tinjauan hukum persaingan usaha mengenai liberalisasi...
TRANSCRIPT
i
UNIVERSITAS INDONESIA
Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi
Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Studi Kasus : PT Pelabuhan
Indonesia II (Persero))
SKRIPSI
Muhammad Fikry Yonesyahardi
0806342573
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DEPOK
JULI 2012
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi
Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Studi Kasus : PT Pelabuhan
Indonesia II (Persero))
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Muhammad Fikry Yonesyahardi
0806342573
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI
DEPOK
JULI 2012
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
v
KATA PENGANTAR
Dalam hidup kita tidak dapat mengetahui apa yang direncanakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Kadang kita menyesali kejadian yang menimpa kita dan
sulit untuk mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Ketika satu pintu tertutup,
pintu lain terbuka. Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup
terlalu lama sehingga tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. Inilah yang
banyak dialami orang-orang termasuk penulis hingga akhirnya penulis sadar
bahwa inilah pintu yang telah dibukakan Allah SWT. Maka dengan penulisan
karya tulis ini penulis berharap dengan ditutupnya pintu ini akan terbuka pintu-
pintu lainnya.
Dalam proses penyelesaian karya tulis ini penulis menemui banyak
kesulitan. Namun dorongan dari keluarga dan rekan-rekan Penulis membuat
penulis merasa termotivasi sehingga proses penulisan karya tulis ini pun dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, izinkanlah Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan yang tidak terhingga
kepada Penulis. Tuhan yang Maha Pemberi lagi Maha Penyayang yang selalu
memberikan yang terbaik untuk Penulis, dan selalu mengingatkan Penulis
ketika Penulis menyimpang dari jalan-Nya.
2. Ibunda Fazat Adibah Amin, perempuan nomor satu dalam hidup Penulis.
Bunda yang penuh rasa kasih sayang dan selalu mendukung Penulis. Bunda
yang sangat sabar menghadapi Penulis dan mengingatkan Penulis untuk
selalu bersyukur. Bunda yang tidak henti-hentinya mendoakan Penulis.
Though I’ve made hurtful wrong choices, you silently watched over me from
behind. Now I know the meaning of mom’s silent prayers. I love you Mom.
3. Ayahanda Sholvasdi Syarief, pemimpin keluarga yang bijak. Ayah yang
selalu menempatkan anak-anaknya sebagai prioritas utama. Ayah yang
menjadi mentor hidup penulis. Ayah yang selalu memberikan yang terbaik
untuk Penulis. Ayah adalah pemimpin yang memiliki etos kerja yang luar
biasa dan sangat menjunjung kejujuran. Semoga suatu saat nanti Penulis
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
vi
dapat mengikuti jejak Ayahanda. Terima kasih Papa sudah mempercayakan
Ocha, I love you Dad.
4. Adik tersayang Miratunnisa Duhati Hardiniziya, adik yang sangat Penulis
sayangi. Rumah terasa sepi ketika dia tidak pulang dari Bandung. Adik yang
sangat rajin dalam kegiatannya baik dalam maupun luar kampus. Adik yang
selalu mendukung Penulis. Partner in crime terutama dalam membuat acara
kejutan untuk kedua orang tua. Zie, amu itu rajin dan pintar, jadi berhentilah
merasa tidak percaya diri.
5. Para pembimbing Penulis, yaitu Bapak Ditha Wiradiputra, S.H, M.E atas
semua waktu, nasihat, dan bimbingan yang berharga bagi Penulis sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
6. Ibu Henny Marlyna S.H., M.H., MLI. selaku Pembimbing Akademis Penulis
yang telah membimbing dan memberikan pengarahan terhadap penulis dalam
melewati setiap semester, saya ucapkan terimakasih dan doa sebesar-besarnya
kepada ibu.
7. Terimakasih khusus Penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan
Penulis: Adhindra Ario, Andara Annisa, Rasyad Andhika, Hulman Bona,
Alfina Narang, Tantia Rahmadhina, Budi Widuro, Annisa Suci Ramadhani,
Dito Ariotedjo, Aida Heksanto, Femalia I.K, Wuri Prastiti Rahajeng, Indra
Prabowo, Lidzikri Caesar Dustira, Chentini Prameswari, M. Subuh rezki,
yang telah menjadi kawan yang luar biasa bagi Penulis serta telah
memberikan kebersamaan, keceriaan, dan semangat yang tidak henti-henti
diberikan kepada Penulis. Penulis selalu merasa bersyukur dapat berkenalan
dan menjadi bagian dari kalian semua.
8. Semua teman-teman Penulis angkatan 2008 yang tidak bisa Penulis sebutkan
satu per satu atas semua kehangatan, kebersamaan, dan keceriaan yang
mewarnai hari-hari perkuliahan Penulis selama kurang lebih 4 tahun.
9. Teman-teman dibawah bimbingan Bang Ditha yaitu Ohyong, Sondra, Mance
dan Kristiono dan lainnya yang telah bersama-sama merasakan suka duka dan
canda tawa selama masa bimbingan skripsi. Suka duka mengejar, menunggu,
dan mencari pembimbing dan revisi, hingga daftar sidang. Terima kasih atas
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
vii
doa dan semangat yang diberikan, dan akhirnya kerja keras kita terbayar
teman-teman.
10. Kepada setiap orang yang telah datang dalam kehidupan Penulis dan
menjadikan hari-hari Penulis menjadi lebih bermakna dan berwarna.
Terimakasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Tentunya
terselip banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Kendati demikian, besar harapan
Penulis, semoga karya ini sedikit banyak dapat memberikan warna dalam
khazanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang Hukum Persaingan Usaha. Segala
kekurangan adalah milik Penulis, dan segala kesempurnaan adalah milik Allah
SWT.
Depok, Juli 2012
Muhammad Fikry Yonesyahardi
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
ix
ABSTRAK
Nama : Muhammad Fikry Yonesyahardi
Program Studi : Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi
Judul : “Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi
Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Studi Kasus : PT Pelabuhan
Indonesia II (Persero))”
Skripsi ini membahas tentang kepelabuhan di Indonesia yang dahulu dilakukan
secara monopoli oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia sebagai BUMN.
Monopoli yang dilakukan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia ini
diperbolehkan oleh undang-undang (monopoly by law) yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dan Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat. Kemudian pada tahun 2008 lahirlah Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran yang membuat hilangnya status monopoli PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membahayakan sektor kepelabuhan,
dikarenakan pentingnya sektor ini dan juga menyangkut hajat hidup orang banyak.
Oleh sebab itu perlu dianalisa dampak-dampak terhadap liberalisasi pelabuhan ini
agar liberalisasi sektor pelabuhan tidak menjadi bumerang yang dapat merugikan
negara dan rakyat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dimana
data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa liberalisasi pelabuhan memiliki dampak yang signifikan
terhadap penyelenggaraan kepelabuhanan dan persaingan usaha dalam bidang
kepelabuhanan.
Kata kunci:
Hukum persaingan usaha, pelabuhan, pelayaran, BUMN.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
x
ABSTRACT
Name : Muhammad Fikry Yonesyahardi
Study Program: Law – ( Law on Economic Activities)
Title : “Competition Law Review Regarding Liberalization of the Port
as an Implementation of Law Number 17 Year 2008 concerning
Shipping (Case Study: Pelabuhan Indonesia II Limited Liability
Company)”
This thesis discusses the port in Indonesia formerly monopolized by PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia as a state company. Monopoly by PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia is allowed by law (monopoly by law) is regulated in Law Number 21
Year 1992 concerning Shipping and Law Number 5 Year 1999 concerning
Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition. Later in the year
2008 was born the Law No. 17 Year 2008 concerning Shipping which makes the
loss of monopoly status PT (Persero) Port of Indonesia. This condition will greatly
harm the port sector, due to the importance of this sector and also about the
welfare of the majority. Therefore it is necessary to analyze the effects on the
liberalization of port and to prevent this liberalization to becoming a boomerang
that could harm the country and its people. This study uses a normative juridical
studies where data is mostly from the literature study. The results suggest that the
liberalization of the port has a significant impact on the implementation of port
and port competition in the field.
Key words:
Competition Law, port, shipping, BUMN.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................... viii
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Permasalahan ................................................................. 1
1.2 Pokok Permasalahan ............................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 6
1.4 Definisi Operasional................................................................................ 7
1.5 Metode Penelitian.................................................................................... 9
1.6 Kegunaan Teoritis dan Praktis…………………………………………. 11
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PADA HUKUM
PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA .......................................... 14
2.1 Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha ............................................ 14
2.1.1 Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat .......................................... 14
2.1.2 Aspek Positif Monopoli ................................................................. 16
2.1.3 Aspek Negatif Monopoli ................................................................ 17
2.1.4 Karakteristik Monopoli .................................................................. 19
2.1.5 Jenis Monopoli ............................................................................... 21
2.1.6 Pengaturan Hukum Mengenai Monopoli ....................................... 25
2.2 Monopoli Negara .................................................................................... 28
2.3 Ketentuan Pengecualian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat Terhadap Badan Usaha Milik Negara Menurut Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat .................................................................... 48
BAB 3 ANALISA LIBERALISASI PELABUHAN SEBAGAI
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN
2008 TENTANG PELAYARAN OLEH PT. (PERSERO)
PELABUHAN INDONESIA II DI INDONESIA DITINJAU
DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA ........................................... 52
3.1 Tinjauan terhadap PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II ......................... 52
3.1.1 Sejarah Pendirian Pelabuhan Indonesia ......................................... 52
3.1.2 Visi dan Misi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II ....................... 54
3.1.3 Kegiatan Usaha PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II ................... 55
3.1.4 Anak Perusahaan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II ................. 57
3.2 Pengaturan Kepelabuhan Indonesia ........................................................ 59
3.2.1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran ......... 59
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
xii
3.2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang
Kepelabuhan……………………………………………….…….61
3.3 Pengaturan Persaingan dalam Bidang Kepelabuhan yang Tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran ....... 62
3.3.1 Isu-isu strategis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran ........................................................................................ 62
3.3.2 Faktor-faktor pemicu perlunya persaingan dalam bidang
kepelabuhan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran ....................................................... 73
3.4 Pengaturan Bidang Kepelabuhan dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran dikaitkan dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat ........................................................................... 79
BAB 4 PENUTUP .............................................................................................. 88
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 88
4.2 Saran ........................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 93
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
13.000 pulau dalam bentang 3.500 mil. Indonesia juga memiliki garis pantai
terpanjang ke-empat di dunia dengan panjang lebih dari 95.181 kilometer.
Indonesia adalah Negara maritim, dimana lautan Indonesia lebih luas
dibandingkan daratannya. Kondisi geografi Indonesia ini kemudian menghasilkan
pola pikir yang diperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa yakni sebuah
pemikiran mengenai wawasan nusantara dimana di dalamnya laut memiliki fungsi
sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Pemikiran mengenai wawasan nusantara ini
dimulai dengan konsepsi nusantara (Archipelago concept).1 Konsepsi nusantara
merupakan suatu konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan wawasaan nusantara
adalah wawasan nasional bangsa dan negara yang pada awalnya berkembang atas
dasar konsepsi kewilayahan. Pada tahun 1957, yang dimulai dengan adanya
Deklarasi Djoeanda yang dikeluarkan tanggal 13 Desember 1957. Dimana dalam
naskah tersebut dinyatakan
Segala perairan disekitar, di antara dan yang menghubungkan
pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan
Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau
lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah
daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian
merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada
dibawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia…2
Terlihat jelas fungsi laut dalam negara nusantara. Kemudian dari konsepsi
nusantara ini dikembangkan menjadi wawasan nusantara yang memandang
Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi tanah (darat), air (laut) dan
1 Christo Yosafat, “Tinjauan Yuridis Dampak Penerapan Asas Cabotage Dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap Jasa Perhubungan Laut” (Depok:
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), hal. 1.
2 Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
2
Universitas Indonesia
dirgantara (udara) di atasnya jelas tidak terpisahkan. Dengan usaha yang tidak
sedikit Indonesia akhirnya mampu mengukuhkan asas negara kepulauan yang
telah diakui dunia internasional tentang prinsip hukum negara kepulauan seperti
yang tercantum dalam konvensi PBB ke-III tentang Hukum Laut 1982 (United
Nation Canvention on the Law of the Sea), dimana Indonesia telah meratifikasi
dengan Undang-undang No. 17 tahun 1985.3 Pandangan bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tentang diri dan lingkungannya yang
berbentuk kehidupan sebagai suatu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
hankam dalam satu ruang kehidupan yaitu seluas perairan dan pulau-pulau di
dalamnya beserta udara di atasnya karena dipandang sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Wawasan nusantara ini akan selalu menjiwai bangsa Indonesia baik
dalam hidup dan kehidupan nasional meupun kehidupan internasional.
Berdasarkan pandangan wawasan nusantara tersebut, bangsa Indonesia
harus dapat memanfaatkan wilayah laut guna mempertahankan kelangsungan
hidup dan mengembangkan kehidupannya. Dari sudut geografis Indonesia
terbentang dari 94° Bujur Timur sampai dengan 141° Bujur Timur dan 6° Lintang
Utara sampai dengan 11° Lintang Selatan mencapai luas 5,8 juta km2, Indonesia
memiliki kekayaan sumber daya yang sangat besar terkandung di dalamnya.
Berdasarkan kondisi geografi tersebut dapat dipahami bahwa luasnya
wilayah laut Indonesia juga merupakan potensi kekuatan usaha kelautan yang
dimiliki Indonesia dan harus dikelola oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya
demi mencapai tujuannya yaitu mensejahterakan rakyat Indonesia. Dari sisi
kelautan ini, Indonesia dapat mengembangkan berbagai macam industri dan jasa,
hal ini mencakup industri perikanan, pertambangan laut hingga pariwisata bahari.
Dan untuk memaksimalkan potensi tersebut dibutuhkan infrastruktur yang dapat
menunjang kegiatan usaha kelautan Indonesia. Infrastruktur yang paling penting
dalam usaha kelautan adalah pelabuhan. Pelabuhan yang berkualitas dan
berstandard dunia adalah cerminan kekuatan potensi sumber daya maritim sebuah
negara. Indonesia sebagai negara yang dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan
terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan
3 Deklarasi juanda,
http://www.dephub.go.id/index2.php?module=deklarasi_juanda&act=list, diunduh 5 Maret 2012
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
3
Universitas Indonesia
dunia. Sehingga peran pelabuhan menjadi sangat penting dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi maupun mobilitas sosial dan perdagangan di wilayah ini.
Oleh karena itu pelabuhan merupakan faktor penting bagi pemerintah dalam
menjalankan roda perekonomian negara. Peran dan fungsi pelabuhan menjadi
sangat penting, pelabuhan menjadi pintu gerbang ekonomi dan penggerak
perdagangan dalam rangka meningkatkan dan mempercepat aktivitas ekonom
nasional.
Berbagai kegiatan penyediaan dan pengusahaan pelabuhan dikelola oleh
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Kegiatan itu antara lain, perairan kolam
pelabuhan untuk lalu lintas dan tempat kapal berlabuh. Pelayanan pemanduan dan
penundaan kapal keluar masuk pelabuhan, olah kapal gerak didalam kolam serta
jasa pemanduan dan penundaan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.
Menyediakan fasilitas untuk kapal bertambat serta melakukan bongkar muat
barang dan hewan. Fasilitas pergudangan dan lapangan penumpukan. Terminal
konvensional, terminal peti kemas, dan terminal curah untuk melayani bongkar
muat komoditas sesuai dengan jenisnya. Terminal penumpang untuk melayani
pelayanan embarkasi dan debarkasi penumpang melalui laut. Fasilitas listrik, air
minum dan telepon untuk kapal dan umum di daerah lingkungan kerja pelabuhan.
Lahan untuk industri, bangunan dan ruang kantor umum. Pendidikan dan
pelatihan yang berkaitan dengan kegiatan kepelabuhan. Disamping berbagai usaha
tersebut, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia memiliki peluang untuk
mengembangkan kegiatan usaha lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha yang
telah ada. Antara lain dibidang jasa informasi, pengelolaan cargo distributor
centre, maupun inland container depot dan bidang lainnya, baik yang dikelola
oleh perusahaan sendiri, maupun yang dilaksanakan oleh anak perusahaan
ataupun melalui kerjasama usaha dengan pihak swasta.
Melihat berbagai peranan perusahaan pelabuhan menjadikan perusahaan
mempunyai peranan yang cukup sentral dalam meningkatkan pendapatan dan
devisa negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan kepada siapa saja yang
terlibat dalam proses kegiatan niaga kepelabuhan. PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia merupakan salah satu Badan usaha milik Negara yang melaksanakan
kegiatan di bidang pelayanan jasa kepelabuhan. Mempunyai pengaruh yang besar
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
4
Universitas Indonesia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena selain membantu perekomian
nasional, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia memiliki usaha yang menyangkut
hajat hidup orang banyak.
Pentingnya sektor pelabuhan di Indonesia ini membuat PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia memiliki perlakuan khusus oleh Pemerintah. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi tujuan yang diamanatkan oleh UUD 1945 dimana
tertuang pada Pembukaan UUD 1945
…Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa...4
Untuk mencapai tujuan tersebut, terhadap bidang-bidang penting negara
harus dikuasai negara, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara5
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan perusahaan cabang produksi
jasa kepelabuhan yang sangat penting bagi negara dan juga menguasai hajat hidup
orang banyak, sehingga PT (Persero) Pelabuhan Indonesia haruslah dikuasai oleh
negara. Kemudian sebagai perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak,
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia dalam hukum persaingan usaha mendapat
pengecualian yang dituangkan dalam Pasal 51 Undang-Undang nomor 5 tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat yang
berbunyi
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai
hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan
4 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
Pembukaan.
5 Ibid, Pasal 33 ayat (2).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
5
Universitas Indonesia
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan
atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah6
Negara memperbolehkan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia untuk
melakukan monopoli di bidang usahanya yaitu bidang kepelabuhan. Hal ini demi
menjamin sektor penting seperti pelabuhan akan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Namun dengan berlakunya undang-
undang baru pelayaran, yaitu undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang
Pelayaran. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia sebagai otoritas kepelabuhan
Indonesia yang tunduk kepada undang-undang tersebut, kehilangan sebuah
previlege yang dapat mengancam keberlangsungan kepelabuhan di Indonesia.
Dalam undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran diatur mengenai
penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara
fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan
swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhan. Sebagai salah
satu sektor penting, penghapusan monopoli PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
menjadi sebuah ancaman dan kekhawatiran sendiri terhadap perekonomian
negara.
Isu strategis penghapusan monopoli yang terkandung dalam undang-
undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran ini menjadi pembahasan
tersendiri karena dengan diberlakukanya akan terdapat benturan peraturan yang
telah berlaku sebelumnya dan atau diatasnya. Pemberlakuan undang-undang
nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran akan mengarah kepada liberalisasi
pelabuhan, hal ini tentu tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Selain
itu juga akan terjadi pelanggaran terhadap Pasal 51 undang-undang nomor 5 tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, dimana PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia adalah sebuah BUMN dan diperbolehkan untuk
melakukan praktek monopoli. Dengan tidak terpenuhinya ketentuan tersebut maka
akan gagal pula semangat dari Pembukaan UUD 1945 untuk melindungi dan
mensejahterakan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, dengan ini penulis bermaksud
6 Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No.
3817, Pasal 51.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
6
Universitas Indonesia
untuk menyajikan suatu karya tulis atau penelitian hukum mengenai
pemberlakuan undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dengan
dampaknya ditinjau dari kacamata hukum persaingan usaha maupun ekonomi
makro yang diberi judul, “Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai
Liberalisasi Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran (Studi Kasus : PT Pelabuhan Indonesia II
(Persero))”.
1.2 Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan adalah salah satu hal yang penting dalam suatu
penelitian. Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini terlebih dahulu akan
dimulai dengan merumuskan pokok-pokok yang menjadi masalah dan hendak
diteliti. Berdasarkan uraian tersebut di atas, selanjutnya pada bagian ini akan
dipaparkan beberapa pokok permasalahan yang akan dianalisa pada karya tulis ini.
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan terhadap monopoli sektor pelabuhan oleh PT
Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai BUMN dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Tidak Sehat dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran.
2. Bagaimana dampak penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran terhadap sektor kepelabuhan Indonesia yang dikelola
sepenuhnya oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan skripsi ini adalah untuk memberikan
gambaran mengenai pentingnya sektor kepelabuhan di Indonesia sehingga harus
dapat selalu dilindungi oleh pemerintah dikarenakan bidang usaha ini menyangkut
hajat hidup orang banyak. Di samping itu, akan diberikan gambaran mengenai
dampak liberalisasi pelabuhan yang akan disajikan dalam bentuk studi dari segi
hukum terutama hukum persaingan usaha dan juga perekonomian makro. Melalui
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
7
Universitas Indonesia
studi kepustakaan ilmiah pada tulisan ini, juga diharapkan adanya kontribusi yang
dapat Penulis berikan di bidang pembahasan monopoli pada hukum persaingan
usaha, dengan memberikan pengetahuan tentang pengaturan tentang anti
monopoli di Indonesia dan pengecualiannya.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengetahuan yang komrprehensif mengenai pengaturan
tentang anti monopoli dan pengecualiannya yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat;
2. Mendapatkan gambaran mengenai dampak liberalisai pelabuhan atas
berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
dilihat dari sisi hukum maupun ekonomi makro;
3. Mendapatkan pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang mengatur masalah anti monopoli di Indonesia;
1.4 Definisi Operasional
1. Liberalisasi adalah proses (usaha) untuk menerapkan paham liberal di
kehidupan (tata negara dan ekonomi).7
2. Liberal adalah bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka)8
3. Kepelabuhan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban
arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan
keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta
mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap
memperhatikan tata ruang wilayah.9
7 Bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh 12 Maret 2012 pukul 19.04.
8 Bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh 12 Maret 2012 pukul 19.05.
9 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849 , Pasal 1 butir 14.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
8
Universitas Indonesia
4. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal
dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.10
5. Implementasi adalah pelaksanaan; penerapan.11
6. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.12
7. Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.13
8. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.14
9. Perusahaan perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan
terbatas yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh atau paling
sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.15
10
Ibid., Pasal 1 butir 16.
11
Bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh 12 Maret 2012 pukul 22.39.
12
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.5 tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817 ,
Pasal 1 butir 1.
13
Ibid., Pasal 1 butir 2.
14
Indonesia, Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No.19 tahun
2003, LN No.70 Tahun 2003, TLN No. 4297, Pasal 1 butir 1.
