tinjauan penyelesaian kredit macet karena …/tinjauan... · dalam ilmu hukum pada fakultas hukum...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TINJAUAN PENYELESAIAN KREDIT MACET KARENA DEBITUR
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
DI KANTOR PT. BIMA MULTI FINANCE
CABANG SURAKARTA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
Ayu Soraya
NIM. E0008119
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan” (Q.S. Al-Insyirah : 6)
“Dan, barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan baginya jalan kemudahan
dalam urusannya” (Q.S. Ath-Thalaq : 4)
Sesungguhnya hidup di dunia ini tidak perlu merasakan kegagalan, karena jika tidak ada kegagalan tidak
mungkin kita menemukan kata “kesuksesan”, maka dalam menjalani hidup harus selalu bersabar dan
bersyukur kepada Sang Pencipta.
Penulisan Hukum ini Kupersembahkan kepada :
1. Allah SWT is my Lord....
2. Prophet Muhammad is my role model....
3. Bapakku Zainudin, Ibuku Anik Krisnani S., adikku Riza Romdhani dan
segenap keluarga tercinta......
4. My love Dika Yudanto....
5. Almamater tercinta di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Ayu Soraya, E0008119, TINJAUAN PENYELESAIAN KREDIT MACET
KARENA DEBITUR WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
PEMBIAYAAN KONSUMEN DI KANTOR PT. BIMA MULTI FINANCE
CABANG SURAKARTA. Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini berkaitan dengan semakin berkembangnya lembaga
pembiayaan di Indonesia salah satunya adalah perusahaan pembiayaan konsumen.
Hal ini ditandai adanya kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan
barang bergerak yang berupa motor dan mobil. Bima Finance cabang Surakarta
merupakan salah satu perusahaan pembiayaan konsumen yang dapat melakukan
pembelian motor dan mobil secara kredit. Dalam transaksi pembiayaan konsumen
terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yaitu pihak perusahaan pembiayaan konsumen
yaitu Bima Finance cabang Surakarta (kreditur), pihak konsumen (debitur) dan
pihak pemasok (supplier). Mekanisme yang digunakan adalah mekanisme
perjanjian pembiayaan konsumen antara perusahaan pembiayaan konsumen
dengan debitur. Pelaksanaan perjanjian tersebut kadang tidak berjalan lancar
sehingga menimbulkan kredit macet yang dilakukan oleh debitur karena
wanprestasi. Penelitian ini akan membahas mengenai kredit macet di perusahaan
pembiayaan konsumen dan upaya penyelesaiannya serta hambatan-hambatannya
dengan menggunakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dan
pendekatan penelitian kualitatif. Data tersebut dikumpulkan oleh penulis, dengan
menggunakan teknik wawancara terstruktur, studi literatur pada data primer dan
sekunder, dan analisis isi untuk sumber data sekunder.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Bima Finance cabang
Surakarta menunjukkan bahwa upaya penyelesaian kredit macet menurut Bima
Finance cabang Surakarta meliputi upaya non litigasi dan litigasi. Upaya non
litigasi antaralain upaya preventif untuk mengantisipasi kredit macet, surat
peringatan (somasi), dan upaya untuk melakukan negosiasi yaitu penarikan dan
juga pelelangan terhadap objek pembiayaan. Hambatan-hambatan yang terjadi
dalam upaya penarikan terhadap objek pembiayaan antaralain hambatan normatif,
hambatan internal, dan hambatan eksternal. Upaya penyelesaian kredit macet
paling ideal yang dilakukan setelah adanya hambatan-hambatan tersebut adalah
upaya dengan jalan litigasi, yaitu dengan mengajukan gugatan perdata terhadap
kreditur pada hambatan normatif ke pengadilan perdata dengan berdasar Pasal
1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum dengan tuntutan ganti
rugi. Pada hambatan eksternal, debitur dikenai Pasal 1243 KUHPerdata berupa
gugatan wanprestasi. Hambatan internal dengan diberikan teguran dan sanksi
peraturan dari perusahaan pembiayaan konsumen yang berlaku bagi pihak yang
melanggar peraturan tersebut.
Kata kunci: perusahaan pembiayaan konsumen, debitur, kredit macet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Ayu Soraya, E0008119, A REPORT OF THE COMPLETION OF NON
PERFORMING LOAN DUE TO DEFAULT OF DEBITUR IN CONSUMER
FINANCE AGREEMENT AT PT. BIMA MULTI FINANCE SURAKARTA
BRANCH OFFICE. Law Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.
This research is related to the increase of leasing financial institution in
Indonesia one of them is consumer finance companies. This phenomena could be
seen from the society needed of car and motorcycle which increasing time to time.
Bima Solo branch is one of the consumer finance companies which give the
service of giving loan in car and motorcycle buying. In the consumer financial
transaction there are three part involved, which is Bima Finance Solo branch as
kreditur, the customer as debitur, and the supplier. The mechanism which use is
the mechanism of consumer financial agreement between consumer finance
companies and the debitur. The realization of the agreement sometimes are not
run well and caused non performing loan which is done by the debitur because of
default. This research will discuss about non performing loan in consumer finance
companies and its completion and also the using empiric law research with
deskriptif and quantity research approach. Those data collect by the writer using
the structured interview technique, literature studies on primer and secunder
data, and also content analysis for secunder data source.
From the research result which is done by the writer in Bima Finance Solo
branch, shows that the effort of the completion of non performing loan according
to Bima Finance Solo branch include litigation and non litigation. The non
litigation effort are preventif effort to anticipate non performing loan, giving letter
of warning (somatie), and also negotiation which are the retake of object and also
fiduciary of the leasing object. The obstacles which happens on the effort of
retaking on financial object are normative obstacles, internal obstacles, and
external obstacles. The most ideal effort to finished the non performing loan after
those obstacles are by litigating, which is the effort of giving a civil action to the
creditur on normative obstacles to the private court based on article 1365 statute-
books of civil law about againts the law with demand for compensation claims.
On external obstacles, debitur subject to article 1243 statute-books of civil law a
lawsuit in default. Internal obstacles by giving a warning and rules punishment
from the consumer finance companies that use for the part which obey those
agreement.
Key word: consumer finance companies, debitur, non performing loan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kasih dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul: “TINJAUAN
PENYELESAIAN KREDIT MACET KARENA DEBITUR WANPRESTASI
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DI KANTOR WOM
FINANCE CABANG WONGIRI”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
melengkapi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Semakin berkembangnya lembaga pembiayaan di Indonesia salah satunya
adalah perusahaan pembiayaan konsumen. Hal ini ditandai adanya kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat akan barang bergerak yang berupa motor
dan mobil. Bima Finance cabang Surakarta merupakan salah satu perusahaan
pembiayaan konsumen yang dapat melakukan pembelian motor dan mobil secara
kredit. Dalam transaksi pembiayaan konsumen terdapat 3 (tiga) pihak yang
terlibat yaitu pihak perusahaan pembiayaan konsumen yaitu Bima Finance cabang
Surakarta (kreditur), pihak konsumen (debitur) dan pihak pemasok (supplier).
Mekanisme yang digunakan adalah mekanisme perjanjian pembiayaan konsumen
antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan debitur.
Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut kadang tidak
berjalan lancar sehingga menimbulkan kredit macet yang dilakukan oleh debitur
karena wanprestasi. Penelitian ini akan membahas mengenai kredit macet di
perusahaan pembiayaan konsumen khususnya PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta dan upaya penyelesaian kredit macet karena debitur wanprestasi, serta
hambatan-hambatan yang terjadi pada saat upaya penyelesaian kredit macet
tersebut. Adanya berbagai hambatan tersebut tentunya terdapat penyelesaian yang
paling ideal yang dilakukan untuk menangani kredit macet karena debitur
wanprestasi.
Penulisan hukum ini dalam pembuatannya melibatkan banyak pihak yang
telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
awal hingga akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan memperoleh
gelar sarjana dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Untuk itu penulis megucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Sugeng Praptono, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademis yang
telah memberikan dorongan kepada penulis dari awal masa perkuliahan
sampai dengan berakhirnya masa studi penulis.
4. Ibu Djuwityastuti S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang
telah membantu dalam penunjukan dosen pembimbing skripsi.
5. Bapak M. Najib I., S.H., M.H., Ph.D, selaku Pembimbing I Skripsi yang
telah dengan teliti dan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dari
awal hingga akhir proses penulisan hukum ini.
6. Ibu Ambar B. Sulistyowati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II Skripsi
yang telah dengan teliti dan sabar memberikan bimbingan kepada penulis
dari awal hingga akhir proses penulisan hukum ini.
7. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Hukum UNS. Terimakasih telah
memberikan ilmu dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan
di Fakultas Hukum UNS.
8. Bapak Joned Indarto S.E., selaku Branch Manager PT. Bima Multi Finance
cabang Surakarta yang telah mengijinkan serta membantu penulis dengan
memberikan data dalam menyelesaikan penelitian ini.
9. Bapak Bayu Firdaus, selaku Supervisor Marketing PT. Bima Multi Finance
cabang Surakarta yang telah membantu penulis memberikan data dalam
menyelesaikan penelitian ini.
10. Terimakasih untuk keluarga tercinta : Bapak, Ibu, Adik, Mbah Putri, seluruh
keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi dari awal sampai akhir
penulis kuliah serta dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
11. Special for Dika Yudanto yang selalu mendorong, memberi semangat tanpa
henti-henti, mengingatkan disaat lengah dalam mengerjakan penulisan
hukum ini agar segera diselesaikan dan selalu ada di setiap waktu sehingga
penulisan hukum ini selesai penulis kerjakan, Thank for always Love me.
12. Segenap keluarga Dika Yudanto terimakasih Bp. Kol. Chk. Dr. Djodi
Suranto, S.H, M.H., Ibu. Inira Dani S.H, M.Si, dan Mbak Tera Kumalasari
S.H, M.Kn yang selalu memberikan do’a, semangat dan dukungan yang
tulus.
13. Sahabat-sahabatku Olvita, Ria, Donat (Whinie), Korek (Qory), Niken,
Arinda, Narwasti, Helga, Lysa, Nandhina, Erik, Adut, Haki yang senantiasa
memberi dukungan dan Doa sehingga membuat penulis terdorong untuk
segera menyelesaikan penulisan hukum ini dan terimakasih selama ini mau
menerima aku sebagai sahabat, semoga persahabatan kita abadi selamanya
(bersyukur memiliki kalian) dan semoga kita semua selalu diberi kelancaran
di dunia maupun akhirat, amin...
14. Untuk seluruh pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang
telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran
yang membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini.
Semoga karya tulis ini mampu memberikan manfaat bagi penulis maupun
para pembaca.
Surakarta, 10 Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN, TABEL ...................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 7
E. Metode Penelitian .................................................................. 8
1. Jenis Penelitian ........................................................... 8
2. Sifat Penelitian ........................................................... 9
3. Pendekatan Penelitian ..................................................... 9
4. Lokasi Penelitian ........................................................... 10
5. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian .......................... 10
6. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 11
7. Teknik Analisis Data ...................................................... 11
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................... 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 15
A. Kerangka Teori ...................................................................... 15
1. Tinjauan umum tentang Perjanjian .................................. 15
a. Pengertian Perjanjian ................................................. 15
b. Asas-asas Perjanjian .......................... ……………… 16
c. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian................................... 18
d. Akibat Perjanjian yang Sah ........................................ 19
2. Tinjauan umum tentang Wanprestasi .............................. 20
a. Pengertian Wanprestasi .............................................. 20
b. Wujud Wanprestasi .................................................... 20
3. Tinjauan umum tentang Kredit Macet ............................. 21
a. Pengertian Kredit. ...................................................... 21
b. Pengertian Kredit Bermasalah ................................... 21
c. Kriteria Kredit Macet ................................................. 23
4. Tinjauan umum tentang Upaya Penyelesaian Sengketa .. 25
5. Tinjauan umum tentang Pembiayaan Konsumen............. 30
a. Pengertian Pembiayaan Konsumen............................ 30
b. Dasar Hukum Pembiayaan Konsumen....................... 31
c. Pihak dalam Pembiayaan Konsumen......................... 32
d. Jaminan-jaminan dalam Pembiayaan Konsumen...... 33
e. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen................ 34
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... 36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 39
A. Hasil Penelitian ...................................................................... 39
1. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian (PT. Bima
Multi Finance ................................................................... 39
2. Hubungan Hukum Para Pihak Pembiayaan Konsumen ... 41
3. Mekanisme Pengajuan Permohonan Perjanjian .............. 44
4. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Wanprestasi dan
Kriteria Kredit Macet....................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
5. Upaya Penyelesaian Kredit Macet dan Hambatan-
hambatannya.................................................................... 51
B. Pembahasan ............................................................................ 60
1. Hubungan Hukum Para Pihak Pembiayaan Konsumen .. 60
2. Hak dan Kewajiaban Para Pihak Pembiayaan
Konsumen ....................................................................... 62
3. Upaya Penyelesaian Kredit Macet dan Hambatan-
hambatannya................................................................... 66
BAB IV PENUTUP ................................................................................... 75
A. Kesimpulan ............................................................................ 75
B. Saran ....................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 79
LAMPIRAN ............................................................................................... 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Model Analisis Interaktif ...................................................... 12
Bagan 2. Kerangka Pemikiran .............................................................. 36
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Kredit Macet Kendaraan Bermotor Roda Empat di
PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta Tahun 2009,
2010, dan 2011 (sumber data PT. Bima Multi Finance
cabang Surakarta) .................................................................. 48
Tabel 2. Jumlah Prosentase Faktor-faktor Penyebab Wanprestasi
yang dilakukan Debitur di PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta (sumber data PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta) .................................................................................. 49
Tabel 3. Jumlah Jenis-jenis Wanprestasi di PT. Bima Multi Finance
cabang Surakarta yang dilakukan debitur (sumber data oleh
Marketing Departemen PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta) ................................................................................ 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Aplikasi Kredit PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta
Lampiran II Surat Pernyataan dari Debitur
Lampiran III Surat Pernyataan Jual Beli
Lampiran IV Surat Pernyataan Bersama
Lampiran V Surat Kuasa Fiducia
Lampiran VI Surat Kuasa
Lampiran VII Surat Pernyataan Jaminan
Lampiran VIII Berita Acara Serah Terima Dari PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta
Lampiran IX Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Penyerahan Hak Milik
Secara Fiducia
Lampiran X Check List Kendaraan Bermotor
Lampiran XI Surat Pernyataan Asuransi Mobil
Lampiran XII Kartu Piutang Debitur
Lampiran XIII Surat Tugas Penarikan
Lampiran XIV Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran XV Surat Keterangan Penelitian dari PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara
informal sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktivitas trading.
Namun secara normal baru diakui sejak tahun 1988 melalui Surat
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang secara
formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai
bagian resmi sektor jasa keuangan (Richard Burton Simatupang, 2003 :
117). Kelebihan maupun manfaat pembiayaan konsumen yaitu
memberikan barang pembiayaan untuk masyarakat yang tidak mempunyai
daya beli sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan
kebutuhan yang mereka inginkan. Persesuaian keinginan diantara
masyarakat yang saling membutuhkan tercipta perjanjian antara para pihak
untuk melakukan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan dana melalui
lembaga pembiayaan (Heri Erlangga, 2008 : 254).
Pembiayaan konsumen sebagai suatu bentuk usaha di bidang
pembiayaan, dianggap penting peranannya dalam meningkatkan
pembangunan Nasional khususnya sektor perekonomian. Begitu
pentingnya keberadaan pembiayaan konsumen dewasa ini membuat
tumbuh berkembangnya perusahaan pembiayaan yang bergerak dalam
bidang usaha pembiayaan konsumen. Perilaku konsumtif masyarakat dapat
teratasi oleh keberadaan perusahaan pembiyaan konsumen ini. Faktor
komersial dimana bisnis pembiayaan konsumen menjanjikan untung yang
besar membuat perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan
konsumen sangat tumbuh dengan pesatnya.
