l
sewa menyewa dan upah-mengupah, ija>b dan qabu>l sewa-menyewa
misalnya: “Aku sewakan sepeda ini kepadamu setiap hari Rp.
5.000,-“, maka musta‟jir menjawab “Aku terima sewa sepeda
tersebut dengan harga demikian setiap hari”. Ija>b dan qabu>l upah
mengupah misalnya seseorang berkata “Kuserahkan kebun ini
kepadamu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp. 5.000,-“,
kemudian musta‟jir menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu
sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”. Jika muta’a>qidayn
mengerti maksud lafal s}i>ghat, maka ijara>h telah sah apa pun lafal
yang digunakan karena Shar’i<.52
c. Ujrah (harga sewa)
Ujrah atau upah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua
belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah. Jika
manfaat telah diperoleh oleh penyewa, ia wajib membayar upah
yang berlaku, yaitu yang telah ditetapkan oleh orang yang ahli
dibidangnya.53
Islam juga mengatur upah persyaratan yang berkaitan dengan
ujrah (upah) sebagai berikut:
1) Upah tersebut berupa harta yang diketahui dan upah tersebut
harus dinyatakan secara jelas, karena akan mengandung
unsur jihalah (ketidakjelasan) hal itu sudah menjadi
52
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 118. 53
Sohari Sahrani, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indah, 2011), 170.
29
kesepakatan ulama‟ akan tetapi ulama‟ Ma>likiyah
menetapkan keabsahan ija>rah tersebut sepanjang ukuran
upah yang dimaksud dapat diketahui berdasarkan adat
kebiasaan.
2) Upah harus berbeda dengan jenis dan obyeknya, menupah
suatu pekerjaan yang serupa, seperti menyewa tempat tinggal,
pelayan dengan pelayanan, hal itu menurut Hanafi hukumnya
tidak sah dan dapat mengantarkan pada praktek riba.
3) Upah harus memenuhi konsep keadilan dan tidak merugikan
salah satu pihak, baik itu buruh ataupun majikan. Kemudian
bentuk dari keadilan tersebut juga sangat banyak, keadilan
dalam hal kerja, keadila dalam hal jumlah upah, keadilan
dalam porsi kerja, dan keadilan dalam hal jaminan
kesejahteraan lainnya.54
Sebagaimana yang ada di Q.S An-
Nahl ayat 90
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”55
54
G. Kartasaputra, Hukum Perjanjian di Indonesia Berlandaskan Pancasila , 102. 55
al-Qur‟an, 16: 90.
30
Berdasarkan uraian tersebut, para ulama fiqh membolehkan
mengambil upah sebagai imbalan dari pekerjaan, karena hal itu
merupakan hak dari pekerja untuk mendapatkan upah yang layak
mereka terima.56
Pendapat ulama tentang sistem pembayaran upah antara lain:
1) Upah waktu yaitu upah yang ditetapkan menurut jam, hari,
minggu, bulanan atau tahunan. Keuntungan dari sistem ini
pekerjaan tidak dilakukan dengan terburu-buru, sehingga
akan diperoleh pekerjaan yang rapi dan sistem ini umumnya
baik untuk pekerjaan yang lebih mementingkan kualitas
daripada jumlah. Sedangkan kerugiannya orang yang rajin
bekerja akan sama besar upahnya dengan orang yang malas.
2) Upah borongan yaitu upah yang ditetapkan menurut
banyaknya pekerjaan. Kebaikan dari sistem ini adalah buruh
yang rajin akan mendapatkan upah lebih banyak
dibandingkan buruh yang malas. Sedangkan keburukannya
yaitu tidak adanya ketentuan besar upah.
3) Upah premi adalah sistem upah yang mengurangi atau
menghilangkan keburukan-keburukan yang ada pada sistem
upah waktu dan upah borongan.
56
Gufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
187.
31
Di dalam fiqh muamalah upah dapat diklasifikasikan menjadi
dua:
1) Upah yang telah disebutkan (ajrun musamma) adalah upah
yang sudah disebutkan itu syaratnya ketika disebutkan harus
disertai kerelaan kedua belah pihak yang berakad.
2) Upah yang sepadan (ajrun mithli) adalah upah yang sepadan
dengan kerjanya serta sepadan dengan kondisi pekerjanya
(profesi kerja) jika akad ija>rahnya telah menyebutkan jasa
(manfaat) kerjanya.
Dilihat dari segi objeknya, akad ija>rah dibagi menjadi
dua:
1) Ijarah manfaat (al-ija>rah ala al-manfa’ah), misalnya sewa-
menyewa rumah, kendaraan, pakaian dan perhiasan. Dalam
hal ini mu‟ajir mempunyai benda-benda tertentu dan
musta‟jir butuh benda tersebut dan terjadi kesepakatan antara
keduanya, dimana mu‟ajir mendapatkan imbalan tertentu dari
musta‟jir, dan musta‟jir mendapatkan manfaat dari benda
tersebut. Apabila manfaat itu yang dibolehkan syara‟ untuk
dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat menyatakan
boleh dijadikan akad sewa-menyewa.
2) Ija>rah yang bersifat pekerjaan (al-ija>rah ala al-a’mal) ialah
dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan. Ija>rah seperti ini menurut ulama fiqh,
32
hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti
buruh bangunan, tukang jahit, buruh tani dan buruh pabrik.
Mu‟ajir adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga, jasa
dan lain-lain, kemudian musta‟jir adalah pihak yang
membutuhkan keahlian, tenaga atau jasa tersebut dengan
imbalan tertentu. Mu‟ajir mendapatkan upah atas tenaga yang
ia keluarkan untuk musta‟jir mendapatkan tenaga atau jasa
dari mu‟ajir.
d. Ma’uqu>d‘alayh (manfaat yang ditransaksikan). Barang yang
disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah,
disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat:
1) Hendaklah barang yang menjadi obyek akad sewa- menyewa
dan upah mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.
2) Hendaklah yang menjadi obyek sewa menyewa dan upah
mengupah dapat diserahkan kepadaa penyewa dan pekerja
berikut kegunaannya (khusus dalam sewa- menyewa).
3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut Shara‟, bukan hal yang dilarang (diharamkan).
Para ulama fiqh sepakat menyatakan tidak boleh menyewa
seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang
untuk membunuh orang lain (pembunuh bayaran), dan orang
Islam tidak boleh menyewakan rumah kepada orang non
muslim untuk dijadikan tempat ibadah mereka. Menurut
33
mereka, obyek sewa-menyewa dalam contoh tersebut
termasuk maksiat.
4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal „ayn (zat) nya hingga
waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
Sementara itu syarat sahnya ija>rah menurut Sayid Sabiq adalah
sebagai berikut:
a) Kerelaan dua belah pihak yang berakad.
b) Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang
diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan.
c) Hendaklah barang yang menjadi objek transaksi dapat
dimanfaatkan kegunaannya menurut syara‟.
d) Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan berikut
kegunaan (manfaat).57
D. Macam-macam Ija>rah
Ditinjau dari obyeknya, akad ijārah bisa diklarifikasikan menjadi
dua, yakni Ija>rah ‘ain dan Ija>rah dhimmah.