15
Ibid., Pasal 1 butir 2.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
9
Universitas Indonesia
1.5 Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.16
Suatu penelitian yang baik membutuhkan metodologi untuk mengarahkan
penelitian ke arah yang benar secara sistematis dan kronologis, sesuai dengan
tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Bentuk penelitian yang dilakukan dalam
karya tulis ilmiah ini adalah penelitian yuridis normatif, data utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan pustaka
yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Bahan hukum primer merupakan dasar hukum bagi penulisan skripsi ini.
Bahan hukum primer terdiri dari norma dasar, peraturan dasar, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Peraturan Daerah,
Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, Yurisprudensi, Traktat, Konvensi
Internasional, Peraturan dari zaman penjajahan hingga sekarang yang masih
berlaku.17
Semua bahan hukum primer yang berkaitan dengan topik dalam skripsi
ini yaitu, Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai Liberalisasi Pelabuhan
Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
(Studi Kasus : PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)).
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang isinya mempunyai
kekuatan mengikat kepada masyarakat. Bahan hukum primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Selain itu, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat yang juga menjadi bahan hukum
primer dalam penelitian ini. Kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara. Serta Peraturan Pemerintah yang berkaitan
seperti Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,
Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet. 3., (Jakarta: UI-Press, 1986),
hlm. 42.
17
Sri Mamudji, et. Al., Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 30.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan informasi
atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer serta
implementasinya. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa skripsi, tesis, disertasi, literatur bacaan yang bersumber dari media
cetak maupun elektronik serta buku-buku yang yang berhubungan dengan
penelitian tersebut.18
Buku-buku yang dipakai antara lain adalah sebagai berikut:
Pengantar Hukum Persaingan Usaha, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks &
Konteks, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Selain buku-buku
yang telah disebutkan, terdapat kemungkinan bahwa penulis akan menggunakan
sumber buku ataupun jurnal yang lain sepanjang memiliki relevansi yang baik
serta dapat menjadi bahan referensi yang berkualitas guna mendukung
pembahasan penelitian ini.
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya abstrak,
almanak, bibliografi, buku pegangan, buku petunjuk, buku tahunan, ensiklopedia,
ideks artikel, atau kamus. Dalam penelitian kamus yang digunakan utamanya
adalah kamus hukum.
Alat pengumpulan data dalam penelitian skripsi ini adalah dengan studi
dokumen dan wawancara, dimana studi dokumen merupakan alat pengumpulan
data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan “content
analysis”.19
Berdasarkan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini, maka dapat diketahui bahwa jenis data yang dipakai adalah data sekunder
yakni data yang berasal dari studi pustaka. Sifat analisis data pada penelitian ini
adalah analisis secara kualitatif, yang mana terletak pada kumpulan info subyektif
yang berasal dari peneliti dimana jenis data berbentuk kalimat, bukan data
statistik. Penelitian yang dilakukan dalam menjawab pokok peramasalahan yang
ada di sini adalah penelitian analitis-deskriptif. Penelitian analitis deskriptif
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seakurat
mungkin keadaan atau gejala agar dapat memperjelas hipotesis guna memperkuat
18 Ibid, hal. 31
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet. 3., (Jakarta: UI-Press, 1986), hal.
52.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
11
Universitas Indonesia
teori. Tipologi dari penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis-normatif.
Penelitian tersebut berarti melihat hubungan antara ketentuan hukum yang ada
dengan kenyataan yang sedang terjadi. Penelitian ini memberikan tinjauan yuridis
mengenai bagaimana kegiatan usaha oleh PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero)
berlangsung berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku.
Setelah itu, penelitian ini akan memberikan pemahaman tentang liberalisasi
pelabuhan berdasarkan Undang-undang Pelayaran, dengan memaparkan PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai studi kasus.
1.6 Kegunaan Teoritis dan Praktis
Kegunaan Teoritis adalah agar pembaca dan penulis mengetahui mengenai
bagaimana kegiatan usaha PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai otoritas
pelabuhan di Indonesia. Pengaturan tentang anti monopoli yang berlaku di
Indonesia. Penelitian ini juga akan memberikan kegunaan bagi pihak-pihak yang
ingin mendapatkan pemahaman mengenai Hukum Persaingan Usaha yang berlaku
di Indonesia. Pengaturan mengenai pengecualian monopoli yang berlaku terhadap
sektor-sektor penting di Indonesia khususnya sektor kepelabuhan. Selain itu,
penelitian ini juga akan berguna secara teoritis dalam melengkapi ilmu
pengetahuan yang telah ada dengan mempelajari pengaturan hukum nasional
terhadap implementasi Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
terhadap kegiatan usaha kepelabuhan di Indonesia. Studi kasus terhadap PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) yang nyata terjadi di dunia usaha yang disajikan
dalam penelitian ini akan memberikan pemahaman yang mendalam serta
komprehensif bagi pihak yang ingin mempelajari permasalahan yang dibahas.
Adapun Kegunaan Praktis dari penelitian ini adalah agar pembaca, penulis,
maupun pelaku usaha terkait mengetahui bagaimana kegiatan kepelabuhan di
Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Pembaca pun akan mengetahui bagaimana PT. Pelabuhan Indonesia II
(Persero) sebagai BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak mendapat
perlakuan khusus oleh pemerintah dalam menjalankan kegiatan usahanya. Secara
praktis, penelitian ini juga berguna untuk menambah pengetahuan mengenai
bagaimana kegiatan usaha pelabuhan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
12
Universitas Indonesia
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan dilaksanakan oleh PT. Pelabuhan Indonesia
sebagai otoritas pelabuhan di Indonesia.
1.7 Sistematika Penulisan
Agar memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah maka diperlukan suatu
sistematika agar pembahasan menjadi terarah sehingga apa yang menjadi tujuan
pembahasan dapat dijabarkan dengan jelas. Adapun sistematika penulisan yang
penulis susun adalah sebagai berikut:
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini memuat tentang latar belakang yang berisi tentang situasi dan kondisi
pada saat penelitian dilakukan, alasan mengapa penelitian dilakukan, dan hal-hal
yang telah diketahui dan belum diketahui penulis berkaitan dengan judul
penulisan ini. Bab I juga memuat pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan ini, tujuan penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab 2 : Tinjauan Umum mengenai Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
pada Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
Pada bab ini akan dibahas mengenai monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
pada hukum persaingan usaha pada umumnya yang dibagi menjadi beberapa sub
bab yaitu : monopoli dan persaingan tidak sehat, aspek positif monopoli, aspek
negatif monopoli, karakteristik monopoli, jenis monopoli, pengaturan hukum
mengenai monopoli, monopoli negara, dan ketentuan pengecualian praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap badan usaha milik negara
menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Bab 3 : Analisa Liberalisasi Pelabuhan sebagai Implementasi Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia
II di Indonesia Ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha
Bab ini akan membahas mengenai sejarah pendirian PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia II, sejarah pelabuhan indonesia, visi dan misi PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia II, kegiatan usaha PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, anak
perusahaan dan afiliasi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, pengaturan
kepelabuhan indonesia, dan monopoli sektor kepelabuhan oleh PT (Persero)
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Pelabuhan Indonesia II. Kemudian dijelaskan pula analisa terhadap pengaturan
persaingan dalam bidang kepelabuhan yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, isu-isu strategis Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Faktor-faktor pemicu perlunya
persaingan dalam bidang kepelabuhan yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan pengaturan bidang kepelabuhan
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dikaitkan
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Bab 4 : Penutup
Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil pembahasan bab
pertama sampai dengan bab terakhir.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
14
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM MENGENAI MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT PADA HUKUM PERSAINGAN USAHA DI
INDONESIA
2.1 Tinjauan Umum Hukum Persaingan Usaha
2.1.1 Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Persaingan dalam dunia usaha merupakan condition sine qua non (syarat
mutlak) bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Persaingan dapat dibedakan atas
persaingan sehat (fair competition) dan persaingan usaha tidak sehat (unfair
competition). Persaingan tidak sehat pada akhirnya dapat mematikan persaingan,
yang kemudian memunculkan monopoli. Dalam monopoli terdapat suatu pasar
tanpa persaingan dan monopoli dapat pula diartikan sebagai penguasaan lebih dari
50% pangsa pasar atas komoditi tertentu oleh satu atau gabungan beberapa
perusahaan.20
Secara etimologi, monopoli berasal dari bahasa Yunani, yakni “monos”
yang berarti sendiri dan “polein” yang berarti penjual.21
Dari akar kata tersebut,
secara sederhana orang dapat mendapat pengertian monopoli sebagai kondisi
dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa
tertentu.
Dalam Black’s Law Dictionary, monopoli diartikan sebagai berikut
A privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or
companies, consisting in exclusive right (or power) to carry on
particular business or trade, manufacture a particular article, or
control the sale of the whole supply of a particular commodity.
Suatu keuntungan atau keunggulan yang tidak lazim yang dimiliki
satu atau lebih orang atau perusahaan, termasuk suatu hak eksklusif
atau kekuatan mutlak untuk menjalankan suatu bisnis atau
20 Redjeki Hartono, “Membudayakan Persaingan Sehat”, Jurnal Hukum Bisnis Volume
19 (Mei-Juni 2001): hal. 4.
21
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet I, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal
18.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
15
Universitas Indonesia
perdagangan, produksi suatu barang, atau memegang kontrol
seluruh penjualan dan persediaan dari suatu komoditi.
Dari pengertian di atas, Black’s Law Dictionary memberikan penekanan lebih
pada adanya suatu hak istimewa (privilege) yang menghapuskan persaingan
bebas, yang pada akhirnya juga akan menciptakan penguasaan pasar.
Dalam perkembangannya, meskipun dimaksudkan untuk menggambarkan
fakta yang kurang lebih sama, istilah monopoli sering dipakai orang untuk
menunjuk tiga titik yang berbeda. Pertama, istilah monopoli dipakai untuk
menggambarkan suatu struktur pasar (keadaan korelatif permintaan dan
penawaran). Kedua, istilah monopoli juga sering dipergunakan untuk
menggambarkan suatu posisi, yang dimaksudkan disini adalah posisi penjual yang
memiliki penguasaan dan kontrol eksklusif atas barang atau jasa tertentu. Ketiga,
istilah monopoli juga digunakan untuk menggambarkan kekuatan yang dipegang
oleh penjual untuk menguasai penawaran, menentukan harga serta memanipulasi
harga. Meskipun ada titik berat yang berbeda-beda dalam penggunaan istilah,
monopoli secara umum menggambarkan fakta yang sama, yakni pemusatan
kekuatan penawaran eksklusif pada pihak penjual dalam suatu pasar.22
Definisi monopoli yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat sebenarnya merupakan bagian dari pengertian posisi dominan, yaitu
penguasaan pasar lebih dari 50% oleh pelaku usaha yang merujuk pada Pasal 25
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat. Hal ini dapat diartikan bahwa monopoli terdapat pada
suatu pasar dimana terdapat salah satu pelaku usaha mempunyai pangsa pasar
yang lebih tinggi daripada pelaku usaha lain pada pasar yang bersangkutan.23
Berbeda dengan persaingan yang bersifat mendesentralisasikan kekuatan
ekonomi, di dalam monopoli justru terkandung pengertian adanya pemusatan
kekuatan. Monopoli selalu ditafsirkan sebagai kondisi yang negatif karena
monopoli adalah keadaan yang tidak seimbangan antara penjual dan pembeli. Ini
22 Ibid. hal. 19.
23
M. Udin Silalahi, Kegiatan yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha, Jurnal
Hukum Persaingan Usaha, Vol. 1, No. Mei 2004, hal. 19.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
16
Universitas Indonesia
bisa dapat dianggap logis karena kondisi monopoli memungkinkan adanya
penyalahgunaan oleh pemegang kekuasaan monopoli.24
Walaupun demikian,
monopoli tidak selalu dianggap sebagai kondisi yang negatif. Monopoli juga
dapat kita lihat dari sisi positifnya.
2.1.2 Aspek Positif Monopoli
Bagi masyarakat luas dan kalangan pengusaha, monopoli secara konotatif
terkesan sebagai sesuatu yang negatif mengingat keberadaannya yang seringkali
dianggap merugikan kepentingan orang banyak. Persepsi-persepsi yang ada dalam
masyarakat luas dan kalangan pengusaha mengenai monopoli25
, telah menjadikan
makna monopoli bergeser dari pengertiannya yang semula. Padahal,
sesungguhnya tidak semua monopoli berdampak negatif. Aspek positif pun bisa
dibawa pula oleh monopoli disamping aspek negatifnya yang lebih sering
dikemukakan, diantaranya:
Pertama, monopoli bisa memaksimalkan efisiensi pengelolaan sumber
daya ekonomi tertentu. Apabila sumber daya alam minyak bumi dikelola oleh satu
unit usaha tunggal yang besar, maka ada kemungkinan bahwa biaya-biaya tertentu
akan bisa dihindari.26
Kedua, monopoli bisa menjadi sarana untuk meningkatkan pelayanan
terhadap konsumen dalam industri tertentu. Dalam bidang usaha pelayanan
telekomunikasi, misalnya, para pengguna jasa bisa saling berhubungan tanpa
kesulitan karena hubungan itu difasilitasi oleh satu perusahaan yang memiliki
basis teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh semua konsumen.27
24 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet I, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal
19.
25
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Persaingan Usaha, cetakan
ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hal. 2.
26
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 18.
27
Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Ketiga, monopoli bisa menghindarkan duplikasi fasilitas umum.
Adakalanya bidang usaha tertentu akan lebih efisien bagi publik apabila dikelola
hanya oleh salah satu perusahaan.28
Keempat, dilihat dari sisi produsen, monopoli bisa menghindarkan biaya
pariwara serta biaya diferensiensi. Jika terjadi persaingan, setiap perusahaan yang
bersaingan akan saling mencoba merebut konsumen dengan banyak cara termasuk
menyelenggarakan pariwara dan kecenderungan untuk membuat produk mereka
bisa dibedakan dari produk perusahaan lain. Biaya-biaya seperti itu dapat
dihindari apabila pasar tersebut adalah monopoli.29
Kelima, dalam monopoli, biaya kontraktual (contractual cost) bisa
dihindarkan karena peluang untuk bernegosiasi antar para pihak tidak terlampau
besar seperti yang terjadi di pasar persaingan sempurna. Dalam pasar persaingan
sempurna akan ada waktu yang lebih lama dan upaya yang lebih keras dari
masing-masing pihak untuk mencapai kesepakatan karena pihak-pihak tersebut
memiliki kekuatan yang tidak jauh berbeda dalam posisi tawar menawar.30
Keenam, monopoli bisa digunakan sebagai sarana untuk melindungi
sumber daya tertentu yang penting bagi masyarakat luas dari eksploitasi yang
semata-mata bersifat “profit-motive”.31
Akan tetapi, pada kenyataannya monopoli
lebih sering dikonotasikan negatif karena keberadaannya yang seringkali
menyebabkan distorsi pasar. Hal ini cukup logis karena dalam monopoli terbuka
kemungkinan cukup besar bagi penyalahgunaan oleh pemegang kekuasaan
monopoli mengingat terdapat keadaan yang tidak seimbang antara penjual dan
pembeli.32
2.1.3 Aspek Negatif Monopoli
Monopoli cenderung tidak dijadikan sebagai pilihan dalam suatu kondisi
pasar karena monopoli dapat menghambat alokasi sumber daya secara efisien.
28 Ibid.
29
Ibid.
30
Ibid, hal. 20-21.
31
Ibid.
32
Ibid. hal. 19.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Berbeda dengan persaingan yang cenderung lebih disukai karena dapat
mendorong alokasi sumber daya secara efisien. Beberapa argumentasi yang
digunakan sebagai alasan menolak monopoli adalah sebagai berikut:
a. Monopoli membuat konsumen tidak mempunyai kebebasan memilih
produk sesuai dengan kehendak dan keinginan mereka. Jika penawaran
sepenuhnya dikuasai oleh seorang produsen, secara praktis para konsumen
tidak punya pilihan. Dengan kata lain, mau tidak mau ia harus
menggunakan produk satu-satunya itu.
b. Monopoli membuat posisi konsumen menjadi rentan dihadapan produsen.
Ketika produsen menempati posisi sebagai pihak yang lebih dibutuhkan
daripada konsumen, terbuka peluang besar bagi produsen untuk merugikan
konsumen melalui penyalahgunaan posisi monopolistiknya. Hal ini dapat
terjadi misalnya ketika, menetukan harga secara sepihak secara
menyimpang dari biaya produksi riil.
c. Monopoli juga berpotensi menghambat inovasi teknologi dan proses
produksi. Dalam keadaan tidak ada pesaing, produsen kemudian tidak
memiliki motivasi yang cukup besar untuk mencari dan mengembangkan
teknologi dan proses produksi baru. Akibatnya, inovasi teknologi dan
proses produksi akan mengalami stagnansi.33
Selain itu akibat yang akan timbul bila pelaku-pelaku usaha bila diberikan
hak monopoli, antar lain:
a. Harga produk yang tinggi
Karena tidak adanya kompetisi, maka harga produk akan tinggi. Ini
akan mendorong timbulnya inflasi, sehingga merugikan masyarakat
luas.
b. Excess Profit
Yaitu terdapat keuntungan di atas keuntungan produk normal karena
suatu monopoli. Karena monopoli merupakan suatu pranata
ketidakadilan.
33 Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
19
Universitas Indonesia
c. Eksploitasi
Monopoli dapat menyebabkan eksploitasi yang terjadi baik terhadap
buruh dalam bentuk upah dan terlebih terhadap konsumen melalui
harga produk.
d. Pemborosan
Karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroperasi pada avarage
cost yang minimum, menyebabkan ketidakmampuan perusahaan dan
akhirnya cost tersebut akan ditanggung oleh konsumen.
e. Entry Barrier
Karena monopoli menguasai pangsa pasar yang besar maka
perusahaan lain terhambat untuk bisa masuk ke bidang perusahaan
tersebut dan dapat juga mematikan usaha kecil.34
2.1.4 Karakteristik Monopoli
Gambaran keadaan pasar persaingan sempurna dalam dunia nyata sangat
sulit ditemui. Pasar yang paling sering kita jumpai adalah pasar struktur
persaingan tidak sempurna. Jenis paling ekstrim dari persaingan tidak sempurna
yang biasa ditemui adalah monopoli. Dalam bentuk yang paling mendasar,
monopoli diartikan sebagai monopoli murni (pure monopoly) yang memiliki tiga
(3) karakteristik utama35
, sebagai berikut :
(1) One seller occupies the entire market (suatu bentuk pasar dikatakan
sebagai monopoli, adalah hanya terdapat satu pelaku usaha dalam
pasar bersangkutan. Dalam hal ini, hanya terdapat satu pelaku usaha
yang menyediakan seluruh persediaan barang/jasa dalam pasar
bersangkutan.);
(2) The seller’s product is unique i.e., there are no close subtitute to
which consumers can turn (pelaku usaha yang berada dalam
kedudukan monopoli, yang selanjutnya disebut monopolis,
memproduksi barang/jasa yang unik, dimana tidak ada barang/jasa
34 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kedua, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1994), hal. 177-178.
35
Victor Purba, Analisa Ekonomi Dari Hukum (Modul 1), (Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hal. 66.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
20
Universitas Indonesia
yang dapat menggantikan barang/jasa yang dihasilkan oleh monopolis.
Oleh karena itu, monopolis tidak memiliki pesaing dalam pasar
bersangkutan.);
(3) Substantial barriers bar entry by other firms into the industry, and exit
is difficult (adanya hambatan masuk (barrier of entry)36
bagi pelaku
usaha baru untuk masuk ke dalam pasar bersangkutan. Dengan adanya
hambatan masuk yang diciptakan oleh monopolis, menyebabkan
pelaku usaha baru sulit atau bahkan tidak mungkin masuk dalam pasar
bersangkutan.)37
Dari ketiga karakteristik tersebut, entry barrier adalah penyebab paling
mendasar mengapa monopoli itu muncul. Entry Barrier bisa muncul dari beberapa
hal, namun entry barrier yang paling potensial berupa legal constraints yang
secara efektif dapat menghalangi perusahaan-perusahaan lain untuk dapat
berusaha di pasar tersebut atau berupa adanya pemberian property right yang
eksklusif bagi investor dari produk-produk baru sedangkan produk-produk baru
tersebut tidak ada barang subtitusinya. Entry Barrier yang lain adalah tidak
tersedianya bahan baku yang diperlukan atau tidak adanya saluran distribusi yang
mengakibatkan sulitnya bagi pengusaha tersebut untuk dapat masuk ke pasar
tersebut karena untuk masuk ke pasar tersebut biayanya sedemikian tinggi
sehingga menimbulkan keengganan bagi pelaku usaha lain yang menjadi pesaing
untuk masuk ke pasar.38
Apabila adanya kemudahan masuk ke dalam pasar, menyebabkan
penawaran atas barang/jasa menjadi meningkat dan akan meningkat pula jumlah
pelaku usaha dalam pasar tersebut. Akibatnya kontrol monopolis terhadap harga
36 William A. Mceachern, Ekonomi Mikro [Microeconomic], diterjemahkan oleh Sigit
Triandaru (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal. 132.
37
Ibid., hal. 58
38
Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH., “Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat”, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis Jurnal Hukum Bisnis
Volume 10, 2000), hal. 13.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
21
Universitas Indonesia
tidak lagi dapat dilakukan dan pasar akan berubah menjadi pasar yang
kompetitif.39
Pada kenyataannya bentuk monopoli murni (pure monopoly) sangatlah
jarang terjadi. Hal ini dikarenakan, adanya perkembangan ekonomi menyebabkan
tidak selalu monopoli terjadi ketika hanya terdapat satu pelaku usaha saja di
dalam pasar bersangkutan dan sangat sedikit produk yang tidak memiliki
barang/jasa subtitusi. Sehingga, yang dihadapi dalam kenyataannya adalah
struktur-struktur monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu pelaku usaha, yang
pangsa pasarnya jauh lebih besar daripada pangsa pasar pesaing atau kelompok
pesaing lain dan pelaku usaha tersebut sanggup menguasai pasar bersangkutan.40
2.1.5 Jenis Monopoli
Monopoli dapat terjadi dalam setiap sistem ekonomi. Dalam sistem
ekonomi kapitalisme dan liberalisme, dengan instrumen adanya kebebasan pasar,
kebebasan keluar masuk tanpa larangan (restriction), serta informasi dan bentuk
pasar yang atomistic monopolistic telah melahirkan monopoli sebagai anak
kandungnya. Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-
perusahaan yang secara naluriah ingin mengalahkan pesaing-pesaingnya agar
menjadi yang paling besar. Dalam sistem ekonomi sosialisme dan komunisme,
monopoli juga terjadi dengan bentuk khas. Dengan nilai instrumental perencanaan
ekonomi yang sentralistik monistik dan pemilikan faktor produksi secara kolektif,
segalanya dimonopoli Negara dan diatur dari pusat.41
Dalam sistem ekonomi Pancasila yang diterapkan di Indonesia,
perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, sehingga
menciptakan adanya bentuk monopoli yang berupa penguasaan sektor-sektor yang
menguasai hajat hidup orang banyak.42
Oleh karena itu, pada dasarnya monopoli
39 David N. Hyman, Modern Economics: Analysis and Applications (St. Louis: Times
Mirror/Mosby College Publishing, 1986), hal. 318.