Dalam bisnis pembiayaan konsumen besarnya biaya yang
diberikan per konsumen relatif kecil, mengingat barang yang dibidik untuk
dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
konsumen yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya.
Misalnya, barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari
es, mobil, motor dan sebagainya. Karena itu risiko dari bisnis pembiayaan
konsumen ini juga menyebar, berhubung akan terlibat banyak konsumen
dengan pemberian biaya yang relatif kecil. Ini lebih aman bagi pihak
pemberi biaya. Ibarat menempatkan telur tidak dalam satu keranjang
(Munir Fuady, 2002 : 161).
Banyaknya transaksi usaha pembiayaan konsumen yang dilakukan
oleh perusahaan pembiayaan konsumen dengan pihak debitur (konsumen)
kadang mengakibatkan hubungan transaksi tersebut menjadi hambatan
dalam proses pengadaan pembiayaan. Hubungan transaksi tersebut kadang
tidak berjalan mulus dan baik seperti yang diharapkan berdasarkan dengan
perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Dalam masalah perkreditan, suatu saat perusahaan pembiayaan konsumen
mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari pihak debitur karena
sesuatu hal. Seandainya terjadi hal yang demikian maka pihak perusahaan
pembiayaan konsumen (kreditur) tidak boleh begitu saja memaksakan
pada debitur untuk segera melunasi angsurannya. Bagaimanapun juga
pihak debitur berkewajiban untuk melunasi angsurannya dengan bunga
sesuai yang tercantum dalam perjanjian. Apabila kewajiban ini tidak
dipenuhi oleh pihak debitur dalam hal tidak membayar angsuran tepat
waktu secara berulang-ulang maka dapat mengakibatkan kredit macet
dikarenakan pihak debitur telah wanprestasi.
Kredit macet berbeda dengan menunggak atau pun menunda dalam
pembayaran. Di dalam kredit macet ada unsur tidak mempunyai itikad
baik dari pihak debitur dan kehilangan kemampuan membayar angsuran
serta adanya suatu keterpaksaan sehingga mengakibatkan kredit macet.
Karena ada rasa ketidakadilan pada pihak debitur dan adanya persoalan
yang tidak menemukan jalan keluar (win-win solution) maka masalah
kredit macet memerlukan penyelesaian yang bijaksana dimana para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tidak merasa dirugikan, yaitu dapat dengan cara litigasi maupun non
litigasi.
Kredit macet di perusahaan pembiayaan konsumen tidak hanya
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro seperti naiknya harga BBM,
tingginya harga bahan pokok, sehingga menurunnya daya bayar
konsumen, tetapi juga dipengaruhi oleh antara lain (http://giraw-
amirachman.blogspot.com/2011/03/leasing.html, diakses pada Senin, 12
Maret 2012, 17:58) :
1. Masyarakat (konsumen) belum memahami transaksi pembiayaan
konsumen dengan benar.
2. Lemahnya penerapan prinsip mengenal nasabah.
Ketidakpahaman masyarakat dalam transaksi pembiayaan
konsumen, sering kali menyebabkan perusahaan pembiayaan terjebak oleh
kredit macet. Pada transaksi pembiayaan konsumen kendaraan bermotor
(motor, mobil) melibatkan tiga pihak, yaitu pihak perusahaan (kreditur) si
berpiutang selaku badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan
barang untuk kebutuhan konsumen (motor, mobil) dengan sistem
pembayaran angsuran atau berkala. Konsumen (debitur) si berutang selaku
orang yang menerima fasilitas pembiayaan dari kreditur guna pembelian
kendaraan bermotor. Dealer (showroom) adalah perusahaan yang
menyediakan barang kebutuhan konsumen (motor, mobil) dalam rangka
pembiayaan konsumen.
Pihak perusahaan pembiayaan konsumen dapat memperoleh
nasabah dengan dua cara yaitu cara tidak langsung dan cara langsung.
Cara tidak langsung adalah perusahaan pembiayaan memperoleh nasabah
dari pihak dealer. Ini biasanya, karena konsumen yang berkeinginan
membeli kendaraan secara kredit tidak langsung mengajukan
permohonannya kepada pihak perusahaan, melainkan melalui media
dealer. Sedangkan cara langsung adalah pihak perusahaan memperoleh
nasabahnya tanpa media dealer. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan
mengadakan kerja sama dengan pihak dealer. Sedangkan perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
memperoleh langsung nasabah tanpa media dealer jumlahnya sangatlah
relatif kecil. Biasanya konsumen yang mengajukan langsung kepada pihak
perusahaan, sudah menjadi nasabah sebelumnya. Dalam istilah di
lingkungan perusahaan pembiayaan konsumen disebutnya RO (repeat
order). Cara tidak langsung inilah yang biasanya dimanfaatkan oleh dealer
"nakal" untuk melakukan penipuan terhadap konsumen yang imbasnya
kredit macet bagi perusahaan pembiayaan konsumen.
Selain itu pihak konsumen kurang memahami bahwa hubungan
antara dirinya dengan pihak dealer hanyalah hubungan jual beli bersyarat,
yaitu pihak dealer selaku penjual yang menjual barangnya kepada pihak
konsumen selaku pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh
pihak ketiga yaitu pihak perusahaan pembiayaan konsumen.
Sedangkan hubungan pihak konsumen dengan pihak perusahaan
pembiayaan terjadi dikarenakan adanya Undang-Undang yang dibuat oleh
pihak perusahaan dan pihak konsumen yang dituangkan dalam surat
perjanjian utang-piutang, yakni perjanjian pembiayaan konsumen dengan
cara penyerahan hak milik secara fiducia. Sementara hubungan antara
pihak perusahaan pembiayaan dan dealer, tidak memiliki hubungan hukum
yang khusus, kecuali pihak perusahaan pembiayaan konsumen hanya
sebagai pihak ketiga yang diisyaratkan untuk menyediakan dana untuk
digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak dealer dan pihak
konsumen.
Pada perusahaan pembiayaan konsumen tidak dilakukan metode
analisis yang komprehensif dalam pemberian kredit merupakan penyebab
kredit macet di perusahaan pembiayaan. Standar yang digunakan oleh
perusahaan pembiayaan konsumen dalam mengenal calon debiturnya,
tidak semendetail bank, kalaupun digunakan hanyalah metode analisis 5 C
yakni character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy.
Kredit macet di perusahaan pembiayaan konsumen juga dapat
terjadi karena adanya kecurangan orang dalam (insider fraud), yaitu
berkolusi dengan pihak dealer "nakal". Surveyor (account officer) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
curang, tidak bekerja sesuai standar operasional prosedur (SOP), antara
lain: tidak melakukan kunjungan ke tempat calon konsumen (plant visit),
memanipulasi data calon konsumen, tidak memastikan keberadaan debitur
dengan baik, menirukan tanda tangan konsumen di akta perjanjiaan.
Bahkan kecurangan yang dilakukan oleh surveyor bisa
mengakibatkan perjanjian kredit antara pihak perusahaan dan konsumen
menjadi tidak sah, yang merugikan pihak perusahaan pembiayaan jika
dikemudian hari timbul suatu masalah (sengketa), karena hakim akan
membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal yang berakibat kredit
macet.
Terkait dengan adanya kasus kredit macet yang menyebabkan
debitur wanprestasi, perusahaan pembiayaan konsumen bertindak
mengirimkan surat peringatan (somasi) beberapa kali pada pihak debitur.
Namun apabila surat peringatan tersebut dihiraukan oleh debitur, maka
perusahaan pembiayaan akan mengambil atau menyita barang tersebut
dengan bantuan Debt Collector. Berdasarkan kontrak perjanjian, secara
sepihak memang debt collector dari suatu perusahaan boleh saja
mengambil barang yang diperjanjikan tanpa persetujuan dari pemilik, itu
biasanya tertera dalam pasal-pasal kontraknya
(http://medan.tribunnews.com/2011/09/29/dalam-bertugas-debt-collector-
harus-taat-norma, diakses pada hari Senin, 2 April 2012, 08:23).
Penggunaan debt collector pada perusahaan pembiayaan konsumen
tidak dilarang asal dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
dan tidak melanggar norma serta aturan yg ada. Tetapi pada prakteknya,
para debt collector sering tidak beretika ketika menarik kendaraan yang
menunggak. Karena tugas mereka hanyalah menagih hutang bukan untuk
menakuti, menyiksa apalagi berbuat yg sampai menghilangkan nyawa
orang lain (http://da-riza.blogspot.com/, diakses pada hari senin, 2 april
2012, 08:01). Oleh karena itu, masyarakat agar mematuhi kontrak yang
sudah dibuat kepada satu perusahaan pembiayaan konsumen dan pada debt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
collector agar tidak bertindak melanggar hukum dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.
Salah satu contoh perusahaan pembiayaan konsumen yang banyak
menangani kasus kredit macet karena pihak debitur wanprestasi adalah
Bima Finance cabang Surakarta. Penulis memilih lokasi tersebut karena
tingkat krusial permasalahan maupun kasus wanprestasi khususnya di
Surakarta masih banyak terjadi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
penulis merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana upaya yang dilakukan Bima Finance cabang Surakarta
dalam menyelesaikan kredit macet karena debitur wanprestasi ?
2. Apa saja yang menjadi hambatan Bima Finance cabang Surakarta
dalam upaya menangani kredit macet oleh debitur wanprestasi ?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini pada hakekatnya mengungkapkan apa yang
hendak dicapai oleh peneliti, yang mana tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Bima Finance
cabang Surakarta dalam menyelesaikan kredit macet karena
debitur wanprestasi .
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan Bima Finance cabang
Surakarta dalam upaya menangani kredit macet oleh debitur
wanprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis
mengenai penyelesaian kredit macet karena debitur wanprestasi
di kantor Bima Finance cabang Surakarta.
b. Untuk menerapkan konsep-konsep ataupun teori-teori hukum
yang diperoleh penulis dalam mendukung penulisan hukum ini.
c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh derajat
sarjana dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar
kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian
tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberi sumbangan pikiran dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum
perdata pada khususnya serta dapat dipakai sebagai acuan
terhadap penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap
berikutnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan
referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum
selanjutnya yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
c. Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan
atas permasalahan yang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan suatu gambaran dan informasi tentang penelitian
yang sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
penyelesaian kredit macet karena debitur wanprestasi di kantor
Bima Finance cabang Surakarta.
b. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman baru
kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, yang
dapat berguna bagi penulis di kemudian hari.
E.Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis,
sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode
atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistim,
sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan
dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2006 : 42).
Metode penelitian hukum adalah cara untuk mencari jawaban
yang benar mengenai sesuatu problema tentang hukum. Secara lebih
lanjut Soerjono Soekato menerangka bahwa “Penelitian hukum
merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertetu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya” (Soerjono Soekanto, 2006: 43).
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
empiris. Pada penelitian hukum empiris yang diteliti pada awalnya
adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan penelitian
terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2006 : 52).
Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasikan hukum,
dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
lembaga pembiayaan, dan melihat pelaksanaannya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
masyarakat, yaitu dalam hal ini adalah tinjauan penyelesaian kredit
macet karena debitur wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan
konsumen di kantor Bima Finance cabang Surakarta.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan,
atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah
untuk mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat membantu di
dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka
menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2006 : 10).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat kualitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan data yang
dinyatakan secara verbal yang dimaksudkan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek. Penelitian seperti:
perilaku, tindakan, persepsi dan lain-lain secara holistik dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan naratif dalam konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah
(Soerjono Soekanto, 2006 : 18).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar lingkup
permasalahan yang diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga
penelitian yang dilakukan lebih terarah. Penulis memilih lokasi
penelitian di kantor Bima Finance cabang Surakarta untuk meneliti
penyelesaian kredit macet oleh debitur wanprestasi.
5. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian
a. Jenis Data Penelitian
1) Data Primer
Data primer merupakan sejumlah keterangan atau fakta
yang dapat memberikan informasi secara langsung mengenai
segala sesuatu yang berkaitan dengan objek penelitian. Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
primer dalam penelitian ini dilakukan di Kantor Bima Finance
cabang Surakarta berupa wawancara secara langsung dari
lapangan berdasarkan keterangan narasumber.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan
mendukung data primer. Data sekunder antara lain mencakup
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang
berwujud laporan, buku harian dan seterusnya yang berkaitan
dengan penelitian ini (Soerjono Soekanto, 2006 : 12).
b. Sumber Data
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah yaitu sejumlah keterangan
atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui bahan-bahan
tertulis atau bahan pustaka sebagai pelengkapan data primer
yang berkaitan dengan penelitian ini (Soerjono Soekanto,
2010:12). Data primer dalam penulisan hukum ini diperoleh
melalui wawancara secara langsung di lokasi penelitian dari
pihak yang berwenang dalam memberikan keterangan secara
langsung mengenai permasalahan yang akan diteliti. Sumber
data primer dalam penelitian ini adalah Branch Manager dan
Supervisor Marketing PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara
tidak langsung memberikan keterangan yang bersifat
mendukung sumber data primer yang diperoleh melalui bahan
hukum primer yaitu Peraturan Perundang-undangan dan bahan
hukum sekunder yaitu dari jurnal, karya ilmiah, dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk
mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang
ditentukan. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan relevan,
maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Teknik Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh dari lapangan melalui penelitian di
lapangan dalam hal ini melalui wawancara langsung dengan
narasumber. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan
komunikasi secara langsung dan bertatap muka antara
pewawancara dengan narasumber yang diwawancarai.
Wawancara ini dapat menggunakan panduan daftar pertanyaan
atau tanya jawab dilakukan secara bebas, yang penting peneliti
mendapatkan data yang dibutuhkan (Mukti Fajar & Yulianto
Achmad, 2010 : 161). Dalam hal ini narasumbernya terdiri dari :
1) Bp. Joned Indarto S.E selaku Branch Manager (Kepala
Cabang);
2) Bp. Bayu Firdaus selaku Supervisor Marketing;
3) Gunawan Aribowo selaku debitur; dan
4) Darmawan Sutriyono selaku debitur wanprestasi.
b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Untuk mendapatkan data sekunder, penulis
melakukannya dengan studi kepustakaan yang merupakan
pendukung dan pelengkap dari sumber data primer. Dalam hal
ini penulis menggunakan data sekunder dari peraturan
perundang-undangan, buku-buku, internet, dan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara
analisis, yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya
dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah
mempergunakan model analisis interaktif (interactive model of
analysis). Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga
komponen pokok, yaitu: reduksi data, sajian data, dan penarikan
simpulan dengan verifikasinya (Heribertus Sutopo, 2006 : 113-116).
Model Analisis Interaktif tersebut digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Model Analisis Interaktif
Adapun penjelasan dari tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transportasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data
berupa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi data sehingga kesimpulan
finalnya dapat ditarik.
b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
Penyajian Data
Penarikan
Kesimpulan/Verifikasi
Reduksi Data
Pengumpulan Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tindakan. Sajian data juga dapat berupa matriks, gambar, skema
juga tabel.
c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Penarikan kesimpulan ini dilakukan setelah memahami
arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui
dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-
pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab
akibat.
Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara ketiga
komponen dengan komponen pengumpulan data, selama proses
pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data,
kemudian bergerak diantara reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan, dengan menggunakan waktu yang masih
tersisa bagi penelitiannya.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan penulisan
hukum, maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum yang
terdiri dari empat bab, dimana tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian
yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan hukum
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori
dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menguraikan pengertian dan teori-teori hukum yang mendukung judul
penulisan hukum ini sehingga akan memudahkan pembaca untuk
memahami paparan penulis dalam penulisan hukum ini. Dimulai dari
tinjauan umum tentang perjanjian, wanprestasi, kredit macet, upaya
penyelesaian sengketa, dan tinjauan umum tentang pembiayaan
konsumen. Kerangka pemikiran akan menguraikan gambaran alur
berpikir penulis dalam melakukan penulisan hukum.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab hasil penelitian dan pembahasan adalah bab inti dalam
penulisan hukum ini. Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil
penelitian yang kemudian dengan analisis, menghasilkan pembahasan
atas pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu
mengenai upaya yang dilakukan Bima Finance cabang Surakarta dalam
menyelesaikan kredit macet karena debitur wanprestasi dan mengenai
hal-hal yang menjadi hambatan Bima Finance cabang Surakarta dalam
upaya menangani kredit macet oleh debitur wanprestasi.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang
kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan
permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas
hasil keseluruhan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Ketentuan pasal ini
kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi.
Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut (Abdulkadir
Muhammad, 2000 : 224) :
1) Hanya menyangkut sepihak saja;
2) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus;
3) Pengertian perjanjian terlalu luas; dan
4) Tanpa menyebut tujuan.
Berdasarkan alasan-alasan di atas ini maka perjanjian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal
mengenai harta kekayaan.” (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 225)
Apabila diperinci, maka perjanjian itu mengandung unsur-
unsur sebagai berikut:
1) Ada pihak-pihak, sedikit-dikitnya dua orang (subjek);
2) Ada persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus);
3) Ada objek yang berupa benda;
4) Ada tujuan bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan);
5) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Asas-asas Perjanjian
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang
merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan.
Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut :
1) Asas Kebebasan Berkontrak.
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik
yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang.
Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak
dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
(Abdulkadir Muhammad, 2000 : 225)
Asas pacta sunt servanda tercemin dalam Pasal 1338
KUHPerdata:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Pasal tersebut membawa konsekuensi bahwa para pihak
yang telah berjanji terikat untuk melaksanakan isi perjanjian
yang telah mereka buat. Pengingkaran terhadap isi dari
perjanjian tersebut dikatakan sebagai tindakan wanprestasi dan
terhadap hal tersebut pihak yang dirugikan dapat mengajukan
gugatan disertai dengan permohonan untuk mendapatkan ganti
rugi (Christine Susanti, 2010 : 545).
Kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi
perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan
“siapa” perjanjian itu diadakan. Selanjutnya Johanes Gunawan,
menjelaskan lebih lanjut tentang asas kebebasan berkontrak ini
yang meliputi (Djaja S. Meliala, 2007 : 97) :
a) Kebebasan setiap orang untuk memutuskan apakah ia
membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian.
b) Kebebasan setiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan
membuat suatu perjanjian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
c) Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.
d) Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.
e) Kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan
perjanjian.
2) Asas Keseimbangan.
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki
kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan
jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula kewajiban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Asas
keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.
3) Asas Proporsionalitas.
Asas proporsionalitas bermakna sebagai asas yang
melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para
pihak sesuai proporsi atau bagiannya. Asas proporsionalitas
membagi hak dan kewajiban yang diwujudkan dalam seluruh
proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra-kontraktual,
pembentukan kontrak, maupun pelaksanaan kontrak. Asas
proporsionalitas sangat berorientasi pada konteks hubungan
dan kepentingan para pihak.
4) Asas Obligator.
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang
dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak
dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik
baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang
bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui
penyerahan (levering).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5) Asas Kepribadian.
Asas kepribadian diatur dalam Pasal 1315 jo Pasal 1340
KUHPerdata, yang menetapkan bahwa seseorang hanya dapat
mengikatkan dirinya pada sebuah perjanjian, oleh karena itu
pada dasarnya suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak
yang mengadakan perjanjian itu sendiri, dalam hal ini pihak
kreditur dan pihak debitur. Para pihak tidak dapat mengadakan
perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam Derden
beding (janji untuk seorang pihak ketiga, Pasal 1317
KUHPerdata) (Djaja S. Meliala, 2007 : 96).
c. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Perjanjian yang sah
diakui dan diberi akibat hukum (legally concluded contract).
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah sah,
apabila memenuhi empat syarat sebagai berikut (Djaja S. Meliala,
2007 : 91-95) :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan sepakat dimaksudkan bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-
hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki pihak lain.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Menurut Pasal 1329 KUHPerdata: “tiap orang berwenang
untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap
untuk hal itu”. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, yang tidak
cakap untuk membuat perjanjian ada tiga golongan, yaitu :
a) anak yang belum dewasa;
b) orang yang berada di bawah pengampuan; dan
c) perempuan bersuami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Sekarang ini, setelah dikeluarkannya Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 dan setelah berlakunya
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, tinggal dua
golongan yang tidak cakap membuat perikatan, yaitu anak yang
belum dewasa dan orang yang berada di bawah pengampuan
(curatele).
3) Suatu hal tertentu.
Mengenai suatu hal tertentu maksudnya ialah bahwa
objek perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus dapat
ditentukan (Pasal 1333 KUHPerdata). Dan, barang-barang yang
baru akan dikemudian hari pun dapat menjadi objek suatu
perjanjian (Pasal 1334 KUHPerdata).
4) Suatu sebab yang halal.
Maksudnya ialah bukan hal yang menyebabkan
perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun
ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata).
d. Akibat Perjanjian yang Sah
Bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik (Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata). Demikian pula suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau
undang-undang (Pasal 1339 KUHPerdata).
Meskipun demikian, setiap kreditur dapat membatalkan
segala tindakan yang dilakukan oleh pihak debitur yang bertujuan
merugikan kepentingan pihak kreditur (Pasal 1341 KUHPerdata).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh debitur
dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi daripada perikatan.
Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah
ditentukan dalam perjanjian maka ia dikatakan “wanprestasi”
(kelalaian) (Riduan Syahrani, 2000 : 228).
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
ditetapkan dalam perikatan atau perjanjian tidak dipenuhinya
kewajiban dalam suatu perjanjian, dapat disebabkan dua hal, yaitu
(Djaja S. Meliala, 2007 : 99) :
1) Karena kesalahan debitur baik sengaja maupun karena kelalaian.
2) Karena keadaan memaksa (overmacht/force majeure).
b. Wujud Wanprestasi
Wujud Wanprestasi bisa (J. Satrio, 1999:122) :
1) Debitur sama sekali tidak berprestasi
Dalam hal ini, debitur sama sekali tidak memberikan
prestasi. Hal itu bisa disebabkan, karena debitur memang
tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan, karena
memang kreditur objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau
secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi.
2) Debitur keliru berprestasi
Debitur memang dalam pikirannya telah memberikan
prestasinya, tetapi dalam kenyataan, yang diterima kreditur
lain daripada yang diperjanjikan.
3) Debitur terlambat berprestasi
Debitur berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak
sebagaimana yang diperjanjikan. Sebagaimana sudah
disebutkan di atas debitur tidak digolongkan dalam kelompok
“terlambat berprestasi” kalau objek prestasinya masih berguna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
bagi kreditur. Orang yang terlambat dalam berprestasi
dikatakan dalam keadaan lalai.
3. Tinjauan Umum Tentang Kredit Macet
a. Pengertian Kredit
Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan memberikan definisi tentang kredit :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga”.
Dari pengertian di atas terlihat dengan jelas adanya
beberapa unsur kredit. Tentang hal ini, Suyatno mengemukakan
bahwa unsur-unsur kredit adalah sebagai berikut (Thomas
Suyatno, et al, 2003 : 14) :
1) Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa
prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang
atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka
waktu tertentu dimasa yang akan datang;
2) Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan
diterimanya pada masa yang akan datang;
3) Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima
dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan berarti
semakin tinggi pula tingkat resikonya; dan
4) Prestasi atau objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk
uang tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun karena
kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
uang, maka transaksi-transaksi kredit dalam bentuk uanglah
yang lazim dalam praktek perkreditan.
b. Pengertian Kredit Bermasalah
Naturally, some loans issued will be repaid late or will not
be repaid at all. These loans are considered non-performing
(Thomas P. Ferguson, 2008 : 4). (Tentu saja, beberapa pinjaman
yang dikeluarkan akan dibayar terlambat atau tidak akan dibayar
sama sekali. Pinjaman ini dianggap bermasalah). Dalam hal ini,
seorang debitur dalam melaksanakan kredit kadang tidak berjalan
dengan lancar. Ada kalanya suatu saat tidak membayar angsuran
atau terlambat dalam pembayaran utangnya, sehingga dapat
dikatakan dengan kredit bermasalah.
Ada beberapa pengertian kredit bermasalah yaitu
(http://id.shvoong.com/businessmanagement/investing/2195291-
pengertian-kredit-bermasalah/#ixzz1gbv4SOTP diakses pada Sabtu,
31 Maret 2012, 17:01) :
1) Kredit yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai atau
memenuhi target yang diinginkan oleh pihak kreditur;
2) Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di
kemudian hari bagi kreditur dalam arti luas;
3) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-
kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali
pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan
serta ongkos-ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang
bersangkutan;
4) Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama
apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan
diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit
sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh
kreditur;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
5) Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali
sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi
kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan
timbulnya resiko di kemudian hari bagi kreditur dalam arti luas;
6) Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-
kewajibannya terhadap kreditur, baik dalambentuk pembayaran
kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-
ongkos kreditur yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan;
dan
7) Kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan
macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.
Penyebab kredit macet :
a) Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh
adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan.
b) Error Commusion (EC)
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan
lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada
atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
c. Kriteria Kredit Macet
Berdasarkan SE - 09/PJ.42/1999, pengertian kredit yang
digolongkan "Lancar", "Perhatian Khusus", "Kurang Lancar",
"Diragukan", dan "Macet", disesuaikan dengan pengertian yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia
(http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=416
diakses pada Sabtu, 31 Maret 2012, 16:39) :
1) Kredit digolongkan sebagai kredit "Lancar", apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b) Memiliki mutasi rekening yang aktif; dan
c) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash
collateral).
2) Kredit digolongkan sebagai kredit dalam "Perhatian Khusus",
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari;
b) Kadang-kadang terjadi cerukan;
c) Mutasi rekening relatif aktif;
d) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan; dan
e) Didukung oleh pinjaman baru.
3) Kredit digolongkan sebagai kredit "Kurang Lancar", apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari;
b) Sering terjadi cerukan;
c) Mutasi rekening relatif rendah;
d) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih
dari 90 (sembilan puluh) hari;
e) Terdapat likuidasi masalah keuangan yang dihadapi debitur;
dan
f) Dokumentasi pinjaman lemah.
4) Kredit digolongkan sebagai kredit "Diragukan", apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari;
b) Terjadi cerukan yang bersifat permanen;
c) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh)
hari;
d) Terjadi kapitalisasi bunga; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
e) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit
maupun peningkatan jaminan.
5) Kredit digolongkan sebagai kredit "Macet", apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari;
b) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; dan
c) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar.
4. Tinjauan Umum Tentang Upaya Penyelesaian Sengketa
Para pihak yang bersengketa akan berupaya agar sengketa yang
terjadi cepat terselesaikan karena dengan semakin berlarutnya masalah
maka kerugian yang ditimbulkan pun akan semakin besar dan dunia
bisnis mengalami kemandulan. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa
di luar pengadilan kini semakin sering digunakan sebagai alternatif
dalam menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Hal ini
disebabkan oleh lebih singkatnya waktu yang diperlukan dalam proses
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dibandingkan dengan
penyelesaian melalui pengadilan. Kelemahan penyelesaian melalui
pengadilan :
a. Pengadilan menggunakan jasa lawyer sehingga menjadi tidak
terkontrol.
b. Hakim-hakim pengadilan tidak menguasai sengketa-sengketa
dagang yang melibatkan hubungan-hubungan niaga menjadi rumit.
c. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu
yang lama dan ongkos yang besar, karena proses pengadilan yang
panjang dari tingkat pertama sampai dengan tingkat Mahkamah
Agung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
d. Penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang salah
dan siapa yang benar, dan hasilnya akan dapat merenggangkan
hubungan dagang diantara pengusaha.
e. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan terbuka sifatnya karena
dilakukan melalui sidang yang terbuka, dapat disiarkan oleh media,
yang mungkin bisa melahirkan penilaian yang tidak baik bagi kedua
belah pihak yang bersengketa.
f. Ganti rugi dalam penyelesaian sengketa terbatas.
Dalam Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
yang isinya :
“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Lima cara penyelesaian tersebut dapat diuraikan di bawah ini,
antara lain:
1) Konsultasi
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani berpendapat bahwa
konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal”
antara pihak yang disebut dengan “klien” dengan pihak
“konsultan” yang memberikan pendapatnya kepada klien
tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien
tersebut. Klien bebas untuk menentukan sendiri keputusan yang
akan ia ambil untuk kepentingannya sendiri karena tidak ada
keterikatan atau kewajiban untuk mengikuti pendapat yang
disampaikan oleh konsultan. Walau demikian, tidak menutup
kemungkinan bahwa klien akan menggunakan pendapat yang
disampaikan oleh konsultan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
konsultasi peran konsultan tidaklah dominan karena konsultan
hanya memberikan pendapat hukum sedangkan keputusan
mengenai penyelesaian tersebut diambil oleh para pihak yang
bersengketa. (Gunawan widjaja & Ahmad Yani, 2001 : 28-29).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2) Negosiasi
a) Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani berpendapat bahwa
negosiasi merupakan suatu upaya penyelesaian sengketa
yang dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan antara
para pihak yang bersengketa. Pertemuan ini bertujuan untuk
menghilangkan sengketa atau selisih paham yang terjadi
diantara para pihak dengan mengadakan proses penjajakan
kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan konsep
saling menguntungkan atau “win-win”. Masing–masing
pihak akan melepaskan atau memberikan kelonggaran
(concession) atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas
timbal balik. Persetujuan atau kesepakatan yang telah
dicapai tersebut kemudian akan dituangkan secara tertulis
untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan
sesuai hasil kesepakatan. Kesepakatan tertulis tersebut
bersifat final dan mengikat bagi para pihak (Gunawan
widjaja & Ahmad Yani, 2001 : 31).
b) Priyatna Abdurrasyid berpendapat bahwa negosiasi
merupakan suatu cara dimana individu berkomunikasi satu
sama lain mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan
kehidupan sehari-harinya. Didefinisikan sebagai proses yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada
pihak lain yang menguasai apa yang kita inginkan (Priyatna
Abdurrasyid, 2002 : 21).
3) Mediasi
a) Munir Fuady berpendapat bahwa mediasi merupakan suatu
proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak
luar yang tidak memihak dan netral yang ditunjuk oleh para
pihak untuk membantu menemukan solusi dalam
menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi
kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
menyelesaikan sengketa tersebut disebut ”mediator”. Pihak
mediator tidak berwenang untuk memberi putusan terhadap
sengketa tersebut, melainkan hanya berfungsi untuk
membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak yang
bersengketa tersebut. Kemampuan dan integritas dari pihak
mediator tersebut diharapkan dapat mengefektifkan proses
negosiasi diantara para pihak yang bersengketa (Munir
Fuady, 2003 : 47).
b) Priyatna Abdurrasyid berpendapat bahwa mediasi adalah
suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang
berselisih memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang
independen untuk bertindak sebagai mediator (penengah),
akan tetapi tidak diberi wewenang untuk mengambil
keputusan yang mengikat (Priyatna Abdurrasyid, 2002 : 23).
4) Konsiliasi
Munir Fuady berpendapat bahwa konsiliasi merupakan
suatu proses penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.
Walaupun jika dilihat dari pengertiannya hampir sama, namun
konsiliasi tidaklah sama dengan mediasi. Seperti mediator,
tugas dari konsiliator hanyalah sebagai fasilitator untuk
melakukan komunikasi diantara para pihak sehingga para pihak
dapat menemukan solusi untuk mereka sendiri. Namun
konsiliator tidak mempunyai wewenang untuk menyarankan
jalan keluar atau proposal penyelesaian sengketa seperti
mediator.