1. Ija>rah ‘ain
Yaitu akad ija>rah dengan obyek berupa jasa orang atau manfaat
dari barang yang telah ditentukan secara spesifik. Seperti menyewa
jasa pengajar yang telah ditentukan orangnya, menyewa jasa
transportasi yang telah ditentukan mobilnya, dan lain-lain. Dengan
demikian, istilah ‘ain dalam konteks ini bukan ‘ain yang menjadi
57
Nurcholish Madjid, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva, 1994)
287.
34
lawan kata manfa‟ah, tetapi ‘ain yang menjadi lawan kata dzimmah.
Dalam kontrak ijarah ‘ain apabila terdapat cacat pada obyek ija>rah
yang bisa mempengaruhi ujrah, maka musta‟jir memiliki hak khiyar
antara membatalkan ija>rah atau melanjutkan. Sedangkan apabila
obyek mengalami kerusakan di tengah masa kontrak, masa akad
ija>rah menjadi batal. Sebab obyek akad ija>rah yang mengalami
kerusakan telah ditentukan, sehingga pihak mu‟jir tidak memiliki
tanggungan untuk menggantinya dengan obyek lain.58
Syarat ija>rah ‘ain :
a. Obyek yang disewa ditentukan secara spesifik, seperti jasa dari
orang ini, atau manfaat dari barang ini.
b. Objek yang disewa hadir di majlis akad dan disaksikan seacara
langsung oleh aqidain pada sa at akad ija>rah dilangsungkan, sebab
ija>rah ‘ain secara substansi adalah bai’ al-musya>hadah (bai’ al-
‘ain). Karena itu dalam ija>rah ‘ain, tidak sah apabila objek tidak
ada dalam majlis akad, kecuali objek pernah disaksikan
sebelumnya secara langsung dan dipastikan belum mengalami
perubahan hingga akad ija>rah dilangsungkan.
c. Ija>rah ‘ain hanya sah diadakan dengan sistem langsung (ha>llan).
Artinya, pemanfaatan objek akad ijarah tidak ditunda dari waktu
akad, sebab disamakan dengan bai’ al-musya>hadah (bai’ al-‘ain).
58
Nasrun Haroen, Fiqh Mu‟amalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 236.
35
d. Ujrah dalam akad ija>rah ‘ain tidak wajib diserah terimakan
(qabdl) dan cash (ha>llan) di majlis akad, sebagaimana tsaman
dalam bai‟ al-musya>hadah (bai’ al-‘ain). Artinya, ujrah bisa
dibayar secara cash atau kredit, apabila ujrah dalam tanggungan
(fi dhimmah). Sedangkan apabila ujrah sudah ditentukan di majlis
akad (mu‟ayyan), maka pembayaran harus secara cash, sebab
barang yang telah ditentukan (mu‟ayyan), secara hukum tidak bisa
dikreditkan (la>tu’ajjalu). Karena tempo (ajal) diberlaku kan untuk
memberikan kelonggaran pengadaan barang, sedangkan barang
yang telah ditentukan secara fisik (mu‟ayyan), berarti barang
sudah ada (ha>shil). Al-Ija>rah yang bersifat pekerjaan ialah
dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. Al-Ija>rah seperti ini, menurut ulama fiqh, hukumnya
boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan,
tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu. Al-ija>rah seperti ini
ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu
rumah tangga, dan yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau
sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang
banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit.59
Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka
seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi
tanggungjawabnya. Akan tetapi, para ulama fiqh sepakat
59
Ibid., 236.
36
menyatakan bahwa apabila objek yang dikerjakannya itu rusak
ditangannya, bukan karena kesengajaan atau kelalaian, maka ia
tidak boleh.
2. Ija>rah dhimmah
Ija>rah dhimmah adalah ija>rah dengan obyek berupa jasa orang
atau manfaat dari barang yang berada dalam tanggungan mu‟jir yang
bersifat tidak tertentu secara fisik. Artinya mu‟jir memiliki
tanggungan untuk memberikan layanan jasa atau manfaat yang disewa
musta‟jir, tanpa terikat dengan orang atau barang tertentu secara fisik.
Seperti menyewa jasa transportasi untuk pengiriman barang ke suatu
tempat tanpa menentukan mobil atau bus secara fisik, menyewa jasa
servis telepon tanpa menentukan servernya, menyewa jasa kontraktor
pembangunan sebuah gedung tanpa menentukan pekerjaannya secara
fisik, dan lain sebagainya.60
Dalam kontrak ija>rah dhimmah, apabila terdapat cacat pada
obyek, tidak menetapkan hak khiyar bagi musta‟jir. Demikian juga
apabila obyek mengalami kerusakan di tengah kontrak, akad ija>rah
tidak batal. Artinya, pihak mu‟jir tetap memiliki tanggungan untuk
memberikan layanan jasa atau manfaat sesuai perjanjian hingga
kontrak selesai. Sebab, ija>rah tidak bersifat tertentu pada obyek yang
mengalami kerusakan, melainkan obyek yang berada dalam
tanggungan mu‟jir, sehingga mu‟jir berkewajiban mengganti obyek
60
Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 288.
37
yang cacat atau rusak. Dan ketika pihak mu‟jir tidak sanggup
memberikan ganti, musta‟jir baru memiliki hak khiyar.
Syarat ija>rah dhimmah:
a. Ujrah harus diserahkan-terimakan (qabdl) dan cash (hu>lul ) di
majlis akad, sebagaimana ra’s al-ma>l dalam akad salam. Sebab,
menurut qaul ashah, ija>rah dhimmah secara substansial adalah
akad salam dengan muslam fiqh berupa jasa atau manfaat. Karena
itu, dalam ujrah akad ija>rah dhimmah, tidak boleh ada ta’khir,
istibdal, hawala>h, dan ibra>, sebagaimana ra’s al-ma>l dalam akad
salam.
b. Menyebutkan kriteria (washa>f) barang yang disewa secara
spesifik, yang bisa berpengaruh terhadap minat (gharadl),
sebagaimana kriteria dalam muslam fiqh .61
E. Ketentuan Hukum Ija>rah
1. Ketentuan dan Waktu Berlakunya Perjanjian.
Bila perjanjian kerja tertuju pada aji>r khas, lama waktu perjanjian
harus diterangkan dengan akibat bila waktu tidak diterangkan, perjanjian
dipandang rusak (fas}id), sebab faktor waktu dalam perjanjian tersebut
menjadi pasti sehingga mudah menimbulkan sengketa dibelakang hari.62
Berbeda halnya bila perjanjian kerja ditujukan pada aji>r
musytarak, menentukan waktu perjanjian hanya kadang-kadang
61
Ibid., 289. 62
Ahmad Ahzar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam (Yogyakarta:
UII Press Yogyakarta, 2004), 36.
38
diperlukan guna kadar manfaat yang dinikmati, bila untuk itu harus
melalui waktu panjang, seperti memelihara ternak dan sebagainya.