40
Knud Hansen, et. Al., UU No. 5 Tahun 1999: UU Larangan Praktik monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Katalis, 2002), hal. 19.
41
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis: Persaingan Usaha (Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada, 1999), hal. 3.
42
Ibid., hal. 4.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
22
Universitas Indonesia
merupakan suatu hal yang wajar. Monopoli sudah merupakan suatu konsekuensi
logis atas pemilihan sistem-sistem ekonomi yang ada.
Adanya monopoli pun dapat terjadi dalam berbagai jenis. Pada umumnya,
pembagian jenis monopoli didasarkan pada bentuk dan cara yang dilakukan
monopolis untuk menciptakan barriers to entry ke dalam pasar bersangkutan. Hal
ini dikarenakan barriers to entry merupakan elemen yang paling penting untuk
menjaga kedudukan monopoli (menjaga pelaku usaha baru potensial untuk tidak
masuk ke dalam pasar). Beberapa jenis monopoli yang terjadi di dalam pasar
berdasarkan barriers to entry yang diciptakan oleh monopolis, yaitu :
a. Monopoli alami (natural monopoly)
Jenis monopoli yang pertama adalah monopoli alami (natural monoply).
Natural monopoly terjadi kalau economies of scale sangat mempersulit atau
tidak memungkinkan sama sekali bagi pelaku usaha lain masuk ke pasar
bersangkutan dan bersaing dengan monopolis. Dalam hal ini, natural monopoly
dilakukan secara tidak sengaja dan muncul dari sifat alamiah penawaran.
Sehingga, masuknya pelaku usaha baru sudah secara alamiah dihalangi.43
Pada umumnya terdapat dua (2) kemungkinan natural monopoly ini
terjadi. Pertama, adanya monopoli yang berada di tangan satu pelaku usaha
merupakan pemecahan yang paling efisien daripada menciptakan persaingan di
dalam pasar (lebih dari satu pelaku usaha).44
Hal ini dikarenakan, biaya
produksi akan jauh lebih murah apabila barang atau jasa tersebut diproduksi
oleh satu pelaku usaha saja dalam jumlah yang besar daripada diproduksi oleh
lebih dari satu pelaku usaha yang setiap pelaku usaha memproduksi dalam
jumlah yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelaku usaha baru tidak dapat menjual
output dalam jumlah yang cukup untuk menikmati economies of scale.45
Sehingga, pada akhirnya hanya ada satu pelaku usaha yang akan muncul dari
43 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 40.
44
Knud Hansen, et. Al., UU No. 5 Tahun 1999: UU Larangan Praktik monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Katalis, 2002), hal. 20.
45
William A. Mceachern, Ekonomi Mikro [Microeconomic], diterjemahkan oleh Sigit
Triandaru (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal. 133.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
23
Universitas Indonesia
proses persaingan dan bertindak sebagai pelaku usaha tunggal di pasar
bersangkutan.46
Kedua, natural monopoly terjadi apabila hanya monopolis yang dapat
melakukan usaha di pasar bersangkutan. Misalnya apabila biaya usaha
(production cost) yang terlalu besar menyebabkan tidak ada pelaku usaha baru
yang mampu untuk masuk dalam pasar bersangkutan; atau apabila hanya
monopolis yang mengontrol seluruh sumber daya utama yang digunakan untuk
memproduksi barang/jasa; atau dapat pula diperoleh dengan mempertahankan
posisi tersebut melalui kemampuan prediksi dan naluri yang professional.47
b. Monopoli berdasarkan undang-undang (monopoly by law)
Jenis monopoli yang kedua adalah monopoli yang berdasarkan undang-
undang (monopoly by law). Jenis monopoli seperti ini terjadi kalau pemerintah
memberi izin kepada satu pelaku usaha tertentu untuk memonopoli suatu
bidang usaha dan tindakan monopoli tersebut dilindungi oleh undang-undang.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (yang selanjutnya disebut UUD
1945) memberikan kemungkinan monopoli yang dilakukan oleh negara untuk
menguasai bumi dan air berikut kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.48
Pemberian hak monopoli kepada Negara ditegaskan dalam Pasal 51 Undang-
Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat.
Monopoli yang diperoleh melalui undang-undang yang pertama adalah
pemerintah melalui undang-undang memberikan hak istimewa dan yang kedua
perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu terhadap pelaku usaha yang
memenuhi syarat tertentu atas hasil riset dan inovasi yang dilakukan sebagai
hasil pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi umat manusia.49
Dengan
adanya perlindungan ini, mendorong penemu untuk menginvestasikan waktu,
46 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 40.
47
Ibid.
48
Ibid.
49
Ibid., hal. 41.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
24
Universitas Indonesia
tenaga dan uang untuk menemukan produk dan mengembangkan produk atau
menanggung biaya pengembangan produk baru, dan mengubah penemuan
menjadi produk yang bisa dipasarkan.50
c. Monopoli yang diperoleh melalui lisensi dengan menggunakan mekanisme
kekuasaan (monopoly by license)
Berdasarkan prinsip ekonomi, hal yang wajar apabila pelaku usaha
menginginkan keuntungan yang sebesar-bessarnya dengan pengorbanan
(modal dan biaya usaha) yang seminimal mungkin dalam menjalankan
usahanya. Namun dengan adanya pesaing-pesaing baru, menyebabkan
berkurangnya keuntungan yang mereka dapatkan. Oleh karena itu, pelaku
usaha akan cenderung melakukan tindakan-tindakan anti persaingan dalam
menjalankan usahanya dengan menciptakan barrier to entry bagi pelaku usaha
baru.51
Barrier to entry yang diciptakan oleh pelaku usaha, baik untuk
mendapatkan kedudukan monopoli maupun untuk mempertahankan kedudukan
monopolinya, seringkali dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur yang
dilakukan secara sendiri atau bekerja sama dengan para pelaku usaha lainnya.
Bentuk monopoli seperti ini sangat menghambat persaingan dan menyimpang
dari struktur pasar yang ada karena menyebabkan terjadinya pembentukan
pasar, pembagian pasar, dan penyalahgunaan kekuatan pasar (market power)
untuk menyingkirkan para pesaingnya keluar dari pasar. Setelah para pesaing
tersingkir dari pasar maka dengan sesukanya monopolis melakukan kontrol
atas harga.52
50 William A. Mceachern, Ekonomi Mikro [Microeconomic], diterjemahkan oleh Sigit
Triandaru (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal. 132.
51
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal 41.
52
Ibid., hal. 44.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
25
Universitas Indonesia
2.1.6 Pengaturan Hukum Mengenai Monopoli
Monopoli seringkali dianggap sebagai struktur pasar yang tidak efisien.53
Monopolis membatasi output-nya (memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah output yang seharusnya diproduksi dalam pasar
kompetitif) dan mengenakan harga yang tinggi bagi konsumen tanpa takut akan
kehilangan konsumennya.54
Jumlah output yang lebih sedikit ini disebabkan
karena apabila monopolis menambah jumlah output-nya satu unit saja maka hal
tersebut akan mengurangi keuntungan yang ia dapat. Oleh karena itu, monopolis
tidak akan menaikkan jumlah output-nya dan hak tersebut menyebabkan alokasi
terhadap sumber daya akan menjadi tidak efisien.
Pasal 17 Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat melarang kegiatan monopoli tersebut. Pasal
17 tersebut menyatakan sebagai berikut :
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada
substitusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke
dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;
atau
53 J. Baumol dan Alan S. Blinder, Mircoeconomics: Principles and Policy (Orlando: The
Dryde Press, 1997), hal. 263.
54
William A. Mceachern, Ekonomi Mikro [Microeconomic], diterjemahkan oleh Sigit
Triandaru (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal 139.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
26
Universitas Indonesia
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.55
Dari isi pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa tidak semua monopoli
dilarang. Monopoli dilarang apabila mengakibatkan terjadinya praktek dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Kondisi dimana monopoli yang dilarang adalah
kondisi yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebenarnya berlebihan. Dengan mengacu pada definisi yang
terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, sesungguhnya cukup disyaratkan
bahwa monopoli yang dilarang adalah yang mengakibatkan praktek monopoli.56
Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran yang dapat mengakibatkan
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat tersebut dapat terjadi antara lain
dengan cara (tetapi bukan satu-satunya cara) apa yang dapat kita sebut sebagai
presumsi monopoli.57
Presumsi monopoli tersebut menyatakan bahwa oleh hukum
dianggap telah terjadi suatu monopoli dan atau persaingan tidak sehat, kecuali
dapat dibuktikan sebaliknya, dalam hal terpenuhinya salah satu dari kreteria
berikut ini:
(1) Produk yang bersangkutan belum ada substitusinya;
(2) Pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha produk
yang sama;
(3) Pelaku usaha lain tersebut adalah pelaku usaha yang mempunyai
kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar yang bersangkutan;
55 Indonesia, Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, Nomor 5 Tahun 1999, LN. No. 33 TLN. No. 3817. Pasal 17.
56
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 88.
57
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat (Bandung:
PT. Citra aditya Bakti, 1999), hal. 76.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
27
Universitas Indonesia
(4) Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha telah menguasai lebih
dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar dari satu jenis produk
tertentu.58
Baik persaingan maupun monopoli memiliki aspek-aspek positif dan
negatif. Aspek positif dan negatif tersebut sebagian besar akan ditentukan oleh
tujuan yang diletakkan. Artinya, baik persaingan maupun monopoli dapat
dikatakan positif apabila didorang oleh tujuan yang positif pula. Misalnya,
monopoli yang ditujukan untuk melindungi sumber daya yang vital dari
eksploitasi banyak pihak yang semata-mata ingin mendapatkan keuntungan bisa
dianggap sebagai monopoli yang baik. Sebaliknya, persaingan buta yang
dilakukan tanpa memperhatikan lagi pertimbangan-pertimbangan ekonomi,
melainkan sekedar dilandasi oleh kehendak mematikan pesaing adalah persaingan
yang tidak baik.59
Untuk itu, tepat kalau dikatakan monopoli lebih merupakan
suatu instrumen daripada tujuan akhir.60
Dengan memandang monopoli sebagai satu instrumen, satu hal yang
relevan bagi suatu ekonomi adalah mengatur bagaimana instrumen itu digunakan.
Atau dengan kata lain, bagaimana monopoli diatur sehingga bisa menonjolkan
aspek-aspek positifnya. Ketika berbicara tentang pengaturan, berarti pemikiran
kita mulai memasuki domain hukum. Walaupun hukum bukan merupakan satu-
satunya instrumen yang memiliki kekuatan mengatur, secara luas dipahami bahwa
hukum adalah sarana pengatur yang memiliki kekuatan pemaksa yang memadai.
Dalam bidang usaha dikenal ada etika usaha yang menjadi code of conduct.
Meskipun demikian, kekuatan yang mendorong ditaatinya etika semacam itu lebih
terletak pada moralitas yang sering terkalahkan oleh kepentingan-kepentigan lain
yang dianggap lebih signifikan. Berbeda dari etika yang lebih banyak dimotori
oleh moralitas, hukum didorong oleh daya paksa yang lebih konkret berupa
58 Ibid., hal. 77.
59
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 23.
60
Kwik Kian Gie, Analisis Ekonomi Politik Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia & STIE
IBII, 1995), hal. 10.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
28
Universitas Indonesia
sanksi. Dengan begitu, kekuatan yang memaksa orang untuk menaati hukum
bukan sekedar moralitas, melainkan juga sanksi.61
Jadi pada dasarnya, tidak selalu monopoli bertujuan buruk, hal ini
terutama karena pada sektor-sektor strategis masih diperlukan adanya monopoli
sebagai suatu jalan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar seperti
mensejahterakan rakyat. Baik berdampak positif maupun negatif, monopoli tetap
memerlukan pengaturan hukum. Peraturan hukum tersebut ditujukan agar tetap
menjaga adanya produksi yang efisien dan alokasi sumber daya yang efisien. Di
Indonesia, pengaturan hukum terhadap monopoli dilakukan dengan menggunakan
pendekatan “Kinerja – Perilaku -- Struktur”.62
Pendekatan ini menganalisis
berjalannya suatu proses pasar dengan mengetahui bahwa terdapat
hubungan/interaksi antara struktur (structure)63
, perilaku (conduct)64
, dan kinerja
(performance)65
dari pasar tersebut.
Ketiga unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Dimana
konsumen berharap adanya kinerja pasar yang memberikan kesejahteraan kepada
mereka yang diperoleh jika perilaku pasar dari usaha pelaku usaha dan struktur
pasar mendukung kinerja pasar tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut akan
berpengaruh pada proses alokasi sumber daya ekonomi dan alokasi hasil produksi
kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Ketiga unsur tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Begitu pula
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah juga dipengaruhi ketiga unsur tersebut.
2.2 Monopoli Negara
Negara mempunyai beberapa cara untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah
satunya dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan adalah usaha untuk
61 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 23.
62
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat (Bandung:
PT. Citra aditya Bakti, 1999), hal. 25.
63
Legowo, Persaingan Usaha dan pengambilan Keputusan Manajerial (Jakarta: UI
Depok, 1996), hal. 27.
64
Ibid., hal. 28.
65
Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
29
Universitas Indonesia
mencapai suatu perubahan ke arah yang jauh lebih baik dengan berbagai bentuk
perbaikan di dalam segala bidang kehidupan bangsa dengan tujuan memakmurkan
rakyatnya. Indonesia salah satu Negara yang sedang berkembang juga
melaksanakan pembangunan di berbagai sektor kehidupan termasuk ekonomi
dengan tujuan agar Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. UUD 1945 yang
merupakan konstitusi Negara Republik Indonesia, mengatur segala aspek
kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Termasuk di dalamnya adalah
masalah perekonomian. Pada amandemen konstitusi, bidang ekonomi secara tegas
dan jelas dimasukkan beberapa ayat tambahan yang menunjukkan peran Negara
yang semakin kuat, khususnya dalam Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur
mengenai peran Negara dalam menguasai komoditas-komoditas utama yang
menyangkut kepentingan rakyat.
Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah merupakan
usaha untuk mensejahterakan rakyat dan pada dasarnya sejalan denga UUD 1945
Pasal 33 ayat (1) sampai dengan ayat (4) yang menyebutkan bahwa:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.66
Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia yang diamanatkan
oleh konstitusi dilaksanakan dengan segenap potensi yang ada di masyarakat.
66 Gunarto Suhardi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya, 2002), hal. 12.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Pasal 33 UUD 1945 itu adalah sendi utama bagi politik perekonomian dan politik
sosial Republik Indonesia.67
Sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia yaitu sistem ekonomi
Pancasila, menurut Gunawan Sumodiningrat ekonomi Pancasila itu sendiri dapat
disamakan dengan ekonomi campuran. Sistem ekonomi campuran pada dasarnya
merupakan perpaduan antara sistem ekonomi sosialis yang bercirikan
komunalistik dengan sistem ekonomi liberal yang mendukung kapitalistik. Sistem
ekonomi campuran mencoba untuk menghilangkan ciri-ciri negatif sistem
liberalisme dan sosialisme.68
Sistem ekonomi campuran mewajibkan pemerintah dan swasta untuk
saling bekerja berdampingan. Pemerintah tetap memegang peranan penting
terhadap kegiatan ekonomi yang menguasai hajat hidup dan kepentingan orang
banyak. Karena hal itu merupakan amanat dari UUD 1945. Interaksi para pelaku
ekonomi terjadi di dalam pasar dengan campur tangan pemerintah melalui
berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut merupakan bentuk dan intervensi
pemerintah terhadap pasar, agar pengalokasian sumber-sumber produksi secara
lebih terarah, efektif dan efisien. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah untuk
menjamin kepentingan masyarakat secara keseluruhan berdasarkan nilai-nilai
keadilan sosial dan menciptakan demokrasi ekonomi yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
Dari sudut pandang lain, Sri Rejeki Hartono berpendapat bahwa asas
campur tangan Negara terhadap kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari tiga
asas penting yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan cita-cita hukum dari asas-
asas hukum nasional ditinjau dari aspek hukum Dagang dan Ekonomi.69
Menurut
pendapatnya, mengingat bahwa tujuan dasar kegiatan ekonomi adalah untuk
mencapai keuntungan dan untuk mencapai sasaran tersebut pelaku usaha akan
terdorong untuk melakukan penyimpangan bahkan kecurangan yang dapat
merugikan pihak tertentu, kegiatan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat
67 Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, (Jakarta: Idayu, 1981), hal. 36.
68
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Persaingan Usaha, cetakan
ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hal. 4.
69
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 35.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
31
Universitas Indonesia
membutuhkan campur tangan negara agar menjaga keseimbangan kepentingan
semua pihak dalam masyarakat, melindungi kepentingan produsen dan konsumen,
sekaligus melindungi kepentingan negara dan kepentingan umum terhadap
kepentingan perusahaan atau pribadi.
Negara melalui Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara. Berdasarkan penjelasan Pasal 33 UUD 1945, alasan
mengapa penguasaan oleh Negara tersebut diperlukan adalah perekonomian
berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi, yang berarti kemakmuran bagi semua
orang. Melalui penjelasan ini cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Karena
apabila tidak, hanya orang-orang berkuasa yang akan bisa menikmati produksi-
produksi penting ini dan rakyat akan banyak yang tertindas, oleh karena itu hanya
perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan
perseorangan.
Hal prinsip dalam Ekonomi Pancasila adalah adanya kekuasaan tunggal
yaitu Negara yang merepresentasikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan untuk
menguasai dan mengatur perekonomian, yang menyangkut kepentingan hajat
hidup orang banyak. Negara berkepentingan menjamin rakyatnya bebas dari
tindakan sewenang-wenang oleh suatu pihak yang semata-mata bertujuan hanya
untuk mengeksploitasi rakyat secara ekonomi. Penguasaan kegiatan ekonomi yang
menyangkut hajat hidup orang banyak oleh negara perlu diberikan definisi yang
jelas sehingga tidak menimbulkan multi-tafsir dan tidak berdampak pada
terganggunya mekanisme pasar yang sehat. Untuk menghindari hal itu maka
diperlukan aturan untuk memandu tindakan monopoli dan pemusatan kegiatan
produksi dan distribusi sebagai refleksi hak menguasai Negara dalam
perekonomian agar dapat dilaksanakan tanpa menimbulkan kerugian bagi pihak
manapun yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.70
70 Adi Wibowo, “Analisa Yuridis Tentang Monopoli Negara atas Pengelolaan air Bersih
Di Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha” (Tesis Program Pasca Sarjana
Hukum Universitas Indonesia, Depok: Juli 2008), hal. 31.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Terdapat perbedaan antara konsep monopoli Negara dengan konsep
monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha swasta. Monopoli yang dilakukan
oleh swasta muncul sebagai akibat perilaku pasar sedangkan monopoli Negara
muncul sebagai akibat pengaturan (melalui regulasi atau undang-undang yang
mengaturnya) dan tugas yang diembannya. Selain itu, berbeda dengan monopoli
swasta yang bertujuan untuk memperbesar keuntungan dan memperluas wilayah
pemasaran, monopoli Negara bertujuan untuk memberikan layanan sebagaimana
tugas dan peran Negara kepada rakyatnya.71
Konsep monopoli Negara adalah
untuk pelayanan bagi masyarakatnya tetapi bukan berarti tidak dapat menarik
keuntungan atau Negara menjadi merugi. Yang diutamakan adalah kepentingan
rakyat, diharapkan dengan memperoleh keuntungan yang cukup dapat memajukan
fasilitas pelayanan yang ditujukan untuk rakyat sebagai konsumen. Seperti yang
tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “Semua cabang-cabang
produksi penting yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh
Negara untuk sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.”72
Ketentuan pasal
tersebut dimaksudkan untuk melindungi rakyat dari potensi timbulnya
ketidakadilan dan penindasan secara ekonomi oleh golongan tertentu yang
menguasai ekonomi. Dengan demikian UUD 1945 sejak awal memang telah
mengistruksikan adanya proteksi terhadap bidang-bidang perekonomian tertentu.
Perlindungan terhadap bidang-bidang perekonomian tertentu ini bertujuan untuk
menjaga rakyat banyak dari ketidakadilan akibat motif-motif ekonomi dan motif
lainnya.73
Karena fungsi Negara adalah antara lain untuk melindungi, melayani
dan memakmurkan rakyat. Dalam konteks ekonomi campuran, Friedman
menguraikan empat fungsi Negara, yaitu :
1. Negara sebagai penyedia (provider) dalam kapasitas tersebut dilaksanakan
upaya untuk memenuhi standar minimal yang diperlukan masyarakat
71 Tadjuddin Noer Said, “Monopoli Negara Dalam Perspektif Kebijakan Persaingan”,
http://www.kppu.go.id, diakses 20 April 2012 pukul 19.31.
72
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33.
