tinjauan kebijakan moneter - maret 2009 · hal tersebut memberikan dampak negatif bagi perkembangan...

21

Upload: leminh

Post on 15-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

1

Tinjauan Kebijakan MoneterMaret 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan

oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada

setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,

November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai

media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan

penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi

moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian

Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang

dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara

triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara

rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini

mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan

laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh

Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Boediono Gubernur

Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur

Budi Mulya Deputi Gubernur

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

2

Daftar Isi

I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3

II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................5

Inflasi ................................................................................................5

Nilai Tukar Rupiah .............................................................................8

Kebijakan Moneter .........................................................................10

Strategi Kebijakan ........................................................................10

Suku Bunga .................................................................................10

Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................12

Pasar Modal .................................................................................13

Kondisi Perbankan .......................................................................15

III. Respon Kebijakan Moneter .........................................................17

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

3

I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Perekonomian global masih menunjukkan perlambatan yang lebih

dalam sebagaimana tercermin dari perkiraan merosotnya perekonomian

negara-negara maju yang lebih besar dari perkiraan semula. Kondisi pasar

keuangan global juga masih rapuh dengan banyaknya laporan kerugian

lembaga keuangan dunia. Hal tersebut memberikan dampak negatif bagi

perkembangan ekonomi di kawasan, terutama bagi negara-negara yang

mengandalkan ekspor ke negara maju, termasuk Indonesia. Sementara

itu, keketatan likuiditas global masih terus berlangsung dan diikuti oleh

meningkatnya persepsi risiko emerging market.

Menurunnya kinerja ekspor tersebut memberi tekanan pada neraca

pembayaran Indonesia, meski saat ini masih berada pada batas-batas

yang aman. Cadangan devisa saat ini masih berada pada posisi 50,56

miliar dolar AS atau masih mampu memenuhi kebutuhan 5,4 bulan impor

dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah cadangan devisa

tersebut masih akan bertambah dengan masuknya dana hasil penjualan

global bond Pemerintah sebesar 3 milyar dolar AS.

Tekanan pada perekonomian domestik akan mengakibatkan menurunnya

pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009. Bank Indonesia

memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 akan tumbuh

sekitar 4%. Pertumbuhan ini memiliki risiko bias ke bawah apabila

ekonomi global semakin memburuk. Sumber pelemahan pertumbuhan

ekonomi di tahun 2009 terutama pada kinerja ekspor yang erat kaitannya

dengan perkembangan kondisi global. Sementara itu, penopang utama

pertumbuhan ekonomi akan tertuju pada permintaan domestik, yang

dipacu oleh kebijakan moneter yang longgar dan berbagai kebijakan

Pemerintah yang mendukung daya beli masyarakat serta berbagai

stimulus fiskal yang akan menggerakkan berbagai sektor penting dalam

perekonomian.

Sejalan dengan melemahnya perekonomian global dan masih rendahnya

harga-harga komoditas di pasar internasional, tekanan inflasi Indonesia

ke depan cenderung menurun. Dari sisi domestik rendahnya tekanan

inflasi didukung oleh kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok

dan minimnya tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur

Pemerintah (administered price). Inflasi pada bulan Februari 2009 tercatat

cukup rendah, yaitu sebesar 0,21% (mtm), jauh di bawah rata-rata

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

4

historisnya. Dengan perkembangan tersebut, prakiraan inflasi tahun 2009

akan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 5%-7%.

Di sisi lain, perkembangan nilai tukar rupiah selama Februari 2009

secara rata-rata tertekan terhadap dolar Amerika. Hal tersebut terutama

disebabkan oleh sentimen negatif akibat perkembangan faktor eksternal

yang kurang kondusif, seperti pertumbuhan ekonomi global yang turun

tajam, serta pengumuman kerugian yang meningkat yang dialami lembaga

keuangan internasional. Sementara dari sisi domestik, perkembangan

ekonomi relatif masih stabil dan kondisi fundamental masih mendukung.

Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia akan tetap melakukan

berbagai upaya stabilisasi untuk menjaga agar gejolak nilai tukar tidak

berlebihan.

Di tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring

dengan melemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan

perhatian pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan

moneter Bank Indonesia ditempuh dalam rangka mendukung bangkitnya

sektor riil guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan

tersebut dilakukan dengan tetap menjaga kestabilan harga dan kestabilan

makroekonomi serta sistem keuangan dalam jangka menengah.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Maret 2009 memutuskan

untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 basis poin dari 8,25%

menjadi 7,75%. Penurunan tersebut merupakan penurunan ke empat

sejak Desember 2008. Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan

penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang ada untuk

menjaga kestabilan harga dan nilai tukar yang akan mendukung

perkembangan ekonomi. Pelonggaran kebijakan moneter telah direspons

positif oleh perkembangan di pasar uang antar bank yang secara rata-

rata bergerak di sekitar BI Rate. Penurunan BI Rate juga mulai diikuti

oleh penurunan suku bunga deposito pada Januari 2009 sejalan dengan

membaiknya persepsi risiko. Kebijakan moneter tersebut diharapkan

dapat mendorong perbankan menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang

produktif, dengan tetap mengedepankan kehati-hatian (prudent). Dengan

demikian perekonomian Indonesia akan mampu bertahan di tengah

gelombang krisis global.

Kondisi perbankan nasional sampai saat ini cukup stabil, seperti tercermin

dari perkembangan berbagai indikator keuangan dan kesehatan bank.

Kondisi likuiditas perbankan, termasuk aliran likuiditas dalam pasar uang

antarbank, mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan beberapa

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

5

bulan yang lalu. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mencermati

kecenderungan meningkatnya risiko kredit yang berpotensi meningkatkan

NPL dalam industri perbankan.

Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan yang mendukung

perkembangan ekonomi dengan tetap mengedepankan stabilitas

makroekonomi serta sistem keuangan. Apabila tekanan inflasi terus

cenderung menurun, ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter masih

terbuka. Upaya pelonggaran moneter akan didukung oleh langkah-

langkah lain berupa penguatan sektor keuangan, termasuk peningkatan

sistem pengawasan perbankan dan efektivitas serta efisiensi sistem

pembayaran. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta

optimisme kegiatan dunia usaha yang selanjutnya akan mendorong

pertumbuhan ekonomi.

II. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETERSepanjang Februari 2009, stabilitas makroekonomi menunjukkan perkembangan yang membaik di tengah pelemahan ekonomi domestik. Tekanan inflasi masih berada dalam kecenderungan

menurun seiring dengan membaiknya ekspektasi inflasi. Pergerakan nilai

tukar rupiah menunjukkan volatilitas yang lebih rendah dibandingkan

dengan akhir 2008, di tengah perkembangan semakin memburuknya

perekonomian global. Di pasar uang, penurunan BI Rate telah diikuti

oleh penurunan suku bunga pasar uang berbagai tenor dengan variasi

antar tenor yang menyempit seiring dengan persepsi membaiknya kondisi

likuiditas. Sementara itu, melemahnya perekonomian domestik dan

kehati-hatian perbankan berdampak pada menurunnya penyaluran kredit

perbankan pada Januari 2009 sebesar 2,1%. Dalam kondisi demikian,

Bank Indonesia tetap mencermati risiko kredit perbankan yang berpotensi

meningkatkan NPL dalam industri perbankan.

I n f l a s iPada Februari 2009, tekanan inflasi IHK masih dalam kecenderungan menurun. Tren penurunan inflasi telah berlangsung

sejak triwulan terakhir 2008. Pada Februari 2009 inflasi tercatat sebesar

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

6

8,60% (yoy), turun dibandingkan dengan Januari 2009 sebesar 9,17%

(yoy). Level inflasi tersebut telah jauh lebih rendah dari puncaknya

pada bulan September 2008 yang mencapai 12,14% (yoy). Sementara

itu, secara bulanan inflasi Februari 2009 tercatat 0,21% (mtm) yang

berarti jauh lebih rendah dibandingkan dengan bulan yang sama tahun

sebelumnya sebesar 0,65% (mtm). Penurunan inflasi tersebut didorong

oleh ekspektasi inflasi yang membaik, terjaganya pasokan kebutuhan

pokok, serta harga BBM yang lebih rendah. Terkendalinya tekanan inflasi

juga didorong oleh perkembangan imported inflation yang menurun

sejalan dengan harga komoditas internasional yang lebih rendah.

Berdasarkan kelompoknya, tekanan inflasi di hampir seluruh kelompok komoditi menunjukkan penurunan, kecuali kelompok

sandang dan perumahan. Kelompok bahan makanan dan transportasi

menunjukkan penurunan yang paling dalam dibanding dengan kelompok-

kelompok lainnya. Kelompok bahan makanan menurun sejalan dengan

tren penurunan harga komoditas pangan dunia, sementara dari domestik

sisi pasokan relatif terjaga. Sementara itu, kebijakan penurunan harga BBM

bersubsidi mendorong kelompok transportasi kembali mengalami deflasi

pada Februari 2009. Deflasi pada kelompok transportasi tercatat sebesar

2,43% (mtm) terutama akibat penurunan BBM bersubsidi dalam bulan-

bulan sebelumnya yang masih memberikan dampak langsung maupun

dampak lanjutan berupa penurunan tarif angkutan pada Februari 2009. Di

sisi lain, relatif meningkatnya tekanan inflasi pada kelompok sandang tidak

terlepas dari meningkatnya harga emas yang mencapai sekitar 12% (mtm).

Tekanan inflasi dari kelompok volatile food terus menunjukkan penurunan. Inflasi volatile food pada bulan Februari 2009 tercatat

12,90% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya

yang mencapai 14,21% (yoy). Inflasi volatile food tersebut juga jauh

menurun dibandingkan dengan puncaknya pada bulan Agustus 2008

yang mencapai 21,1% (yoy). Penurunan tersebut tidak terlepas dari tren

penurunan harga komoditas pangan dunia (seperti kelapa sawit, gandum,

kedelai dan jagung). Menurunnya tekanan imported inflation pada

kelompok ini juga terlihat dari tekanan inflasi komoditas impor golongan

makanan yang cenderung menurun terutama sejak Oktober 2008.

Selain itu, penurunan tekanan inflasi dari kelompok volatile food ini juga

didukung oleh kondisi domestik yang ditandai dengan terjaganya pasokan.

Inflasi kelompok administered price menurun tajam sejak Desember 2008. Seperti bulan-bulan sebelumnya, penurunan tersebut

Grafik 2.2 Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok Barang dan Jasa (Februari 2009, m-t-m)

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi

������ ������

���� ���� ����

��

��

��

��

��������� � � � � � � � �� ��� � � � � � � � � �� �

����

����

����

����

���

�� ����

���� ����

����

����

����

���� ��

����

�� ����

����

����

����

����

������

����

����

����

���

����

���

��

������������

������������������������������������������

����� ���� ���� ��� ��� ���

����

����

��������

����

���������

����

����

����

����

����

����

�����

�����������������������������������������

�����������������������������������������

��������������������������������������������

�������

���������

����������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

7

tetap bersumber dari kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi

(premium dan solar) pada periode Desember 2008 – Januari 2009 yang

dampak langsung dan tidak langsungnya masih tercatat pada bulan

Februari. Sementara itu, penurunan bensin nonsubsidi yaitu Pertamax

dan Pertamax Plus sekitar 3-4% memberikan sumbangan yang minimal

terhadap inflasi. Secara keseluruhan, penurunan bensin memberikan

dampak langsung dan dampak lanjutan berupa penurunan tarif

angkutan. Permasalahan akibat tidak lancarnya pasokan dalam program

konversi mitan ke LPG yang tahun lalu menyumbang inflasi cukup besar

mulai teratasi pada awal tahun 2009. Membaiknya sisi pasokan LPG

turut menurunkan harga komoditas ini. Di sisi lain, kelangkaan minyak

tanah masih terjadi meski terbatas di beberapa daerah seiring dengan

berkurangnya kuota pasokan. Namun secara keseluruhan, komoditas

bahan bakar rumah tangga menyumbang deflasi 0,01%. Kebijakan

administered berupa kenaikan cukai rokok per Februari 2009 berdampak

minimal karena kenaikan cukai tersebut tidak disertai dengan kenaikan

Harga Jual eceran (HJE).