Dalam perjanjian yang demikian sifatnya, keterangan waktu
diperlukan dengan akibat bila ketentuan waktu tidak disebutkan sama
sekali perjanjian dipandang fas}id, karena dengan demikian terdapat unsur
ketidak jelasan (gharar) dalam objek perjanjian. Ketentuan waktu dalam
perjanjian kerja tertuju pada aji>r musytarak pada umumnya hanya
mengira-ngirakan selesainya pekerjaan yang dimaksud, yang erat
hubungannya dengan besar kecilnya upah yang dibanyarkan. Dalam hal
ini ajir berhak penuh atas upah yang telah ditentukan bila dapat
menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang telah ditentukan pula.63
2. Pembayaran Harga Sewa Jasa
Menurut Madzhab H}anafi< tidak disyaratkan menyerahkan upah
atau ongkos secara ditempokan, bagaimanakah keadaannya. Baik berupa
benda bukan hutang seperti binatang yang hadir ataupun berupa yang
disifati berupa dalam tanggungan. Hal ini karena upah tersebut tidaklah
dimiliki dengan semata-mata perjanjian, karena perjanjian sewa itu
terselenggara atas manfaat, sedangkan manfaat itu bisa dicapai secara
berangsur dan upah itupun merupakan imbalan dari manfaat.64
Menurut Sayid Sabiq jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan
mempercepat atau menan gguhkan, sekiranya upah itu dikaitkan dengan
waktu tertentu, maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut.
63
Ibid., 36. 64
Abdurrahman Al-Jaziri, al-Fiqh „Alal Madzhabil Arba‟ah Jilid 4 Terj. Moh Zuhiri dkk
(Semarang: asy -syifa‟, 1994), 178.
39
Misalnya seorang menyewa satu rumah untuk selama satu bulan
kemudian masa satu bulan telah berlalu maka ia wajib membayar
sewaan.65
Jika akad suatu ijara>h untuk suatu pekerjaan maka kewajiban
membayar upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Kemudian jika
akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai penerimaan
bayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkannya, menurut Abu
Hanifah dan Imam Malik wajib diserahkan secara angsuran sesuai
dengan manfaat yang diterima.
3. Hak Atas Upah
Bagi aji>r berhak atas upah yang telah ditentukan, bila ia telah
menyerahkan dirinya atas musta‟jir, dalam waktu berlakunya perjanjian
itu meskipun ia tidak mengerjakan apapun, karena misalnya memang
pekerjaan tidak ada. Hak atas upah itu masih dikaitkan pada syarat aji>r
menyerahkan diri kepada musta‟jir itu dalam keadaan yang
memungkinkan untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud. Dengan
demikian bila aji>r datang dan meneyrahkan diri dalam keadaan sakit dan
tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan isi perjanjian, maka
tidak atas upah yang ditentukan.66
Apabila musta‟jir tidak memerintahkan lagi, tetapi masih dalam
waktu berlakunya perjanjian, ia masih berkewajiban membayar upah
penuh kepada aji>r, kecuali bila pada diri aji>r terdapat halangan yang
65
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, 26. 66
Ahmad Ahzar, Azas-azas Huk um Muamalah, 31.
40
memungkinkan musta‟jir membatalkan perjanjian, misalnya aji>r dalam
keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan isi
perjanjian tersebut.67
Menurut Sayyid Sabiq dalam fiqh al-sunnah disebutkan bahwa hak
menerima upah itu apabila:
a. Selesai bekerja
Berdalih pada hadith yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Nabi
SAW Bersabda: “ Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum
keringatnya kering.”
b. Mengalirnya ijara>h, jika itu untuk barang
c. Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlangsung, ia
mungkin mendatangkan manfaat pada masa itu sekalipun tidak
terpenuhi keseluruhannya.
d. Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau sesuai dengan
kesepakatan dengan kedua belah pihak sesuai dengan syarat, yaitu
mempercepat pembayaran.
Selain itu, upah juga ada tingkatan, ada beberapa faktor yang
menyebabkan perbedaanya dalam kehidupan berbisnis, diantaranya
mengacu pada bakat dan ketrampilan seorang pekerja, adanya pekerja
intelektual dan pekerja kasar atau pekerja yang handal dan pekerja yang
kurang handal mengakibatkan upah berbeda tingkatannya. Islam
mengakui adanya berbagai pekerja, hal tersebut dikarenkan adanya
67
Ibid., 34.
41
perbedaan kemampuan dan bakat yang dimiliki masing-masing pekerja.
Upah ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan, ini merupakan asas
pemberian upah sebagaimana ketentuan yang dinyatakan Allah dalam
firman-Nya Q.S Al-Ahqaf ayat 19:
ى لله لأ و لله لأ وى اوات لله قىدوروجو ىمتس ىعو ت لله ىاواتينلله وانقينو لله لأىاوىلله لأى وArtinya : Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang
telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi
mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka
tiada dirugikan.68
Oleh karena itu, upah yang dibayarkan kepada masing-masing
pekerja bisa berbeda berdasarkan jenis pekerjaan69
F. Hak dan Kewajiban Para Pekerja
Perjanjian/akad, termasuk akad upah-mengupah/ ijara>h menimbulkan
hak dan kewajiban para pihak yang membuatnya. Di bawah ini adalah hak-
hak dan kewajiban para pekerja dalam ijara>h.70
Adapun yang menjadi hak-hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh
pemberi kerja adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk memperoleh pekerjaan
2. Hak atas upah sesuai dengan yang ada dalam perjanjian
3. Hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan pekerjaan
4. Hak atas jaminan sosial, terutama sekali menyangkut bahaya- bahaya yang
dialami oleh pekerja dalam melakukan pekerjaan.
68
Departemen Agama RI, 401. 69
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), 365. 70
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, 235.
42
Adapun yang menjadi kewaji ban pekerja adalah sebagai berikut:
1. Mengerjakan sendiri pekerjaan yang ada dalam perjanjian kalau pekerjaan
tersebut merupakan pekerjaan khas
2. Benar-benar bekerja sesuai dengan waktu perjanjian
3. Mengerjakan pekerjaan dengan tekun, cermat, dan teliti.
4. Menjaga keselamatan barang yang dipercayakan kepadanya untuk
dikerjakannya, sednagkan kalu bentuk pekerjaan berupa urusan, hendaklah
mengurus urusan tersebut sebagaimana mestinya.
5. Mengganti kerugian kalau ada barang yang rusak, apabila kerusakan
tersebut dilakukan dengan kesengajaan atau kelengahan.
Adanya wanprestasi bisa menyebabkan pembatalan perjanjian dan
dalam hal-hal tetentu, bisa menimbulkan tuntutan ganti kerugian bagi pihak
yang dirug ikan.71
G. Standar Upah Pekerja Dalam Islam
Untuk menentukan standar upah yang adil dan batasan-batasan yang
menunjukkan eksploitasi terhadap pekerja, Islam mengajarkan bagaimana
menetapka upah yaitu dengan tidak melakukan kedzaliman terhadap buruh
ataupun didzalimi oleh buruh. Majikan tidak akan dibenarkan
mengeksploitasi buruh dan buruh juga tidak boleh mengeksploitasi
majikannya. Secara teori dapat dikatakan bahwa upah yang adil adalah upah
71
Ibid,. 48.