73
Sulaiman Hartono, “Analisa Tentang Monopoli Oleh Negara Di Bidang
Ketenangalistrikan” (Tesis Program Pasca Sarjana Hukum Universitas Indonesia, Depok: 2006),
hal. 16-17.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
33
Universitas Indonesia
dalam rangka mengurangi dampak pasar bebas yang dapat merugikan
masyarakat;
2. Negara sebagai pengatur (regulator) untuk menjamin ketertiban agar tidak
muncul kekacauan;
3. Campur tangan langsung dalam perekonomian (enterpreneur) melalui
BUMN, karena bidang usaha tertentu yang vital bagi masyarakat, namun
tidak menguntungkan bagi usaha swasta atau usaha yang berhubungan
dengan kepentingan pelayanan publik (public service);
4. Fungsi Negara sebagai pengawas (umpire) yang berkaitan dengan berbagai
produk aturan hukum untuk menjaga ketertiban dan keadilan sekaligus
bertindak sebagai penegak hukum.74
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat tidak bertujuan untuk menghukum pelaku usaha
melakukan monopoli tetapi bertujuan untuk menghukum perilaku pelaku usaha
yang menjalankan bisnisnya secara tidak sehat. Di dalam suatu larangan yang
diatur oleh undang-undang biasanya memiliki pengecualian, demikian juga dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat. Pada dasarnya pelaku usaha dilarang melakukan
persaingan tidak sehat tetapi untuk perilaku-perilaku tertentu tetap ada
pengecualian. Pengecualian-pengecualian yang tersebut diatur dalam Pasal 50 dan
Pasal 51. Pasal 50 yaitu:
a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual
seperti lisensi, paten, merek, hak cipta, desain produk industri,
rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang, serta
perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang atau jasa
yang tidak mengekang dan atau menghalangi pesaingan.
74 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 36.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
34
Universitas Indonesia
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat
ketentuan untuk memasok kembali barang atau jasa dengan
harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan.
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau
perbaikan standar hidup masyarkat luas.
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia.
g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk mengekspor
yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan dalam
negeri.
h. Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil.
i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk
melayani anggotanya.75
Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Negara diberikan
legitimasi untuk melakukan monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang
berkaitan dengan produksi dan atau distribusi yang menguasai hajat hidup orang
banyak serta cabang produksi penting bagi Negara. Apabila merujuk pada Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksud dengan monopoli
adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Sementara itu, Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan
pengertian pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan secara nyata atas
suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha, sehingga dapat
menentukan harga barang dan atau jasa. Pasal 51 mengatur mengenai monopoli
yang dilakukan oleh pemerintah yang isinya sebagai berikut:
75 Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, UU No.5 tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Pasal 50.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
35
Universitas Indonesia
“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai
hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara diatur dengan undang-undang dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan atau
badan atau lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh
pemerintah.”76
Monopoli atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan dan
atau pemasaran barang dan atau jasa tersebut diatur dengan undang-undang
tersendiri, artinya hal tersebut telah dikecualikan dari ketetapan larangan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat
diuraikan dalam beberapa unsur sebagai berikut :
1. Monopoli
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
definisi monopoli adalah :
“Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau satu kelompok usaha.”77
Berdasarkan definisi tersebut, monopoli pada dasarnya menggambarkan
suatu keadaan penguasaan pelaku usaha atas barang dan atau jasa tertentu
yang dapat dicapai tanpa harus melakukan ataupun mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Definisi tersebut tidak secara kaku berpegang pada gagasan bahwa
monopoli hanya bisa dilakukan oleh satu pelaku usaha. Beberapa pelaku
usaha yang tergabung dalam satu kelompok pun dimungkinkan untuk
76 Ibid., Pasal 51.
77
Ibid., Pasal 1 angka 1.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
36
Universitas Indonesia
melakukan monopoli.78
Istilah monopoli tidak mengindikasikan negatif
atau positif.
2. Pemusatan Kegiatan
Unsur pemusatan kegiatan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat dapat didefinisikan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, yaitu:
“Penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh
satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan
harga barang dan atau jasa.”79
Berdasarkan definisi tersebut, pemusatan kegiatan pada dasarnya
menggambarkan suatu keadaan penguasaan yang nyata atas suatu pasar
bersangkutan yang dicerminkan dari kemampuannya dalam menentukan
harga yang dapat dicapai oleh satu atau lebih pelaku usaha tanpa harus
melakukan ataupun mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Secara substansial istilah pemusatan kegiatan
hampir sama dengan istilah monopoli. Istilah monopoli lebih ditekankan
pada penguasaan produksi dan pemasaran, sedangkan istilah pemusatan
kegiatan lebih ditekankan pada penguasaan nyata atas pasar bersangkutan
yang disertai dengan kekuatan untuk menentukan harga (pricing power).
Sama seperti istilah monopoli, istilah pemusatan kegiatan tidak
diindikasikan negatif atau positif.80
78 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 77.
79
Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, UU No.5 tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817,, Pasal 1 angka
3.
80
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, cet. 1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 77-78.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
37
Universitas Indonesia
3. Produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak.
Unsur ini memiliki deviasi materi muatan yang sama dengan Pasal 33 ayat
(2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak apabila
memiliki fungsi, yaitu:
a. Fungsi alokasi, yang ditujukan pada sumber daya alam Negara yang
bermanfaat bagi kepentingan umum;
b. Fungsi distribusi, yang diarahkan pada pelayanan publik dan
pemerataan pembangunan yang bersifat vital untuk menjamin
ketersediaan barang dan jasa skala yang tetap dan menjamin produksi
barang dan jasa secara efisien jika dikelola Negara;
c. Fungi stabilisasi, yang berkaitan dengan pertahanan keamanan,
moneter, dan fiskal yang mengharuskan peraturan dan pengawasan
khusus.81
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
Monopoli Negara dimungkinkan apabila barang dan atau jasa yang
dimonopoli oleh Negara merupakan cabang produksi yang dinilai penting
bagi Negara dengan tujuan pelayanan publik. Ketentuan ini juga
merupakan deviasi Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang pada hakikatnya
barang dan atau jasa yang terkait dengan unsur ini harus bersifat:
a. Strategis, yaitu cabang produksi atas barang dan atau jasa yang
menyangkut pertahanan keamanan Negara secara langsung dalam
rangka melindungi kepentingan Negara dan kesatuan bangsa;
b. Finansial, yaitu cabang produksi yang berkaitan erat dengan
pembuatan barang dan atau jasa untuk menstabilkan moneter dan
jaminan perpajakan dan sektor jasa keuangan yang dimanfaatkan
untuk kepentingan umum.82
81 Tadjuddin Noer Said, “Monopoli Negara Dalam Perspektif Kebijakan Persaingan”,
http://www.kppu.go.id, diakses 20 April 2012 pukul 19.31.
82
Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Tetapi pada hakekatnya, Negara mempunyai kewajiban memakmurkan
rakyatnya. Selain dari 2 (dua) sifat di atas, harus diingat juga kepentingan
untuk mensejahterakan rakyat. Sifat finansial sebenarnya kurang tepat,
karena esensi dari monopoli Negara bukanlah profit-oriented melainkan
benefit-oriented. Boleh mendapatkan keuntungan tetapi keuntungan yang
diperoleh seharusnya digunakan untuk mengembangkan fasilitas rakyat.
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Monopoli negara juga dimungkinkan selama monopoli atas suatu
bidang usaha tertentu diselenggarakan oleh BUMN. Dalam rangka
menciptakan perekonomian yang stabil, pemerintah ikut berperan aktif
tidak hanya sebagai regulator atau pengawas tetapi sebagai pelaku usaha83
yaitu dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara. Di samping itu,
setelah Indonesia merdeka, terdapat cabang-cabang penting seperti
pertambangan, perminyakan, tenaga listrik, komunikasi dan transportasi
yang butuh investasi besar dan tidak dapat dikelola secara penuh oleh
swasta. Pendirian BUMN pada saat itu tidak hanya untuk mencari
keuntungan tetapi juga untuk membantu meningkatkan perekonomian dan
melayani kepentingan publik84
atau dikatakan menyediakan pelayanan
publik.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oeh Negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.85
BUMN
ada terdiri dari dua jenis, yaitu perusahaan perseroan yang berbentuk
perseroan terbatas dengan modal terbagi dalam saham yang seluruh atau
paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia
dengan tujuan utamanya mengejar keuntungan, dan Perusahaan Umum
83 Riant Nugroho D dan Ricky Siahaan, BUMN Indonesia, Isu, Kebijakan dan Strategi,
(Jakarta: PT. Elex Media Computindo, 2006), hal. 5.
84
Budi Agus Riswadi, Percepatan Implementasi GCG Dalam Pengelolaan BUMN
Strategis dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Badan Usaha Milik Negara, Jurnal Keadilan Vol.
2-No. 1, 2005/2006, hal.8.
85
Indonesia, Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No.19 tahun
2003, LN No.70 Tahun 2003, TLN No. 4297, Pasal 1 angka 1.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
39
Universitas Indonesia
yang merupakan BUMN dengan modal dimiliki Negara dan tidak terbagi
atas saham yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Berdasarkan hal
tersebut maka dapat dikatakan BUMN merupakan percampuran tangan
dari Negara dalam berbisnis karena peran dan pengaruh Negara sangat
besar dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang tujuan utamanya
adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
BUMN memiliki karakteristik istimewa yang tidak dimiliki oleh
badan usaha lain, yang dirumuskan sebagai: “A corporation clothed with
the power of government but possessed the flexibility an initiative of a
private enterprise” (suatu badan usaha yang “berbaju” pemerintah tetapi
mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swasta).86
Inti
dari konsep BUMN adalah public purpose, yang telah dijabarkan
sebelumnya yaitu tujuan pemerintah untuk mencapai cita-cita
pembangunan baik sosial, politik dan ekonomi bagi kesejahteraan bangsa
dan Negara.
Pemerintah di Negara manapun seringkali terlibat dalam
perekonomian, baik dalam aktivitas produksi, distribusi hingga konsumsi
dimana untuk itu sering dibentuk suatu badan usaha milik negara.87
Berbeda dengan swasta yang selalu mencari keuntungan, BUMN tidak
sekedar mencari keuntungan semata. BUMN dirancang untuk suatu tujuan
tertentu, yaitu menciptakan lapangan kerja, pengembangan daerah,
merintis sektor yang belum dimasuki swasta, menyediakan fasilitas semi
publik dan lain-lain. Singkatnya, tujuan BUMN adalah untuk
memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan memaksimumkan tujuan
tersebut, termasuk memungkinkan memperoleh keuntungan maksimal.88
86 Pandji Anoraga, BUMN, Swasta dan Koperasi, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya,
1995), hal. 2.
87
Syamsul Hadi, Rio Syarial Jaslim, dkk, Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF,
(Jakarta: Granit, 2004), hal. 218-219.
88
Edy Suandi Hamid dan M. B. Hendra Ario, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium
III, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hal. 91.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
40
Universitas Indonesia
Di Indonesia peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan
sumber daya alam dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang
banyak, tetapi juga berbagai kegiatan produksi dan pelayanan yang
merupakan porsi swasta.89
Negara memainkan peranan penting secara
langsung dan tidak langsung dalam kehidupan ekonomi untuk menghindari
dampak eksternal dan khusus dampak sampingan bagi lingkungan alam
dan lingkungan sosial. Salah satu peran BUMN selama ini adalah sebagai
pelaksana pelayanan publik, menjadi kekuatan penyeimbang di dalam
berbagai tingkat kegiatan perekonomian baik di dalam negeri maupun
dalam hubungannya dengan luar negeri. Dalam hal ini, termasuk
peranannya di dalam menciptakan kemitraan dengan para pelaku usaha
dengan skala kecil, menengah dan koperasi.90
Terdapat 2 (dua) pihak yang sangat berkepentingan terhadap
keberadaan BUMN saat ini, yaitu Pemerintah dan Masyarakat.91
Menurut
Faisal Basri, terdapat 5 (lima) faktor yang melatarbelakangi keberadaan
BUMN di Indonesia, yaitu:
a. Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk
menggelutinya;
b. Pengelola bidang-bidang usaha yang strategis dan pelaksana
pelayanan publik;
c. Penyeimbang kekuatan-kekuatan besar;
d. Sumber pendapatan Negara;
e. Hasil dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda.92
Dari kelima latar belakang tersebut, dapat dibedakan sifat BUMN yang
ada di Indonesia, antara lain:
a. BUMN sebagai pelopor atau perintis
89 Gunarto Suhardi, Revitalitasi BUMN, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya
Yogyakarta,2007), hal.15.
90
Sandra Firmania, Pelaksanaan Good Corporate Governance Pada BUMN, (Tesis
Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hal. 30.
91
Ibid.
92
Faisal Basri, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan
Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), hal. 268.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Atas pertimbangan kesejahteraan rakyat banyak, untuk barang atau
jasa yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak, dimana tidak
ada swasta yang berminat untuk menanganinya, barang dan jasa yang
bersangkutan diadakan oleh Negara agar rakyat banyak dapat
menikmati barang atau jasa yang bersifat vital tersebut. Ukuran vital
atau tidaknya suatu barang dan jasa sangat relatif sehingga dapat
dikaitkan dengan faktor lain, yaitu apakah barang dan jasa yang
bersangkutan dapat diproduksi dengan kualitas yang baik dan
harganya terjangkau. Berdasarkan eksklusifitasnya (apakah suatu
barang atau jasa hanya dapat dinikmati oleh satu orang saja) dan
derajat kehabisannya (apakah suatu barang atau jasa habis
terkonsumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi), Howlett
dan Ramesh membedakannya ada empat macam barang atau jasa:93
Barang atau jasa privat;
Ini adalah barang atau jasa yang derajat eksklusifitas dan derajat
keterhabisannya sangat tinggi, misalnya: makanan atau jasa potong
rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi
kemudia tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah di
konsumsi oleh seorang pengguna.
Barang atau jasa publik;
Ini adalah barang atau jasa yang derajat eksklusifitas dan derajat
keterhabisannya sangat rendah, misalnya penerangan jalan atau
keamanan, yang tidak dibatasi penggunaannya dan tidak habis
meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna.
Peralatan publik
Peralatan publik ini sering disebut juga barang atau jasa publik,
yaitu barang atau jasa yang tingkat eksklusifitasnya tinggi, tetapi
tingkat keterhabisannya rendah, misalnya barang atau jasa
semipublik antara lain jembatan atau jalan raya tetap masih dapat
dipakai oleh pengguna, tetapi yang memungkinkan untuk
dilakukan penarikan biaya kepada setiap pemakai.
93 Arif Setiawan, Manajemen Pelayanan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal.7.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Barang atau jasa milik bersama;
Adalah barang atau jasa yang tingkat eksklusifitasnya rendah,
tetapi mungkin tingkat keterhabisannya tinggi. Contoh dari barang
atau jasa milik bersama adalah ikan di laut yang kuantitasnya
berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi yang tidak mungkin
untuk dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang
yang menikmatinya.
BUMN ditunjuk sebagai badan usaha pelopor atau perintis atas
suatu usaha diharapkan dengan begitu para pelaku usaha swasta dapat
ikut terjun dalam usaha tersebut. Awalnya BUMN tersebut merupakan
pelaku usaha satu-satunya di dalam bidang tersebut, tetapi
dimungkinkan pelaku usaha swasta lainnya masuk. Kalau sudah
banyak pelaku usaha swasta yang masuk berarti ada kompetisi yang
tujuannya mencari profit, berarti harus tunduk dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku terhadap persaingan usaha.
b. BUMN sebagai pelaksana pelayanan publik (public services)
Tidak dapat dibantah bahwa BUMN dibentuk karena satu alasan
mutlak yaitu bahwa untuk produk atau jasa tertentu, dalam kondisi
dan situasi tertentu, memang harus diadakan oleh pemerintah.94
Salah
satu kondisi yang memaksa pemerintah mendirikan dan memiliki
BUMN adalah karena barang dan jasa yang penting dan menguasai
hajat hidup orang banyak tersebut, sangat mempengaruhi
kesejahteraan rakyat, hanya dapat diadakan dengan merugi. Ini
disebabkan karena harga pokok produksi barang tersebut memang
sangat tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh rakyat banyak.95
Ini
berkaitan dengan pelayanan publik. Salah satu fungsi BUMN adalah
melaksanakan pelayanan publik.
94 Kwik Kian Gie, Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia: Badai Belum Akan Segera
Berlalu, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 358.
95
Ibid. hal. 360.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat diartikan sebagai
segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan oleh instasi pemerintah di pusat, di daerah dan di
lingkungan BUMN/BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelakasanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.96
Berdasarkan organisasi yang
menyelenggarakan pelayanan publik atau pelayanan umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
organisasi publik; dan
b. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan
organisasi privat. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang
diselenggarakan oleh organisasi privat ini dibedakan lagi menjadi
yang bersifat primer dan yang bersifat sekunder.97
Perbedaan antara jenis-jenis pelayanan publik atau pelayanan
umum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh privat. Ini adalah
semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan
oleh swasta, misalnya rumah sakit swasta, perguruan tinggi swasta,
perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
bersifat primer. Ini adalah semua penyediaan barang atau jasa
publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang didalamnya
pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna
atau klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya
pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayan
perizinan.
96 Arif Setiawan , “Reformasi Birokrasi Terhadap Pelayanan Publik”, (Skripsi Program
Sarjana Hukum, Depok: 2007), hal. 79.
97
Ibid., hal. 9.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
44
Universitas Indonesia
3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
bersifat sekuder. Ini adalah segala bentuk penyediaan barang atau
jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di
dalamnya pengguna atau klien tidak harus mempergunakannya
karena ada beberapa penyelenggara pelayanan, misalnya program
asuransi tenaga kerja, program pendidikan dan pelayanan yang
diberikan oleh BUMN.98
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan
jenis-jenis penyelenggara pelayanan publik tersebut, yaitu:
1. Adaptabilitas layanan;
Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diterima oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna atau klien;
Semakin tinggi posisi tawar pengguna atau klien, maka akan
semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan
yang lebih baik.
3. Tipe pasar;
Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan
yang ada dan hubungannya dengan pengguna atau klien.
4. Locus control;
Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas
transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5. Sifat pelayanan.
Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara
pelayanan yang lebih dominan.99
Dari penjelasan mengenai pelayanan publik di atas, kita dapat
mengetahui pelayanan publik seperti apa yang dilakukan oleh
pemerintah. Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah
berbeda dengan pelayanan publik yang dilakukan oleh swasta. Dalam
98 Ibid., hal.10
.
99
Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
45
Universitas Indonesia
pelayanan publik yang diselenggarakan swasta, adaptabilitas
pelayanan sangat tinggi. Apabila keinginan pengguna tidak direspon,
maka pengguna akan beralih kepada penyelenggara pelayanan yang
lain. Jelas sekali bahwa locus control ada di pihak pengguna atau
klien. Dengan demikian sifat pelayanannya adalah pelayanan yang
dikendalikan oleh pengguna.100
Dalam penyelenggaraan pelayanan
publik oleh pemerintah dan bersifat primer, adaptabilitas sangat
rendah, intervensi pemerintah sangat tinggi, dan locus control juga
ada di tangan pemerintah. Konsekuensinya, posisi tawar pengguna
sangat rendah dan sifat pelayanannya ditentukan oleh pemerintah.
Sedangkan bentuk pasarnya adalah monopoli.101
Bila bentuk pasar
monopoli terjadi karena menyangkut hajat hidup orang banyak, maka
bentuk pasar ini dikecualikan sesuai dengan Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Praktek di banyak Negara menunjukkan bahwa banyak BUMN
beroperasi tidak efisien dan justru menjadi beban Negara. Hal ini telah
mendorong dilakukannya privatisasi dan korporasi sebagaimana juga yang
dianjurkan oleh Bank Dunia dan IMF sejak tahun 1980-an. Korporasi
merupakan proses dimana aktivitas perdagangan atau komersial suatu
departemen pemerintah dipisahkan dari kegiatan non komersial serta
ditempatkan pada oraganisasi yang bertujuan mencari keuntungan.
Privatisasi adalah melepas sebagian atau seluruh saham pemerintah kepada
swasta baik secara langsung maupun melalui pasar modal. Dasar
pemikiran privatisasi adalah bahwa swasta cenderung lebih efisien
dibandingkan pemerintah sehingga peran pemerintah dalam BUMN
seringkali menyebabkan ekonomi biaya tinggi.102
100 Ibid., hal. 11.
101
Lijan Poltak Sinambela, “Reformasi Pelayanan Publik”, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hal.6.
102
Erna wahyuni, S. Msi., Drs Tomo HS, M.Si., dkk, Kebijakan & Manajemen
Privatisasi BUMN/BUMD, (Yogyakarta: penerbit YPAPI, tanpa tahun), hal.6.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Melalui berbagai tujuan hukum persaingan, efisiensi ekonomi,
kesetaraan dalam kesempatan masuk ke pasar, dan pengurangan regulasi
pemerintah akan menciptakan tidak hanya konsentrasi pasar yang berada
pada beberapa pelaku usaha, menciptakan pembatasan pada kerjasama
antara pesaingan yang memberikan kesempatan untuk berkolusi,
mendahulukan kepentingan konsumen dengan mengajak manufaktur
memberikan konsumen produk dan jasa yang mereka inginkan, dan
menekan biaya produksi serta meneruskan keuntungan proses ini pada
konsumen.103
Konsentrasi pasar sebetulnya tidaklah selalu berakibat buruk bagi
suatu perekonomian, sepanjang industri atau pelaku usaha tersebut dapat
bekerja secara efisien dan tidak memanfaatkan konsentrasi yang tinggi
untuk mengeksploitasi konsumen dengan harga produk yang tinggi. Hal ini
umumnya dapat terjadi bila konsentrasi tersebut diperoleh melalui suatu
proses persaingan yang sehat yang melahirkan hanya satu atau beberapa
perusahaan saja yang mendominasi pasar. Namun demikian, persoalan
yang sering muncul adalah terjadinya konsentrasi yang berbentuk
monopoli atau oligopoli karena berbagai perlindungan ataupun fasilitas
dari birokrasi serta adanya kolusi bisnis yang mempersempit atau
menghalangi masuknya pesaing-pesaing baru ke dalam pasar. Dengan
demikian, persaingan usaha yang sehat juga bertujuan untuk menghindari
terjadinya inefesiensi perekonomian, termasuk terhadap pelaku usaha
ataupun BUMN yang terlihat dari kinerja usaha yang dihasilkan untuk
dapat bersaing secara sehat guna mendapatkan pangsa pasar.