5) Arbitrase (Penilaian ahli)
a) Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian sengketa
perdata di luar pengadilan berdasarkan perjanjian arbitrase
yang telah dibuat oleh para pihak yang bersengketa dengan
menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
arbiter dengan tujuan memperoleh suatu putusan yang final
dan mengikat.
b) Gatot Sumartono berpendapat bahwa pendapat hukum oleh
lembaga arbitrase adalah para pihak dalam suatu perjanjian
(tanpa adanya sengketa) berhak mengajukan permohonan
suatu pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas
hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Lembaga
arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh
para pihak tersebut untuk memberikan suatu pendapat yang
mengikat (binding opinion) mengenai suatu persoalan
berkenaan dengan perjanjian tersebut. Dengan diberikannya
pendapat oleh lembaga arbitrase tersebut, kedua belah
pihak terikat padanya dan salah satu pihak yang bertindak
bertentangan dengan pendapat itu akan dianggap melanggar
perjanjian. Terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak
dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun.
Pilihan alternatif penyelesaian sengketa merupakan salah
satu bentuk keterlibatan manusia dalam pelaksanaan hukum
dengan memperlihatkan hubungan antara budaya dan hukum.
Budaya hukum inilah yang menentukan sikap, ide-ide, nilai-nilai
seseorang terhadap hukum di dalam masyarakat. Tercapainya
kesepakatan dalam penyelesaian suatu sengketa hukum tidak
terlepas dari pola orientasi hukum yang umum dalam masyarakat
yang merupakan pencerminan budaya hukum. Untuk dapat
menyelesaikan sengketa secara cepat, efektif dan efisien, harus
disesuaikan dengan laju perekonomian dan perdagangan di masa
mendatang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan Konsumen
a. Pengertian Pembiayaan Konsumen
Pranata hukum “Pembiayaan Konsumen” dipakai sebagai
terjemahan dari istilah “Consumer Credit”. Pembiayaan konsumen
ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (consumer credit). Hanya
saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank (Munir
Fuady, 2002 : 162).
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (6) Keppres Nomor 61
Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan :
“Pembiayaan Konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang untuk
kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau
berkala.”
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami dan dirinci
unsur-unsur pengertian Pembiayaan Konsumen sebagai berikut
(Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, 2000 : 246-247) :
1) Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum
pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen
(kreditur), konsumen (debitur), dan penyedia barang (pemasok,
supplier);
2) Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan
dipakai untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga,
misalnya televisi, kulkas, mesin cuci, perabot rumah tangga,
motor dan mobil;
3) Perjanjian adalah perbuatan persetujuan pembiayaan yang
diadakan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan
konsumen, serta jual beli antara pemasok dan konsumen.
Perjanjian tersebut didukung oleh dokumen-dokumen;
4) Hubungan kewajiban dan hak, di mana perusahaan pembiayaan
konsumen wajib membiayai harga pembelian barang keperluan
konsumen dan membayar tunai kepada pemasok untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
kepentingan konsumen, sedangkan konsumen wajib membayar
harga barang secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan
konsumen, dan pemasok wajib menyerahkan barang kepada
konsumen; dan
5) Jaminan berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitur)
merupakan jaminan utama bahwa konsumen dapat dipercaya
untuk membayar angsurannya sampai selesai. Barang yang
dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen merupakan
jaminan pokok secara fidusia, semua dokumen kepemilikan
barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan konsumen sampai
angsuran terakhir dilunasi. Di samping kedua jaminan yang
disebutkan itu, pengakuan utang (promissory notes) merupakan
jaminan tambahan.
b. Dasar Hukum Pembiayaan Konsumen
Yang menjadi dasar hukum dari pembiayaan konsumen ini
dapat dibilah-bilah kepada dasar hukum substantif dan dasar hukum
administratif (Munir Fuady, 2002 : 104-105).
1) Dasar Hukum Substantif
Adapun yang merupakan dasar hukum substantif eksistensi
pembiayaan konsumen adalah perjanjian diantara para pihak
berdasarkan asas “kebebasan berkontrak”. Yaitu perjanjian antara
pihak perusahaan finansial sebagai kreditur dan pihak konsumen
sebagai debitur. Sejauh yang tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip hukum yang berlaku, maka perjanjian seperti itu sah dan
mengikat secara penuh. Hal ini dilandasi pada ketentuan dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2) Dasar Hukum Administratif
Seperti juga terhadap kegiatan lembaga pembiayaan
lainnya, maka pembiayaan konsumen ini mendapat dasar dan
momentumnya dengan dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988
tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti
dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/2000
tentang Perusahaan Pembiayaan. Di mana ditentukan bahwa salah
satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah
menyalurkan dana dengan sistem yang disebut “Pembiayaan
Konsumen”.
c. Pihak dalam Pembiayaan Konsumen
1) Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha
berbentuk Perseroan Terbatas atau koperasi, yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau
berkala oleh konsumen. Perusahaan tersebut menyediakan jasa
kepada konsumen dalam bentuk pembayaran harga barang secara
tunai kepada pemasok (supplier). Antara perusahaan dan
konsumen harus ada lebih dahulu kontrak pembiayaan konsumen
yang bersifat pemberian kredit. Dalam kontrak tersebut,
perusahaan wajib menyediakan kredit sejumlah uang kepada
konsumen sebagai harga barang yang dibelinya kepada pemasok,
sedangkan pihak konsumen wajib membayar kembali kredit secara
angsuran kepada perusahaan tersebut.
2) Konsumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Konsumen adalah pihak pembeli barang dari pemasok atas
pembayaran oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan
konsumen. Konsumen berstatus perseorangan (individu) dapat
pula perusahaan bukan badan hukum. Pihak konsumen umumnya
masyarakat karyawan.
3) Pemasok (supplier)
Pemasok adalah pihak penjual barang kepada konsumen
atas pembayaran oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan
konsumen. Hubungan kontraktual antara pemasok dan konsumen
adalah jual beli bersyarat, dimana pemasok wajib menyerahkan
barang kepada konsumen, dan konsumen wajib membayar harga
barang secara angsuran kepada perusahaan yang telah melunasi
harga barang secara tunai (Abdulkadir Muhammad & Rilda
Murniati, 2000 : 247-249).
d. Jaminan-jaminan dalam Pembiayaan Konsumen
Jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen
ini pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit
biasa, khususnya kredit konsumsi.
1) Jaminan Utama
Sebagai suatu kredit, maka jaminan pokoknya adalah dari
kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa pihak konsumen dapat
dipercaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Jadi di sini,
prinsip-prinsip memberikan kredit berlaku. Misalnya prinsip 5C
(Collateral, Capacity, Character, Capital, Condition of
Economy).
2) Jaminan Pokok
Sebagai jaminan pokok terhadap transaksi pembiayaan
konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut. Jika
dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka
mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
jaminan tersebut dalam bentuk fiduciary transfer of ownership
(fidusia). Karena adanya fidusia ini, maka biasanya seluruh
dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang
bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur (pemberian dana)
hingga kredit lunas.
3) Jaminan Tambahan
Sering juga dimintakan jaminan tambahan terhadap
transaksi pembiayaan konsumen ini, walaupun tidak seketat
jaminan untuk memberi kredit bank. Biasanya jaminan tambahan
terhadap transaksi ini berupa pengakuan hutang (Promissory
Notes), atau Acknowlegment of Indebtedness, kuasa menjual
barang, dan Assigment of Proceed (Cessie) dari asuransi. Di
samping itu, sering juga diminta “persetujuan istri atau suami”
untuk konsumen pribadi dan persetujuan komisaris (RUPS) untuk
konsumen perusahaan, sesuai ketentuan anggaran dasarnya.
(Munir Fuady, 2002 : 168)
e. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Perjanjian pembiayaan konsumen dibuat secara tertulis dan
isinya telah ditetapkan secara sepihak oleh perusahaan pembiayaan
yang kemudian dituangkan dalam bentuk formulir-formulir, dibuat
secara massal dan diberlakukan bagi semua konsumen. Dengan
demikian perjanjian pembiayaan konsumen termasuk dalam
perjanjian standar atau perjanjian baku karena konsumen tidak dapat
mengubah, menambah dan mengganti seluruh atau sebagian isi
perjanjian. As soon as the contract is signed, the hirer acquires
possession of the property and therewith the right to use the property
over an agreed period. However, the ownership of the property
remains with the finance company until the hirer pays all installments
(Jas Bahadur Gurung, 2005 : 102). (Segera setelah kontrak
ditandatangani, penyewa memperoleh kepemilikan properti dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
beserta hak untuk menggunakan properti selama periode yang
disepakati. Namun, kepemilikan properti tetap dengan perusahaan
keuangan sampai penyewa membayar semua angsuran).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Hambatan-
hambatan BIMA
FINANCE
Kredit macet
(wanprestasi)
Upaya-upaya
BIMA FINANCE
BIMA
FINANCE
(kreditur)
Perjanjian
Pembiayaan
Konsumen
Konsumen
(debitur)
Barang Bergerak
yang terdaftar
(Mobil)
Kebutuhan
Terhadap
Konsumen
Hambatan
Empiris
Hambatan
Normatif
1. eksternal
2. internal
Peraturan dan
Perjanjian
Pembiayaan
Konsumen
Penyelesaian
yang ideal
Lancar
Selesai
Tidak
Lancar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Keterangan :
Seiring dengan berkembangnya jaman dan perekonomian
dalam masyarakat, maka berkembang pula kebutuhan masyarakat.
Salah satu perilaku konsumtif masyarakat adalah kebutuhan akan
barang bergerak yang berupa motor dan mobil. Perusahaan
pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan
yang banyak diminati masyarakat untuk dapat mendapatkan barang
kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen. Bima Finance cabang
Surakarta merupakan salah satu perusahaan pembiayaan konsumen
yang dapat melakukan pembelian mobil secara kredit.
Mekanisme yang digunakan adalah mekanisme perjanjian
pembiayaan konsumen antara perusahaan pembiayaan konsumen
(Bima Finance) dengan konsumen (debitur). Dari perjanjian
tersebutlah muncul hubungan hukum berupa perjanjian pembiayaan
konsumen untuk barang bergerak terutama mobil dengan konsumen
(debitur).
Pelaksanaan dari perjanjian tersebut dapat berjalan lancar dan
tidak lancar. Apabila pelaksanaan perjanjian tersebut lancar maka
tidak ada kendala yang terjadi dan akan selesai pada waktunya. Tetapi
apabila tidak lancar maka akan menimbulkan suatu permasalahan,
salah satu masalah yang dapat timbul dalam perjanjian tersebut adalah
kredit macet yang dilakukan oleh debitur. Kredit macet timbul akibat
adanya itikad tidak baik dari debitur misalnya tidak membayar
angsuran secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang sudah
diperjanjikan ataupun tidak mampu membayar tetapi ada suatu unsur
paksaan untuk membayar. Kredit macet atau wanprestasi tersebut
tentu saja merugikan pihak perusahaan pembiayaan konsumen. Untuk
menghadapi dan menyelesaikan permasalahan kredit macet oleh
debitur wanprestasi tersebut, maka perusahaan pembiayaan konsumen
akan menempuh berbagai upaya guna kelangsungan dari perusahaan
pembiayaan itu sendiri. Dalam hal melaksanakan upaya-upaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
menyelesaikan kredit macet tersebut tidak dapat dipungkiri terdapat
hambatan-hambatan yang mengganggu atau menghambat upaya yang
dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen tersebut. Hambatan
dapat berupa hambatan eksternal, hambatan internal maupun
hambatan dari segi normatif (peraturan pembiayaan konsumen dan isi
perjanjian pembiayaan konsumen). Misalnya hambatan-hambatan
dalam upaya pengembalian barang pembiayaan yaitu barang telah
dijual, digadaikan, penerima fasilitas tidak mampu lagi, penerima
fasilitas atas nama, kurangnya pemahaman penerima fasilitas atas isi
perjanjian, penerima fasilitas pindah alamat (tidak diketahui), dan
identitas barang telah diubah. Dengan adanya berbagai hambatan
tersebut, maka pihak kreditur harus mempunyai penyelesaian yang
paling ideal terhadap kredit macet tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian (PT. Bima Multi Finance)
Bima Finance Cabang Surakarta merupakan salah satu dari sekian
banyak perusahaan pembiayaan yaitu badan usaha atau lembaga keuangan
bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk
dalam bidang usaha lembaga pembiayaan khususnya adalah pembiayaan
konsumen.
PT. Bima Multi Finance (Bima Finance) adalah perusahaan
pembiayaan yang berdiri sejak tahun 1990 dengan nama awal PT. Lautan
Berlian Pacific Finance. Setelah mengalami beberapa kali perubahan nama
perseroan, pengurus dan pemegang saham, maka pada tanggal 08 Agustus 2006
perusahaan diambil alih oleh pemegang saham dan manajemen yang sekarang
dan pada tanggal 18 Oktober 2006 perseroan berubah nama menjadi PT Bima
Multi Finance. Bima Finance mendapat persetujuan dan pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat
Keputusannya No. W7-0263 HT.01.04-TH 2006 tanggal 17 Nopember 2006.
Perusahaan memperoleh izin usaha sebagai pembiayaan dari Menteri Keuangan
Republik Indonesia dalam Surat Keputusan Nomor 956/KMK.013/1990 tanggal
16 Agustus 1990. Perusahaan juga telah memperoleh Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep-148/KMK.12/2006 tanggal 1
Desember 2006 tentang Pemberian Izin Usaha Perusahaan sehubungan
penggantian nama menjadi PT. Bima Multi Finance.
Saat ini Bima Finance bergerak dibidang usaha Consumer Finance,
Leasing dan Factoring. Prioritas pembiayaan adalah pada Consumer Finance,
yang dalam hal ini berupa pembiayaan kendaraan bermotor roda empat (mobil)
khususnya mobil second atau bekas yaitu mobil penumpang maupun truk atau
untuk angkut barang. Sebanyak 60% pembiayaan tersalurkan di kredit mobil,
sisanya motor bekas. Pelanggan meliputi perseorangan maupun badan hukum.
Dalam meningkatkan kinerja perusahaan dan memberikan pelayanan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
mencapai suatu kepuasan bagi pelanggan, maka Bima Finance menerapkan
“service excellent dan one day service” dalam setiap pelayanan yang diberikan,
yaitu servis yang sangat bagus dan servis yang menerapkan prosedur sehari
selesai. Lembaga pembiayaan konsumen Bima Finance ini memiliki beberapa
kantor cabang yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia berjumlah
43 unit kantor cabang.
Di bisnis pembiayaan kendaraan bermotor roda empat, Bima Finance
yang telah berpengalaman selama lebih dari 22 tahun di Indonesia semakin
berkembang setiap tahunnya. Hal ini terbukti pada perincian pembukuan dari
awal tahun 1990 sampai tahun 2011 mendapat dukungan yang diterimanya
2100 dari dealer dan showroom dalam kondisi mobil bekas (used car) di
seluruh Indonesia, melayani seluruh merek mobil beserta truk dan pick up yaitu
Suzuki, Hino, BMW, Peugeot, Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel, Audi,
Chevrolet, Ford, Honda, KIA, Land Rover, Mitsubishi, Mazda, Nissan, Jaguar,
Opel, Subaru, Sangyong, Volvo, VW dengan total customer mencapai lebih
dari 600.000 customer.
PT. Bima Multi Finance Cabang Surakarta sendiri resmi beroperasi
sejak tahun 2008, awalnya kantor cabang ini berlokasi di Jl. Yos Sudarso No.
323, Surakarta dan sekarang berpindah lokasi di Jl. Moh Yamin No. 177 A,
Surakarta. Memiliki karyawan 160 orang termasuk di dalamnya debt collector
dari perusahaan outsourcing yang diikat dengan perjanjian kerja waktu tertentu
oleh Bima Finance berjumlah sekitar 19 orang.