43
yang sepadan dengan upah yang di lakukannya. Tentu saja penetapan tersebut
dengan mempertimbangkan situasi serta faktor-faktor yang berkaitan dengan
nilai pekerjan dan penetapan upah yang sesuai, tanpa perlakuan dzalim baik
kepada pekerja maupun kepada majikan. Oleh karna itu jika
memberikanpekerjaan kepada seorang pekerja maka berilah upah kepada
pekerja tersebut yaitu upah yang sebanding dengan apa yang telah dia
kerajakan.72
Rasulullah juga memberikan ancaman, beliau mengemukakan bahwa
ada tiga orang yang akan digugat dihari akhirat kelak. salah satu diantaranya
adalah majikan yang tidak memberikan hak pekerja sebagaimana layaknya,
padahal pekerja telah memenuhi keawjibannya sebagaimana mestinya.73
untuk menentukan upah kerja, setidaknya dapat dipedomi sunnah
Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, “bahwa ajir khas
pembantu rumah tangga, hendaklah dipandang sebagai keluarga sendiri yang
kebetulan berada dibawah kekuasaan kepala rumah tangga. pembantu rumah
tangga yang berada dibawah kekuasaan rumah tangga hendaklah diberi
makan seperti yang dimakan oleh keluarga rumah tangganya.jangan diberi
pekerjaan diluar kekuatan yang wajar. jika dibebani pekerjaan hendaklah
dibantu meringankan.”
72
Lutfiah Nofita, “Pembayaran Upah kepada Pekerja Menurut kacamata Islam”, dalam
https://www.kompasiana.com/ (diakses pada tanggal 24 April 2019, jam 05:20 WIB). 73
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 155.
44
dalam ketentuan hadits tersebut tidak dikemukakan mengenai tempat
tinggalnya. hal ini tentu dimaklumi, sebab pembantu rumah tangga selalu
bertempat tinggal di rumah keluarga tempat bekerjanya.74
Sementara menurut upah minimum regional (UMR) adalah suatu
standar minimum upah bulanan yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan
tetap bagi seorang pekerja tingkat paling bawah dan bermasa kerja kurang
dari satu tahun yang berlaku di suatu daerah tertentu, yang digunakan oleh
para pengusaha atau pelaku industry untuk memberikan upah kepada
pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-
01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. Upah Minimum Regional (UMR)
dibedakan menjadi dua yaitu Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk-I)
dan Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk II). Namun sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja da Transmigrasi (KEP- 226/MEN/2000)
tentang perubahan pada pasal 1,3,4,8,11,20 dan 21 PER- 01/MEN/21999
tentang upah minimum, maka istilah Upah Minimum Regional Tingkat I
(UMR Tk I) diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Regional
Tingkat II (UMR Tk II) diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota
(UM kab/kota).
Dasar hukum dalam penetapan Upah Minimum terletak pada Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal88 ayat (4)
yaitu Pemerintah menetapkan Upah Minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup
74
Ibid., 156.
45
Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi. Tingkat pencapaian upah minimum terhadap nilai KHL dapat
diketahui melalui presentase dari perbandingan Upah Minimum dengan nilai
KHL.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pegusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan
UMP dianggap sebagai pelaku kejahatan dengan ancaman sanksi penjara dari
satu hingga empat tahun dan denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp.
400 juta. UMP yang ditetapkan merupakan gaji pokok bagi pekerja yang
masih belum menikah dan punya masa kerja 0-12 bulan. Dalam hal
komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya
upah pokok sedikit- dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah
upah pokok dan tunjangan tetap. 75
75
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 88 ayat 4.
46
46
BAB III
PRAKTIK PENGUPAHAN KARYAWAN DI TOKO SINAR GROSIR
KEBONSARI
A. Gambaran Umum
1. Letak Geografis Toko Sinar Grosir Kebonsari
Toko Sinar Grosir berada di area strategis, sehingga
memudahkan pelanggan untuk menemukannya. Adapun keberadaan
toko Sinar Grosir di Dusun Sukorejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten
Madiun. Kecamatan Kebonsari memiliki batas sebelah timur dengan
Kecamatan Dolopo dan Kecamatan Geger, sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Ponorogo, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Magetan, dan sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan
Geger.
Berdasarkan survey tahun 2018 jumlah kepala keluarga (KK)
Kecamatan Kebonsari sebesar 19.327 KK. Jumlah pendduk Kecamatan
Kebonsari sebesar 53.034 jiwa dengan rincian laki-laki 26.658 jiwa dan
perempuan 26.376 jiwa. Kecamatan Kebonsari terdiri dari 14
kelurahan/desa. Kecamatan Kebonsari memiliki sumber ekonomi yang
mayoritas dari hasil pertanian seperti padi, tebu, jagung, bawang
merah,dll. Selain itu, terdapat pasar ekonomi yang menjadi tumpuan
ekonomi sebagian masyarakat Kecamatan Kebonsari. Meskipun
letaknya di jalur utama penghubung Kabupaten Magetan dan Madiun,
47
namun sektor ekonomi Kecamatan Kebonsari belum digarap secara
optimal.76
2. Sejarah Toko Sinar Grosir Kebonsari
Berdirinya toko ini dimulai pada pertengahan tahun 2011 oleh
Bapak Anam. Sebelum mendirikan toko ini, Bapak Anam bekerja
sebagai salesman, beliau bekerja kurang lebih selama 3 tahun. Selama
bekerja beliau sambi belajar dan membangun relasi di toko-toko yang
beliau setori hampir seminggu sekali. Setelah sekian lamanya
membangun relasi, beliau ahirnya memutuskan untuk berhenti menjadi
salesman dan membangun toko bersama sang istri yang di beri nama
Sinar Grosir. beliau bermodal keyakinan serta diberi modal dengan
orang tuanya. Karena beliau melihat bahwa toko dengan sistem grosir
memiliki peluang yang sangat bagus yang mana di sekitar wilayah
Kecamatan Kebonsari baru ada beberapa yang menjual bahan sembako
dengan sistem grosiran.
Seiring berjalannya waktu, toko Sinar Grosir semakin
berkembang, usahanya mengalami kemajuan sehingga area tokonya
diperluas karena untuk menyimpan barang dagangan yang sangat
banyak yang dijual dengan sistem grosir maupun ecer. mulai dari snack
anak-anak sampai bahan kebutuhan sehari-hari. Toko Sinar Grosir ini
setiap hari ramai pembeli, bahkan banyak juga pesanan yang diterima
untuk dikirim menyetok toko-toko di luar daerah, sehingga juga di
76
Jalan-jalanmadiun.blogspot.com (Diakses pada hari Kamis 05-03-2020 Pukul 20;35).
48
perlukan karyawan untuk membantu penjualan dan juga pengiriman
barang, hingga saat ini karyawan toko Sinar Grosir yang dimiliki oleh
Bapak Anam ini sudah memperkerjakan 18 orang.