Dalam hukum persaingan, BUMN adalah salah satu subjek
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai pelaku usaha yang
melakukan kegiatan ekonomi di wilayah hukum Indonesia. Kegiatan
BUMN yang cenderung berkaitan dengan kegiatan monopoli tentu saja
harus berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
103 Nigrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2003), hal. 9.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
47
Universitas Indonesia
6. Badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah
Selain BUMN, monopoli Negara juga dimungkinkan dilakukan
oleh lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Badan usaha
milik swasta yang ditunjuk oleh pemerintah adalah perusahaan-perusahaan
yang menurut bentuk luarnya memang merupakan badan usaha milik
swasta, akan tetapi berada di bawah tanggung jawab Negara. Intensitas
kemungkinan intervensi Negara terhadap kegiatan pelaku usaha swasta
tersebut didasarkan pada ketidakmampuan bertindak pelaku usaha tersebut
atas tanggung jawab sendiri.104
Badan atau lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh pemerintah tersebut haruslah badan atau lembaga yang
fungsinya bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
yang pencapaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dikecualikan dengan
undang-undang lain adalah monopoli atau pemusatan kegiatan yang berkaitan
dengan penyediaan dan pemasaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Walaupun demikian Negara diwakili oleh
pemerintah, persoalan yang timbul dari kesimpulan ini adalah pemerintah tidak
selalu memiliki cukup dana untuk menyelenggarakan penyediaan tersebut. Selain
itu seringkali kultur birokrasi pemerintah tidak efisien untuk menyelenggarakan
penyediaan langsung barang dan jasa tersebut. Teori praktek di Negara lain
menunjukkan bahwa penyediaan akan menjadi lebih berkualitas dan efisien ketika
dilakukan oleh korporasi. Hal ini menyebabkan penguasaan oleh Negara tidak
harus langsung oleh Negara dan hanya oleh Negara, akan tetapi bergantung pada
karakteristik barang dan jasa, ketersediaan dana penyelenggaraan dan kesiapan
pelaku usaha swasta. Penguasaan Negara yang diwakili oleh pemerintah lebih
diartikan sebagai kontrol yang efektif oleh pemerintah lebih terhadap
104 Knud Hansen, et. Al., UU No. 5 Tahun 1999: UU Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Katalis, 2002), hal. 19.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
48
Universitas Indonesia
penyelenggaraan penyediaan yang dilakukan oleh penyedia barang dan jasa
tersebut.105
Walaupun monopoli Negara dilakukan oleh Negara dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan, tidak berarti monopoli tersebut terlepas dari
pengwasan pemerintah. Monopoli Negara terlaksana dengan baik apabila Negara
tidak mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya (PT BUMN tujuannya
mencari keuntungan). Salah bila Negara mencari keuntungan yang sebanyak-
banyaknya dan ditambah pelaku usaha lain tidak bisa masuk ke dalam pasar.
Tujuan utama Negara adalah to serve the people, seharusnya kepentingan
publiklah yang dilayani oleh Negara. Monopoli Negara harus tetap terkontrol dan
bila terjadi penyimpangan dan merugikan kepentingan umum yang sesuai diatur
dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka akan tetap dilarang. Selain
itu juga ada kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam bidang ekonomi
yang berperan dalam kebijakan persaingan usaha dalam hal monopoli yang
dilakukan oleh Negara, yaitu kebijakan proteksi dan subsidi.
Kebijakan proteksi dan subsidi merupakan keputusan pemerintah untuk
melindungi sektor ekonomi atau kelompok pelaku usaha tertentu untuk
melindungi kepentingan rakyat, Negara dan bangsa secara luas. Kebijakan ini
ditujukan untuk mencegah adanya monopoli Negara yang dilakukan hanya dengan
tujuan, baik secara eksplisit maupun implisit, melindungi pengusaha tertentu saja,
yang pada akhirnya menumbuhkan diskriminasi dan persaingan usaha yang tidak
sehat. Selain itu, kebijakan ini ditujukan agar monopoli Negara harus dilakukan
atas dasar meningkatkan kemampuan bersaing pelaku usaha atau untuk menjaga
ketahanan ekonomi sosial masyarakat (sebagai tujuan jangka panjangnya).
2.3 Ketentuan Pengecualian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Terhadap Badan Usaha Milik Negara Menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat.
105 Adi Wibowo, “Analisa Yuridis Tentang Monopoli Negara atas Pengelolaan air
Bersih Di Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha” (Tesis Program Pasca
Sarjana Hukum Universitas Indonesia, Depok: Juli 2008), hal.35.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Sebagai upaya menghindari eksploitasi ataupun bentuk monopoli oleh
Negara yang tidak terkontrol maka dilakukan dengan memberikan
penyelenggaraan monopoli atau pemusatan kegiatan produksi atau pemasaran
barang dan jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak dan cabang produksi
yang penting bagi Negara yang pelaksanaannya diatur oleh undang-undang dan
diselenggarakan oleh BUMN dan/atau badan/lembaga lain yang dibentuk atau
ditunjuk oleh pemerintah. Perhitungan ekonomi memperlihatkan bahwa monopoli
alamiah yang dilakukan oleh suatu perusahaan jelas akan lebih menguntungkan
apalagi bila hal tersebut berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan
industri yang vital.106
Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang merupakan
dasar hukum pemberlakuan pengecualian praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat terhadap BUMN dijadikan satu dalam Bab IX mengenai Ketentuan
Lain dimana ketentuan tersebut dapat memberikan makna yang sedikit lebih
rendah dibandingan dengan bab-bab lain yang memiliki judaul yang lebih jelas
dan spesifik. Dari judul Bab IX tentang Ketentuan Lain mengindikasikan pembuat
undang-undang tidak mempunyai pemikiran yang mendasar.107
Ketentuan tersebut juga mencakup tujuan dan filosofis yang mendasari
pengecualian diberikan. Filosofi dalam Pasal 51 lebih mendasar dibandingkan
pasal 50 karena isinya berkaitan dengan Pasal 33 UUD 1945 yaitu monopoli dan
atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak. Filosofinya
adalah adanya dasar pemikiran pengaturan ekonomi yang untuk kesejahteraan
hidup orang banyak atau bentuk ekonomi yang mau dikembangkan oleh bangsa
ini, yaitu ekonomi yang bersifat kekeluargaan. Dengan kata lain, filosofi Pasal 51
adalah untuk mendorong ekonomi kekeluargaan dan suatu pengamanan pada
kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan usaha itu sendiri. Disini
106 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2004), hal. 213-233.
107
Soy M. Pardede, Makalh berjudul “Pengecualian dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”,
disampaikan pada Lokakarya Terbatas UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU, Selasa 10 September
2002.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
50
Universitas Indonesia
terlihat nuansa kepentingan orang banyak didahulukan daripada kepentingan
pelaku usaha saja, lebih luas lagi adalah kepentingan konsumen.
Terdapat unsur-unsur dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
yang dilandasi oleh Pasal 33 UUD 1945, yaitu:
1. Kegiatan monopoli dan atau pemusatan kegiatan;
2. Berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak; serta
3. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara;
4. Diatur dengan undang-undang; dan
5. Diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga yang dibentuk
atau ditunjuk oleh pemerintah.
Dalam perkembangannya, banyak produksi dan distribusi yang dulu dikuasai atau
dimiliki oleh Negara, ternyata banyak cabang-cabang produksi yang menguasai
hajat hidup orang banyak beralih dimiliki oleh swasta. Kemudian, pengertian
menguasai hajat hidup orang banyak adalah pengertian yang dinamis.108
Dalam
hal penentuan tolak ukurnya menjadi tugas dan wewenang pemerintah
memutuskan barang dan jasa apa saja yang dapat dikatakan menguasai hajat hidup
orang banyak.
Dalam UUD 1945 dikatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Kalimat “dikuasai” bisa diartikan dimiliki, tetapi bisa juga sebagai “diatur”.109
Unsur diatur dalam undang-undang bila dikaitkan dengan kehadiran peraturan
tentang BUMN yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
dapat menghilangkan kesimpangsiuran tentang eksistensi BUMN. Akan tetapi,
bila dikaitkan dengan ketentuan pengecualian pada Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, undang-undang ini tidak mengatur tentang hal tersebut, terutama penentuan
BUMN mana yang diberlakukan terhadap ketentuan pengecualian tersebut.
108 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 74.
109
Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
51
Universitas Indonesia
Dengan demikian, ketentuan pengecualian bisa diartikan berlaku terhadap semua
bentuk BUMN, atau diatur lebih rinci dalam undang-undang yang mengatur
sektor usaha tertentu, misalnya UU Pelayaran terhadap pelabuhan atau UU
Perkeretaapian terhadap jasa kereta api.
Selain itu terdapat ketidak-konsistenan dalam hal landasan hukum dan
aturan, juga terdapat pelanggaran dalam pengelolaan BUMN, terutama terhadap
sila kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945. Pelanggaran terutama dalam hal
status BUMN sebagai perusahaan Negara. Awal Orde Baru, pemerintah
menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan yaitu dekonsentrasi, debirokrasi, dan
desentralisasi. Upaya ini sebagai bentuk perbaikan kinerja BUMN yang
dicanangkan melalui regulasi tentang bentuk-bentuk usaha Negara. BUMN
dipisahkan berdasarkan fungsi dan peran sosial ekonominya.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
52
Universitas Indonesia
BAB 3
ANALISA LIBERALISASI PELABUHAN SEBAGAI IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
OLEH PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA II DI INDONESIA
DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA
3.1 Tinjauan terhadap PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II
3.1.1 Sejarah Pendirian Pelabuhan Indonesia
Pengelolaan pelabuhan umum di Indonesia sejak tahun 1960 dilaksanakan
oleh Badan Usaha Milik Negara di bawah pengendalian Pemerintah. Bentuk
BUMN tersebut sejak tahun 1960 sampai tahun 1993 mengalami beberapa kali
perubahan.110
Pada tahun 1960 sampai 1963, pengelolaan pelabuhan umum dilaksanakan
oleh Pemerintah melalui Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan I sampai dengan
VIII berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960. Pada tahun 1964 aspek
operasional pelabuhan dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah yang disebut
Port Authority, sedangkan aspek komersial tetap di bawah pengelolaan PN
Pelabuhan I sampai dengan VIII. Kondisi demikian berlangsung sampai tahun
1969, ketika PN Pelabuhan dibubarkan dan lembaga Port Authority diganti
menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) untuk yang berwenang mengelola
pelabuhan umum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1969 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1969.
Pada tahun 1983, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
1983 BPP diubah menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pelabuhan I sampai
dengan IV yang mengelola pelabuhan umum yang diusahakan, sementara
pengelolaan pelabuhan yang tidak diusahakan dilakukan oleh Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
Status PERUM berlangsung hingga tahun 1992 saat diubah menjadi PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV. PERUM Pelabuhan II menjadi PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia II, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 1991. Peningkatan status perusahaan dari PERUM Pelabuhan II menjadi
110 PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2009-
2013, hal. 2.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
53
Universitas Indonesia
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II merupakan upaya peningkatan kinerja
pengusahaan dengan memberikan independensi yang lebih besar untuk
pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan komersial/pengusahaan.
Kemudian, perubahan tersebut juga ditetapkan melalui perubahan
ketetapan Rapat Umum pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 14
Januari 1998, dan telah diaktanotariskan di hadapan notaris Imas Fatimah, SH,
nomor 4 tanggal 14 Januari serta telah memperoleh persetujuan dari Menteri
Kehakiman RI dengan Surat Keputusan Nomor C2-17612-HT.01.01.TH.98
tanggal 6 Oktober 1998.
Anggaran Dasar Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan,
terakhir berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dituangkan
dalam Akta Notaris No. 2 dari Notaris Agus Sudiono Kuntjoro, SH., tanggal 15
Agustus 2008. Perubahan Anggaran Dasar tersebut telah mendapat pengesahan
dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-
80894.AH.01.02.2008 tanggal 3 November 2008.
Kantor Pusat Perseroan berkedudukan di Jakarta, memiliki wilayah operasi
di 10 propinsi dan mengelola 12 pelabuhan yang diusahakan yaitu: Pelabuhan
Teluk Bayur di Propinsi Sumatera Barat, Pelabuhan Jambi di Propinsi Jambi,
Pelabuhan Boom Baru Palembang di Propinsi Sumatera Selatan, Pelabuhan
Bengkulu di Propinsi Bengkulu, Pelabuhan Panjang di Propinsi Lampung,
Pelabuhan Tanjung Pandan dan Pelabuhan Pangkal Balam di Propinsi Bangka
Belitung, Pelabuhan Banten di Propinsi Banten, Pelabuhan Tanjung Priok dan
Sunda Kelapa di Propinsi DKI Jakarta, Pelabuhan Cirebon di Propinsi Jawa Barat,
serta Pelabuhan Pontianak di Propinsi Kalimantan Barat.
Perseroan juga memiliki tiga anak perusahaan, satu perusahaan afiliasi,
dua sub unit bisnis dan satu kerja sama operasi (KSO). Ketiga anak perusahaan
tersebut adalah PT Rumah Sakit Pelabuhan (PT RSP), PT Multi Terminal
Indonesia (PT MTI), dan PT EDI lndonesia. Perusahaan afiliasi yaitu PT Jakarta
International Container Terminal (PT JICT). Sedangkan kedua sub unit bisnis
tersebut adalah Tanjung Priok Car Terminal (TPT) dan Pusat Pelatihan
Kepelabuhanan (PPK). Adapun KSO adalah Terminal Petikemas Koja (TPK
Koja).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Dalam menjalankan operasi/kegiatan usaha, Perseroan mengadakan Kerja
Sama Mitra Usaha/KSMU dengan beberapa mitra usaha dari pihak swasta seperti
kerja sama Terminal Operator, kapal tunda, dan pengelolaan gudang-gudang
pelabuhan. Selain aktif menjalankan kegiatan pengelolaan pelabuhan, Perseroan
juga berusaha di bidang lain yang relevan seperti menyewakan tanah, bangunan
dan fasilitas pendukung lain yang diperlukan dalam kegiatan kepelabuhanan.
Pada tanggal 22 Februari 2012, PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau
PT (Persero) Pelabuhan indonesia II meluncurkan identitas baru PT (Persero)
Pelabuhan indonesia II dalam bertransformasi menjadi IPC, perusahaan penyedia
layanan kepelabuhanan di Indonesia yang lebih efisien dan modern dalam
berbagai aspek operasinya guna mencapai tujuan menjadi operator pelabuhan
berkelas dunia. Semangat transformasi tersebut akan diterapkan ke dalam seluruh
aktivitas perusahaan, baik pada aspek strategis manajemen, gesit dan fleksibel
dengan berpegang pada prinsip memajukan perdagangan, memajukan
Indonesia. Energizing Trade. Energizing Indonesia. Identitas korporasi
yang baru ini berbalut warna jingga dan biru yang masing-masing
merepresentasikan sinar matahari terbit dan ketangkasan dalam berekspresi.
Nilai‐nilai yang terkandung di dalam jingga adalah semangat perubahan,
kekuatan, optimisme, serta kebanggaan setiap karyawan, untuk bersama-sama
berdiri di garis terdepan dalam mencapai tujuan organisasi. Sisi biru pada logo
menggambarkan kesiapan memasuki erabaru yang dinamis dan fleksibilitas
setiap komponen dalam perusahaan menghadapi berbagai tantangan guna
mencapai tujuan perusahaan, sebagai a world-class port operator. 111
3.1.2 Visi dan Misi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II112
Pelayanan dan kepuasan pelanggan sebagai kata kunci seluruh aktivitas
perusahaan harus menjadi budaya dan etika setiap elemen perusahaan dalam
pelaksanaan tugasnya, sebagaimana yang tercermin dalam visi dan misi
perusahaan.
111 http://www.indonesiaport.co.id/read/sejarah-perusahaan.html, diakses pada 12 Juni
2012.
112
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Laporan Tahunan 2010 Mengubah Tantangan
Menjadi Kemajuan, hal. 14.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Visi Perusahaan
Memberikan jasa kepelabuhanan secara handal dengan mutu pelayanan kelas
dunia.
Misi Perusahaan
Mewujudkan visi perusahaan melalui peningkatan realisasi komitmen perusahaan
kepada mitra, pelanggan, kepentingan nasional, pemilik, masyarakat pelabuhan,
dan anggota perusahaan.
Komitmen Perusahaan
1. Kepada mitra dan pelanggan jasa kepelabuhanan : Menyediakan dan
mengoperasikan jasa pelayanan kepelabuhanan yang handal dengan mutu
kelas dunia.
2. Kepada kepentingan nasional : Meningkatkan kesehatan perusahaan secara
professional dan dapat mendorong pengembangan ekonomi nasional.
3. Kepada masyarakat pelabuhan : Mendorong terbentuknya masyarakat
pelabuhan yang kooperatif dan mempunyai rasa saling memiliki.
4. Kepada anggota perusahaan : Mewujudkan sumber daya insani yang
beriman, bermutu, optimis, bersikap melayani dan ramah, bangga kepada
perusahaan dan budayanya, serta mampu memberikan kesejahteraan dan
kepuasan kerja kepada karyawan.
3.1.3 Kegiatan Usaha PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II113
Bidang usaha PT Pelabuhan Indonesia II meliputi beberapa kegiatan usaha
yaitu:
1. Penyediaan dan/atau pelayanan kolam-kolam pelabuhan dan perairan
untuk lalu lintas dan tempat berlabuhnya kapal;
2. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan
pemanduan (pilotage) dan penundaan kapal;
3. Penyediaan dan/atau pelayanan Dermaga dan fasilitas lain untuk
bertambat, bongkar muat petikemas, curah cair, curah kering, multi
113 http://www.indonesiaport.co.id/read/produk-and-layanan.html, diakses pada 12 Juni
2012.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
56
Universitas Indonesia
purpose, barang termasuk hewan (general cargo) dan fasilitas
naik/turunnya penumpang dan/atau kendaraan;
4. Penyediaan pelayanan jasa bongkar muat, petikemas, curah cair, curah
kering (general cargo), dan kendaraan; – Penyediaan dan/atau pelayanan
jasa terminal petikemas, curah cair, curah kering, multi purpose,
penumpang, pelayanan rakyat, dan Ro-Ro;
5. Penyediaan dan/atau pelayanan gudang-gudang dan lapangan penumpukan
dan tangki/tempat penimbunan barang-barang, angkutan bandar, alat
bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
6. Penyediaan dan/atau pelayanan tanah untuk berbagai bangunan dan
lapangan, industri dan gedung-gedung/bangunan yang berhubungan
dengan kepentingan kelancaran angkutan multi moda; – Penyediaan
dan/atau pelayanan listrik, air minum dan instalasi dan limbah serta
pembuangan sampah;
7. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa pengisian BBM untuk kapal dan
kendaraan di lingkungan pelabuhan;
8. Penyediaan dan/atau pelayanan kegiatan konsolidasi dan distribusi barang
termasuk hewan;
9. Penyediaan dan pengelolaan Jasa Konsultasi, pendidikan dan pelatihan
yang berkaitan dengan kepelabuhanan;
10. Pengusahaan dan penyelenggaraan depo petikemas dan perbaikan,
cleaning, fumigasi, serta pelayanan logistik;
11. Pengusahaan kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara.
Selain berbagai kegiatan usaha utama tersebut PT Pelabuhan Indonesia II juga
mengembangkan kegiatan usaha lain yang dapat menunjang tercapainya tujuan
Perseroan dan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki
Perseroan, meliputi: Jasa Angkutan; Jasa persewaan dan perbaikan fasilitas dan
peralatan; Jasa perawatan kapal dan peralatan di bidang kepelabuhanan; Jasa
pelayanan alih muat dari kapal ke kapal (Ship to ship transfer) termasuk jasa
ikutan lainnya; Properti diluar kegiatan utama kepelabuhanan; Kawasan Industri;
Fasilitas pariwisata dan perhotelan; Jasa konsultan dan surveyor kepelabuhanan;
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Jasa komunikasi dan informasi; Jasa konstruksi kepelabuhanan; Jasa
forwarding/ekspedisi; Jasa kesehatan; Perbekalan dan catering; Tempat tunggu
kendaraan bermotor dan shuttle bus; Jasa penyelaman (salvage); Jasa Tally; Jasa
pas pelabuhan; Jasa timbangan.
3.1.4 Anak Perusahaan dan Afiliasi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II114
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II memiliki tiga anak perusahaan, satu
perusahaan afiliasi, dua sub unit bisnis, dan satu kerja sama operasi. Semua
perusahaan tersebut mampu menghasilkan kontribusi pendapatan yang cukup
signifikan kepada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II.
1. PT EDI Indonesia
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa telekomunikasi, teknologi
informasi, jaringan electronic data interchange, distribusi peralatan
komunikasi, pemasangan instalasi dan peralatan komunikasi.
Berdiri pada bulan Juli 1995, kepemilikan saham di PT EDI
Indonesia terdiri dari 51% milik PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II dan
49% saham milik PT Sisindosat Lintas Buana (anak perusahaan PT
Indosat). Dalam perkembangan terjadi pengalihan seluruh saham PT
Sisindosat Lintas Buana kepada PT Sisindokom Lintas Buana.
Meningkatnya kebutuhan akan jasa elektronik di berbagai bidang
dijawab oleh PT EDI dengan memperkuat dan mengembangkan berbagai
produk dan jasa untuk komunitas bea dan cukai, komunitas pelabuhan juga
komunitas ritel dan perbankan. PT EDI juga melakukan perluasan cakupan
layanan dengan membangun jaringan di kota-kota strategis, interkoneksi
dengan jaringan-jaringan lain, meningkatkan tingkat keamanan jaringan
dan penyediaan solusi menyeluruh kepada pelanggan.
2. PT Multi Terminal Indonesia (PT MTI)
PT Multi Terminal Indonesia adalah anak perusahaan PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia II yang bergerak dalam tiga segmen usaha yaitu
Multi Purpose Terminal, Container Terminal dan Freight Forwarding.
Perusahaan ini merupakan hasil spin off dari Divisi Usaha Terminal (DUT)
114 PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Laporan Tahunan 2010 Mengubah Tantangan
Menjadi Kemajuan, hal. 24.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
58
Universitas Indonesia
di bawah PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok. PT
MTI didirikan pada 15 Februari 2002 yang bertujuan untuk
mengoptimalkan potensi bisnis dan memperkuat competitive advantage
sebagai service provider. Komposisi kepemilikan saham terdiri dari 99%
saham PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II dan 1% sahamnya dimiliki
Koperasi Pegawai Maritim (Kopegmar)
3. PT Rumah Sakit Pelabuhan (PT RSP)
Meski secara resmi masuk sebagai anak perusahaan PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia II pada bulan Mei 1999, sejarah PT RSP bisa
dibilang sejalan beriringan dengan perusahaan induknya. Cikal bakal PT
RSP adalah Port Health Center (PHC) yang didirikan pada 21 Agustus
1971. Pada 21 Maret 1972, PHC kemudian bergabung dengan Rumah
Sakit Pelayaran dan berubah menjadi Rumah Sakit Pelabuhan pada 20 Mei
1978.