Tekanan inflasi inti pada Februari 2009 belum menujukkan perubahan yang berarti, setelah sempat menurun pada Januari 2009. Inflasi inti pada Februari 2009 tercatat sebesar 7,42% (yoy) atau

relatif stabil dibanding dengan bulan Januari 2009 sebesar 7,39% (yoy).

Secara bulanan, inflasi inti pada Februari 2009 tercatat sebesar 0,68%

(mtm) lebih tinggi dibanding dengan Januari 2009 sebesar 0,44%

(mtm). Perkembangan faktor interaksi permintaan dan penawaran

mengindikasikan minimalnya tekanan kesenjangan output. Sementara

itu, tekanan eksternal secara umum dalam tren menurun sejak Agustus

tahun 2008 sejalan dengan menurunnya harga-harga komoditas dunia

terutama bahan pangan dan minyak. Perkembangan sisi domestik dan

eksternal yang seluruhnya mendukung ke arah penurunan tekanan inflasi

inti tersebut berdampak pada menurunnya ekspektasi inflasi. Namun

demikian, perkembangan terakhir pada Februari 2009 mengindikasikan

munculnya kembali tekanan eksternal melalui imported inflation sejalan

dengan koreksi harga beberapa komoditas dunia (terutama emas dan

gula) yang tercermin pada harga domestik. Dilihat dari jenis komoditasnya,

emas memberikan sumbangan inflasi yang tertinggi yaitu 0,19% setelah

mencatatkan kenaikan harga 12% dibanding dengan bulan Januari.

Kenaikan harga emas domestik tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga

emas internasional yang mencapai sekitar 10% dibanding dengan Januari

2009. Kenaikan harga emas ini tidak terlepas dari kekhawatiran akan

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

8

resesi global sehingga investor memburu emas sebagai alternatif investasi

yang dianggap sebagai safe heaven.

Ekpektasi inflasi cenderung menurun dengan akselerasi yang semakin cepat sejak kebijakan penurunan harga BBM diberlakukan.

Menurunnya ekspektasi inflasi tersebut dikonfirmasi oleh hasil-hasil

survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia seperti Survei Konsumen (SK,

Grafik 2.4) dan Survei Penjualan Eceran (SPE, Grafik 2.5), serta Survei

Persepsi Pasar. Berbagai faktor baik dari eksternal maupun domestik

yang mengarah pada inflasi yang lebih rendah menyebabkan penurunan

ekspektasi inflasi masyarakat. Faktor dari eksternal berupa tekanan

imported inflation yang terus menunjukkan kecenderungan penurunan.

Sementara itu, faktor dari domestik berupa melemahnya permintaan

domestik di tengah terjaganya pasokan, serta kebijakan pemerintah

berupa penurunan BBM pada Januari 2009. Secara keseluruhan, ekspektasi

inflasi masyarakat saat ini jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan

ekspektasi inflasi sebelum penurunan BBM.

Nilai Tukar RupiahNilai tukar rupiah selama Februari 2009 secara rata-rata mengalami

tekanan akibat masih terjadinya arus modal keluar dari portofolio asing.

Secara rata rata, rupiah terdepresiasi sebesar 6,08%, dan di akhir periode

ditutup pada level Rp11.980/USD atau melemah 5,01% (ptp, Grafik 2.6).

Pelemahan rupiah tersebut diikuti fluktuasi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan bulan sebelumnya. Fluktuasi rupiah yang meningkat tercermin

dari tingkat volatilitas yang meningkat dari 1,3% pada bulan lalu menjadi

3,17% pada bulan Februari 2009 (Grafik 2.7).

Semakin memburuknya perekonomian global, meningkatnya kerugian

lembaga keuangan dan korporasi, serta polemik stimulus fiskal di

Amerika Serikat, menciptakan sentimen negatif terhadap negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia. Selain dari faktor eksternal, sentimen

negatif juga datang dari faktor domestik, terutama tekait dengan

kekhawatiran terhadap kecukupan cadangan devisa dan kewajiban

pembayaran utang luar negeri, terutama utang luar negeri swasta yang

meningkat.

Pelemahan nilai tukar rupiah sejalan dengan perkembangan depresiasi nilai

tukar di negara kawasan (Grafik 2.9). Investor pasar global semakin pesimis Grafik 2.5 Ekspektasi Harga Pedagang

Grafik 2.4 Ekspektasi Harga Konsumen

Grafik 2.3 Perkembangan Nilai Tukar & Inflasi Mitra Dagang

������

���

���

��

��

��

��

��

������

�����

�����

�����

����

����

����

����

����

����

���� ���� ���� ���� ���� ���������������������������������������������

����������������

��������������������������������

�����������������

���� ���� ���� ���� ����

������ �

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

����

����

����

�������� �������� �������� �������� �

��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

���� ���� ���� ���� ����

������ �

�������� �������� �������� �������� �

��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

���

���

����

����

����

����

���

���

���

���

���

���

���

���

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

9

Grafik 2.6 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah

Grafik 2.8 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Februari 2009 dibandingkan dengan Januari 2009

menghadapi kontraksi ekonomi global yang masih belum menunjukkan

tanda-tanda akan berakhir. Ekonomi Amerika Serikat, Jerman dan Inggris

pada triwulan IV 2008 masing-masing terkontraksi 6,2%(qtq), 1,7%(yoy),

dan 1,9%(yoy). Pelemahan tersebut memengaruhi ekonomi regional.

Menurunnya permintaan global menekan kinerja ekonomi negara-negara

yang sangat bergantung pada ekspor seperti Jepang, Hong Kong, Taiwan

dan Singapura. Kondisi tersebut selanjutnya menekan nilai mata uang

negara-negara Asia.