B. Sistem Pengupahan Karyawan di Toko Sinar Grosir Kebonsari
1. Sistem Pengupahan Kerja Karyawan
Diawal kontrak tidak dijelaskan mengenai besar dan kecilnya
upah yang akan diterima para karyawan dan waktu pembayaran yang
akan diterima oleh karyawam. Selain itu waktu bekerja mereka
dijelaskan di awal akad yaitu masuk pagi mulai pukul 06:00 WIB
sampai dengan pukul 14:00 WIB dan masuk siang mulai pukul 14:00
WIB sampai dengan pukul 20:30 WIB. Upah para karyawan diberikan
tiap ahir pekan, yakni hari sabtu. Jumlah upah yang mereka terima
sebesar Rp. 250.000,- sampai Rp. 350.000,- baik yang masuk pagi
atau masuk siang. Namun, ada satu hal yang menarik bagi penulis
yaitu ketika pembayaran upah yakni tidak ada perbedaan besaran upah
yang para karyawan terima padahal terlihat jelas perbedaan jam kerja
para karyawan yakni perbedaan selama satu setengah jam kerja. Yang
mana karyawan yang masuk pagi bekerja selama delapan jam kerja
sedangkan yang masuk siang bekerja selama enam setengah jam kerja.
Disinilah letak perbedaan jam kerja antar para karyawan yang bekerja
di toko Sinar Grosir Kebonsari.
Proses awal masuknya para karyawan untuk bekerja di toko ini
adalah para pekerja datang meminta izin kepada pemilik toko untuk
49
ikut bekerja di toko tersebut. Apakah diperbolehkan atau tidak,
kemudian jika pemilik toko menghendaki, maka calon karyawan
diminta untuk datang ke toko untuk bertemu langsung dengan pemilik
toko.
“Saya diajak kakak saya mas untuk bekerja di sini, daripada di
rumah nganggur, jadi saya ikut saja diajak bekerja di sini,
walaupun saya belum ada pengalaman sebelumnya sama
sekali, katanya nanti mau di ajari.”77
Dengan bertemunya pihak pemilik toko dan calon karyawan
akan ditentukan secara langsung apakah calon karyawan tersebut
layak untuk bekerja di toko tersebut atau tidak. Pihak toko
mengutamakan karyawan yang jujur dan bertanggung jawab. Setelah
dirasa mereka layak maka langsung diperbolehkan untuk bekerja
untuk ke esokan harinya.
“Kalau masalah upah memang tidak pernah disebutkan di awal
mas, yang di bicarakan cuma kerja di sini bayarannya setiap
akhir pekan yaitu setiap hari sabtu, terus untuk jam kerja mulai
pukul 06:00 sampai dengan pukul 14:00 untuk shif pagi, dan
pukul 14:00 sampai 20:30 untuk shif sore.”78
Berdasarkan wawancara karyawati yang bekerja di toko Sinar
Grosir Kebonsari, majikan memberikan upah untuk karyawan
perminggu. Upah yang para karyawan terima tidak ada selisihnya,
padahal jelas ada perbedaan jam kerja antara mereka yakni satu
setengah jam bekerja.
77
Ika, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019, tempat di
toko Sinar Grosir, pukul 10:45 WIB. 78
Iffah, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 15 September 2019, tempat di
toko Sinar Grosir, pukul 11:45 WIB.
50
“Biasanya para karyawan menerima gaji tiap ahir pekan,
gajinya diantar oleh majikan ke toko. Dan biasanya majikan
juga memberikan bonus di ahir bulan.”79
Menurut pemilik toko, jam kerja karyawan dibedakan namun
upah mereka disamakan karena waktu malam lebih beresiko bagi
perempuan, apalagi mayoritas konsumen yang membeli adalah laki-
laki, dan pembukuan sehingga waktu kerjanya dikurangi.
“Saya memberikan upah pada karyawan itu besarannya yakni
Rp.250.000 sampai Rp.350.000,- tiap minggu. Tidak ada
perbedaan besaran upah antar karyawan dan waktu kerja yang
gelombang malam sengaja saya buat lebih sedikit karena
mayoritas yang membeli laki - laki dan juga waktunya
malam.”80
Menurut mbak Ida selaku karyawati di toko Sinar Grosir
Kebonsari, ketika menerima upah dia mengatakan keberatan atas
pemberian upah tersebut. Meskipun shif malam memiliki banyak
resiko, akan tetapi untuk yang masuk shif pagi juga terkadang harus
lembur apabila ada barang yang datang. Akan tetapi mbak Ida tetap
bekerja seperti biasanya walaupun terjadi ketidakadilan dalam
pengupahan.
“Setiap sabtu sore saya selalu menemui bosnya mas, untuk
menerima upah, dan kalau memberi upah antar karyawan itu
berbeda-beda, dan saya sampai sekarang juga tidak tahu
bagaimana menghitungnya. Ada salah satu temen saya
upahnya selalu sama terus meskipun dia juga ikut lembur.
Tetapi kalau saya tidak pasti, terkadang Rp.250.000 terkadang
Rp.350.000 jadi tidak pasti mas.”81
79
Dwi Aimma, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019,
tempat di rumah narasumber, pukul 18:30 WIB. 80
Ibu Anam, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 3 Agustus 2019, tempat di
rumah narasumber, pukul 18:30 WIB. 81
Dwi Aimma, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019,
tempat di rumah narasumber, pukul 18:30 WIB.
51
Dari ulasan di atas bahwa terdapat perbedaan jam kerja antar
karyawan yang masuk pagi dengan siang yakni selama satu setengah
jam kerja di toko Sinar Grosir Kebonsari ini.
“Saya mendapatkan upah setiap minggu itu berbeda –beda
mas, terkadang Rp.250.000 kadang juga Rp.300.000 jadi
terkadang saya bingung sama upah saya setiap harinya itu
sebenarnya berapa. Padahal dilihat dari jam kerja saja sudah
berbeda, seharusnya antar karyawan juga berbeda upahnya,
tetapi disini semua karyawan gajinya sama, meskipun masuk
shif pagi ataupun shif sore.”82
Lebih jauh mengejar keuntungan dengan menyembunyikan
mutu, identik dengan bersikap tidak adil. Bahkan secara tidak langsung
telah mengadakan penindasan terhadap karyawan. Penindasan
merupakan aspek negatif bagi keadilan, yang sangat bertentangan
dengan ajaran Islam.
“Saya sebenarnya juga tidak terima mas dengan gaji saya
sekarang, yang tidak dijelaskan dengan jelas, tapi mau
bagaimana lagi, kalau tidak saya terima saya tidak akan
menerima upah. Dan sekarang cari kerja itu susah mas, apalagi
seperti saya ini yang hanya lulusan SMA jadi susah cari
kerjanya.”83
Karyawan yang kerja masuk pagi mulai pukul 06:00 WIB
sampai dengan pukul 14:00 WIB, dan masuk siang mulai pukul 14:00
WIB sampai dengan pukul 20:30 WIB. Walaupun ada perbedaan jam,
majikan tetap memberikan upah kepada mereka dengan besaran sama
yaitu sebesar Rp. 250.000,- sampai Rp. 350.000,- perminggu.
82
Indah, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019, tempat di
toko Sinar Grosir, pukul 09:30 WIB. 83
Ika, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019, tempat di
toko Sinar Grosir, pukul 10:45 WIB.