Perubahan status dari Perusahaan Umum (Perum) Pelabuhan
menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II membuat status Rumah Sakit
Pelabuhan pun ikut berubah. Tahun 1999 secara resmi menjadi badan
hukum berbentuk Perseroan Terbatas sekaligus menjadi anak perusahaan
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Komposisi kepemilikan Saham di PT
RSP terbagi atas 99,52% milik PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II dan
0,48 % milik Koperasi Pegawai Maritim (Kopegmar).
PT RSP membawahi empat rumah sakit yaitu RSP Jakarta, RSP
Cirebon, RSP Boom Baru Palembang dan RS Port Medical Center,
Jakarta.
4. PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT)
PT JICT merupakan perusahaan afiliasi PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia II yang didirikan pada tahun 1999. Komposisi kepemilikan
sahamnya mayoritas dikuasai Hutchison Port Holding Group (HPH
Group) dengan menguasai 51% saham. Sisanya dimiliki PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia II dengan 48,9% dan koperasi Pegawai Maritim
0,1%. Bisnis utama PT JICT adalah melaksanakan kegiatan pelayanan
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
59
Universitas Indonesia
bongkar muat petikemas baik ekspor maupun impor di Pelabuhan Tanjung
Priok.
Pada awal berdirinya, PT JICT mampu menangani 1,8 juta TEUs
(twenty-foot equivalent units) dan meningkat hingga 2,4 TEUs pada akhir
2007. Dengan lingkup operasional dan kapasitas yang ada, PT JICT
merupakan terminal petikemas terbesar dan tersibuk di Indonesia. Dengan
penambahan dermaga sepanjang 552 meter dan lapangan penumpukan
seluas 3,5 Ha, kini PT JICT mampu melayani arus petikemas melalui
Pelabuhan Tanjung Priok hingga 3 juta TEUs per tahun.
5. KSO Terminal Petikemas Koja (TPK Koja)
TPK Koja merupakan kerja sama operasi antara PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia II dengan PT Ocean Terminal Petikemas yang
kemudian dialihkan ke Hutchison Ports Indonesia. Dalam KSO yang mulai
beroperasi sejak tahun 1998 ini, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II
memiliki 52,12% kepemilikan saham.
Dengan areal yang tersedia, TPK Koja mampu menampung
petikemas untuk impor hingga 7.500 TEUs dan untuk ekspor hingga 6.700
TEUs. Pada tahun 2003 dilakukan pemanjangan dermaga sejauh 200 meter
sekaligus penyedian peralatan bongkar muat petikemas demi
meningkatkan pelayanan.
3.2 Pengaturan Kepelabuhan Indonesia
3.2.1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disahkan pada
9 April 2008 dalam rapat paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Agung
Laksono. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disetujui 10
fraksi yang ada di DPR secara aklamasi. UU ini merupakan penyempurnaan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
RUU Pelayaran yang disahkan tersebut merupakan penyempurnaan dari
UU sejenis yakni No. 21/1992. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran terdiri atas 22 bab dan 355 pasal atau lebih banyak dari usulan
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
60
Universitas Indonesia
pemerintah sebelumnya. Pemerintah sebelumnya mengusulkan RUU Pelayaran
dengan 17 bab dan 164 pasal.
Pemerintah dalam pandangan akhirnya yang diwakili Menteri
Perhubungan Jusman Syafii Djamal menegaskan, semangat baru dalam RUU
Pelayaran yang baru itu telah diterima secara baik oleh fraksi fraksi di DPR, sebab
RUU Pelayaran membawa perubahan baru yakni mengakhiri monopoli PT PT
(Persero) Pelabuhan indonesia, sehingga PT PT (Persero) Pelabuhan indonesia
hanya sebagai operator, sementara Pemerintah menjadi regulator. Hal ini akan
memberikan dampak bagi terciptanya persaingan usaha yang sehat.115
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menegaskan
tentang tiga hal. Pertama, memisahkan regulator dan operator. Kedua, mengakhiri
monopoli, dan ketiga membuka persaingan. Peran utama Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah membedakan regulator dan operator,
maka yang tadinya ada administrator sekarang ditegaskan bahwa sesuai dengan
aturan internasional maka regulator dalam satu pelabuhan adalah otoritas
pelabuhan. Sehingga hal-hal yang terkait dengan regulator otomatis dilimpahkan
kepada PT (Persero) Pelabuhan indonesia. Contohnya soal pemanduan, sehingga
pada dasarnya kewenangan PT (Persero) Pelabuhan indonesia tidak ada yang
dikurangi. Hanya terdapat perbedaan terminologi antara otoritas dan badan usaha
pelabuhan. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran memberi keleluasaan pada PT (Persero) Pelabuhan indonesia untuk
menjadi pelabuhan yang lebih besar, sehingga dapat bekerja sama dengan pihak
luar.
Isu strategis dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran mengenai kepelabuhanan dituangkan dalam penjelasan umum dimana
tertulis
Pengaturan untuk bidang kepelabuhan memuat ketentuan mengenai
penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan,
pemisahan antar fungsi regulator dan operator serta memberikan
115 http://analisis.vivanews.com/news/read/2697-uu_pelayaran, diakses pada 11 Juni
2012.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
61
Universitas Indonesia
peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proposional di
dalam penyelenggaraan kepelabuhanan.116
3.2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan
Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-
undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah
materi untuk menjalankan Undang-Undang.117
Berangkat dari definisi di atas maka untuk dapat melaksanakan pasal-pasal
yang berkaitan dengan kepelabuhanan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran dibutuhkan sebuah Peraturan Pemerintah yang mengatur
tentang kepelabuhan. Dari 22 bab dan 355 pasal dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang
kepelabuhan yang memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan
Pemerintah. Diantaranya adalah pasal 78, 89, 95, 99, 108, 112 ayat (2), 113, dan
210 ayat (2).
Oleh karena kebutuhan pasal-pasal tersebut di atas, maka perlu ditetapkan
sebuah Peraturan Pemerintah. Seperti yang tertulis dalam konsiderans Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan.
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78, Pasal 89, Pasal 95,
Pasal 99, Pasal 108, Pasal 112 ayat (2), Pasal 113, dan Pasal 210
ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan.118
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
diperlukan pengaturan di bidang kepelabuhan yang memuat ketentuan mengenai
isu-isu strategis yang tertuang dalam undang-undang tersebut.
Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional, penetapan lokasi, rencana
induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
116 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849 , Penjelasan Umum.
117
http://publikasi.kominfo.go.id/handle/54323613/11, diakses 13 Juni 2012
118
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pelayaran, PP No.61 tahun 2009,
LN No.151 Tahun 2009, TLN No. 5070, Konsiderans.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
62
Universitas Indonesia
Kepentingan pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan, perizinan
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan
terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus
yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan.119
3.3 Pengaturan persaingan dalam bidang kepelabuhan yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
3.3.1 Isu Strategis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Indonesia adalah negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah
perairan dengan berbagai pualu serta terletak di lokasi yang strategis, karena
berada di persilangan rute perdagangan dunia.120
Oleh karena itu peran pelabuhan
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mobilitas sosial dan
perdagangan di Indonesia sangat besar, sehingga pelabuan menjadi faktor penting
bagi Pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian negara.121
Bidang usaha dari PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II meliputi usaha
perairan dan kolam pelabuhan untuk lalu lintas pelayaran dan tempat kapal
berlabuh, pelayanan pemanduan dan penundaan kapal keluar masuk pelabuhan,
olah gerak kapal didalam kolam serta jasa pemanduan dan penundaan dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lainnya, fasilitas untuk kapal bertambat serta melakukan
bongkar muat barang dan hewan, fasilitas pergudangan dan lapangan
penumpukan, terminal konvensional, terminal petikemas, dan terminal curah
untuk melayani bongkar muat komoditas sesuai jenisnya, terminal penumpang
untuk pelayanan embarkasi dan debarkasi penumpang kapal laut, fasilitas listrik,
air minum dan telepon untuk kapal dan umum di daerah lingkungan kerja
pelabuhan, lahan untuk industri, bangunan dan ruang perkantoran umum, dan
pendidikan dan latihan yang berkaitan dengan kegiatan kepelabuhan.
119 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pelayaran, PP No.61 tahun 2009,
LN No.151 Tahun 2009, TLN No. 5070, Penjelasan Umum.
120
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849, Penjelasan Umum.
121
Administrator, “Operational area”,
www.inaport2.co.id/index.php?mod=profile&smod-sekilas, diakses pada 13 Juni 2012.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
63
Universitas Indonesia
Pentingnya sektor pelabuhan di Indonesia ini membuat PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia II memiliki perlakuan khusus oleh Pemerintah. Hal ini
bertujuan agar sektor kepelabuhan yang dikelola oleh PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia II berhasil menjalankan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini
kemudian menjadi salah satu pertimbangan (konsiderans) dalam pembentukan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.122
Pada 9 April 2008 lahirlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran. Ini berarti Undang-Undang Pelayaran yang lama yaitu
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi atau sudah
dicabut. Adapun latar belakang pencabutan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1992 karena dinilai undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan penyelenggaraan pelayaran saat ini sehingga perlu diganti dengan
undang-undang yang baru.123
Oleh karena itu, pemerintah melakukan revisi
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 menjadi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Terdapat 3 (tiga) isu strategis dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran terhadap kepelabuhan Indonesia yang memiliki dampak
langsung terhadap PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Isu strategis tersebut adalah
(1) Penghapusan Monopoli; (2) Pemisahan fungsi regulator dan operator; dan (3)
Peran serta Pemda dan swasta secara proposional dalam kegiatan kepelabuhan. Isu
strategis ini yang kemudian menjadi dasar perubahan dalam kegiatan kepelabuhan
di Indonesia.
Pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 disebutkan bahwa
penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan olch Pemerintah dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang
didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
122 bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta
memantapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan memperkukuh kedaulatan negara. Lihat
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN No.64 Tahun
2008, TLN No. 4849, Konsiderans huruf b.
123
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849, Konsiderans huruf e.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
64
Universitas Indonesia
berlaku.124
Kemudian juga diatur bagaimana badan usaha lain selain badan usaha
penyelenggara dapat diikutsertakan dalam kegiatan penyelenggaraan pelabuhan
dengan atas dasar kerja sama dengan BUMN yang melaksanakan pengusahaan
pelabuhan.125
Ketentuan ini diubah yang intinya adalah penyelenggaraan
kepelabuhan dilakukan oleh lembaga penyelenggara yang dibentuk khusus untuk
melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan
kepelabuhan.126
Artinya terdapat suatu badan khusus yang mengatur regulasi
mengenai kepelabuhan di Indonesia. Badan khusus ini adalah Otoritas Pelabuhan.
Hal ini berbeda dengan pengaturan dalam undang-undang tentang pelayaran yang
terdahulu (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992) dimana penyelenggaraan
pelabuhan umum dilakukan olch Pemerintah dan pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (dalam hal ini PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia).
Penyelenggaraan pelabuhan yang pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan terhadap pelabuhan
yang diusahakan secara komersial127
(yang sebelumnya adalah pelabuhan-
pelabuhan dibawah kuasa PT (Persero) Pelabuhan Indonesia). Kemudian Otoritas
Pelabuhan ini berperan sebagai wakil pemerintah untuk memberikan konsesi atau
bentuk lainnya kepada badan usaha pelabuhan untuk melakukan kegiatan
pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian.128
PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia, yang dahulu memegang penuh semua penyelenggaraan
pelabuhan, pada undang-undang pelayaran baru (Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran) hanyalah bertindak sebagai Badan Usaha
Pelabuhan. Oleh karena itu, maka dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia bukan lagi
124
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.21 tahun 1992, LN
No.98 Tahun 1992, TLN No. 3493, Pasal 26 ayat (1).
125
Ibid. Pasal 26 ayat (2).
126
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849, Pasal 81 ayat (1).
127
Ibid. Pasal 81 ayat (2).
128
Ibid. Pasal 82 ayat (4).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
65
Universitas Indonesia
otoritas pelabuhan seperti yang berlaku pada undang-undang pelayaran
sebelumnya.
Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya
khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.129
Jika
melihat ketentuan penyelenggaraan pelabuhan di atas, siapapun badan usaha
pelabuhan, tidak hanya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, yang mendapatkan izin
melakukan kegiatan pengusahaan pelabuhan dari Otoritas Pelabuhan berhak
melakukan kegiatannya di pelabuhan sesuai dengan izinnya tersebut. Dari
pengertian ini maka kegiatan pengusahaan pelabuhan dapat dilakukan oleh
swasta. Maka pengaturan mengenai penyelenggara pelabuhan dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran berfungsi menjalankan salah
satu isu strategis, yaitu untuk menghilangkan monopoli dalam pengusahaan
kegiatan pelabuhan.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
juga memberikan pengaruh terhadap status PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
sebagai penguasa penuh otoritas pelabuhan. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
tidak lagi berkuasa penuh seperti yang diatur dalam undang-undang pelayaran
sebelumnya (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992). Dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1992 disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) bahwa
penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan olch Pemerintah dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang
didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sementara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
dalam Pasal 81 menyebutkan bahwa kegiatan pelabuhan dilakukan oleh Otoritas
Pelabuhan. Definisi dari Otoritas Pelabuhan sendiri adalah lembaga pemerintah di
pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian,
dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.130
Dari definisi tersebut, Otoritas Pelabuhan memiliki fungsi sebagai Regulator.
Artinya terjadi pemisahan terhadap kekuasaan penuh PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia yang sebelumnya merangkap sebagai Regulator dan Operator.
129 Ibid. Pasal 1 angka 28.
130
Ibid. Pasal 1 angka 26.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Untuk menjalankan fungsinya sebagai Regulator, Otoritas Pelabuhan
memiliki wewenang-wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pemberian konsesi131
kepada Badan Usaha
Pelabuhan (BUP) untuk melakukan kegiatan pengusahaan pelabuhan.132
Penyediaan Infrastrukstur dasar133
(yang sebelumnya sudah disediakan oleh PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia menjadi milik Pemerintah). Penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kepelabuhan yang belum disediakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan.134
Mengatur penggunaan daratan, perairan dan lalu lintas pelabuhan.135
Otoritas Pelabuhan juga diberi hak pengelolaan atas tanah (HPL) dan pemanfaatan
perairan.136
Dari kewenangan-kewenangan Otoritas Pelabuhan yang diberikan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, jelaslah bahwa
Otoritas Pelabuhan adalah lembaga pemerintah yang ditugaskan sebagai
Regulator.
Inovasi utama Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
adalah pengembangan Otoritas Pelabuhan untuk mengawasi dan mengelola
operasi dagang dalam setiap pelabuhan. Tanggung-jawab utama mereka adalah
untuk mengatur, memberi harga dan mengawasi akses ke prasarana dan layanan
pelabuhan dasar termasuk daratan dan perairan pelabuhan, alat-alat navigasi,
kepanduan (pilotage), pemecah ombak, tempat pelabuhan, jalur laut (pengerukan)
dan jaringan jalan pelabuhan. Selain itu, otoritas pelabuhan juga akan bertanggung
jawab untuk mengembangkan dan menerapkan rencana induk pelabuhan
(termasuk menentukan daerah kendali darat dan laut) sekaligus menjamin
ketertiban, keamanan dan kelestarian lingkungan pelabuhan. Operator pelabuhan,
131 Konsesi adalah pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha
Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu
dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu. Lihat Republik Indonesia, Peraturan
Pemerintah tentang Pelayaran, PP No.61 tahun 2009, LN No.151 Tahun 2009, TLN No. 5070,
Pasal 1 angka 30.
132
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849, Pasal 82 ayat (4).
133
Ibid. Pasal 83 ayat (1).
134
Ibid. Pasal 83 ayat (2).
135
Ibid. Pasal 84.
136
Ibid. Pasal 85.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
67
Universitas Indonesia
di sisi lain, dapat berpartisipasi dalam menyediakan antara lain penanganan kargo,
sarana penumpang, layanan tambat, pengisian bahan bakar dan persediaan air,
penarikan kapal sekaligus penyimpanan dan bangunan di atas pelabuhan lainnya.
Hal tersebut merupakan cara yang umum untuk pembagian tanggung
jawab di seluruh sektor publik dan swasta dalam lingkungan sistem pelabuhan
sewa/landlord port. Meskipun biasanya terdapat perbedaan dalam pengaturan
tersebut di seluruh pelabuhan dan negara, aturan umumnya adalah bahwa apabila
terdapat pertimbangan tentang kepentingan umum atau monopoli alamiah, fungsi-
fungsi tersebut sebaiknya dijalankan oleh pemerintah. Dalam hal ini, otoritas
pelabuhan Indonesia tidak mendapat pengecualian dan memiliki peranan dan
fungsi yang sama dengan otoritas pelabuhan di manapun. Namun demikian,
persoalan yang perlu mendapatkan perhatian yang sangat besar adalah apakah
otoritas pelabuhan Indonesia akan memiliki kapasitas teknis dan finansial yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara efektif.
Secara teknis, perhatian akan difokuskan pada persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang bahwa hanya pegawai negeri (PN) yang dapat menjabat
sebagai staf dalam otoritas pelabuhan (Ayat 86). Hal ini merupakan suatu
peninggalan terhadap praktik yang baru saja diterapkan, yaitu pembentukan
badan-badan pengatur dan pengawas pemerintah (serta instansi pemerintah
lainnya yang menyediakan layanan-layanan utama), dengan status yang dikenal
sebagai Badan Layanan Umum atau BLU, suatu jenis badan hukum pemerintah
dengan fleksibilitas yang jauh lebih besar untuk merekrut staf profesional. Dengan
mengizinkan otoritas pelabuhan untuk menggunakan status BLU akan
memungkinkan perekrutan dengan upah yang lebih tinggi untuk staf yang
memiliki rangkaian keahlian yang lebih beragam, seperti pensiunan pengusaha
jasa angkutan. Akan tetapi, Departemen Perhubungan telah menyatakan dengan
jelas bahwa otoritas pelabuhan diharapkan untuk memiliki pegawai yang berasal
dari gabungan pejabat departemen dari Direktorat Perhubungan Laut dan kantor-
kantor Administrasi Pelabuhan (Adpel).
Perpindahan ke model sistem landlord tentunya berarti pengembangan
suatu interaksi yang lebih rumit antara sektor publik dan swasta di tingkat
pelabuhan. Tugas otoritas pelabuhan yang sangat penting adalah untuk mengelola
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
68
Universitas Indonesia
interaksi-interaksi tersebut sedemikian rupa untuk memastikan penetapan harga
dan penyediaan pelayanan yang kompetitif. Namun demikian, Indonesia tidak
berpengalaman dalam mengelola pelabuhan dalam konteks persaingan usaha.
Satu-satunya konteks saat ini adalah bahwa monopoli sektor publik dicirikan
dengan sedikitnya atau tidak adanya persaingan dalam penyediaan layanan
pelabuhan. Apabila terdapat peluang munculnya persaingan, maka persaingan
tersebut akan dikelola dengan cara yang buruk.
Hal lainnya adalah menyangkut bagaimana otoritas pelabuhan yang
direncakan akan berinteraksi dengan PT (Persero) Pelabuhan indonesia yang
berwenang dahulu. Mengingat keunikan hubungan sejarah, kelembagaan dan
bahkan hubungan pribadi yang dimiliki PT (Persero) Pelabuhan indonesia dengan
para pegawai negeri yang mungkin menjadi otoritas pelabuhan tersebut, terdapat
kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya perlakuan diskriminatif terhadap
para investor baru. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk sebagai
contoh, perbedaan dalam akses ke fasilitas dan layanan utama seperti tanah dan
infrastruktur dasar, rencana induk pelabuhan yang memiliki terlalu banyak
ketentuan dan/atau terlalu membatasi yang mana menjadi penghalang untuk
masuk bagi para investor baru, penetapan harga yang diskriminatif, dan lain
sebagainya.
Secara finansial, perhatian difokuskan pada kemampuan otoritas
pelabuhan untuk memenuhi amanat untuk menyediakan infrastruktur dasar.
Infrastruktur pelabuhan yang ada saat ini digunakan oleh PT (Persero) Pelabuhan
indonesia yang berwenang. Meskipun beberapa pelabuhan dapat diperluas
sehingga pendatang baru dapat menggunakan pemecah ombak, jalur laut,
peralatan navigasi yang ada, kemungkinan besar terminal-terminal dan fasilitas-
fasilitas baru memerlukan investasi pada infrastruktur dasar yang baru.
Keterlambatan dalam investasi tersebut akan menghambat masuknya pelaku
investasi baru yang jelas-jelas menguntungkan PT (Persero) Pelabuhan indonesia.
Dengan ditetapkannya Otoritas Pelabuhan sebagai lembaga regulator maka
status PT (Persero) Pelabuhan Indonesia dalam kegiatan kepelabuhan menjadi
berubah. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia kehilangan fungsinya sebagai
regulator dan statusnya berubah menjadi Badan Usaha Pelabuhan (bukan lagi
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
69
Universitas Indonesia
penyelenggara pelabuhan). Badan Usaha Pelabuhan berperan sebagai operator
yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.137
Pengusahaan
operasional kegiatan pelabuhan dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan dengan
pemberian konsesi oleh Otoritas Pelabuhan. Oleh karena itu peran PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia sebagai operator hanya sebatas pengusahaan terminal.
Kegiatan pengusahaan terminal ini antara lain:
a. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk tertambat.
b. Penyediaan dan.atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan
air bersih.
c. Penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau
kendaraan;
d. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan
kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan
barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
f. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair,
curah kering, dan Ro-Ro;
g. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. Penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang;
dan/atau
i. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.138
Jika dilihat dari wewenang yang dimiliki oleh lembaga operator yang dilakukan
oleh Badan Usaha Pelabuhan, tidak termasuk pengusahaan daratan (tanah),
perairan (kolam) dan pemanduan. Sehingga sebuah Badan Usaha Pelabuhan yang
ingin melakukan penguasaan terhadap daratan, perairan dan pemanduan haruslah
terlebih dahulu mendapat izin pengusahaan/pelimpahan dari Otoritas Pelabuhan
(regulator). Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhan tersebut
diusahakan secara komersial oleh Badan Usaha Pelabuhan sesuai dengan jenis
usaha yang dimilikinya139
dan kegiatan pengusahaan tersebut dapat dilakukan
137 Ibid. Pasal 93.
138
Ibid. Pasal 90 ayat (3).
139
Ibid. Pasal 91 ayat (1).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
70
Universitas Indonesia
untuk lebih dari satu terminal.140
Artinya izin pengusahaan (konsesi) yang
diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan dilakukan per segmen usaha dan dapat
dilakukan lebih dari satu terminal.