Gejolak pasar keuangan global meningkatkan ‘risk aversion’ terhadap aset

emerging market, termasuk rupiah, tercermin dari meningkatnya EMBIG

spread serta tertahannya penururunan CDS. EMBIG spread meningkat ke

level 677 (25 Februari 2009) dari level 658 (akhir Januari 2009), sejalan

dengan tertekannya bursa saham global. CDS Indonesia selama Februari

2009 sedikit memburuk, dari level 539 pada akhir Januari, menuju level

643 pada Februari 2009. Sementara itu, premi swap sebagai salah satu

indikator ekspektasi arah pergerakan rupiah kembali berfluktuasi untuk

semua tenor (1,3,6 dan 12 bulan) (Grafik 2.10). Peningkatan risiko juga

tercermin pada meningkatnya spread antara Global Bond Indonesia

dengan US T-Note yang bergerak dari 754 bps pada Januari 2009 menjadi

809 bps pada Februari 2009 (Grafik 2.11).

Meskipun prospek ekonomi dan keuangan dunia kian suram, kinerja

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I-2009 diperkirakan

menunjukkan defisit yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Hal itu didukung oleh keberhasilan penerbitan obligasi valas

Pemerintah di tengah berlanjutnya penyesuaian kepemilikan portofolio

asing terhadap aset rupiah serta meningkatnya beban pembayaran

utang luar negeri swasta. Sementara itu, cadangan devisa masih berada

dalam batas-batas aman untuk berperan dalam menjaga stabilitas nilai

tukar rupiah. Cadangan devisa hingga akhir Februari 2009 mencapai

USD50,6 miliar atau setara dengan 5,4 bulan kebutuhan impor dan

pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah cadangan devisa

tersebut diperkirakan akan meningkat sejalan dengan masuknya dana hasil

penjualan global bonds Pemerintah sebesar USD3 miliar.

������

����������������

�����������������������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ���

���������������������������������������������

���� �������

����������� ������

�����

����������

������ ����� ����� ����

�������������������������������������������������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

������

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

Grafik 2.7 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

����

�����

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

����

����

����

����

�����

����

���� ����

�����

����

����

����

����

����

�����

��������������������������������������������������������

����

����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

10

Kebijakan Moneter

Strategi KebijakanRapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 4 Februari 2009 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi 8,25%. Penetapan BI Rate tersebut dilakukan

dengan mempertimbangkan perlunya stance kebijakan moneter yang

memberikan perhatian pada upaya untuk mendukung pertumbuhan

ekonomi, dengan tetap mengawal inflasi dan kestabilan sektor keuangan

dalam jangka menengah panjang. Berbagai indikator terkini menunjukkan

perkembangan ekonomi global yang lebih suram daripada yang

diperkirakan beberapa bulan sebelumnya. Dampaknya semakin terasa di

dalam negeri, terutama di sektor-sektor yang terkait dengan perdagangan

luar negeri (tradables sectors).

Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan turun, dan lebih rendah

dari proyeksi sebelumnya. Untuk tahun 2009 tingkat inflasi diperkirakan

semakin mengarah pada batas bawah kisaran perkiraan Bank Indonesia

sebesar 5%-7%. Rendahnya tekanan inflasi disebabkan oleh melemahnya

permintaan domestik dan terjaganya ekspektasi inflasi yang didukung oleh

terjaganya pasokan kebutuhan pokok dan penurunan harga BBM. Namun

demikian risiko inflasi yang bersumber dari depresiasi rupiah dan kenaikan

harga beberapa komoditas di pasar global perlu dicermati.

Bank Indonesia senantiasa mengoptimalkan penggunaan seluruh

instrumen kebijakan moneter yang tersedia, serta melakukan koordinasi

dengan Pemerintah dalam mencermati perkembangan dan prospek

perekonomian global, regional dan domestik untuk mengamankan

stabilitas ekonomi jangka menengah.

Suku BungaSuku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N) bergerak di sekitar BI Rate dengan stabilitas yang terjaga. Pada Februari 2009,

rata-rata harian suku bunga PUAB O/N menurun 41 bps, dari 8,80%

menjadi 8,39%. Selaras dengan perkembangan tersebut, rata-rata suku

bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang juga menurun, merespon

penurunan suku bunga BI rate secara signifikan. Penurunan terbesar terjadi

pada suku bunga PUAB tenor 8-26 dan 27-30 hari, masing-masing sebesar Grafik 2.11 Perkembangan Yield Spread dan Kurs

Grafik 2.10 Premi Swap Berbagai Tenor

Grafik 2.9 Pergerakan Beberapa Mata Uang Dunia dan Regional

������

����������������

���������

����������������������������������������������������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �����������

���������

���������

������

�������������������������

��

��

��

������������������

�������������������

������� ��� ��� ��� ��� ��� ������

����

������ �

�����

�����

������

������

������

������

������

������

����

����

����

����

�����

������������������������������ �����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�����������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

11

Grafik 2.12 Perbandingan Yield Spread Beberapa Negara Regional

103 dan 112 bps. Sementara itu rata-rata tertimbang bunga PUAB tenor di

atas 30 hari ditransaksikan pada tingkat 9,71%, lebih rendah dari rata-rata

suku bunga SBI 6 bulan di akhir Februari 2009 (9,80%). Kondisi tersebut

menunjukkan kecenderungan menurunnya risiko PUAB. Menurunnya risiko

di PUAB juga tercermin pada term premium PUAB yang menurun sebesar

91 bps, menjadi 1,20%.

Penurunan BI Rate telah mulai diikuti oleh penurunan suku bunga deposito pada Januari 2009, sejalan dengan membaiknya persepsi risiko. Rata-rata tertimbang suku bunga deposito 1 bulan menurun

sebesar 23 bps, sementara di bulan Desember 2008 suku bungan deposito

masih meningkat sebesar 35 bps. Untuk suku bunga deposito dengan

tenor lebih panjang, yaitu tenor 3,6 dan 12 bulan, mesih meningkat

masing-masing sebesar 18,22 dan 25 bps. Pada Februari 2009, indikator

awal suku bunga deposito di seluruh tenor untuk seluruh bank mulai

menunjukkan penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada bank asing

yang mencapai 50 bps. Bank persero lebih lambat melakukan penurunan

suku bunga deposito sebagai upaya mempertahankan deposan.