52
“Saya pernah bertanya mas tentang upah yang sama sedangkan
jam kerja saja berbeda. Sebenarnya ini tidak adil mas. Tidak
adil karena masuk shif malam waktunya lebih sedikit dan
pekerjaanya pun juga sedikit, tidak seperti yang shif pagi lebih
banyak yang harus dikerjakan tetapi kita semua di berikan gaji
yang sama rata. Akan tetapi ibu pemilik toko selalu beralasan
karena shif malam beresiko tinggi. Padahal masuk shif pagi
maupun siang resikonya juga sama.”84
Di sini ada kejanggalan dalam pengupahan, yaitu upah yang
sama yang didapat oleh para karyawan namun jam kerja berbeda
antara mereka sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam
pengupahan yang dilakukan oleh majikan kepada para karyawannya.
2. Sistem Pengupahan Kerja Lembur Karyawan
Para karyawan yang bekerja di toko Sinar Grosir mempunyai
tugas yang sama yaitu menjadi pramuniaga, waktu kerja mereka
dibagi menjadi dua bagian, masuk pagi dan masuk siang. Mereka
bekerja sesuai dengan jam kerja yang sudah ditentukan oleh majikan.
“sebenernya saya ingin sekali meminta ganti jam kerja,
soalnya beberapa bulan terakhir ini saya mendapat lembur
terus, dan ini semua tidak adil, apa karena saya tidak dekat
dengan ibu (bos) jadi saya kebagian lembur terus. Dan masnya
tau kan kalau tambahan untuk uang lembur itu tidak sepadan
dengan capeknya”85
Karena konsumen selalu ramai, stok barang di toko cepat
habis, stok barang dagangan diantar langsung dari sales ke toko.
“Stok barang dagangan yang habis di datangkan langsung
dari salesnya ke toko, datangnya tidak tentu tetapi selalu
mepet dengan pergantian shift yaitu jam 14.00 WIB. Kalau
barangnya datangnya malam itu sekitar jam 19:00 WIB
84
Dwi Aimma, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019,
tempat di rumah narasumber, pukul 18:30 WIB. 85
Pujiastuti, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 15 September 2019, tempat
di toko Sinar Grosir, pukul 10:30 WIB.
53
sedangkan selesai kerja gelombang malam itu jam 20:00 WIB.
Sehingga membuat karyawan gelombang malam kerja lembur,
sekitar satu jam.”86
Majikan datang ke toko hanya ketika mengantar gaji dan
ketika mengecek keadaan toko. Apabila stok barang dagangan
datang ke toko, tugas karyawan mengecek dan menata barang
dagangan tersebut di gudang maupun di rak. Kemudian apabila
barang dagangan yang datang ke toko dalam jumlah yang banyak,
karyawan harus menyelesaikan mengecek dan menata barang hari itu
sehingga harus menambah jam kerja. Dalam satu pekan dua sampai
tiga kali stok barang dagangan datang ke toko.
“ketika barang atau stock yang ada di gudang mulai menipis,
biasanya ibu (bos) mengirim barang ke toko yang ada di
rumah. Dan biasanya ketika barang datang otomatis harus
langsung di tata dong, yam au tidak mau harus lembur.”87
Di toko Sinar Grosir dalam satu bulan sekali karyawan
diberikan untuk mengambil libur, tidak dipotong gaji, tetapi dengan
syarat harus diganti hari lainnya dengan kerja masuk full.
“sebenarnya jika disuruh lembur itu hal yang paling tidak suka
aku mas, soalnya tambahannya itu lo sedikit, dan tidak jelas,
terkadang entah ibu(pemilik toko) lupa atau gimana, jelas-jelas
kemaren lembur, tapi gajinya tidak di tambahin. Kan ya bukan
gimana-gimana, yang namanya lembur kan juga butuh
tenaga.”88
86
Ika, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019, tempat di
toko Sinar Grosir, pukul 10:45 WIB. 87
Pujiastuti, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 15 September 2019, tempat
di toko Sinar Grosir, pukul 10:30 WIB. 88
Andista, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019, tempat di
toko Sinar Grosir, pukul 10:30 WIB.
54
Ketika karyawan yang gelombang pagi hendak mengambil
libur, terlebih dahulu membuat janji dengan karyawan gelombang
malam, kemudian karyawan gelombang malam mengkonfirmasi
apakah bisa untuk masuk kerja full. Sang majikan membuat metode
seperti supaya tokonya tidak tutup.
“sebenernya jika ditanya seperti itu, saya tidak tau mas, sampei
sekarang saya tidak tau ibu (pemilik toko) menghitung
lemburan kami gimana. Yang jelas semisal lembur seminggu
berapa kali gitu, ya tambahannya tetep sama. kami lebih
memilih untuk diam karena memang kami butuh pekerjaan ini
mas, jaman sekarang cari kerja sulit banget. Apalagi ijasah
kami hanya SMP-SMA.”89
Jadi uang lembur kerja dengan uang masuk full dijadikan satu
sejumlah Rp. 50.000,-. Jadi tidak ada patokan tetap dari sang majikan
dalam memberikan upah kerja lembur untuk karyawan.
Dari ulasan di atas bahwa upah kerja lembur dan upah masuk
full dijadikan satu. Sang majikan memberikan upah kerja lembur
dengan upah masuk full dijadikan satu karena setiap empat bulan gaji
karyawan dinaikkan sebanyak Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000 sesuai
dengan omset hasil penjualan. Jadi menurut beliau itu sudah menutupi
dengan kerja lembur dan masuk full yang dijalankan para karyawan
dan sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
89
Dwi Aimma, wawancara tentang sistem pengupahan karyawan, 18 September 2019,
tempat di rumah narasumber, pukul 18:30 WIB.
55
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENGUPAHAN
KARYAWAN DI TOKO SINAR GROSIR KEBONSARI
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Karyawan
di Toko Sinar Grosir Kebonsari
Allah menciptakan manusia untuk saling tolong-menolong antar
sesama manusia yang satu dengan yang lainnya salah satunya adalah
dengan cara muamalah. Prinsip dasar muamalah adalah untuk
mencipatakan kemaslahatan umat manusia, dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam
yang disebut sebagai fiqih muamalah yang semuanya merupakan hasil
penggalian dari al-Qur‟an dan hadith.
Di toko Sinar Grosir karyawan dibagi menjadi dua shift yaitu
Karyawan yang kerja masuk pagi mulai pukul 06:00 WIB sampai
dengan pukul 14:00 WIB, dan masuk siang mulai pukul 14:00 WIB
sampai dengan pukul 20:30 WIB. Walaupun ada perbedaan jam,
majikan tetap memberikan upah kepada mereka dengan besaran sama
yaitu sebesar Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 350.000,-. Di sini ada
kejanggalan dalam pengupahan, yaitu upah yang sama yang didapat
oleh para karyawan namun jam kerja berbeda antara mereka sehingga
menimbulkan ketidakadilan dalam pengupahan yang dilakukan oleh
majikan kepada para karyawannya.
Dilihat dari segi obyeknya, akad ija>rah dibagi menjadi dua yaitu
ija>rah manfaat (al-ija>rah ala al-manfa’ah), dan ija>rah yang bersifat
pekerjaan (al-ija>rah ‘amal) ialah dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
Sebagaimana dengan praktiknya di toko Sinar Grosir ini
termasuk dalam al-ija>rah ‘amal yaitu dengan memperkerjakan
beberapa orang di toko untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu
menjadi pramuniaga.