PT. Bima Multi Finance Cabang Surakarta dipimpin oleh Seorang
Kepala Cabang (Branch Manager), dan memiliki 3 departemen, yaitu
Departemen Operation, yang terbagi menjadi kasir, Customer Service, Admin
Sales, dan Admin Collection. Departemen SPV Marketing yang terbagi atas
beberapa CMO (Credit Marketing Officer) dan yang terakhir Departemen
Problem Account Officer (PAO) / Collection.
Departemen SPV Marketing adalah Departemen yang melakukan
kegiatan pemasaran, yaitu mencari konsumen, hingga melakukan proses
kegiatan penerimaan pengajuan aplikasi pembiayaan dari konsumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(pemohon), sampai persetujuan aplikasi pembiayaan itu sendiri. Sedangkan
Departemen Operation adalah departemen yang bertugas untuk mengelola
keuangan perusahaan dari mulai penerimaan pembayaran dari konsumen
(administrasi kredit), melakukan proses awal dalam hal terjadi kredit
bermasalah konsumen, melakukan penjualan lelang kendaraan tarikan, hingga
melakukan pembukuan atas piutang-piutang yang tidak mungkin tertagih lagi.
Akan halnya dengan Departemen Problem Account Officer (PAO) atau
Collection, bertugas melakukan tindakan lebih lanjut berdasarkan laporan dari
Departemen Operation bilamana terjadi piutang (kredit) bermasalah.
Departemen ini melakukan kunjungan-kunjungan terhadap konsumen yang
bermasalah kreditnya guna penyelesaian masalah kreditnya tersebut, hingga
melakukan penarikan barang jaminan.
2. Hubungan Hukum Para Pihak Pembiayaan Konsumen
Dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen terdapat 3 (tiga) pihak
yang terlibat antara lain pihak perusahaan pembiayaan yaitu Bima Finance
(selaku kreditur), pihak konsumen (selaku debitur) dan pihak pemasok atau
supplier (showroom). Antara ketiga pihak tersebut terdapat suatu hubungan satu
sama lainnya, yang dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
1. Hubungan Pihak Perusahaan Pembiayaan (Bima Finance) dengan Pihak
Konsumen
Hubungan antara Bima Finance dengan konsumen adalah hubungan
kontraktual, dalam hal ini adalah kontrak pembiayaan konsumen. Dalam
hubungan ini pihak pemberi biaya berkedudukan sebagai kreditur yang
berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu
barang konsumsi, sementara pihak konsumen berkewajiban utama
membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi
biaya, sehingga dalam hal ini konsumen berkedudukan sebagai debitur. Jadi
hubungan kontraktual antara Bima Finance dengan konsumen adalah sejenis
perjanjian kredit, sehingga ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kredit
dalam KUHPerdata berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Menurut penulis, konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit antara
pihak kreditur yaitu Bima Finance cabang Surakarta dengan debitur
(konsumen) setelah seluruh perjanjian ditandatangani dan dana pembiayaan
dicairkan, serta kendaraan roda empat sudah diserahkan oleh pihak supplier
kepada konsumen, maka kendaraan roda empat yang bersangkutan menjadi
milik konsumen, walaupun kemudian barang tersebut dijadikan jaminan
hutang lewat perjanjian fidusia. Karena adanya perjanjian fidusia ini maka
seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan kendaraan yang
bersangkutan akan dipegang oleh Bima Finance cabang Surakarta, dalam
hal ini penyediaan dana hingga kredit lunas.
2. Hubungan Pihak Konsumen dengan Supplier (Showroom)
Antara pihak konsumen dengan pihak supplier (showroom) terdapat
suatu hubungan jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, dimana pihak
supplier (showroom) selaku penjual menjual barang kepada pihak
konsumen selaku pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh
pihak ketiga yaitu pihak perusahaan pembiayaan (Bima Finance). Syarat
tersebut mempunyai arti bahwa apabila karena alasan apapun pihak
perusahaan pembiayaan (Bima Finance) tidak dapat menyediakan dananya,
maka jual beli antara pihak supplier (showroom) dengan pihak konsumen
sebagai pembeli akan batal.
3. Hubungan Perusahaan Pembiayaan (Bima Finance) dengan Supplier
(Showroom)
Antara Bima Finance sebagai penyedia dana dengan supplier
(showroom) tidak mempunyai sesuatu hubungan hukum yang khusus,
kecuali pihak penyedia dana hanyalah pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu
disyaratkan untuk menyediakan dana yang digunakan dalam perjanjian
antara pihak supplier (showroom) dengan pihak konsumen. Apabila pihak
penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya sementara kontrak
jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah selesai dilakukan,
jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan konsumen akan batal, dan
konsumen dapat menggugat pihak penyedia dana karena wanprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Antara perusahaan pembiayaan dan supplier (showroom) memang biasanya
memiliki perjanjian, namun perjanjian tersebut hanya berisikan kesediaan
supplier (showroom) untuk menyediakan kendaraan bermotor roda empat
bagi konsumen dan ketentuan untuk menyerahkan BPKB apabila suatu hari
terjadi hubungan antara konsumen yang membeli mobil di perusahaannya
dan menggunakan lembaga pembiayaan tertentu untuk membiayai
pembelian mobilnya.
Menurut Bapak Bayu Firdaus selaku SPV Marketing di Bima
Finance cabang Surakarta adanya penyerahan BPKB pada awal perjanjian
ini didasarkan antara konsumen dan perusahaan pembiayaan yang
melakukan perjanjian dengan menggunakan jaminan fidusia. Karena adanya
perjanjian fidusia ini maka biasanya seluruh dokumen yang berkenaan
dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak
kreditur yaitu Bima Finance sebagai jaminan dari pihak debitur (konsumen)
hingga debitur memenuhi semua kewajibannya kepada kreditur, sedangkan
debitur tetap menguasai barang secara fisik sebagai peminjam atau pemakai.
PT. Bima Multi Finance Cabang Surakarta kontrak pembiayaan
konsumen ini diwujudkan dalam sebuah Perjanjian Pembiayaan Dengan
Jaminan Fidusia yang ditandatangani oleh konsumen dengan Bima Finance
Cabang Surakarta. Dalam proses pengambilan keputusan pemberian fasilitas
pembiayaan oleh Bima Finance Cabang Surakarta, terdapat berbagai
persyaratan dan pertimbangan yang mendasari.
Langkah awalnya konsumen (pemohon) ke showroom untuk melihat
kendaraan roda empatnya yang diinginkannya, konsumen ingin mengajukan
pembayaran secara kredit kepada pihak showroom. Pihak showroom
mengajukan aplikasi pembiayaan pada Bima Finance Cabang Surakarta
untuk membantu menyediakan dana guna membayar secara tunai untuk
pembelian kendaraan bermotor roda empatnya, pihak showroom
menyerahkan kendaraan roda empatnya dan konsumen membayar secara
berangsur ke lembaga pembiayaan Bima Finance Cabang Surakarta.
Seringkali juga pemohon adalah konsumen lama yang merasa puas dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sistem pelayanan Bima Finance Cabang Surakarta sehingga pada saat
mereka memutuskan untuk kembali membeli kendaraan roda empat dengan
sistem kredit, mereka menggunakan Bima Finance Cabang Surakarta
sebagai lembaga pembiayaan yang membiayai kredit kendaraan bermotor
roda empatnya. Konsumen yang demikian disebut sebagai RO (Repeat
Order).
3. Mekanisme Pengajuan Permohonan Perjanjian
Persyaratan yang berlaku untuk melakukan pengajukan permohonan
perjanjian antara Bima Finance cabang Surakarta selaku kreditur dengan
konsumen selaku debitur antara lain :
a. Fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk) pemohon dari pihak Suami dan
Istri;
b. Fotocopy PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atau fotocopy Akte Tanah;
c. Fotocopy Kartu Keluarga;
d. Fotocopy Akte Nikah;
e. Fotocopy keterangan perincian gaji;
f. Fotocopy STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan); dan
g. Menyerahkan BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor) asli.
Menurut hasil wawancara narasumber Bapak Bayu Firdaus, SPV
Marketing mengatakan bahwa kelengkapan atas persyaratan administrasi yang
dipenuhi sejak awal akan mempengaruhi terselesaikannya proses persetujuan
pembiayaan terhadap pemohon. Proses selanjutnya yaitu dilakukan oleh pihak
Bima Finance cabang Surakarta dengan mensurvey ke tempat tinggal pemohon
dan bagian Surveyor dari lembaga pembiayaan ini, untuk mengetahui kebenaran
data dan kelayakan pemohon ini mendapatkan fasilitas pembiayaan guna
pembelian kendaraan roda empat. Konsumen yang sudah menjadi pelanggan
menunjukkan perilaku kredit baik, biasanya tidak memerlukan survey yang
begitu mendetail seperti yang biasanya diberlakukan pada pemohon yang baru.
Semua dari hasil survey tempat tinggal tersebut sudah memenuhi seluruh
persyaratan administrasi pemohon dipandang layak untuk menerima fasilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pembiayaan maka Bima Finance cabang Surakarta selanjutnya melakukan
proses pembiayaan tersebut.
PT. Bima Multi Finance Cabang Surakarta selanjutnya mengeluarkan
perhitungan angsuran pada pihak supplier (showroom) untuk dimintakan
persetujuan. Dari perhitungan angsuran yang dikeluarkan akan terlihat besarnya
Down Payment (DP) yang harus dibayarkan oleh pemohon pada pihak supplier
(showroom) dan besarnya nilai perhitungan angsuran yang menjadi
kewajibannya pada lembaga pembiayaan.
Pemohon selanjutnya menandatangani sejumlah dokumen guna
pemberian dana oleh Bima Finance Cabang Surakarta. Dokumen-dokumen
yang ditandatangani oleh pemohon meliputi :
1. Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia;
2. Surat Pernyataan Bersama;
3. Surat Kuasa Fidusia;
4. Berita Acara Serah Terima;
5. Tanda Terima Pencairan;
6. Surat Kuasa Penarikan Kendaraan; dan
7. Pernyataan Keikutsertaan Asuransi Kendaraan (kecuali untuk kendaraan
Truk dan pengangkut barang).
Adanya penandatanganan dokumen perjanjian tersebut memberikan
kewajiban pada Bima Finance cabang Surakarta untuk memberikan sejumlah
uang pada pihak supplier (showroom), guna pembelian kendaraan bermotor
roda empat yang diinginkan oleh pemohon (konsumen).
Menurut penulis, penandatanganan Perjanjian Pembiayaan dengan
Jaminan Fidusia oleh konsumen merupakan dasar hak pemberian dana dari
pihak Bima Finance cabang Surakarta pada konsumennya. Hal ini dikarenakan
Bima Finance cabang Surakarta tidak akan memberikan atau mengeluarkan
dananya pada konsumen sebelum konsumen menandatangani Perjanjian
Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia. Supplier (showroom) juga tidak akan
menyerahkan kendaraannya pada konsumen apabila belum ada pembayaran
masuk ke rekening perusahaannya dari pihak perusahaan pembiayaan meskipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
konsumen yang bersangkutan telah membayar Down Payment (DP) pembelian
kendaraannya. Setelah penandatanganan Perjanjian Pembiayaan dengan
Jaminan Fidusia maka konsumen wajib memenuhi segala kewajiban yang
tercantum dalam perjanjian.
Perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia di Bima Finance cabang
Surakarta berisi syarat dan ketentuan umum bahwa kreditur akan memberikan
fasilitas pembiayaan pada debitur, dalam bentuk penyediaan dana untuk
pembelian kendaraan bermotor roda empat yang dibutuhkan debitur menurut
spesifikasi yang telah ditentukan, hak dan kewajiban kreditur dan debitur, serta
sanksi-sanksi apabila debitur melanggar perjanjian, termasuk hal-hal seperti
jumlah keseluruhan hutang debitur; jangka waktu; pengembalian hutang; dan
besarnya tiap angsuran tiap bulannya. Sebelum menandatangani perjanjian
pembiayaan dengan jaminan fidusia, debitur diperkenankan untuk membaca
dan memahami seluruh isi yang tercantum dalam perjanjian. Apabila debitur
kurang memahami isi dalam perjanjian, maka pihak Bima Finance cabang
Surakarta menjelaskan apa isi yang tercantum dalam perjanjian tersebut.
Setelah debitur memahami seluruh isi perjanjian pembiayaan konsumen dan
menyetujuinya, maka debitur barulah menandatangani perjanjian pembiayaan
konsumen itu.
Atas dasar perjanjian pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia yang
telah ditandatangani oleh konsumen tersebut kemudian supplier (showroom)
menyerahkan kendaraan bermotor roda empat yang menjadi objek perjanjian
tersebut. Dokumen-dokumen yang telah dikirim oleh Bima Finance cabang
Surakarta setelah ditandatangani dan disetujui oleh supplier (showroom),
selanjutnya pihak supplier (showroom) membuat penagihan sesuai perhitungan
pembayaran angsuran dengan lampiran-lampiran antaralain:
1. Kwitansi Pelunasan Down Payment;
2. Kwitansi Pelunasan;
3. Surat Permohonan Transfer;
4. Surat Pernyataan Penyerahan BPKB; dan
5. Bukti Penyerahan Kendaraan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Setelah tahap-tahap proses permohonan aplikasi pembiayaan hingga
proses persetujuannya, selanjutnya debitur berkewajiban untuk melakukan
pembayaran angsuran pokok hutang dan bunga sesuai dengan perhitungan
pembayaran, selama jangka waktu yang telah disepakati. Namun, tidak berarti
bahwa bisnis pembiayaan ini lancar-lancar saja dan tidak mempunyai risiko
serta kendala sama sekali dalam proses pembiayaannya. Sebagai salah satu
kendala adalah tidak dilaksanakannya kewajiban oleh debitur (wanprestasi)
yaitu kredit macet dan hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian
wanprestasi tersebut.
4. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Wanprestasi dan Kriteria Kredit
Macet
Permasalahan yang timbul di dalam dunia perkreditan itu tidak jauh
dari ketidak disiplinan para konsumen. Seperti lembaga keuangan bank yang
selalu saja ada masalah kredit yang bermasalah, begitu pula lembaga
pembiayaan konsumen juga tidak lepas dari masalah kredit macet. Namun
walau banyaknya tingkat permasalahan kredit, terbukti setiap lembaga
pembiayaan pasti mengalami masalah kredit macet, dan pihak pembiayaan
konsumen berusaha agar kredit macet tersebut tidak terjadi dan dapat
diantisipasi dari awal.
Menurut Joned Indarto S.E, Branch Manager Bima Finance cabang
Surakarta menyatakan bahwa Bima Finance cabang Surakarta sangat
terpercaya terhadap menangani risiko, dengan cara memegang teguh prinsip
mengenal nasabah, yaitu dengan menerapkan prosedur 5C secara baik, yakni
Character, Capital, Capacity, Condition of Economic, dan Collateral, sehingga
tingkat kredit macetnya masih berkisar dilevel aman. Keseluruhan proses ini
sebenarnya merupakan proses kelayakan kredit secara umum yang dilakukan
oleh Bima Finance cabang Surakarta ini sebelum keputusan pemberian fasilitas
pembiayaan diambil. Namun terkadang di tengah jangka waktu yang telah
disepakati, dalam kredit ini konsumen tidak dapat melakukan pembayaran atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
angsuran dan bunga yang seharusnya sudah menjadi kewajibannya, sehingga
hal tersebutlah yang menyebabkan timbulnya kredit macet.
Tabel 1. Jumlah Kredit Macet Kendaraan Bermotor Roda Empat di PT.