Sementara itu, transmisi BI Rate di suku bunga kredit masih berjalan lambat. Sesuai dengan perilaku historisnya, suku bunga kredit

investasi dan modal kerja dibandingkan dengan suku bunga kredit

konsumsi merespons lebih cepat terhadap perubahan suku bunga BI

Rate. Pada Januari 2009, rata-rata suku bunga kredit bergerak tipis

dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kenaikan suku bunga kredit

konsumsi (KK) dan Kredit Modal Kerja (KMK) mulai tertahan. Sementara

itu, suku bunga Kredit Investasi (KI) mulai menunjukkan penurunan

sebesar 3 bps. Indikator awal perkembangan suku bunga kredit pada

Tabel 2.1Perkembangan Berbagai Suku Bunga

Suku Bunga (%)

BI Rate 8,00 8,00 8,00 8,00 8,25 8,50 8,75 9,00 9,25 9,50 9,50 9,25 8,75Penjaminan Deposito 7,07 6,95 6,88 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52Deposito 1 bulan (Weighted Avarage) 6,97 6,90 6,84 6,85 6,86 6,99 7,20 7,42 7,77 8,32 8,67 8,69 8,70Deposito 1 bulan (Counter Rate) 8,25 8,00 8,00 8,00 8,25 8,25 8,25 8,75 8,75 10,00 10,00 10,00 9,50Base Lending Rate 13,14 12,92 12,83 12,75 12,77 12,79 12,97 13,11 13,29 13,65 14,07 14,16 14,21Kredit Modal Kerja (KMK) 12,99 12,96 12,88 12,93 12,92 12,99 13,14 13,42 13,93 14,67 15,13 15,22 15,23Kredit Investasi (KI) 12,81 12,71 12,59 12,47 12,36 12,51 12,61 12,86 13,32 13,88 14,28 14,40 14,37Kredit Konsumsi (KK) 16,04 15,96 15,83 15,74 15,67 15,71 15,73 15,78 15,87 16,05 16,24 16,40 16,46

2008 2009

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan

�����������������������������������������������������������

��

��

��

��

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

��������

��������� �������� ���������������� ���������

���

�����

����

����

���������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

12

Februari 2009 menunjukkan suku bunga KMK dan KI secara agregat telah

turun tipis, masing-masing sebesar 10 bps dan 4 bps, sementara untuk

suku bunga KK justru masih meningkat.

Dana, Kredit, dan Uang BeredarPertumbuhan dana secara agregat menurun sesuai dengan pola musiman awal tahun. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari 2009

menurun sebesar Rp7,7 triliun dibandingkan dengan bulan sebelumnya,

sehingga tercatat berada pada posisi Rp1.746 triliun. Penurunan

DPK tersebut khususnya terjadi di giro dan tabungan rupiah sebagai

cerminan menurunnya kegiatan transaksi seiring dengan melemahnya

perekonomian. Penurunan pada kedua jenis DPK tersebut juga akibat

pergeseran ke deposito sebagai precautionary saving di tengah-tangah

ketidakpastian perekonomian.

Pertumbuhan kredit menunjukkan tren yang melambat, yang disebabkan

baik oleh sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan,

menurunnya aktivitas perekonomian domestik yang disertai dengan masih

tingginya suku bunga kredit menyebabkan melambatnya permintaan

akan kredit. Dari sisi penawaran menurunnya pertumbuhan kredit juga

diakibatkan oleh melambatnya suplai kredit perbankan terkait dengan

masih tingginya risiko di dunia usaha yang tercermin oleh meningkatnya

NPL. Melambatnya pertumbuhan kredit (secara tahunan) terutama terjadi

pada kredit investasi dan kredit konsumsi. Sementara itu, posisi kredit

modal kerja justru meningkat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

bulan sebelumnya, yaitu dari 28,4% (yoy) menjadi 29,2% (yoy).

Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang melambat, likuiditas perekonomian pada Januari 2009 menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan likuiditas perekonomian itu juga searah

dengan pola musimannya yang cenderung turun di awal tahun. Pada

Januari 2009, M1 dan M2 turun masing-masing sebesar Rp18,9 triliun

dan Rp24,0 triliun. Namun demikian, apabila dilihat secara tahunan (yoy)

M1 dan M2 pada Januari 2009 mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi

daripada bulan sebelumnya. M1 an M2 masing-masing tumbuh sebesar

6,5% (yoy) dan 17,1% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan bulan

sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar masing-masing sebesar

1,2% (yoy) dan 14,6% (yoy). Grafik 2.15 Pertumbuhan & Pangsa kredit per Jenis

Grafik 2.13 Perbandingan Beberapa Suku Bunga

Grafik 2.14 Pertumbuhan Kredit, DPK, & Sk Bunga

��

��

��

��

��

��

� � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� �

���� ���� ���� ���� ����������� ���������������� ���������������������������������� ���������������

���������� ������������������������������

��

��������������������

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ����������������������������������������������������������������������

�������������������������������������������������������������������

������ ���������������

���������������������������������

��������������������

���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������

������� ���

���

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

13

Grafik 2.16 M1 Indikator Penuntun Inflasi (lead 18 bln)

Sementara itu, dengan kondisi inflasi yang menurun, yaitu dari 11,06%

pada Desember 2008 menjadi 9,17% pada Januari 2009, maka secara

riil pertumbuhan M1 dan M2 masing-masing mencapai -2,7% (yoy) dan

7,9% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang

mencapai -9.9% (yoy) dan 3,6% (yoy).

Pertumbuhan M1 nominal membaik. Hal tersebut mengindikasikan

rendahnya risiko inflasi dari sisi uang beredar. Pertumbuhan M1 nominal

juga merupakan indikator penuntun (leading indicator) perkembangan

inflasi ke depan. Gambaran pekembangan M1 menunjukkan risiko inflasi

18 bulan ke depan masih cenderung menurun. Kondisi itu juga didukung

oleh indikator excess money1 yang menunjukkan bahwa inflasi hingga 7

triwulan ke depan masih akan menurun. Meskipun risiko potensi tekan

inflasi ke depan diperkirakan relatif kecil, perkembangan likuiditas ke

depan tetap perlu dicermati dalam formulasi kebijakan.

Secara level, hampir seluruh komponen M2, kecuali deposito, mengalami

penurunan. Penurunan terjadi terutama pada uang kartal dan tabungan

masyarakat. Selain itu, meskipun rekening giral terkait Pemerintah,

khususnya Pemerintah DATI I dan II masih menunjukkan peningkatan

sebesar 45,7% (yoy), menurunnya simpanan giral sektor swasta yang

mencapai 10,3% (yoy) berdampak pada menurunnya simpanan giral

secara total.