Selain itu fiqh ija>rah juga menjelaskan sistem pembayaran upah
antara lain: Upah waktu yaitu upah yang ditetapkan menurut jam, hari,
minggu, bulanan atau tahunan; upah borongan yaitu upah yang
ditetapkan menurut banyaknya pekerjaan dan upah premi.90
Melihat hal di atas, praktik yang dilakukan di toko Sinar Grosir
Kebonsari Madiun termasuk pada jenis yang pertama yaitu upah
waktu atau upah yang ditetapkan mingguan sebesar Rp. 250.000,-
sampai dengan Rp. 350.000,- dan dibayarkan tiap ahir pekan.
Sebagaimana dengan hasil wawancara saya dengan salah satu
karyawan “Biasanya para karyawan menerima upah tiap ahir pekan,
gaji diberikan oleh majikan diantar ke toko”.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa jika ija>rah itu suatu pekerjaan,
maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya
pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah berlangsung
90
Nurcholis Madjid, dkk, Ensiklopiedia Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeva, 1994), 287.
dan tidak disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan
penangguhannya. Secara umum dalam ketentuan al-Qur‟an yang
berkaitan dengan penentuan upah kerja ini terdapat dalam surat al-
Nahl ayat 90:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.”91
Apabila ayat ini dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat
dikemukakan bahwa Allah memerintahkan kepada para pemberi
pekerjaan untuk berlaku adil, berbuat adil dan dermawan kepada para
pekerja. Oleh karena itu maka kewajiban si majikan adalah untuk
mensejahterahkan pekerjanya, termasuk dalam hal membayar upah
yang layak dan adil.92
Melihat dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
teori ija>rah harus adanya keadilan dan kelayakan dalam pengupahan
antara karyawan satu dengan yang lain oleh sang majikan. Namun,
dalam praktiknya ada ketidakadilan dalam pengupahan yang
dilakukan majikan kepada para karyawannya yaitu selisih perbedaan
91
al-Qur‟an, 16: 90. 92
Chairumman Passaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika,
1996), 157.
jam kerja antara para karyawan selama satu setengah jam kerja, tetapi
upah yang mereka terima sama, sebagaimana dengan hasil wawancara
saya dengan salah satu karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari.
Sehingga standar pengupahan di toko Sinar Grosir Kebonsari belum
sesuai jika dilihat dari sisi keadilan secara tekstual. Namun secara
universal bentuk keadilan tersebut sangatlah banyak, keadilan dalam
hal kerja, keadilan dalam hal jumlah upah, keadilan dalam porsi kerja,
dan keadilan dalam hal jaminan kesejahteraan lainnya.
Namun setelah saya wawancara lebih lanjut dengan sang
pemilik toko Sinar Grosir Kebonsari, apa yang membedakan sehingga
seakan-akan tidak ada keadilan dalam hal jam kerja yang mana shift
pagi lebih lama dan yang sore lebih sedikit satu setengah jam kerja,
ternyata yang membedakan shift pagi lebih panjang jam kerjanya
adalah mereka kerja dengan porsi yang lebih ringan, karena rata-rata
pembeli ramai disaat sore hari sampai malam menjelang tutupnya
toko.Dari ulasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem
pengupahan karyawan di toko Sinar Grosir Kebonsari sudah sesuai
dan memenuhi aspek keadilan, maka hal tersebut diperbolehkan dan
tetap sah.
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pengupahan Kerja Lembur
Karyawan di Toko Sinar Grosir Kebonsari
Upah merupakan aspek yang paling sensitif di dalam hubungan
kerja. Berbagai pihak yang terkait melihat upah dari sisi masing-
masing yang berbeda. Pekerja melihat upah sebagai sumber
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan
keluargannya. Secara psikologi upah juga dapat menciptakan
kepuasan bagi pekerja, di pihak lain pengusaha melihat upah sebagai
salah satu biaya produksi. Dan pemerintah melihat upah itu di satu
pihak untuk tetap dapat menjamin terpenuhinnya kehidupan yang
layak bagi pekerja atau buruh dan keluargannya, dan meningkatkan
produktifitas pekerja/buruh, dan meningkatkan daya beli masyarakat,
di pihak lain pemerintah juga menghargai ketentuan kearifan local
agar terciptanya keseimbangan antara kedua belah pihak. Sistem
pembayaran upah yang sudah menjadi tradisi di masyarakat sangat
berpengaruh dalam kehidupan mereka. Dalam kerjasama ini terdapat
nilai-nilai sosial dan moral yang sangat dihormati oleh masyarakat
seperti tolong menolong.
Di toko Sinar Grosir Kebonsari apabila stok barang dagangan
datang ke toko, tugas karyawan membongkar, mengecek dan menata
barang dagangan tersebut. Kemudian apabila barang dagangan yang
datang ke toko dalam jumlah yang banyak, karyawan harus
menyelesaikan mengecek dan menata barang hari itu sehingga harus
menambah jam kerja. Dalam satu pekan sekali stok barang dagangan
diantar majikan ke toko.
Dalam satu bulan sekali karyawan diberikan untuk mengambil
libur, tidak dipotong gaji, tetapi dengan syarat harus diganti hari
lainnya dengan kerja masuk full. Ketika karyawan yang gelombang
pagi hendak mengambil libur, terlebih dahulu membuat janji dengan
karyawan gelombang malam, kemudian karyawan gelombang malam
mengkonfirmasi apakah bisa untuk masuk kerja full. Sang majikan
membuat metode seperti ini supaya tokonya tidak tutup. Jadi uang
lembur kerja dengan uang masuk full dijadikan satu sejumlah Rp.
50.000,- tersebut. Padahal bisa dikatakan kerja lembur kerjanya berat
karena hanya dikerjakan seorang diri.
Dalam Jumhur ulama berpendapat bahwa ija>rah disyariatkan
berdasarkan al-Quran, as-Sunnah:
1. Al - Qur‟an Surat al-Qasash ayat 26-27 disebutkan:
للهى ى الأقو تيلى اومتيلأ ىمونتى سلأ وألأجورلأاو ينلأرو رللههللهىإت سى و ى سلأ وألأجت دو هللهو ى و أو و ت ىإتالأ نو و لأ
ى ى وألأجللهرونت تىعو و ىأو لأ دو ى نلأنوتوسىىو نويلأ ىإتالأ ىألله لأ تحوكت ىأللهرت لأدللهىأو لأ ىإتنق و و
ى و يلأ ى اصس تحت ى و ءو اللهىمتنو ىإت لأ دللهنت ىسو و ت ىأو لله سىعو ويلأكو ىاومو ىأللهرت لأدللهىأو لأ ثوونتوىات وجس
Artinya : Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya
bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), Karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. Berkatalah
dia (Syua‟ib): “Sesungguhnya Aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua
anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja delapan
tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka
itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku
tidak hendak me mberati kamu, dan kamu insya Allah
akan mendapatiku termasuk orang - orang yang
baik”.93
Ayat di atas menerangkan bahwa ija>rah telah disyariatkan
oleh umat Islam, dalam ayat ini terdapat pernyataan seorang
anak yang diucapkan imbalan yang telah disepakati sesuai
dengan ketentuan waktu dan manfaat yang dapat diterima oleh
ayah tersebut.