Bima Multi Finance cabang Surakarta Tahun 2009, 2010, dan 2011 :
No. Tahun
Jumlah Debitur yang melakukan kredit
macet
1. 2009 11
2. 2010 13
3. 2011 16
(sumber data PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta)
`
Dari sekian banyaknya pembiayaan yang telah diberikan PT. Bima
Multi Finance cabang Surakarta pada debitur, maka semakin banyak pula
risiko kredit macet yang ditanggung oleh kreditur. Pada tabel 1 di atas
tercantum jumlah kredit macet kendaraan bermotor roda empat tahun 2009,
2010, dan 2011. Dari tahun ke tahun terdapat sedikit peningkatan kasus kredit
macet. Pada tahun 2009 terdapat 11 kasus, 2010 terdapat 13 kasus, dan tahun
2011 terdapat 16 kasus kredit macet di PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta. Kredit macet banyak dilakukan oleh debitur karena debitur merasa
mempunyai hak untuk memiliki kendaraan bermotor roda empat dari perjanjian
pembiayaan konsumen dan melupakan kewajibannya untuk melunasi angsuran
pokok hutang dan bunga yang telah disepakati dalam perjanjian.
Menurut hasil dari wawancara di Bima Finance cabang Surakarta yang
penulis peroleh bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya
wanprestasi antara lain:
a. faktor ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Faktor paling utama yang dapat menimbulkan persoalan wanprestasi
adalah faktor ekonomi. Bisnis yang dijalankan konsumen kadang
mengalami kesulitan, sehingga menyebabkan pendapatan dari konsumen
menjadi tidak berjalan dengan baik. Kesulitan dari pendapatan ini
menyebabkan konsumen tidak memenuhi kewajibannya membayar
angsuran dan bunga atas pembiyaan kendaraannya tiap bulan.
b. Dana untuk membayar angsuran terpakai untuk hal lain
Faktor ini juga dapat mempengaruhi adanya suatu wanprestasi.
Menurut Bayu Firdaus selaku Supervisor Marketing mengatakan bahwa
masih ada beberapa pihak yang karena adanya suatu keperluan mendesak,
dana yang seharusnya dibayarkan untuk membayar angsuran kendaraanya
digunakan untuk hal lain yang mendesak misalnya dipakai untuk membayar
pengobatan atas sakitnya konsumen atau anggota keluarga lainnya yang
membutuhkan banyak biaya, sehingga uang yang seharusnya digunakan
untuk membayar angsuran dipakai terlebih dahulu untuk membayar biaya
pengobatan. Dari keterangan diatas dapat digambarkan dengan tabel
dibawah ini :
Tabel 2. Jumlah Prosentase Faktor-faktor Penyebab Wanprestasi yang
dilakukan Debitur di PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta :
No. Faktor Penyebab Wanprestasi Jumlah Prosentase
1. Faktor ekonomi 65%
2. Dana untuk membayar angsuran
terpakai untuk hal lain
35%
(sumber data PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta)
Menentukan kapan itu debitur dinyatakan wanprestasi ini tidak seperti
apa yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ataupun Peraturan lain yang
menyatakan kapan debitur dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Debitur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
tidak dapat membayar angsuran dan bunga kepada Bima Finance cabang
Surakarta sesuai dengan isi dari perjanjian dalam jangka waktu yang telah
disepakati, maka dapat dikatakan wanprestasi. Kredit dapat dinyatakan macet
menurut Bima Finance cabang Surakarta ketika debitur tidak mempunyai itikad
baik untuk membayar angsurannya secara 3 (tiga) bulan berturut-turut. Debitur
tidak membayar angsurannya selama satu bulan belum dapat dikatakan kredit
macet. Hal tersebut masih dapat dikatakan keterlambatan dalam pembayaran
angsuran kendaraan roda empatnya.
Wanprestasi terhadap perjanjian pembiayaan konsumen di Bima
Finance cabang Surakarta meliputi:
a. Debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam
perjanjian, tidak melakukan pembayaran angsuran hutang pembiayaan
dengan lewatnya waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal jatuh tempo
angsuran;
b. Debitur tidak memenuhi kewajiban untuk merawat dan menjaga
keutuhan barang jaminan dari segala kemungkinan rusak, hilang atau
musnah;
c. Debitur meminjamkan, menjaminkan atau membebani dengan hak
jaminan, menjual atau melakukan perbuatan-perbuatan lain yang bertujuan
atau berakibat beralihnya barang jaminan tersebut kepada pihak lain
siapapun adanya, dengan bentuk dan cara apapun juga; dan
d. Barang jaminan disita atau terancam oleh suatu tindakan penyitaan pihak
lain siapapun adanya karena sebab apapun juga.
Tabel 3. Jumlah Jenis-jenis Wanprestasi di PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta yang dilakukan debitur :
No. Jenis Wanprestasi Jumlah Debitur Wanprestasi
1. Keterlambatan angsuran 26
2. KTP atas nama 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3. Barang digadaikan dan dijual 17
4. Barang hilang disengaja 5
(sumber data oleh Marketing Departemen PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta)
Pada tabel 3 di atas menunjukkan beberapa jenis wanprestasi yang
terjadi di Bima Finance cabang Surakarta. Menurut data yang penulis peroleh,
paling banyak wanprestasi yang dilakukan adalah keterlambatan angsuran
pokok hutang dan bunga oleh debitur, dikarenakan debitur telah lupa tanggal
pembayaran angsuran sehingga terlambat dalam melakukan pembayarannya.
Kriteria kredit macet menurut Bima Finance cabang Surakarta antara
lain:
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 90
(sembilan puluh) hari;
2) kredit telah jatuh tempo lebih dari 3 (tiga) bulan.
5. Upaya Penyelesaian Kredit Macet dan Hambatan-hambatannya
Menurut hasil wawancara dengan Joned Indarto S.E, selaku kepala
cabang PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta, penyelesaian kredit macet
dalam kontrak pembiayaan konsumen dapat ditempuh dengan dua cara yaitu
dengan cara non litigasi dan litigasi. Upaya-upaya penyelesaian kredit macet
dengan jalan non litigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Upaya Preventif
Gambaran umum mengenai tindakan untuk mengantisipasi
munculnya kredit macet yang dilakukan oleh Bima Finance cabang Surakarta
kepada konsumennya adalah dari semua persyaratan-persyaratan administrasi
aplikasi pembiayaan dan tindakan survey yang dilakukan oleh Credit
Marketing Officer (CMO) dan bagian surveyor, seharusnya akan terlihat
tingkat kemampuan keuangan pemohon, namun selain dari tindakan itu Bima
Finance cabang Surakarta juga melakukan foto terlebih dahulu terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
kendaraan bermotor roda empat yang akan dibiayai, cek terhadap Bukti
Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) juga dilakukan di Polisi Daerah
(Polda) khususnya untuk kendaraan bekas untuk mengetahui apakah BPKB
tersebut benar atau tidak.
b. Early Warning
Upaya awal yang dilakukan Bima Finance cabang Surakarta dalam
menangani kredit macet yang dilakukan oleh debitur wanprestasi adalah
memberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 1
(satu) bulan dengan tujuan meminta tanggung jawab dan itikad baik
menyelesaikan kewajiban pembayaran pokok angsuran dan/atau bunga.
Perincian pemberian Surat Peringatan (Somasi) meliputi:
1) Kirimkan SOMASI I dengan disertai undangan untuk datang ke kantor.
Pertama Operation Departemen memberitahukan kepada Collection
Departement untuk melakukan penagihan angsuran ke rumah debitur
dengan diberi surat peringatan (somasi) dan form survey ulang guna
memastikan apakah kesalahan tersebut terjadi karena faktor intern (tidak
dilakukan survey atau data dimanipulasi) atau memang kesalahan debitur
yang bersangkutan. Hasil survey ulang dilaporkan kepada Marketing
Departemen. Apabila kesalahan karena faktor intern maka diteruskan
kepada Operation Departemen untuk diberikan sanksi yang sesuai dengan
peraturan perusahaan. Apabila kesalahan merupakan kesalahan dari
debitur maka ditindaklanjuti oleh bagian Collection.
2) Apabila tidak ada respon baik maka kirimkan SOMASI II dengan
disertai undangan untuk datang ke kantor. Dalam hal ini, Operation
Departemen harus menganalisa penyebab keterlambatan pembayaran
angsuran, termasuk posisi mobil dan keberadaan debitur apakah masih
berada di tempat tinggalnya.
3) Apabila tidak ada respon maka kirimkan SOMASI III dengan disertai
undangan untuk datang ke kantor. Hal ini merupakan peringatan bagi
team Collection harus melakukan kunjungan yang lebih intensif untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
mengecek lebih lanjut keberadaan debitur dan posisi mobil. Operation
Departemen harus mengecek secara jelas siapa yang menerima surat
peringatan tersebut.
c. Upaya untuk melakukan negosiasi
Apabila Surat Peringatan satu (1) sampai terakhir sudah sampai
ditangan debitur, tetapi dalam jangka waktu lebih dari tiga (3) bulan tidak ada
respon dari debitur untuk membayar angsuran pokok hutang dan bunga serta
kendaraan bermotor roda empat masih berada ditangan debitur, maka
operation departemen mengeluarkan Surat Tugas Penarikan (STP) untuk
kendaraan bermotor roda empat sebagai dasar collector melakukan
penarikan. Hal ini dilakukan oleh Bima Finance sebagai pengamanan aset
(penitipan unit) selama dua (2) minggu. Proses penarikan dilakukan dengan
pendekatan yang baik terhadap debitur, apabila tidak dapat dilakukan
pendekatan kepada debitur maka dilakukan negosiasi secara kekeluargaan
dan bila perlu melibatkan RT atau RW atau Kepala Desa. Selanjutnya,
apabila debitur dalam jangka waktu dua (2) minggu tidak segera membayar
angsuran pokok hutang dan bunga yang sudah jatuh tempo tersebut maka
akan dilakukan proses pelelangan disertai dengan surat pemberitahuan lelang
terhadap debitur.
Dalam hal melaksanakan upaya-upaya untuk menyelesaikan kredit
macet tersebut tidak dapat dipungkiri terdapat hambatan-hambatan yang
mengganggu atau menghambat upaya yang dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan konsumen yaitu Bima Finance cabang Surakarta. Hambatan-
hambatan tersebut meliputi hambatan normatif, hambatan internal maupun
hambatan eksternal.
Hambatan normatif merupakan hambatan yang timbul dari peraturan
mengenai lembaga pembiayaan dan perjanjian pembiayaan konsumen yang
berlaku. Peraturan mengenai lembaga pembiayaan tersebut dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini
berlaku apabila perusahaan pembiayaan konsumen melanggar kewajiban dan
larangan peraturan perundang-undangan secara perdata yang dapat
merugikan konsumen. Pada Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan terdapat 8 negatif
list klausula baku yang dilarang bagi pelaku usaha untuk diterapkan pada
konsumen di antaranya yaitu :
a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa;
g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam
masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; dan
h) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Menurut hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa pada perjanjian
pembiayaan konsumen yang dibuat oleh pihak kreditur dan debitur tersebut
tidak terdapat pelanggaran-pelanggaran negatif list yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal
ini terlihat dari itikad baik dari Bima Finance cabang Surakarta dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen. Bima Finance cabang
Surakarta telah mematuhi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bahwa pihak perusahaan pembiayaan
sebelum mengadakan kontrak perjanjian tersebut telah menjelaskan isi dari
perjanjian pembiayaan konsumen apabila debitur berkehendak ingin
dibacakan perjanjian tersebut sehingga debitur yang akan mengadakan
aplikasi kredit memahami isi yang tercantum dalam perjanjian.
Ditinjau dari asas kebebasan berkontrak bahwa perjanjian
pembiayaan konsumen tersebut sudah sesuai dengan batasan-batasan yang
ada di dalam asas kebebasan berkontrak yaitu tidak bertentangan dengan
Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan sehingga pelaksanaan
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut sesuai dengan asas kebebasan
berkontrak yang bertanggungjawab. Hal ini dapat dilihat dari fase pra
kontraktual bahwa Bima Finance cabang Surakarta setelah menjelaskan isi
dari perjanjian baku tersebut telah menawarkan kepada konsumen apakah
konsumen bersedia menandatangani perjanjian pembiayaan konsumen
tersebut atau tidak. Apabila konsumen tidak bersedia menandatangani
kontrak pembiayaan dan tidak menyetujui isi kontrak pembiayaan tersebut
maka Bima Finance tidak memaksa debitur untuk menandatanginya dan
debitur bebas untuk menggunakan hak nya tersebut sehingga tidak melanggar
hak-hak yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu, ditinjau dari asas keseimbangan dan asas proporsionalitas
bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan yang diperjanjikan. Asas
keseimbangan menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, selain itu
kreditur memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad
baik. Dapat dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan
kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dan debitur seimbang. Asas proporsionalitas sangat berorientasi pada konteks
hubungan dan kepentingan para pihak, yaitu antara hak dan kewajiban para
pihak harus sesuai dengan proporsi atau bagiannya.
Apabila dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yang
ditinjau dari asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, dan asas
proporsionalitas masih ada penyimpangan dan bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut akan batal demi hukum dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, dan kreditur dapat dikenai
Pasal 1365 KUHPerdata karena merupakan perbuatan melawan hukum.
Namun dari hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa perjanjian
pembiayaan konsumen yang dibuat oleh pihak Bima Finance cabang
Surakarta dan telah disetujui serta ditandatangani debitur tidak demikian
adanya. Bahwa perjanjian yang disepakati kedua belah pihak sudah mengacu
pada asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, dan asas
proporsionalitas serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ditinjau dari Peraturan mengenai lembaga pembiayaan konsumen
yang dikaitkan dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, bahwa Peraturan Kapolri Nomor 8
Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia tersebut sudah
sesuai dengan peraturan mengenai lembaga pembiayaan. Secara hukum
administrasi Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan
Eksekusi Jaminan Fidusia tersebut telah memberikan perlindungan hukum
yang kuat bagi kreditur dalam hal proses eksekusi dan memperlancar proses
eksekusi sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia. Selain itu, di dalam Pasal 1238 KUHPerdata
mengenai adanya Surat Peringatan yang diberikan oleh debitur sudah
memberikan dasar hukum yang kuat bagi Peraturan Kapolri tersebut.
Menurut hasil interview terhadap Bapak Joned Indarto S.E, selaku
Branch Manager PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta mengatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
bahwa terdapat hambatan internal dan hambatan eksternal dalam upaya
penarikan terhadap kendaraan bermotor roda empat. Hambatan internal
timbul dari permasalahan dalam perusahaan pembiayaan itu sendiri yang
meliputi sistem kinerja yang kurang bagus dari perusahaan pembiayaan
dalam hal ini Bima Finance cabang Surakarta, hambatan-hambatan tersebut
antaralain:
1) debt collector malas dalam melakukan penagihan hutang terhadap
debitur;
2) pihak surveyor kurang mendetail dalam melakukan wawancara
(interview) terhadap debitur sebelum pengajuan aplikasi pembiayaan
disetujui oleh pihak perusahaan pembiayaan; dan
3) kemampuan menghitung yang kurang teliti dari bagian departemen
operation dalam hal pembayaran angsuran pokok hutang dan bunga
debitur yang telah wanprestasi.
Selain itu terdapat pula hambatan-hambatan eksternal yang dapat
menghambat upaya penagihan dan penarikan kendaraan bermotor roda empat
tersebut. Hambatan eksternal terjadi dari debitur itu sendiri, yaitu adanya
perbuatan melawan hukum terhadap kontrak pembiayaan konsumen yang
telah disepakati oleh pihak Bima Finance cabang Surakarta dengan debitur.
Hambatan-hambatan eksternal tersebut meliputi :
1) kendaraan bermotor roda empat sudah berpindah tangan kepada pihak
ketiga yaitu telah dijual;
2) penerima fasilitas pindah alamat (tidak diketahui) dan identitas barang
telah diubah;
3) debitur susah untuk ditemui;
4) kendaraan bermotor roda empat telah digadaikan; dan
5) kendaraan bermotor hilang karena disengaja maupun tidak disengaja.