Pasar ModalKinerja pasar saham masih belum menunjukkan perbaikan pada Februari

2009. Koreksi pada IHSG lebih disebabkan oleh faktor eksternal,

sementara faktor domestik relatif masih terjaga. Dari sisi eksternal

perkembangan IHSG dipengaruhi beberapa faktor seperti (i) masih

tingginya risiko pasar keuangan global yang tercermin dari kinerja bursa

global yang masih menunjukkan pelemahan, dan (ii) kekhawatiran para

pelaku pasar terhadap penurunan kondisi fundamental perekonomian

yang masih berlanjut. Namun demikian kinerja IHSG masih lebih baik

dibandingkan dengan beberapa bursa lain seperti Vietnam, Singapura,

dan Amerika Serikat, walaupun masih lebih rendah dibandingkan dengan

China. Dengan perkembangan tersebut, IHSG ditutup pada level 1.290,3

1 Terminologi excess money didekati dengan mengurangkan antara pertumbuhan nominal M1 dengan pertumbuhan riil konsumsi swasta. Mengindikasikan pemanfaatan M1 semata-mata hanya untuk memenuhi pengeluaran ekonomi dalam bentuk konsumsi rumah tangga, selebihnya berpotensi inflatoir.

Grafik 2.17 Excess Money Indikator Penuntun Inflasi (lead 7 triwulan)

Grafik 2.18 Perkembangan Uang Beredar (Riil)

�������

������������������

����� �����

���������������������

���������� ���������������

� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � ����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��������

��

��

��

��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

������������ �������

��������

������������������������

����������������������������������������������������������������������� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��

���������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

14

atau melemah sebesar 3,2% dan kapitalisasi pasar juga terpangkas sebesar

Rp34 triliun, sehingga ditutup pada posisi Rp1.037 triliun.

Kondisi pasar saham pada Februari 2009 mencerminkan perkembangan

likuiditas yang terus mengalami penurunan. Nilai perdagangan saham

secara rata-rata harian pada Februari 2009 sebesar Rp1,23 triliun per hari,

atau turun dibandingkan dengan Januari 2009 yang memiliki rata-rata

perdagangan harian sebesar Rp1,69 triliun per hari. Jika dibandingkan

dengan tahun 2008, kondisi tersebut sangat jauh menurun. Pada tahun

2008 rata-rata harian perdagangan saham mencapai Rp4,41 triliun per

hari.

Kepercayaan pelaku pasar belum sepenuhnya pulih. Pelaku pasar masih

cenderung bersikap wait and see menyikapi gejolak pasar keuangan

global. Pelaku asing, dalam periode laporan ini kembali membukukan net

jual sebesar Rp627 miliar. Hal itu mencerminkan response pelaku asing

dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global. Meskipun

demikian, pelaku asing yang melakukan penjulan pada pasar saham hanya

sebatas pada investor asing yang bersifat nonstrategic. Sementara itu,

investor asing dalam bentuk strategic investor diperkirakan masih bertahan

mengingat karakteristik investasi yang bersifat long term horizon dan

laporan keuangan emiten yang masih terjaga.

Secara umum pasar SUN masih mengalami tekanan pada Februari 2009, walaupun kinerjanya mulai membaik pada akhir laporan. Hal

tersebut tercermin dalam kenaikan rata-rata bulanan yield SUN secara

merata di semua tenor pada bulan Februari 2009. Aktivitas portfolio

adjustment investor asing terhadap aset di emerging market ke arah

corporate bond dan government bond AS yang masih tinggi, menjadi

pemicu meningkatnya yield SUN tersebut. Dalam perkembangannya,

memasuki akhir Februari 2009, yield SUN kembali turun seiring dengan

ekspektasi penurunan BI Rate dan meredanya risiko eksternal. Namun

demikian dalam keseluruhan periode laporan rata-rata yield SUN

menunjukkan peningkatan sebesar 174 bps untuk keseluruhan tenor.

Sementara itu, apabila hanya melihat SUN dengan tenor jangka panjang

saja, yield SUN mengalami kenaikan lebih tinggi lagi, yaitu sebesar 202

bps.

Kondisi yang terjadi di pasar SUN sejalan dengan perkembangan likuiditasnya. Hal tersebut tercermin pada relatif stabilnya rata-rata

volume perdagangan SUN. Pada Februari 2009, volume perdagangan SUN

Grafik 2.20 IHSG dan Nilai Perdagangan

Grafik 2.19 Perkembangan Uang Beredar (Nominal)

Grafik 2.21 IHSG dan Net Beli/Jual Asing

����

��������������

�������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ��� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ���� � � � ����

�� �� �����

�����������

�����������������

������

�����

�����

�����

�����

�����

�����������������

����������������������� ����

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�����������

�����������������

����

�����

�����

�����

�����

�����

���������������������������������

�������������������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

15

tercatat sebesar Rp2,8 triliun, relatif stabil jika dibandingkan dengan posisi

Januari 2009 yang tercatat sebesar Rp2,7 triliun. Sementara itu, frekuensi

rata-rata harian perdagangan SUN tercatat sebesar 47 kali pada Februari

2009, atau turun dibandingkan dengan Januari 2009 yang sebesar 53 kali.

Hal tersebut merupakan indikasi bahwa pelaku pasar masih cenderung

wait and see dalam menyikapi volatilitas pasar keuangan global.

Faktor domestik yang relatif terjaga, seperti meredanya ekspektasi

inflasi sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga BBM bersubsidi,

mulai membaiknya persepsi pasar terhadap prospek pemibayaan

APBN 2009, tidak mampu menahan penurunan kinerja SUN. Selain

itu, penurunan posisi SUN yang dimiliki oleh asing turut mengganggu

pulihnya kepercayaan pelaku pasar yang pada akhirnya berpengaruh pada

likuiditas di pasar tersebut. Gejolak pasar keuangan global yang masih

berlanjut menyebabkan investor asing membukukan net jual sebesar

Rp5,1 triliun pada Februari 2009. Namun kondisi tersebut diimbangi oleh

kondisi ekses likuiditas perbankan di awal tahun yang dibarengi dengan

pembelian SUN oleh Bank Indonesia, akhirnya mengangkat kembali kinerja

SUN di akhir Februari 2009. Dalam hal ini Bank Rekap dan Reksadana

menjadi counterparty asing dan SUN di pasar perdana dengan masing-

masing membukukan net beli sebesar Rp9,1 triliun dan Rp 1,7 triliun.