2. As-Sunnah
Di samping ayat al-Qur‟an di atas, ada beberapa hadi>th
yang menegaskan tentang upah, hadi>th Rasulullah SAW
menegaskan:
ىعورو للهوللهى ى وت س روهللهى نو لأ وىأو لأ ىأوجلأ ينلأرو أوعلأطلله ى اوجت
Artinya: “Dari Ibnu Umar, ia berkata: telah bersabda Rasulullah
“berikanlah upahnya kepada seorang pekerja
sebelum keringatnya kering.” (H.R Ibn Ma>jah).94
Disyaratkan pula agar upah dalam transaksi ija>rah
disebutkan secara jelas dan diberitahukan berapa besar atau
kecilnya upah pekerja. Hadi>th riwayat Abu Sa‟id Al - Khudri,
Nabi SAW bersabda, yang artinya: “ Dari Abu Sa‟id Al Khudri
ra. Bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Barang siapa
93
al-Qur‟an, 28: 26-27. 94
Al-Hafid Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul maram (Ibnu Hajar Al-Asqalani)
(Jakarta: Pustaka Amani, 1995), 361.
memperkerjakan pekerja maka tentukanlah upahnya.” (H.R Abd
ar-Razaq).95
Allah memusuhi orang- orang yang melakukan hal - hal
yang dilarang oleh agama, seperti dalam hadith yang
diriwayatkan Muslim, sebagai berikut, yang artinya: “Abu Hu
ray rah ra. Berkata, Rasulullah bersabda: “Tiga golongan yang
aku musuhi kelak di hari kiamat ialah: seseorang yang memberi
perjanjian dengan nama-Ku, kemudian ia khianat, seseorang
yang menjual orang merdeka dan menikmati hasilnya, dan
seseorang yang memperkerjakan kuli, lalu pekerja itu bekerja
dengan baik namun ia tidak memenuhi upahnya.” (H.R
Muslim).96
Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam fiqh ija>rah
apabila dalam membayar upah kepada pekerja harus sesuai dengan
apa yang telah mereka kerjakan dan sesuai dengan ketentuan yang
telah disepakati. Namun, dalam praktiknya tidak ada patokan jumlah
pengupahan kerja lembur, hanya memberikan upah Rp. 50.000 dalam
sebulan sekali. Tetapi sudah ada kesepakatan antara kedua belah
pihak. Ketentuan tersebut dapat diterima oleh para karyawan
dikarenakan setiap empat bulan sekali gaji mereka naik. Oleh karena
itu, ketentuan tersebut belum sesuai dengan ketentuan fiqh ija>rah.
Karena dalam Islam tidak diatur secara rinci aturan mengenai gaji
95
Ibid., 360. 96
Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad, Khifayatul Akhyar (Kelengkapan
Orang Saleh) (Surabaya: Bina Iman, 1994), 695.
karyawan kerja lembur, maka pengaturan sepenuhnya diserahkan
kepada pemerintah untuk membuat rincian-rincian terhadap peraturan
Shari>’ah yang masih global.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan karyawan di toko Sinar
Grosir Kebonsari adalah pada praktiknya ada ketidakadilan dalam
pengupahan yang dilakukan majikan kepada para karyawannya yaitu
selisih perbedaan jam kerja antara para karyawan selama satu setengah
jam kerja, tetapi upah yang mereka terima sama. Dalam teori fiqh
ija>rah harus adanya keadilan dan kelayakan dalam pengupahan.
Menurut fiqh ija>rah hal tersebut tidak diperbolehkan, akan tetapi
karena diawal akad karyawan dan pemilik sudah sepakat terhadap
sistem pengupahannya, maka akad ija>rah tetap sah.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pengupahan kerja lembur karyawan di
toko Sinar Grosir Kebonsari adalah pada praktiknya tidak ada
patokan jumlah pengupahan kerja lembur, hanya memberikan upah
Rp. 50.000 dalam sebulan sekali. Tetapi sudah ada kesepakatan
antara kedua belah pihak. Ketentuan tersebut dapat diterima oleh para
karyawan dikarenakan setiap empat bulan sekali gaji mereka naik.
Menurut tinjauan fiqh ija>rah apabila dalam membayar upah kepada
pekerja harus sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan
sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Oleh karena itu,
ketentuan tersebut belum sesuai dengan fiqh ija>rah. Karena dalam
Islam tidak diatur secara rinci aturan mengenai gaji karyawan kerja
65
lembur, maka pengaturan sepenuhnya diserahkan kepada
pemerintahuntuk membuat rincian-rincian terhadap peraturan shari>’ah
yang masih global.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Yazid. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.
al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. Sharah Bulughul Maram, Terj. Tahirin
Suparta, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh „Alal Madzhabil Arba‟ah Jilid 4 Terj. Moh
Zuhiri dkk. Semarang: asy -syifa‟, 1994.
Amar, Imron Abu. Fathul Qarib. Terj. Jilid 1. Kudus: Menara Kudus, 1983.
Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2010
Aziz, Abdul. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung: Alfabeta,
2010.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Basyir, Ahmad Ahzar. Asas-asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam.
Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004.
CV Karya Utama. Al-Qur‟an dan Terjemahannya Juz 1-30 Edisi Baru. Surabaya:
CV Karya Utama, 2005.
Djuwani, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2008.
Ghoni, Djunaidi. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Gajah Mada, 1980.
Hajar, Al-Hafid Ibnu. Terjemah Bulughul maram (Ibnu Hajar Al-Asqalani).
Jakarta: Pustaka Amani, 1995.
Hasan, M Ali. Berbagai Macam Transaksi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003.
Huda, Qomarul. Fiqh muamalah. Yogyakarta: Teras, 2011.
Karim, Adiwarman Azhar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012.
Karim, Helmi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.
Madjid, Nurcholish. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva,
1994.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2012.
--------. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Depok: Kharisma Putra Utama Offset,
2015.
Mas‟adi, Gufron A. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002.
Maulana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Muhammad dan Alimin. Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi
Islam. Yogyakarta: BPFE, 2004.
Muhammad, Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin. Khifayatul Akhyar (Kelengkapan
Orang Saleh). Surabaya: Bina Iman, 1994.
Nofita, Lutfiah. “Pembayaran Upah kepada Pekerja Menurut kacamata Islam”,
dalam https://www.kompasiana.com/. diakses pada tanggal 24 April 2019,
jam 05:20 WIB.
Passaribu, Chairumman. Hukum Perjanjian dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika,
1996.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Terj.Moh. Nabhan Husein Jiilid 12. Bandung: Al-
Ma‟arif, 1996.
Sahrani, Sohari. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Soekarno, Rahardi. “Besaran UMK 38 Kabupaten dan Kota se-Jatim Tahun
2020,” dalam https://beritajatim.com/politik-pemerintahan/ini-besaran-umk-
38-kabupaten-dan-kota-se-jatim-tahun-2020/. diakses pada tanggal 28 Maret
2020, jam 14:30.
Sudarsono. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2015.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Syafei, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.
Tim Laskar Pelangi. Metodologi Fiqh Muamalah. Kediri: Lirboyo Press, 2013.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.