Apabila kendaraan bermotor roda empat hilang tidak disengaja oleh
debitur misalnya hilang karena dimaling ataupun overmacht, maka hal
tersebut tidak dikatakan sebagai wanprestasi. Langkah penyelesaiannya
adalah PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta akan diganti kerugian oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
pihak asuransi karena objek dalam perjanjian telah diasuransikan, sehingga
pihak asuransi yang akan bertanggung jawab dan berkewajiban memberikan
ganti rugi atas objek perjanjian. Namun apabila kendaraan bermotor roda
empat hilang karena disengaja oleh debitur misalnya kendaraan roda empat
hilang karena disewakan pada orang lain, maka tetap dilakukan penagihan
kepada debitur bahwa debitur wajib membayar angsuran pokok hutang dan
bunga sampai lunas, dan Head Collector Bima Finance cabang Surakarta ikut
terjun langsung bekerjasama dengan Debt Collector dan aparat yang berwajib
dalam pencarian kendaraan bermotor roda empat, serta bekerja sama dengan
juru parkir untuk membuat daftar plat nomor kendaraan roda empat yang
telah hilang tersebut. Selanjutnya pihak perusahaan membuat surat
pemblokiran STNK atau BPKB ke Kantor Kepolisian Daerah.
Dengan adanya berbagai hambatan tersebut, maka terdapat
penyelesaian kredit macet yang paling ideal yaitu apabila di Bima Finance
cabang Surakarta terjadi hambatan normatif maka pihak perusahaan
pembiayaan (kreditur) dapat dikenai Pasal 1365 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Penggantian
kerugian tersebut berdasarkan pada adequate theorie yaitu semua sebab yang
menimbulkan akibat harus dihukum. Namun menurut hasil penelitian yang
penulis peroleh bahwa di Bima Finance cabang Surakarta tidak terdapat
hambatan normatif tersebut dan sudah sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku.
Penyelesaian hambatan internal terhadap kredit macet yang timbul
dari PT. Bima Multi Finance adalah pihak-pihak dari dalam perusahaan
pembiayaan konsumen sendiri yang melakukan kesalahan internal, sehingga
pihak yang melakukan kesalahan tersebut mendapat teguran dan sanksi atas
peraturan yang berlaku pada PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta.
Selain itu, mengenai hambatan eksternal yang timbul dari debitur
terhadap penyelesaian kredit macet, maka PT. Bima Multi Finance cabang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Surakarta mempunyai penyelesaian yang paling ideal yaitu dengan cara
penugasan terhadap collector untuk melakukan penekanan kepada debitur
untuk harus tetap membayar angsuran pokok hutang dan bunganya. Apabila
debitur tetap tidak membayar angsuran maka collection departemen segera
melakukan tindakan secara hukum atau jalan litigasi yaitu mengajukan
gugatan perdata terhadap debitur ke pengadilan perdata yang berupa gugatan
wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata dengan tuntutan ganti rugi.
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian
yang terjadi, merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk
hubungan sebab akibat ada 2 macam teori, yaitu :
1) Condition Sine Qua Non theorie adalah hubungan semua unsur dari
semua akibat adalah sebab. Menurut teori ini orang yang melakukan
perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya
Condition Sine Qua Non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai
sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus
ada untuk timbulnya akibat).
2) Adequate Veroorzaking adalah semua sebab yang menimbulkan akibat
harus di hukum. Pada teori Adequate Veroorzaking bahwa suatu peristiwa
dianggap sebagai akibat dari suatu peristiwa yang lain, apabila peristiwa
yang pertama secara langsung diakibatkan oleh peristiwa yang kedua dan
menurut pengalaman dalam masyarakat dapat diduga akan terjadi.
Pembatasan mengenai penggantian kerugian wanprestasi menurut
Adequate theorie termuat dalam Pasal 1247 KUHPerdata yang
menentukan: “Siberutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan
bunga yang telah, atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perikatan
dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan
karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”. Pembatasan
selanjutnya pada Pasal 1248 KUHPerdata: “Bahkan jika hal tidak
dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena tipu daya siberhutang,
penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang
diderita oleh siberpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak
dipenuhinya perikatan”. Pasal 1250 KUHPerdata membebankan
pembayaran bunga atas penggantian biaya, rugi, dan bunga dalam hal
terjadinya keterlambatan pembayaran sejumlah uang sedangkan yang
dialami dalam perbuatan melawan hukum tidak mungkin disebabkan
karena tidak dilakukannya pembayaran sejumlah uang yang tidak tepat
pada waktunya.
B. Pembahasan
1. Hubungan Hukum Para Pihak Pembiayaan Konsumen
Dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen terdapat 3 (tiga) pihak
yang terlibat antaralain pihak perusahaan pembiayaan yaitu Bima Finance
cabang Surakarta (selaku kreditur), pihak konsumen (selaku debitur) dan pihak
pemasok atau supplier (showroom). Antara ketiga pihak tersebut terdapat suatu
hubungan satu sama lainnya, yang dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
1. Hubungan Pihak Perusahaan Pembiayaan (Bima Finance cabang Surakarta)
dengan Pihak Konsumen.
Hubungan antara Bima Finance cabang Surakarta dengan konsumen
adalah hubungan kontraktual dalam hal ini adalah kontrak pembiayaan
konsumen. Dalam hubungan ini pihak pemberi biaya berkedudukan sebagai
kreditur yang berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk
pembelian sesuatu barang konsumsi, sementara pihak konsumen
berkewajiban utama membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada
pihak pemberi biaya, sehingga dalam hal ini konsumen berkedudukan
sebagai debitur. Jadi hubungan kontraktual antara Bima Finance cabang
Surakarta dengan konsumen adalah sejenis perjanjian kredit, sehingga
ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kredit dalam KUHPerdata berlaku.
Menurut penulis, konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit antara
pihak kreditur yaitu Bima Finance cabang Surakarta dengan debitur
(konsumen) setelah seluruh perjanjian ditandatangani dan dana pembiayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
dicairkan, serta kendaraan roda empat sudah diserahkan oleh pihak supplier
kepada konsumen, maka kendaraan roda empat yang bersangkutan menjadi
milik konsumen, walaupun kemudian barang tersebut dijadikan jaminan
hutang lewat perjanjian fidusia. Karena adanya perjanjian fidusia ini maka
seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan kendaraan yang
bersangkutan akan dipegang oleh Bima Finance cabang Surakarta, dalam
hal ini penyediaan dana hingga kredit lunas.
2. Hubungan Pihak Konsumen dengan Supplier (Showroom)
Antara pihak konsumen dengan pihak supplier (showroom) terdapat
suatu hubungan jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, dimana pihak
supplier (showroom) selaku penjual menjual barang kepada pihak
konsumen selaku pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh
pihak ketiga yaitu pihak perusahaan pembiayaan (Bima Finance cabang
Surakarta). Syarat tersebut mempunyai arti bahwa apabila karena alasan
apapun pihak perusahaan pembiayaan tidak dapat menyediakan dananya,
maka jual beli antara pihak supplier (showroom) dengan pihak konsumen
sebagai pembeli akan batal.
3. Hubungan Perusahaan Pembiayaan (Bima Finance cabang Surakarta)
dengan Supplier (Showroom)
Antara Bima Finance cabang Surakarta sebagai penyedia dana
dengan supplier (showroom) tidak mempunyai sesuatu hubungan hukum
yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanyalah pihak ketiga yang
disyaratkan, yaitu disyaratkan untuk menyediakan dana yang digunakan
dalam perjanjian antara pihak supplier (showroom) dengan pihak
konsumen. Apabila pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan
dananya sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan
konsumen telah selesai dilakukan, jual beli bersyarat antara pihak supplier
dengan konsumen akan batal, dan konsumen dapat menggugat pihak
penyedia dana karena wanprestasi.
Menurut Bapak Bayu Firdaus selaku Supervisor Merketing PT.
Bima Multi Finance cabang Surakarta, antara perusahaan pembiayaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
supplier (showroom) memang biasanya memiliki perjanjian, namun
perjanjian tersebut hanya berisikan kesediaan supplier (showroom) untuk
menyediakan kendaraan bermotor roda empat bagi konsumen dan
ketentuan untuk menyerahkan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor
(BPKB).
2. Hak dan Kewajiban Para Pihak Pembiayaan Konsumen
Apabila kedua belah pihak antara debitur dengan pihak Bima Finance
cabang surakarta telah terjadi kesepakatan, maka dari kesepakatan tersebut akan
menimbulkan suatu hak dan kewajiban diantara para pihaknya. Kewajiban dan
hak tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hak dan kewajiban Bima Finance cabang Surakarta
Kewajiban Bima Finance cabang Surakarta adalah memberikan
fasilitas dana yang dibutuhkan kosumen untuk pembelian kendaraan
bermotor roda empat yang diinginkan melalui supplier (showroom), dan
melakukan pembayaran secara lunas pada supplier (showroom). Sedangkan
hak-hak Bima Finance cabang Surakarta meliputi:
1) Hak Bima Finance cabang Surakarta untuk mendapatkan kembali uang
yang telah dikeluarkannya untuk debitur dan mendapatkan bunga atas
jasanya dari biaya yang telah dikeluarkannya; dan
2) Hak Bima Finance cabang Surakarta apabila debitur tidak dapat
memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran dari barang yang
telah dijadikan objek pembiayaan konsumen, maka kreditur dapat
menuntut kembali barangnya yang belum dibayar oleh debitur dalam
tenggang waktu tiga bulan (90 hari).
b. Hak dan Kewajiban Supplier (Showroom)
Selain hak da kewajiban yang ada pada Bima Finace cabang
Surakarta diatas, supplier (showroom) juga memiliki peran penting dalam
kontrak pembiayaan konsumen, karena supplier (showroom) merupakan
pihak yang menyediakan barang yang dijadikan objek pembiayaan
konsumen. Supplier (showroom) juga mempunyai hak dan kewajiban yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
sama pentingnya. Hak supplier (showroom) adalah menerima pembayaran
kembali secara tunai atas barang yang dijadikan objek pembiayaan
konsumen dari Bima Finance cabang Surakarta. Kewajiban supplier
(showroom) antara lain :
1) Menyerahkan kendaraan roda empatnya itu kepada debitur; dan
2) Kendaraan roda empat yang harus dibalik nama, mengurus balik nama
kendaraan tersebut yang akan dibeli oleh konsumen.
c. Hak dan Kewajiban Debitur (Konsumen)
Debitur sebagai pihak yang berhubungan dengan Bima Finance
cabang Surakarta (kreditur) dan supplier (showroom) mempunyai hak
mendapatkan kendaraan bermotor roda empat yang diinginkannya dari
supplier (showroom) dan menikmati barang yang di kreditnya tersebut.
Kemudian dari hak yang timbul tersebut, debitur mempunyai kewajiban
antaralain:
1) membayar harga dari objek perjanjian kepada PT. Bima Multi Finance
cabang Surakarta menurut waktu dan tempat yang telah disepakati
dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1513 KUHPerdata yang menyatakan kewajiban utama
si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan tempat
sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian dan bilamana hal itu tidak
ditetapkan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1514 KUHPerdata
yang bunyinya adalah jika pada waktu membuat perjanjian tidak
ditetapkan tentang itu, si pembeli harus membayar ditempat dan waktu
dimana penyerahan harus dilakukan, dalam hal tidak ada ketentuan
mengenai penyerahan, maka penyerahan dilakukan ditempat dimana
barang berada pada saat perjanjian beli sewa dibuat, dalam hal lainnya
pembayaran dilakukan ditempatkan dimana perjanjian dibuat.
2) Debitur mempunyai kewajiban untuk merawat objek perjanjian
pembiayaan konsumen dengan biaya sendiri. Pada akhir masa angsuran
debitur mempunyai hak untuk mendapatkan hak kepemilikan atas
barang yaitu penyerahan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
oleh Bima Finance cabang Surakarta atas kendaraan bermotor roda
empatnya.
Dalam melaksanakan bisnis pembiayaan konsumen oleh Bima Finance
cabang Surakarta ini, tidak berarti bahwa bisnis pembiayaan ini lancar-lancar
saja dan tidak mempunyai risiko serta kendala sama sekali dalam proses
pembiayaannya. Sebagai salah satu kendala adalah tidak melaksanakan
kewajiban oleh konsumen (wanprestasi) yaitu kredit macet yang masih sering
terjadi di setiap lembaga pembiayaan konsumen, terutama Bima Finance
cabang Surakarta. Untuk meminimalisir adanya kasus wanprestasi oleh
konsumen di Bima Finance cabang Surakarta, maka dalam setiap perjanjian
pembiayaan konsumen harus dicantumkan adanya suatu jaminan yang
ditanggungkan kepada debitur.
Jaminan-jaminan yang dapat diberikan dalam transaksi pembiayaan
konsumen ini pada dasarnya sama dengan jaminan terhadap perjanjian kredit
bank biasa, khususnya kredit konsumsi, walaupun hanya beberapa saja di
antaranya yang lazim dipraktekkan untuk pembiayaan konsumen. Menurut
Bayu Firdaus, SPV Marketing PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta
mengatakan bahwa jaminan-jaminan hutang untuk pembiayaan konsumen yang
seringkali dipraktekkan dapat dibagi antaralain:
a. Jaminan Utama
Pada PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta sebagai jaminan
utama yang diberikan oleh debitur (konsumen) adalah kepercayaan dari
kreditur pada debitur (konsumen), bahwa pihak konsumen dapat dipercaya
dan sanggup membayar angsuran pokok hutang dan bunga yang telah
disepakati dalam perjanjian. Jadi disini prinsip-prinsip pemberian kredit
berlaku, yaitu prinsip 5C (Collateral, Capacity, Character, Capital, dan
Condition of Economic) yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Character (Karakter)
Adalah adanya keyakinan dari PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta bahwa debitur mempunyai moral, watak ataupun sifat yang
dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar belakang debitur, baik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti
cara hidup atau gaya hidup yang dianut dalam keluarga. Oleh karena itu
pihak surveyor PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta mengadakan
penyelidikan secara mendalam dengan jalan mencari informasi dari
orang-orang yang berada dalam lingkungan pergaulannya dan hal tersebut
akan sangat berpengaruh pada pelunasan hutangnya.
2) Capital (Modal)
Yaitu semua harta benda yang dimiliki debitur, dapat dilihat dari
Pajak Bumi Bangunan, rekening listrik, rekening tabungan suami beserta
istri, rekening telepon, sehingga debitur mampu pembayaran
kewajibannya.
3) Capacity (kemampuan)
Yaitu dipergunakan secara analisa debitur untuk membayar
angsuran tiap bulan, antara lain dengan menganalisa dari hasil
penghasilan debitur, artinya pendapatan yang di peroleh debitur tersebut
dapat membayar angsuran setiap bulannya sampai berakhirnya masa
perjanjian yang telah disepakati.
4) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Yaitu di pergunakan untuk menganalisa dan mengetahui keadaan
jangka panjang ekonomi debitur, apakah mampu menyelesaikan
pembayaran angsuran sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.
5) Collateral (Jaminan)
Yaitu dipergunakan untuk analisa dalam menjaga debitur yang
memiliki karakter yang baik tetapi secara kemampuan finansial kurang
maka perlu dimintakan tambahan jaminan berupa jaminan sebanding
dengan pembiayaan.
b. Jaminan Pokok
Sebagai jaminan pokok yang diberikan pihak Bima Finance cabang
Surakarta kepada debitur adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut.
Jika dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka mobil
yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Jaminan tersebut dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
dalam bentuk fidusia. Karena adanya fidusia ini maka biasanya seluruh
dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan
akan dipegang oleh pihak kreditur yaitu Bima Finance cabang Surakarta
hingga kredit lunas.
c. Jaminan Tambahan
Selain jaminan utama dan jaminan pokok yang diberikan PT. Bima
Multi Finance cabang Surakarta kepada debitur, ada juga jaminan tambahan
terhadap transaksi pembiayaan konsumen ini. Jaminan tambahan berupa
pengakuan hutang (Promissory Notes) dan kuasa menjual barang. Disamping
itu, sering juga dimintakan persetujuan istri atau suami untuk konsumen
pribadi.