Perubahan status PT (Persero) Pelabuhan Indonesia juga mempengaruhi
kegiatan penyelenggaraan pelabuhan yang sedang berjalan sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dibutuhkan
penyesuaian terhadap kegiatan-kegiatan tersebut. Pengaturan dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa pada saat
berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, BUMN
sebagai penyelenggara pelabuhan tetap menyelenggarakan kegiatannya
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku (Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran)141
dan kegiatan-kegiatan tersebut dalam waktu paling
lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, wajib disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam
Undang-Undang Pelayaran yang baru diberlakukan tersebut.142
Melihat
pengaturan tersebut, BUMN (PT (Persero) Pelabuhan Indonesia) tetap dapat
menyelenggarakan kegiatan pelabuhan akan tetapi terbatas pada kegiatan
pengusahaan terminal (Pasal 90 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran) dan fasilitas lain (tanah, kolam dan pemanduan). Dan sejalan dengan
kegiatan tersebut PT (Persero) Pelabuhan Indonesia diberi waktu 3 (tiga) tahun
untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang yang berlaku. PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia harus segera mendapat konsesi atau perjanjian tertulis
lainnya dari Otoritas Pelabuhan (penyelenggara pelabuhan) untuk mengamankan
kegiatan-kegiatan pengusahaan pelabuhan yang telah PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia miliki sebelumnya.
Dengan demikian terlihat bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran terjadi pemisahan fungsi regulator dan
operator di sektor pelabuhan di Indonesia. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia yang
sebelumnya adalah penyelenggara penuh pelabuhan menjadi berubah.
140 Ibid, Pasal 91 ayat (2).
141
Ibid, Pasal 344 ayat (1).
142
Ibid, Pasal 344 ayat (2).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Penyelenggara pelabuhan bukan lagi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, tapi
dibentuk sebuah lembaga penyelenggara yang dibentuk khusus untuk
melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan
kepelabuhan bernama Otoritas Pelabuhan. Lembaga ini tidaklah mengambil penuh
wewenang PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, namun hanya fungsi sebagai
regulator yang menjadi bidang kerja dari Otoritas Pelabuhan. Sementara fungsi
sebagai operator tetap menjadi wilayah kerja dari PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia dengan status Badan Usaha Pelabuhan.
Isu strategis yang ketiga adalah Peran serta Pemda dan swasta secara
proposional dalam kegiatan kepelabuhan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.143
Dengan dasar tersebut pemerintah daerah diharapkan dapat mengatur dan
mengurus kegiatan-kegiatan yang ada di daerahnya, termasuk dalam hal ini adalah
bidang kepelabuhan. Dengan semangat UUD 1945 tersebut, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran juga telah mengatur tentang
penyelenggara pelabuhan di daerah. Melihat hierarki pelabuhan yang diatur dalam
Undang-Undang Pelayaran, pelabuhan laut mempunyai hierarki terdiri atas144
:
a. Pelabuhan Utama
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat
angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan
143 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal
18.
144
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849, Pasal 70 ayat (2).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
72
Universitas Indonesia
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.145
b. Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam
negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi.146
c. Pelabuhan Pengumpan
Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut
dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi
pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.147
Dari hierarki tersebut terdapat perbedaan antara pelabuhan utama dengan
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan. Pelabuhan utama memiliki
fungsi pokok melayani kegiatan pelabuhan dalam negeri dan internasional,
sementara pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan memiliki fungsi
pokok melayani kegiatan pelabuhan dalam negeri saja.
Fungsi pokok ketiga pelabuhan ini yang kelak menjadi pembeda lembaga
yang menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan pelabuhan. Menurut
wawancara penulis dengan mantan pejabat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia,
Pelabuhan Utama dibawahi oleh Otoritas Pelabuhan sementara pelabuhan
pengumpul dan pelabuhan pengumpan dibawahi oleh Unit Penyelenggara
Pelabuhan.
Penyelenggaraan pelabuhan di daerah ini bertujuan untuk menjalankan
semangat desentralisasi yang diamanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945.
145 Ibid. Pasal 1 angka 17.
146
Ibid. Pasal 1 angka 18.
147
Ibid. Pasal 1 angka 19.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
73
Universitas Indonesia
Maka karena itu Unit Penyelenggara Pelabuhan yang membawahi pelabuhan-
pelabuhan di daerah ini bertanggung jawab kepada kepala daerah (Gubernur atau
Bupati/Walikota) dimana pelabuhan tersebut berada.148
Dengan begitu maka
pelabuhan dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan daerah dengan
menggunakan kebijakan-kebijakan daerah itu sendiri.
Selain peran Pemda, peran swasta dalam kegiatan pelabuhan juga menjadi
bagian penting dari berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Melihat kembali isu strategis penghapusan monopoli dan pemisahan
fungsi regulator dan operator PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Dengan
dibentuknya Otoritas Pelabuhan sebagai badan regulator dan berubahnya status
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia menjadi hanya operator (Badan Usaha
Pelabuhan), maka terbukalah peluang swasta untuk masuk ke dalam pengusahaan
kegiatan pelabuhan. Hal ini disebabkan Otoritas Pelabuhan adalah lembaga yang
berhak memberikan konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan siapa saja, tidak
hanya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh Otoritas Pelabuhan tersebut.
Pengusahaan yang bisa menjadi kegiatan dari swasta adalah kegiatan-
kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran. Sementara untuk penguasaan tanah, perairan dan pemanduan,
Badan Usaha Pelabuhan swasta dapat mengajukan permohonan pelimpahan hak
tersebut kepada Otoritas Pelabuhan. Dengan terbukanya peluang Badan Usaha
Pelabuhan swasta ini, diharapkan terjadi perkembangan yang signifikan terhadap
sektor pelabuhan di Indonesia.
3.3.2 Faktor-faktor pemicu perlunya persaingan dalam bidang kepelabuhan
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran
Dari sejak tahun 1960, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan
Badan Usaha Milik Negara yang memonopoli usaha kepelabuhan di Indonesia.
Perusahaan yang menguasai bidang kepelabuhan di Indonesia oleh negara
diserahkan penyelenggaraannya kepada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia sebagai
148 Ibid. Pasal 82 ayat (2).
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
74
Universitas Indonesia
BUMN. Ini berarti tidak ada perusahaan lain yang bisa masuk ke dalam bidang
kepelabuhan. Pertimbangan dasar bidang kepelabuhan dikuasai oleh Negara
adalah sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa bidang yang mencakup
kehidupan atau hajat hidup orang banyak seharusnya dikuasai oleh Negara. UU
Persaingan Usaha memungkinkan adanya monopoli oleh suatu Badan Usaha
Milik Negara sesuai dengan pasal 51 atau merupakan pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf a UU
Persaingan Usaha.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Pelayaran yang baru yaitu Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia merupakan salah satu BUMN yang dilindungi melalui Pasal 51
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat ini. Perhitungan ekonomi memperlihatkan bahwa
monopoli berdasarkan undang-undang (monopoly by law)149
yang dilakukan oleh
suatu perusahaan jelas akan lebih menguntungkan apabila bila hal tersebut
berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan industri yang vital, seperti
bidang Kepelabuhan ini.
Latar belakang filosofis yuridis mengenai pengecualian Pasal 51 Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Tidak Sehat adalah berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu,
Demokrasi Ekonomi adalah berdasarkan pada perekonomian yang disusun
sebagai usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan dimana:
1. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
2. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.
149 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 40.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
75
Universitas Indonesia
3. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan
umum.150
Kemudian beberapa alasan pengecualian yang diberlakukan dalam Hukum
Persaingan Usaha, yaitu:
a. Industri atau badan yang dikecualikan umumnya telah diregulasikan
atau diatur oleh badan pemerintah yang lain dengan tujuan memberikan
perlindungan khusus atas nama kepentingan umum, misalnya
transportasi, air minum, listrik, dan lain-lain. Atau disebut dengan
Monopoli Alamiah (natural monopoly).
b. Suatu industri membutuhkan adanya perlindungan khusus karena
praktek kartelisme tidak dapat lagi dihindarkan dan lebih baik
memberikan proteksi yang jelas kepada suatu pihak daripada berupaya
memberlakukan undang-undang.
c. Suatu industri diberikan pengecualian dengan dasar pemberian proteksi
kepada suatu industri tertentu yang dianggap masih belum mampu
menghadapi persaingan karena berbagai faktor, misalnya keterbatasan
modal, belum efisien, belum inovatif sehingga tidak akan mampu
bertahan di pasar.
d. Sedangkan pemberian proteksi terhadap jenis pelaku usaha tertentu
pada umumnya bukan saja diberikan berdasarkan kemampuan, tetapi
juga dengan melihat jumlah mereka dalam roda ekonomi, apakah
sifatnya mayoritas atau tidak.151
Berdasarkan hal di atas, adanya pengecualian pada PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia dalam penyelenggaraan bidang usaha yang penting dan menguasai hajat
hidup orang banyak. Bidang kepelabuhan sifatnya adalah sarana publik (public
utilities) dimana masuk ke pasar, tarif dan pelayanan, keseluruhannya diatur oleh
peraturan. Pelabuhan merupakann infrastruktur transportasi yang sesuai dengan
150 Nigrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2003), hal. 9.
151
Ibid.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
76
Universitas Indonesia
pekerjaan-pekerjaan tertentu, seperti mengangkut muatan dalam jumlah sangat
besar dalam jarak jauh dan membawa sejumlah besar penumpang dalam jarak
jauh.
Pelabuhan bermakna penting bagi banyak orang karena pelabuhan memiliki
peran sebagai :
a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
d. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
f. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara152
Pelaksanaan pelabuhan yang dikuasai oleh PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia harus dipisahkan karena menurut pertimbangan pemerintah, sektor
pelabuhan yang sangat berguna bagi kepentingan masyarakat umum ini belumlah
mencapai kinerja yang optimal sehingga perlu langkah-langkah yang bisa
menstimulasi kinerja pelabuhan di Indonesia. Langkah pemerintah untuk
menstimulasi bidang pelabuhan diantaranya dengan menjalankan isu strategis
yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Kepelabuhan. Pemerintah beranggapan bahwa keadaan monopoli yang dijalankan
oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia sebagai salah satu hambatan kinerja
pelabuhan.
Dengan adanya pelabuhan kapal-kapal dapat mendistribusikan barang
kebutuhan rakyat banyak dalam jumlah yang besar, bukan hanya yang berasal dari
luar negeri (impor) tapi juga kebutuhan industri dalam negeri yang ingin menjual
barang-barangnya ke luar negeri (ekspor), juga pemenuhan logistik domestik dari
satu daerah ke daerah lain dalam wilayah Indonesia. Karena salah satu
pertimbangan itu, pemerintah mencoba mengambil alih penyelenggaraan kegiatan
kepelabuhan dengan menjalankan fungsi regulator dan akhirnya lahir Undang-
152 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pelayaran, PP No.61 tahun 2009,
LN No.151 Tahun 2009, TLN No. 5070, Pasal 4.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Kepelabuhan yang mengakhiri monopoli
tersebut.
Kurangnya pemahaman akan dampak dari beberapa faktor penting menjadi
penyebab utama pelabuhan bekerja kurang optimal. Inilah yang menyebabkan PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia kalah bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan
internasional lainnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan itu adalah penting
untuk memahami apa saja kelebihan Pelabuhan di Indonesia terutama jika melihat
kondisi geografis yang berada di persimpangan perdagangan dunia, serta
pentingnya bidang pelabuhan bagi perdagangan internasional. Perdagangan
internasional dalam berkegiatan pasti menggunakan jasa pelabuhan, pengiriman
barang-barang antar negara didominasi dengan menggunakan jasa perkapalan,
dari segi biaya dibandingkan moda transportasi lainnya penggunaan jasa
perkapalan lebih murah. Kedua, harus dipahami pula kebutuhan para pengguna
jasa pelabuhan, misalnya mereka yang menggunakan sarana pelabuhan sebagai
tempat berlabuh kapal-kapal pengirim komoditas maupun orang-orang yang
menggunakan jasa pelabuhan untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal.
Dalam pasar bebas, dunia usaha dan orang-orang yang bepergian bebas
menentukan moda transportasi dan operator yang sesuai untuk kebutuhan mereka.
Mereka tidak hanya mempertimbangkan faktor harga, melainkan juga faktor
lainnya, seperti lamanya waktu transit, lamanya waktu tunggu, kehandalan,
kenyamanan, dan keamanan. Oleh karena itu pengoptimalisasi kinerja pelabuhan
harus segera dilakukan.
Kebijakan pemerintah terdahulu tidak menciptakan iklim yang kondusif
bagi pelabuhan untuk dapat menggali potensinya secara optimal. Sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kinerja PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia hanya bergerak pada status quo. Status PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia yang merupakan penyelenggara pelabuhan satu-
satunya (monopoli), Monopoli ini kemudian dapat menghambat proses produksi
jasa pelayanan kepelabuhan. Dalam keadaan tidak ada pesaing, PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia kemudian tidak memiliki motivasi yang cukup besar untuk
mencari dan mengembangkan produksi pelayanan jasa kepelabuhan baru.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
78
Universitas Indonesia
Akibatnya, proses produksi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia akan mengalami
stagnansi dan bidang kepelabuhan di Indonesia tidak akan mengalami kemajuan.
Setelah lahir Undang-Undang Pelayaran yang baru, monopoli tersebut
berakhir secara hukum karena pada undang-undang tersebut menetapkan bahwa
Badan Usaha Pelabuhan yang dapat melakukan kegiatan kepelabuhan selama
Badan Usaha Pelabuhan tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh
Otoritas Pelabuhan sebagai penyelenggara pelabuhan, hal ini terdapat dalam Pasal
91 ayat (1) jo. Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia yang berstatus BUMN berubah
status menjadi Badan Usaha Pelabuhan dan akan bersaing dengan Badan Usaha
Pelabuhan lainnya dalam berkegiatan kepelabuhan. Dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, sektor kepelabuhan
Indonesia memasuki era baru yang menengahkan kegiatan multi-operator yang
melibatkan swasta di bidang kepelabuhan ini.
Maksud pemerintah membuat Undang-Undang Pelayaran yang baru yaitu
dengan semangat memberikan kesempatan bagi Pemda atau konsorsium swasta,
baik nasional maupun asing untuk investasi pada kegiatan kepelabuhan dengan
koridor yang disetujui pemerintah (diwakili oleh Otoritas Pelabuhan), sehingga
pelabuhan mengalami pertumbuhan. Pemerintah juga ingin menciptakan iklim
bisnis kepelabuhan yang kompetitif, sehingga menghilangkan monopoli dengan
menerapkan prinsip open access dan multi-operator. Selain itu pemerintah ingin
memisahkan kepemilikan antara prasarana dan sarana, di mana prasarana milik
Pemerintah dan sarana milik Badan Usaha Pelabuhan.
Membuka akses berarti memberikan kesempatan setiap Badan Usaha
Pelabuhan untuk menjadi operator pelabuhan yang berkualitas untuk menyediakan
layanan di bidang kepelabuhan. Yang dikatakan membuka akses untuk pelaku
usaha lainnya berarti menghapus citra monopoli pelabuhan oleh PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia yang selama ini telah melekat untuk waktu yang cukup lama
dan merangsang adanya terbentuk kompetisi, yaitu dengan berbagai cara misalnya
meningkatkan pelayanan, kehandalan dan kenyamanan standar pelayanan
kepelabuhan.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Pada saat akan disahkanya Undang-Undang Nmor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia secara terbuka menyatakan
keresahannya terkait dengan implementasi Undang-Undang Pelayaran yang baru.
Sektor pelabuhan dimana pun di dunia ini adalah untuk sektor yang sangat vital
dan harus didukung penuh oleh negara untuk digunakan demi kemakmuran dan
kepentingan ekonomi rakyatya. Peran pelabuhan haruslah sangat didukung oleh
pemerintah dan negara untuk kepentingan masyarakatnya. BUMN di Indoensia
khususnya BUMN Pelabuhan (PT (Persero) Pelabuhan Indonesia) tidak akan
berhasil dipecah-pecah untuk keuntungan asing. Pengalaman dan fakta yang
pernah terjadi yaitu BUMN Telekomunikasi di Indonesia yang akhirnya sebagian
sahamnya dimiliki oleh asing.
Penulis sendiri berpendapat dengan diterapkannya open access dan multi-
operator sebenarnya ada baiknya. Karena selama ini pelayanan yang diberikan
oleh PT (persero) Pelabuhan Indonesia tidak optimal. Diharapkan dengan adanya
persaingan dapat mendorong kinerja PT (Persero) Pelabuhan Indonesia sehingga
pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
menjadi jauh lebih baik juga dapat mendorong perkembangan industri
kepelabuhan Indonesia menjadi jauh lebih baik lagi. Tetapi ada sisi negatif yang
dapat terjadi dengan ditetapkannya open access dan multi-operator yaitu akan
terjadi ditakutkan kegiatan Badan Usaha Pelabuhan swasta tidak memperhatikan
rakyat dan lingkungan karena pelaku usaha swasta yang masuk tujuannya adalah
mencari keuntungan.
3.4 Pengaturan Bidang Kepelabuhan dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran dikaitkan dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat.
Penyelenggara pelabuhan di Indonesia sebelum berlakunya Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dilakukan oleh BUMN
Pelabuhan, yaitu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Sebelum berakhirnya
monopoli Negara dalam bidang kepelabuhan oleh BUMN, PT (persero)
Pelabuhan Indonesia sebenarnya telah banyak mengundang pendapat pro dan
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
80
Universitas Indonesia
kontra. Pihak yang pro berargumentasi bahwa bidang kepelabuhan merupakan
salah satu bidang yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Sehingga seharusnya bidang usaha tersebut dimonopoli oleh pemerintah melalui
BUMN yang ditunjuk. Sedangkan pihak yang kontra beranggapan bahwa dengan
dimonopolinya pelabuhan, pelabuhan di Indonesia tidak akan berjalan dengan
optimal.153
Kualitas pelabuhan di Indonesia sangat buruk dan masih tertinggal
dengan negara-negara tetangga. Jadi dengan diakhirinya monopoli ini diharapkan
pelabuhan di Indonesia menjadi lebih baik kualitas pelayanannya.
Untuk waktu yang cukup lama PT (Persero) Pelabuhan Indonesia tidak
memiliki saingan. Sehingga dapat dikatakan kondisi pelabuhan di Indonesia
bersifat monopoli, seperti yang disebutkan dalam isu strategis Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dihadapkan pada berbagai masalah
antara lain kontribusi pelabuhan terhadap pembangunan nasional masih rendah,
infrastruktur belum memadai atau kurang berkualitas, birokrasi masih sulit dan
tingkat pelayanan masih jauh dari harapan. Dan memang faktanya selama ini,
ketika PT (Persero) Pelabuhan Indonesia memonopoli di Indonesia, tidak terbukti
pelayanannya menjadi lebih baik kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan
oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia masih rendah selama diberikan kekuasaan
untuk memonopoli bidang kepelabuhan di Indonesia, hal ini terlihat dari peringkat
pelabuhan dunia tahun 2007, dimana Pelabuhan Tanjung Priok menempati
peringkat ke-125 dunia.154
Padahal sebagai BUMN Pelabuhan yang diberikan
tanggung jawab sangatlah penting yang menyangkut kepentingan umum yaitu
untuk mengoperasikan pelabuhan di Indonesia. Kemudian ketika monopoli
tersebut berakhir secara hukum, yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Pelayaran
yang baru, awalnya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, yang selama ini merasa
aman karena tidak memiliki pesaing, tentu saja merasa terusik dengan
diberlakukannya undang-undang baru tersebut.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
dengan isu-isu strategis yang semula disinyalir dapat merugikan PT (Persero)
153 Tri Widodo W. Utomo ”Mencermati Polemik Pengelolaan Pelabuhan”,
http://www.geocities.com/triwidodowu/pelabuhan.pdf, diakses 20 Juni 2012.
154
American Association of Port Authorities (AAPA), http://aapa.files.cms-
plus.com/Statistics/WORLDPORTRANKINGS2007.xls, diakses 21 Juni 2010.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
81
Universitas Indonesia
Pelabuhan Indonesia coba dijadikan motivasi oleh manajemen perusahaan.
Terbukti PT (Persero) Pelabuhan Indonesia menunjukan perubahan ke arah yang
lebih baik dalam hal pelayanan terhadap konsumennya. Perubahan itu dibuktikan
sebagai berikut:
1. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II mencatat kenaikan-kenaikan baik
dalam jumlah kunjungan kapal, arus barang, maupun arus petikemas.
Kunjungan kapal mengalami kenaikan dari 53.666 unit di tahun 2007
menjadi 54.664 unit di tahun 2008. Begitu pula dengan arus barang
yang pada tahun 2007 tercatat 108.290.763 ton menjadi 116.183.700
ton di tahun 2008 atau naik sebesar 7,29%.
2. Kunjungan kapal dari segi Gross Tonnage (GT) mengalami kenaikan
sebesar 3,64% dari 160.753.297 GT di tahun 2007 menjadi 166.606.797
GT di tahun 2008.
3. Kenaikan juga tampak dari arus penumpang yang pada tahun 2008
terealisasi sebesar 1.763.468 orang, atau naik 3,47%.
4. Dengan pencapaian terasebut, pada tahun 2008 pendapatan bersih PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia menjadi sebesar Rp 2.457,39 miliar, atau
naik 23,94% dibandingkan tahun sebelumnya (2007).155
5. Peringkat Pelabuhan Tanjung Priok menempati peringkat ke-96 dunia
atau naik 29 tingkat dibanding tahun 2007.156
Kehadiran Undang-Undang Pelayaran yang baru ternyata bisa
meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia di dunia dalam menunjang
terwujudnya kepelabuhan yang handal dan terpadu. Sesuai dengan UU tersebut,
pemerintah juga akan memberikan kesempatan bagi swasta untuk ikut
berpartisipasi dalam mengembangkan kegiatan kepelabuhan. Hal ini justru
menjadi cambuk dan tantangan bagi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia untuk
mempertahankan keberadaannya sekaligus menyiapkan perusahaan untuk terus
155 PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Annual Report 2008 Winds of Change, hal. 7.
156
American Association of Port Authorities (AAPA), http://aapa.files.cms-
plus.com/Statistics/WORLD%20PORT%20RANKINGS%2020081.pdf, diakses 21 Juni 2010.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
82
Universitas Indonesia
tumbuh di masa mendatang.157
Sehingga diharapkan pengembangan pelabuhan
bisa lebih akseleratif. Sesuai ketentuan baru ini, pemerintah melalui Otoritas
Pelabuhan hanya akan bertindak selaku regulator yang antara lain menjalankan
fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelabuhan.