Sementara itu, pembelian oleh Bank Indonesia, meskipun relatif minimal

namun dipandang memiliki momentum yang tepat, sehingga mampu

meningkatkan kepercayaan pasar terkait dengan peran Bank Sentral

terhadap stabilitas harga SUN.

Kinerja reksadana relatif stabil pada Februari 2009. Hal tersebut

tercermin pada Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana per Januari 2009 yang

mencapai Rp74,3 triliun atan meningkat sekitar Rp300 miliar dibandingkan

dengan posisi Desember 2008. Kinerja yang membaik ini khususnya

ditopang oleh reksadana terproteksi yang masih memiliki peluang untuk

tumbuh tinggi. Selain itu, faktor lain yang diharapkan dapat mengangkat

kinerja reksadana lebih lanjut adalah kebijakan pengenaan PPh final

sebesar 0% untuk bunga dan diskonto atas obligasi yang diperoleh pada

tahun 2009-2010.

Kondisi PerbankanSecara umum kinerja perbankan pada Januari 2009 relatif masih baik,

tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR)

Grafik 2.22 Pergerakan Yield SUN

Grafik 2.23 Volume dan Frekuensi Perdagangan SUN

�����������������

��

��

��

��

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

����������������������������������������������

������������������������������������������������

���������������������������

������������������������

���

�����

�����

�����������������������

���������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� �������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

16

yang cukup tinggi, yaitu mencapai 17,6%. Kondisi CAR tersebut lebih

tinggi dibandingkan dengan posisi Desember 2008 yang mencapai 16,2%.

Peningkatan CAR antara lain disebabkan oleh menurunnya kredit selama

Januari 2009. Sementara itu, rasio Return on Asset (ROA) meningkat

menjadi 2,7%. Dari sisi aset perbankan, data terkini menunjukkan

kecenderungan total aset yang terus meningkat. Pada bulan Januari total

aset perbankan mencapai Rp2.307,1 triliun atau meningkat sebesar 18,9%

(yoy). Indikator lainnya juga menggambarkan kondis yang relative stabil.

Nett Interest Income (NIM) sedikit mengalami penurunan dibandingkan

bulan sebelumnya, yaitu dari Rp10,8 triliun menjadi Rp10,4 triliun pada

bulan Januari 2009. Namun demikian fungsi intermediasi perbankan

menurun pada bulan Januari 2009, tercermin pada menurunnya posisi

kredit. Selama Januari 2009 posisi kredit mencapai Rp1.325,3 triliun,

menurun dibandingkan dengan posisi Desember 2008 yang mencapai

sebesar Rp2.170,9 triliun. Dengan demikian secara tahunan kredit Januari

2009 tumbuh sebesar 28,5%.

Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan

Indikator Utama

Total Aset (T Rp) 1.940,3 1.940,7 1.944,7 1.949,3 1.972,5 2.040,9 2.057,1 2.066,6 2.122,6 2.235,0 2.303,4 2.310,6 2.307,1DPK (T Rp) 1.471,2 1.474,5 1.466,2 1.481,8 1.505,6 1.553,4 1.532,9 1.528,1 1.601,4 1.674,2 1.707,9 1.753,3 1.745,6Kredit (T Rp) 1.031,1 1.045,9 1.080,1 1.103,1 1.137,7 1.190,0 1.210,9 1.246,6 1.287,4 1.343,5 1.371,9 1.353,6 1.325,3

LDR (%) 70,1 70,9 73,7 74,4 75,6 76,6 79,0 81,6 80,4 80,2 80,3 77,2 75,9NPLs Gross (%) 4,8 4,8 4,3 4,4 4,3 4,1 4,0 3,9 3,9 3,9 4,0 3,8 4,2NPLs Net (%) 2,0 2,1 1,8 1,8 1,8 1,7 1,6 1,4 1,4 1,6 1,5 1,5 1,6CAR (%) 20,1 19,2 18,6 18,4 17,1 16,4 16,2 16,0 16,5 16,0 16,3 16,2 17,6NIM (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

2008 2009

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

17

III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 4 Maret 2009 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi 7.75%. Keputusan tersebut diambil setelah mencermati

dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi

dan keuangan di dalam dan luar negeri, khususnya terkait dengan

masih berlanjutnya krisis keuangan global. Berdasarkan indikator terkini

perkembangan ekonomi global menunjukkan perlambatan yang lebih

dalam. Perekonomian negara-negara maju menunjukkan penurunan yang

lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Selain itu perkembangan pasar

global juga masih rapuh dengan semakin banyaknya laporan kerugian

lembaga keuangan dunia. Perlambatan kondisi ekonomi negara maju

tersebut memicu penurunan kinerja ekspor Indonesia yang pada akhirnya

memengaruhi kinerja perekonomian secara keseluruhan. Memburuknya

kondisi pasar keuangan global menimbulkan kembali sentimen negatif

terhadap negara-negara di emerging market yang masih berpotensi

menekan perekonomian sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Tekanan inflasi pada bulan Februari masih relatif rendah, yaitu sebesar

0,21% (mtm), jauh lebih rendah dari rata-rata historisnya. Dengan

demikian inflasi tahunan menurun dibandingkan dengan Januari 2009

menjadi 8,6% (yoy). Rendahnya tekanan inflasi pada Februari 2009

terutama disebabkan oleh ekspektasi inflasi yang membaik didukung

oleh pasokan kebutuhan pokok yang terjaga dan harga BBM yang lebih

rendah. Tekanan inflasi yang terkendali juga terkait dengan perkembangan

imported inflation yang menurun sejalan dengan harga komoditas

internasional yang lebih rendah.

Kondisi perbankan nasional sampai saat ini cukup stabil, seperti tercermin

dari pekembangan berbagai indikator keuangan dan kesehatan bank.