Beberapa perubahan penting yang dimuat dalam undang-undang tersebut
adalah dihilangkannya hak monopoli PT (Persero) Pelabuhan Indonesia dengan
membuka peluang bagi pihak swasta dalam kegiatan kepelabuhan di bidang yang
telah diatur dalam Pasal 90 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran. Memisahkan fungsi regulator dan operator, sehingga dapat
mendorong masuknya investasi swasta di bidang pelayaran sebagai Badan Usaha
Pelabuhan. Kemudian hal lainnya menyangkut desentralisasi (seiring dengan
otonomisasi daerah), sehingga pemerintah daerah dapat berperan serta sebagai
penyelenggara pelabuhan di daerahnya sekaligus membuka peluang pemerintah
daerah untuk mendayagunakan pelabuhan di daerahnya semaksimal mungkin
untuk kemajuan daerah itu sendiri.
Kemudian bentuk keseriusan pemerintah membuka peluang ketertiban
swasta dalam bisnis pelayaran adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan yang merupakan peraturan teknis
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah
tersebut antara lain, mengatur tentang Badan Usaha Pelabuhan yang dapat ikut
melakukan kegiatan kepelabuhan sepanjang memenuhi syarat yang diberikan
Otoritas Pelabuhan dan tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dengan begitu swasta bisa mulai berjalan ikut
dalam kegiatan kepelabuhan, lengkap berdasarkan petunjuk pelaksanaannya.
Peraturan pemerintah tersebut mengatur secara terperinci mengenai
penyelenggaraan sarana dan prasarana kepelabuhan, termasuk pelimpahan izin
kegiatan kepelabuhan dan pemberian konsesi/perjajian kerja sama. Dengan
adanya peraturan pemerintah ini bisa melengkapi dan memberikan kekuatan
hukum pada Undang-Undang pelayaran yang sudah keluar lebih dahulu.
157
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Annual Report 2008 Winds of Change, hal. 20.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Pada saat ini memang sudah ada pelaku usaha swasta yang ikut dalam
kegiatan kepelabuhan untuk masuk ke dalam bidang usaha pelabuhan. Tujuan
membuka kesempatan berkegiatan kepelabuhan pada pelaku usaha swasta adalah
demi kemajuan sektor Pelabuhan di Indonesia. Penyelenggaraan pelabuhan di
Indonesia pada saat belum berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran oleh PT (Persero) dianggap tidak memuaskan. PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia berkegiatan sebatas status quo, hal ini dapat menyebabkan
stagnansi di bidang kepelabuhan. Oleh karena itu, dengan dibukanya peluang bagi
pihak swasta untuk masuk ke dalam bidang usaha pelayaran ada dua kemungkinan
yang terjadi. Pertama, dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:
a. Mendorong untuk meningkatkan mutu produk, pelayanan, proses
produksi dan teknologi;158
Adanya persaingan menciptakan efisiensi dalam pengalokasian sumber
daya. Persaingan yang kompetitif akan mendorong perusahaan-
perusahaan untuk beroperasi dengan biaya rata-rata terendah dari
produksi, namun menghasilkan produk berkualitas tinggi. Dalam sektor
usaha jasa, kinerja persaingan dilihat dari derajat/tingkat jasa pelayanan
yang diterima, digunakan, dialami, dan/atau dirasakan konsumen,
apakah sangat memuaskan, memuaskan, atau tidak memuaskan dan
disebut sebagai kualitas jasa (service quality).159
Maka dengan adanya
persaingan dalam sektor kepelabuhan, diharapkan dapat menciptakan
persaingan yang menuntut pelaku usaha untuk menggunakan sumber
dayanya secara efisien dan mengingkatkan pelayanan jasanya
(memberikan pelayanan yang memuaskan bagi konsumen) untuk
menciptakan loyalitas konsumen.
158 Haris Budiman, “Monopoli Pemerintah Dalam Pengelolaan Asuransi Kesehatan
Pegawai Negeri Sipil Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok 2005), hal. 157.
159
Didie S. Marthadisastra, “Tinjauan Atas Persaingan dan Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Usaha Pada sektor Jasa di Indonesia”, www.kppu.go.id, diakses pada tanggal 15 Juni 2010
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
84
Universitas Indonesia
b. Menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan pasar pada satu atau
beberapa perusahaan yang akan membuat banyak produsen terlibat
dalam pasar yang bersangkutan sehingga konsumen memiliki banyak
alternatif dalam memilih barang dan/atau jasa;160
Dengan adanya persaingan, maka konsumen akan memiliki beberapa
pilihan. Sehingga, konsumen memiliki kebebasan untuk memilih
beberapa Badan Usaha Pelabuhan lain atau memilih PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia yang juga berstatus Badan Usaha Pelabuhan.
Dengan adanya kebebasan inilah, konsumen dapat memilih dan
menentukan sendiri jasa kegiatan kepelabuhan mana yang akan
digunakan dengan pertimbangan dari segi harga, fasilitas, dan
pelayanannya.
c. Pembagian sumber daya alam dan pemerataan pendapatan akan terjadi
secara mekanik, terlepas sama sekali dari campur tangan kekuasaan
pemerintah maupun pihak swasta yang memegang kekuasaan;161
Hal ini berarti tidak adanya pelaku usaha yang menguasai atau
melakukan penguasaan terhadap pasar. Sehingga dalam kegiatan
kepelabuhan di Indonesia tidak berpusat pada satu pelaku usaha saja
dan keuntungan yang didapat tidak hanya dinikmati satu pelaku usaha
saja.
d. Dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi secara impersonal,
bukan melalui personal penguasa terganjal keputusan pengusaha
maupun penguasa tidak akan terjadi;162
Sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan menghindari adanya
campur tangan pemerintah yang dapat memperburuk stabilitas pelaku
usaha dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak pro pasar.
160
Haris Budiman, “Monopoli Pemerintah Dalam Pengelolaan Asuransi Kesehatan
Pegawai Negeri Sipil Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok 2005), hal. 158.
161
Ibid. hal 159.
162
Ibid. hal 160.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
85
Universitas Indonesia
e. Terdapatnya kesempatan berusaha untuk masuk ke dalam pasar;163
Dengan menyerahkan kegiatan kepelabuhan dalam bidang kepelabuhan
pada mekanisme pasar akan membuka kesempatan berusaha pelaku
usaha, seperti perusahaan-perusahaan swasta untuk masuk dan
berkecimpung dalam bidang kegiatan kepelabuhan;
f. Proses persaingan dapat menyumbang penghapusan KKN karena
persaingan membuat sektor swasta dan hubungan antara penguasa-
penguasa menjadi lebih transparan dan accountable;164
Adanya persaingan, setiap pelaku usaha akan berusaha sebaik mungkin
memberikan yang terbaik kepada konsumennya, seperti mengaudit
keuangannya oleh akuntan publik dan menentang KKN yang dapat
merusak citranya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepercayaan
dari konsumen untuk tetap menggunakan jasanya.
Berdasarkan hal-hal di atas, membuktikan bahwa pelaku usaha swasta
dapat dianggap sebagai pesaing potensial165
dalam bidang kepelabuhan.
Kemungkinan yang kedua adalah dengan masuknya pelaku usaha swasta, akan
terjadi kenaikan harga yang merugikan rakyat, karena tujuan dari perusahaan
swasta tersebut adalah mengejar keuntungan. Contoh bidang usaha yang telah
dibuka untuk swasta adalah jalan tol.
Sektor pelabuhan menyangkut hajat hidup orang banyak, oleh karena itu
sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, kepentingan hajat hidup orang banyak
tersebut harus diutamakan. Monopoli dalam bidang kegiatan kepelabuhan
dianggap tidak lagi memuaskan karena belum mampunya PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia memberikan pelayanan yang memadai dan melindungi kepentingan
konsumennya. Sudah seharusnya pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan sebagai
penyelenggara pelabuhan, meningkatkan kualitas PT (Persero) Pelabuhan
163 Ibid.
164
Ibid.
165
Pesaing yang potensial adalah pelaku usaha yang tidak (belum) bergeka di pasar yang
bersangkutan akan tetapi mempunyai kemampuan untuk bersaing di pasar itu yang mungkin
mempengaruhi persaingan. Lihat Knud Hansen, et. Al., UU No. 5 Tahun 1999: UU Larangan
Praktik monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Katalis, 2002), hal. 41.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Indonesia, agar ketika pihak swasta masuk ke dalam persaingan, PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia dapat bersaing. Hal ini harus mendapat atensi lebih dari
pemerintah, pihak swasta melakukan suatu pengusahaan bertujuan untuk
mendapat keuntungan sebesar-besarnya, berbeda dengan PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia sebagai Badan Negara yang melakukan pengusahaannya dengan
berdasarkan kepentingan publik.
Kepentingan hajat hidup orang banyak berarti menyangkut kepentingan
umum, kepentingan umum harus didahulukan dibanding kepentingan pribadi.
Karena menyangkut kepentingan umum maka seharusnya bidang usaha ini
dimonopoli oleh negara. Dasar filosofisnya adalah Pancasila sila kedua dan sila
kelima, sedangkan dasar yuridisnya adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Dengan berakhirnya monopoli PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, berarti
bidang kepelabuhan sudah tidak lagi masuk dalam ruang lingkup Pasal 51
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat. Bagi pengusaha yang ingin masuk dalam bidang
kepelabuhan harus sesuai dengan peraturan persaingan yang berlaku yaitu
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat
Di dunia usaha, persaingan usaha atau kompetisi antar para pelaku usaha
dalam merebut pasar adalah hal yang sangat wajar. Namun hal itu menjadi tidak
wajar manakala persaingan tersebut dilakukan dengan cara yang curang (unfair),
dengan tujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk bersaing (barrier to
entry) atau mematikan usaha persaingannya. Namun demikian, kompetisi dapat
dilaksanakan secara wajar, apabila tercipta pertumbuhan dunia usaha yang sehat
dan menjamin adanya kesempatan berusaha yang sama dan adil. Dibutuhkan suatu
iklim persaingan usaha yang kondusif. Oleh karena itu, untuk menciptakan
persaingan usaha yang sehat dengan terbangunnya iklim yang kondusif,
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat dapat mengantisipasi beberapa perilaku pelaku usaha yang tidak sehat yang
dilakukan oleh pelaku usaha dalam menciptakan kekuatan pasar yang cenderung
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
87
Universitas Indonesia
anti persaingan. Begitu juga dengan bisnis kepelabuhan, bila PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia melakukan tindakan monopoli dalam bidang kepelabuham
ini, maka PT (Persero) Pelabuhan Indonesia akan menyalahi aturan yang telah
ditentukan yaitu Pasal 17 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Untuk menyikapi Undang-Undang Pelayaran yang baru, PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia harus proaktif melakukan penjajakan dan merealisasikan
sebagai kerja sama pengembangan sarana dan prasarana serta perluasan bisnis
kegiatan kepelabuhan baik dengan pihak swasta maupun Pemda agar dapat
mempertahankan eksistensinya sebagai pihak paling dominan dalam bisnis
kepelabuhan Indonesia. Upaya ini diharapkan membuat PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia akan selalu terlibat dan dilibatkan dalam setiap perkembanan bisnis
kepelabuhan dengan mengedepankan pengalaman dan keahlian teknis pengolahan
yang sudah terbentuk puluhan tahun. Ini juga harus dilakukan sesuai dengan
koridor hukum persaingan usaha yang berlaku. Jangan sampai PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
88
Universitas Indonesia
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan pada
pembahasan-pembahasan sebelumnya, maka penulis akan menjabarkan beberapa
kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan yang ada pada Bab 1.
1. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang diberi pelimpahan dari Pemerintah untuk
bertindak sebagai penyelenggara pelabuhan dan terhadap badan usaha
penyelenggara kegiatan pelabuhan lainnya dapat diikutsertakan atas dasar
kerja sama dengan BUMN (PT (Persero) Pelabuhan Indonesia). Dengan
pengaturan ini terlihat bagaimana untuk melakukan kegiatan kepelabuhan
pada era sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran seluruh pengusahaan kegiatan kepelabuhan dilakukan
atas kendali dari BUMN atau dengan kata lain seluruh pengusahaan
kegiatan kepelabuhan dilakukan dengan monopoli dari BUMN. PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia merupakan perusahaan cabang produksi
jasa kepelabuhan yang sangat penting bagi negara dan juga menguasai
hajat hidup orang banyak, sehingga PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
haruslah dikuasai oleh negara. Kemudian sebagai perusahaan yang
menguasai hajat hidup orang banyak, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
dalam hukum persaingan usaha mendapat pengecualian yang dituangkan
dalam Pasal 51 Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Artinya monopoli yang
dilakukan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia adalah monopoli yang
diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (Monopoly by
law).
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II mengalami perubahan
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
89
Universitas Indonesia
terhadap status monopoli yang dimilikinya. Salah satu isu strategis yang
dikandung Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
adalah pengapusan monopoli sektor pelabuhan oleh PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
Otoritas Pelabuhan ini yang melaksanakan fungsi sebagai regulator.
Sementara setelah dicabutnya fungsi regulator oleh Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia hanya bertindak sebagai operator. Pengertian operator yang
dimaksud Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sama
dengan Badan Usaha Pelabuhan.
Hierarki penyelenggaraan pelabuhan yang dibentuk Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ini membuka peluang swasta
untuk dapat melakukan kegiatan kepelabuhan. Dengan demikian maka
berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
mengakibatkan berakhirnya monopoli PT (Persero) Pelabuhan Indonesia
sebagai BUMN sektor kepelabuhan dan juga mengakibatkan PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia tidak lagi dilindungi oleh Pasal 51 Undang-Undang
nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Tidak Sehat sehingga harus juga bersaing sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang tersebut.
2. Penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
memiliki pengaruh yang positif kepada sektor kepelabuhan Indonesia.
Dengan penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran yang di dalamnya terkandung isu-isu strategis mengenai
penyelenggaraan pelabuhan, membuat pelabuhan Indonesia yang selama
ini mengalami stagnansi menjadi mulai mengalami pertumbuhan.
Status monopoli yang diperbolehkan oleh hukum ini ternyata telah
membuat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia melakukan kegiatan
pengusahaan pelabuhannya dengan cara status quo. Hal inilah yang
menjadikan sektor kepelabuhan Indonesia di era monopoli PT (Persero)
Pelabuhan Indonesia mengalami stagnansi.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Dampak penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran lainnya adalah pemisahan fungsi regulator dan operator dalam
sektor kepelabuhan. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia tidak lagi berkuasa
penuh seperti yang diatur dalam undang-undang pelayaran sebelumnya
(Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992).
Status PT (Persero) Pelabuhan Indonesia yang dahulu merangkap fungsi
sebagai regulator dan operator ikut berubah. Menurut Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PT (Persero) Pelabuhan
Indonesia kini hanya berfungsi sebagai operator. Fungsi operator yang
dimaksud Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sama
dengan Badan Usaha Pelabuhan. Maka dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, hierarki kepelabuhan di
Indonesia menjadi fungsi regulator yang dilaksanakan oleh Otoritas
Pelabuhan dan fungsi operator yang dilaksanakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan.
Dampak lainnya adalah peran serta Pemda dan swasta secara proposional
dalam kegiatan kepelabuhan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan dasar tersebut pemerintah daerah diharapkan dapat
mengatur dan mengurus kegiatan-kegiatan yang ada di daerahnya,
termasuk dalam hal ini adalah bidang kepelabuhan.
Peran swasta dalam kegiatan pelabuhan juga menjadi bagian penting dari
berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Melihat kembali isu strategis penghapusan monopoli dan pemisahan
fungsi regulator dan operator PT (Persero) Pelabuhan Indonesia. Dengan
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
91
Universitas Indonesia
dibentuknya Otoritas Pelabuhan sebagai badan regulator dan berubahnya
status PT (Persero) Pelabuhan Indonesia menjadi hanya operator (Badan
Usaha Pelabuhan), maka terbukalah peluang swasta untuk masuk ke dalam
pengusahaan kegiatan pelabuhan. Hal ini disebabkan Otoritas Pelabuhan
adalah lembaga yang berhak memberikan konsesi kepada Badan Usaha
Pelabuhan siapa saja, tidak hanya PT (Persero) Pelabuhan Indonesia,
sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Otoritas Pelabuhan
tersebut.
4.2 Saran
Berdasarkan penelitan, analisa dan kesimpulan yang penulis lakukan,
maka penulis akan mengajukan beberapa saran mengenai pembahasan dalam
karya tulis ini.
1. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
telah membuka kesempatan melakukan kegiatan pengusahaan
kepelabuhan yang luas, oleh karena itu perlu pengawasan yang ketat dari
Otoritas Pelabuhan sebagai penyelenggara pelabuhan. Pengawasan ini
diperlukan mengingat sektor pelabuhan adalah salah satu sektor yang
sangat vital dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pengawasan oleh
Otoritas Pelabuhan dapat dilakukan antara lain: pengawasan terhadap
konsesi yang diberikan harus sesuai dengan kegunaannya.
2. Pemberian konsesi kepada swasta oleh Otoritas Pelabuhan juga harus
dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Berbeda dengan PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia yang merupakan perusahaan Negara, pihak-
pihak swasta melakukan suatu kegiatan dengan tujuan untuk mencari
keuntungan (profit oriented). Jangan sampai pembukaan kesempatan
berkegiatan di sektor kepelabuhan menyebabkan kerugian bagi Negara.
Pemberian konsesi ini bisa terlebih dahulu dilakukan penelitian terhadap
dampak-dampak yang terjadi jika konsesi jadi diberikan, misalnya analisa
dampak lingkungan.
3. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia harus siap menghadapi persaingan
pasar. Oleh karena itu perlu adanya peningkatkan kinerjanya dalam
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
92
Universitas Indonesia
kegiatan kepelabuhan. Hal tersebut bisa dilakukan antara lain: (1)
Peningkatan kualitas SDM dengan mengirim pegawai-pegawai PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia untuk belajar ke luar negeri, studi banding
dengan pelabuhan-pelabuhan yang memiliki reputasi bagus di dunia,
pemberian pelatihan-pelatihan. (2) Modernisasi peralatan dan
perlengkapan, (3) menghapuskan birokrasi yang berbelit-belit. PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia sebenarnya telah memiliki keuntungan
dengan memiliki pengalaman melakukan kegiatan kepelabuhan selama
bertahun-tahun.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
93
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Black, Henry Campbell. Black’s law Dictionary, 6th
Edition., (ST.Paul. Minnesota
: West Publishing Co., 1990).
Emirzon, Jonny. Hukum perbankan Indonesia, (Palembang : Unsri Press, 1998).
Fuady, Munir. Hukum anti Monopoli menyonsong era persaingan usaha yang
sehat, (bandung : Citra Aditya Bakti, 2003).
____________. Hukum Anti Monopoli, PT. Citra Aditya Bakti,, Bandung, 1999.
____________. Hukum Bisinis dalam Teori dan Praktek Buku Kesatu, ( Bandung
: Citra Aditya Bakti, 1996).
Hansen, Kneud et.al., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan usaha
persaingan tidak sehat ( Katalis, 2001).
Hermansyah. Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2009.
Ibrahim, Johnny Hukum Persaingan Usaha Filosofi, Teori dan implikasi
penerapannya di Indonesia, cet.2, ( Jawa Timur : Bayumedia, 2007).
J.K.L, Valerina. Metode Penelitian Hukum, Kumpulan Tulisan, (Depok: Program
Sarjana FHUI, 2005).
Kurnia. Pengantar Hukum Persaingan Usaha, Depok : Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2008.
Mamudji, Sri. et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
Prayoga, Ayudya. Persaingan usaha dan hukum yang mengaturnya di Indonesia,
( Jakarta : Elips, 1999).
Sirait, Nigrum Natasya. Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan:
Pustaka Bangsa Press, 2003).
Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3,(Jakarta: UI Press, 1986).
_______________ dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, cet. 7, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2003.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
94
Universitas Indonesia
Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan. Anti Monopoli, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta 1999.
Artikel, Jurnal, dan Majalah
Pakpahan, Normin. “ Hukum persaingan, suatu tinjauan konseptual “, Jurnal
Hukum Bisinis, (Vol. 1, tahun 1997).
Ray, David. “Reformasi Sektor Pelabuhan Indonesia Dan UU Pelayaran Tahun
2008”, Badan Amerika Serikat Untuk Pembangunan Internasional
(USAID), Agustus 2008.
Makalah, Tesis, Skripsi, dan Disertasi
Budiman, Haris. “Monopoli Pemerintah Dalam Pengelolaan Asuransi Kesehatan
Pegawai Negeri Sipil Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”, (Skripsi Sarjana
Universitas Indonesia, Depok 2005).
Yosafat, Christo. “Tinjauan Yuridis Dampak Penerapan Asas Cabotage Dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap Jasa
Perhubungan Laut” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, 2010.
Sumber Internet
American Association of Port Authorities (AAPA), http://aapa.files.cms-
plus.com/Statistics/WORLDPORTRANKINGS2007.xls, diakses 21 Juni
2010.
Asriani, http://analisis.vivanews.com/news/read/2697-uu_pelayaran, diakses pada
11 Juni 2012.
Utomo, Tri Widodo W, ”Mencermati Polemik Pengelolaan Pelabuhan”,
http://www.geocities.com/triwidodowu/pelabuhan.pdf, diakses 20 Juni
2012.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. UUD NRI 1945.
________, Undang-Undang Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, UU No.5 Tahun 1999, TLN No.3817
________, Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No.19 tahun
2003, LN No.70 Tahun 2003, TLN No. 4297.
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012
95
Universitas Indonesia
________, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.17 tahun 2008, LN
No.64 Tahun 2008, TLN No. 4849.
-------------, Undang-Undang tentang Pelayaran, UU No.21 tahun 1992, LN
No.98 Tahun 1992, TLN No. 3493.
-------------, Peraturan Pemerintah tentang Pelayaran, PP No.61 tahun 2009, LN
No.151 Tahun 2009, TLN No. 5070
Lain-Lain
Laporan Tahunan 2008 PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Winds of Change
Laporan Tahunan 2010 PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Mengubah
Tantangan Menjadi Kemajuan
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2009-
2013
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Pendapat Dari Segi Hukum Pengaturan
Materi Kepelabuhan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Tinjauan hukum..., Muhammad Fikry Yonesyahardi, FH UI, 2012