Kondisi likuiditas perbankan, termasuk aliran likuiditas dalam pasar

uang antarbank mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan

bebarapa bulan yang lalu. Sementara itu penyaluran kredit menunjukkan

penurunan sebesar 2,1% pada Januari 2009 sebagai akibat melemahnya

perekonomian dan kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit. Namun

demikian, Bank Indonesia tetap mencermati kecenderungan meningkatnya

risiko kreidit yang berpotensi meningkatkan NPL dalam industri perbankan.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

18

Bank Indonesia memperkirakan perekonomian tahun 2009 akan

tumbuh sekitar 4% dengan downside risk yang cukup besar, terutama

apabila pertumbuhan ekonomi global terus memburuk lebih jauh dari

yang diperkirakan. Indikasi perlambatan perekonomian juga tercermin

dari melambatnya konsumsi rumah tangga akibat turunnya daya beli

masyarakat, dan pertumbuhan M1 yang masih cenderung turun. Di sisi

lain, hal tersebut akan mengurangi tekanan inflasi ke depan sehingga

cenderung mendekati batas bawah kisaran 5%-7%.

Bank Indonesia akan senantiasa mencermati perkembangan yang terjadi di

bidang ekonomi dan keuangan. Bank Indonesia akan mengambil langkah-

langkah yang diperlukan untuk semakin memperkuat perekonomian

domestik dan stabililtas makroekomi serta sistem keuangan.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Maret 2009

19

* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 1) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia. kecuali data pasar modal (BAPEPAM). IHK. ekspor/impor dan PDB dari BPS

Indikator Terkini

SEKTOR KEUANGAN

H A R G A

SEKTOR EKSTERNAL

INDIKATOR KUARTALAN

SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 1 bln 1)

Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2)

JIBOR satu minggu 2)

IHSG Indeks 3)

BESARAN MONETER (miliar Rp)Base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah

Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank Umum

Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)

Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)

Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor ImporIncremental Capital Output Ratio (ICOR, %)Posisi Pinjaman Luar Negeri (juta USD)

8,00 7,93 7,96 7,99 8,31 8,73 9,23 9,28 9,71 10,98 11,24 10,83 9,50 8,74 7,83 8,01 8,04 8,04 8,44 9,20 9,75 9,74 9,91 11,16 11,50 11,08 9,93 9,25 7,07 6,95 6,88 6,86 6,98 7,19 7,51 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52 - 7,40 7,36 7,26 7,23 7,34 7,49 7,82 8,40 9,45 10,17 10,83 11,16 11,34 - 6,56 7,56 7,74 7,87 8,10 8,56 9,11 9,39 9,69 10,27 10,34 10,01 9,43 8,71 2.627 2.722 2.447 2.305 2.444 2.349 2.305 2.166 1.833 1.257 1.242 1.355 1.333 1.285

332.437 322.001 325.044 324.186 333.995 349.649 346.594 343.630 392.136 307.460 306.773 344.688 314.662 303.777 420.298 411.327 419.746 427.028 438.544 466.708 458.379 452.445 491.729 471.354 475.053 466.379 447.660 - 166.950 165.633 164.995 171.049 177.886 189.453 188.938 191.866 223.166 190.888 195.032 209.378 191.372 185.522 253.348 245.694 254.751 255.979 260.658 277.255 269.441 260.579 268.563 280.466 280.021 257.001 256.288 - 1.588.962 1.596.090 1.586.795 1.608.874 1.636.383 1.699.480 1.679.020 1.675.430 1.768.250 1.802.932 1.841.163 1.883.851 1.863.018 - 1.168.664 1.184.763 1.167.049 1.181.846 1.197.839 1.232.772 1.220.641 1.222.985 1.276.521 1.331.578 1.366.110 1.417.472 1.415.358 - 950.688 950.840 940.225 954.472 963.208 982.017 965.924 972.949 1.033.846 1.050.558 1.069.619 1.136.979 1.133.335 - 531.336 531.242 523.520 532.425 536.484 543.174 531.898 544.976 594.839 608.747 622.849 662.629 674.899 - 419.352 419.598 416.705 422.047 426.724 438.843 434.026 427.974 439.008 441.811 446.770 474.350 458.435 - 217.976 233.923 226.824 227.374 234.631 250.755 254.717 250.036 242.674 281.020 296.490 280.493 282.023 - 1.370.986 1.362.167 1.359.971 1.381.500 1.401.752 1.448.725 1.424.303 1.425.394 1.525.575 1.521.912 1.544.673 1.603.358 1.580.994 -

1.026.218 1.040.616 1.075.500 1.102.596 1.137.143 1.189.100 1.206.458 1.246.282 1.286.682 1.337.099 1.366.089 1.348.827 1.331.559 - 980.261 995.323 1.029.172 1.054.747 1.089.268 1.142.120 1.159.983 1.198.991 1.239.501 1.289.412 1.315.728 1.300.179 1.281.772 -

1,77 0,65 0,95 0,57 1,41 2,46 1,37 0,51 0,97 0,45 0,12 -0,04 -0,07 0,21 7,36 7,40 8,17 8,96 10,38 11,03 11,90 11,85 12,14 11,77 11,68 11,06 9,17 8,60

9.291 9.051 9.217 9.234 9.318 9.225 9.118 9.153 9.378 10.995 12.151 10.950 11.355 11.980 8.957 8.356 9.091 8.572 9.589 9.719 9.469 9.145 10.182 9.203 8.051 7.273 - - 7.826 7.419 7.980 8.983 8.362 8.474 9.305 9.175 8.770 9.369 7.402 7.106 - - 49,06 48,93 50,27 50,21 48,98 50,22 51,53 52,17 50,85 47,61 47,48 48,39 47,96 47,17

6,25 6,42 6,41 5,18 6,06 5,47 5,49 6,34 6,42 5,94 13,73 12,01 12,15 9,14 11,69 408,22 -58,46 -61,27 60,78 1.690,12 13,64 12,36 10,63 1,82 9,49 17,99 16,11 10,97 -3,53 10,03 3,5 3,44 3,50 4,59 3,71 145.519 146.226 147.070

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb

20092008

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Total

2008