3. Upaya Penyelesaian Kredit Macet dan Hambatan-hambatannya
Menurut hasil wawancara dengan Joned Indarto S.E, selaku kepala
cabang PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta, penyelesaian kredit macet
dalam kontrak pembiayaan konsumen dapat ditempuh dengan dua cara yaitu
dengan cara non litigasi dan litigasi. Upaya-upaya penyelesaian kredit macet
dengan jalan non litigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Upaya Preventif
Gambaran umum mengenai tindakan untuk mengantisipasi
munculnya kredit macet yang dilakukan oleh Bima Finance cabang
Surakarta kepada konsumennya adalah dari semua persyaratan-persyaratan
administrasi aplikasi pembiayaan dan tindakan survey yang dilakukan oleh
Credit Marketing Officer (CMO) dan bagian surveyor, seharusnya akan
terlihat tingkat kemampuan keuangan pemohon, namun selain dari
tindakan itu Bima Finance cabang Surakarta juga melakukan foto terlebih
dahulu terhadap kendaraan bermotor roda empat yang akan dibiayai, cek
terhadap Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) juga dilakukan di
Polisi Daerah (Polda) khususnya untuk kendaraan bekas untuk mengetahui
apakah BPKB tersebut benar atau tidak.
b. Early Warning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Upaya awal yang dilakukan Bima Finance cabang Surakarta dalam
menangani kredit macet yang dilakukan oleh debitur wanprestasi adalah
memberikan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 1
(satu) bulan dengan tujuan meminta tanggung jawab dan itikad baik
menyelesaikan kewajiban pembayaran pokok angsuran dan/atau bunga.
Perincian pemberian Surat Peringatan (Somasi) meliputi:
1) Kirimkan SOMASI I dengan disertai undangan untuk datang ke
kantor. Pertama Operation Departemen memberitahukan kepada
Collection Departement untuk melakukan penagihan angsuran ke
rumah debitur dengan diberi surat peringatan (somasi) dan form survey
ulang guna memastikan apakah kesalahan tersebut terjadi karena faktor
intern (tidak dilakukan survey atau data dimanipulasi) atau memang
kesalahan debitur yang bersangkutan. Hasil survey ulang dilaporkan
kepada Marketing Departemen. Apabila kesalahan karena faktor intern
maka diteruskan kepada Operation Departemen untuk diberikan sanksi
yang sesuai dengan peraturan perusahaan. Apabila kesalahan
merupakan kesalahan dari debitur maka ditindak lanjuti oleh bagian
Collection.
2) Apabila tidak ada respon baik maka kirimkan SOMASI II dengan
disertai undangan untuk datang ke kantor. Dalam hal ini, Operation
Departemen harus menganalisa penyebab keterlambatan pembayaran
angsuran, termasuk posisi mobil dan keberadaan debitur apakah masih
berada di tempat tinggalnya.
3) Apabila tidak ada respon maka kirimkan SOMASI III dengan disertai
undangan untuk datang ke kantor. Hal ini merupakan peringatan bagi
team Collection harus melakukan kunjungan yang lebih intensif untuk
mengecek lebih lanjut keberadaan debitur dan posisi mobil. Operation
Departemen harus mengecek secara jelas siapa yang menerima surat
peringatan tersebut.
c. Upaya untuk melakukan negosiasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Apabila Surat Peringatan satu (1) sampai terakhir sudah sampai
ditangan debitur, tetapi dalam jangka waktu lebih dari tiga (3) bulan tidak
ada respon dari debitur untuk membayar angsuran pokok hutang dan bunga
serta kendaraan bermotor roda empat masih berada ditangan debitur, maka
operation departemen mengeluarkan Surat Tugas Penarikan (STP) untuk
kendaraan bermotor roda empat sebagai dasar collector melakukan
penarikan. Hal ini dilakukan oleh Bima Finance cabang Surakarta sebagai
pengamanan aset (penitipan unit) selama dua (2) minggu. Proses penarikan
dilakukan dengan pendekatan yang baik terhadap debitur, apabila tidak
dapat dilakukan pendekatan kepada debitur maka dilakukan negoisasi
secara kekeluargaan dan bila perlu melibatkan RT atau RW atau Kepala
Desa. Selanjutnya, apabila debitur dalam jangka waktu dua (2) minggu
tidak segera membayar angsuran pokok hutang dan bunga yang sudah
jatuh tempo tersebut maka akan dilakukan proses pelelangan disertai
dengan surat pemberitahuan lelang terhadap debitur.
Dalam hal melaksanakan upaya-upaya untuk menyelesaikan kredit
macet tersebut tidak dapat dipungkiri terdapat hambatan-hambatan yang
mengganggu atau menghambat upaya yang dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan konsumen yaitu Bima Finance cabang Surakarta. Hambatan-
hambatan tersebut meliputi hambatan normatif, hambatan internal maupun
hambatan eksternal.
Hambatan normatif merupakan hambatan yang timbul dari peraturan
mengenai lembaga pembiayaan dan perjanjian pembiayaan konsumen yang
berlaku. Peraturan mengenai lembaga pembiayaan tersebut dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini
berlaku apabila perusahaan pembiayaan konsumen melanggar kewajiban dan
larangan peraturan perundang-undangan secara perdata yang dapat merugikan
konsumen. Pada Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan terdapat 8 negatif list klausula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
baku yang dilarang bagi pelaku usaha untuk diterapkan pada konsumen di
antaranya yaitu :
a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa;
g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam
masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; dan
h) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Menurut hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa pada perjanjian
pembiayaan konsumen yang dibuat oleh pihak kreditur dan debitur tersebut
tidak terdapat pelanggaran-pelanggaran negatif list yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal
ini terlihat dari itikad baik dari Bima Finance cabang Surakarta dalam
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen. Bima Finance cabang Surakarta
telah mematuhi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen bahwa pihak perusahaan pembiayaan sebelum
mengadakan kontrak perjanjian tersebut telah menjelaskan isi dari perjanjian
pembiayaan konsumen apabila debitur berkehendak ingin dibacakan perjanjian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tersebut sehingga debitur yang akan mengadakan aplikasi kredit memahami isi
yang tercantum dalam perjanjian.
Ditinjau dari asas kebebasan berkontrak bahwa perjanjian pembiayaan
konsumen tersebut sudah sesuai dengan batasan-batasan yang ada di dalam
asas kebebasan berkontrak yaitu tidak bertentangan dengan Undang-Undang,
ketertiban umum dan kesusilaan sehingga pelaksanaan perjanjian pembiayaan
konsumen tersebut sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang
bertanggungjawab. Hal ini dapat dilihat dari fase pra kontraktual bahwa Bima
Finance cabang Surakarta setelah menjelaskan isi dari perjanjian baku tersebut
telah menawarkan kepada konsumen apakah konsumen bersedia
menandatangani perjanjian pembiayaan konsumen tersebut atau tidak. Apabila
konsumen tidak bersedia menandatangani kontrak pembiayaan dan tidak
menyetujui isi kontrak pembiayaan tersebut maka Bima Finance tidak
memaksa debitur untuk menandatanginya dan debitur bebas untuk
menggunakan hak nya tersebut sehingga tidak melanggar hak-hak yang
terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Selain itu, ditinjau dari asas keseimbangan dan asas proporsionalitas
bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan yang diperjanjikan. Asas
keseimbangan menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, selain itu kreditur
memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat
dilihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya
untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur
seimbang. Asas proporsionalitas sangat berorientasi pada konteks hubungan
dan kepentingan para pihak, yaitu antara hak dan kewajiban para pihak harus
sesuai dengan proporsi atau bagiannya.
Apabila dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yang
ditinjau dari asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, dan asas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
proporsionalitas masih ada penyimpangan dan bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut akan batal demi hukum dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, dan kreditur dapat dikenai Pasal
1365 KUHPerdata karena merupakan perbuatan melawan hukum. Namun dari
hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa perjanjian pembiayaan konsumen
yang dibuat oleh pihak Bima Finance cabang Surakarta dan telah disetujui serta
ditandatangani debitur tidak demikian adanya. Bahwa perjanjian yang
disepakati kedua belah pihak sudah mengacu pada asas kebebasan berkontrak,
asas keseimbangan, dan asas proporsionalitas serta tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ditinjau dari Peraturan mengenai lembaga pembiayaan konsumen yang
dikaitkan dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan
Eksekusi Jaminan Fidusia, bahwa Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011
tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia tersebut sudah sesuai dengan
peraturan mengenai lembaga pembiayaan. Secara hukum administrasi
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi
Jaminan Fidusia tersebut telah memberikan perlindungan hukum yang kuat
bagi kreditur dalam hal proses eksekusi dan memperlancar proses eksekusi
sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Selain itu, di dalam Pasal 1238 KUHPerdata mengenai
adanya Surat Peringatan yang diberikan oleh debitur sudah memberikan dasar
hukum yang kuat bagi Peraturan Kapolri tersebut.
Menurut hasil interview terhadap Bapak Joned Indarto S.E, selaku
Branch Manager PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta mengatakan
bahwa terdapat hambatan internal dan hambatan eksternal dalam upaya
penarikan terhadap kendaraan bermotor roda empat. Hambatan internal timbul
dari permasalahan dalam perusahaan pembiayaan itu sendiri yang meliputi
sistem kinerja yang kurang bagus dari perusahaan pembiayaan dalam hal ini
Bima Finance cabang Surakarta, hambatan-hambatan tersebut antaralain :
1) debt collector malas dalam melakukan penagihan hutang terhadap debitur;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2) pihak surveyor kurang mendetail dalam melakukan wawancara (interview)
terhadap debitur sebelum pengajuan aplikasi pembiayaan disetujui oleh
pihak perusahaan pembiayaan; dan
3) kemampuan menghitung yang kurang teliti dari bagian departemen
operation dalam hal pembayaran angsuran pokok hutang dan bunga debitur
yang telah wanprestasi.
Selain itu terdapat pula hambatan-hambatan eksternal yang dapat
menghambat upaya penagihan dan penarikan kendaraan bermotor roda empat
tersebut. Hambatan eksternal terjadi dari debitur itu sendiri, yaitu adanya
perbuatan melawan hukum terhadap kontrak pembiayaan konsumen yang telah
disepakati oleh pihak Bima Finance cabang Surakarta dengan debitur.
Hambatan-hambatan eksternal tersebut meliputi :
1) kendaraan bermotor roda empat sudah berpindah tangan kepada pihak
ketiga yaitu telah dijual;
2) penerima fasilitas pindah alamat (tidak diketahui) dan identitas barang telah
diubah;
3) debitur susah untuk ditemui;
4) kendaraan bermotor roda empat telah digadaikan; dan
5) kendaraan bermotor hilang karena disengaja maupun tidak disengaja.
Apabila kendaraan bermotor roda empat hilang tidak disengaja oleh
debitur misalnya hilang karena dimaling ataupun overmacht, maka hal tersebut
tidak dikatakan sebagai wanprestasi. Langkah penyelesaiannya adalah PT.
Bima Multi Finance cabang Surakarta akan diganti kerugian oleh pihak
asuransi karena objek dalam perjanjian telah diasuransikan, sehingga pihak
asuransi yang akan bertanggung jawab dan berkewajiban memberikan ganti
rugi atas objek perjanjian. Namun apabila kendaraan bermotor roda empat
hilang karena disengaja oleh debitur misalnya kendaraan roda empat hilang
karena disewakan pada orang lain, maka tetap dilakukan penagihan kepada
debitur bahwa debitur wajib membayar angsuran pokok hutang dan bunga
sampai lunas, dan Head Collector Bima Finance cabang Surakarta ikut terjun
langsung bekerjasama dengan Debt Collector dan aparat yang berwajib dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pencarian kendaraan bermotor roda empat, serta bekerja sama dengan juru
parkir untuk membuat daftar plat nomor kendaraan roda empat yang telah
hilang tersebut. Selanjutnya pihak perusahaan membuat surat pemblokiran
STNK atau BPKB ke Kantor Kepolisian Daerah.
Dengan adanya berbagai hambatan tersebut, maka terdapat penyelesaian
kredit macet yang paling ideal yaitu apabila di Bima Finance cabang Surakarta
terjadi hambatan normatif maka pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) dapat
dikenai Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”. Penggantian kerugian tersebut berdasarkan pada adequate theorie
yaitu semua sebab yang menimbulkan akibat harus dihukum. Namun menurut
hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa di Bima Finance cabang Surakarta
tidak terdapat hambatan normatif tersebut dan sudah sesuai dengan Undang-
Undang yang berlaku.
Penyelesaian hambatan internal terhadap kredit macet yang timbul dari
PT. Bima Multi Finance adalah pihak-pihak dari dalam perusahaan
pembiayaan konsumen sendiri yang melakukan kesalahan internal, sehingga
pihak yang melakukan kesalahan tersebut mendapat teguran dan sanksi atas
peraturan yang berlaku pada PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta.
Selain itu, mengenai hambatan eksternal yang timbul dari debitur
terhadap penyelesaian kredit macet, maka PT. Bima Multi Finance cabang
Surakarta mempunyai penyelesaian yang paling ideal yaitu dengan cara
penugasan terhadap collector untuk melakukan penekanan kepada debitur
untuk harus tetap membayar angsuran pokok hutang dan bunganya. Apabila
debitur tetap tidak membayar angsuran maka collection departemen segera
melakukan tindakan secara hukum atau jalan litigasi yaitu mengajukan gugatan
perdata terhadap debitur ke pengadilan perdata yang berupa gugatan
wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata dengan tuntutan ganti rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian
yang terjadi, merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk
hubungan sebab akibat ada 2 macam teori, yaitu :
1) Condition Sine Qua Non theorie adalah hubungan semua unsur dari
semua akibat adalah sebab. Menurut teori ini orang yang melakukan
perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya
Condition Sine Qua Non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai
sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus
ada untuk timbulnya akibat).
2) Adequate Veroorzaking adalah semua sebab yang menimbulkan akibat
harus di hukum. Pada teori Adequate Veroorzaking bahwa suatu peristiwa
dianggap sebagai akibat dari suatu peristiwa yang lain, apabila peristiwa
yang pertama secara langsung diakibatkan oleh peristiwa yang kedua dan
menurut pengalaman dalam masyarakat dapat diduga akan terjadi.
Pembatasan mengenai penggantian kerugian wanprestasi menurut
Adequate theorie termuat dalam Pasal 1247 KUHPerdata yang
menentukan: “Siberutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan
bunga yang telah, atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perikatan
dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan
karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”. Pembatasan
selanjutnya pada Pasal 1248 KUHPerdata: “Bahkan jika hal tidak
dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena tipu daya siberhutang,
penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang
diderita oleh siberpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya,
hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak
dipenuhinya perikatan”. Pasal 1250 KUHPerdata membebankan
pembayaran bunga atas penggantian biaya, rugi, dan bunga dalam hal
terjadinya keterlambatan pembayaran sejumlah uang sedangkan yang
dialami dalam perbuatan melawan hukum tidak mungkin disebabkan
karena tidak dilakukannya pembayaran sejumlah uang yang tidak tepat
pada waktunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Upaya penyelesaian kredit macet dalam kontrak pembiayaan konsumen
dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan cara non litigasi dan litigasi.
Upaya-upaya penyelesaian kredit macet dengan jalan non litigasi dapat
dilakukan dengan cara antara lain upaya preventif yaitu tindakan untuk
mengantisipasi munculnya kredit macet yang dilakukan oleh Bima Finance
cabang Surakarta kepada konsumennya melalui tindakan survey yang
dilakukan oleh Credit Marketing Officer (CMO) dan bagian surveyor, cek
terhadap Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) juga dilakukan di
Polisi Daerah. Upaya penyelesaian yang kedua adalah melalui upaya early
warning merupakan upaya awal yang dilakukan Bima Finance cabang
Surakarta dalam menangani kredit macet adalah memberikan surat peringatan
(somasi) sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dengan
tujuan meminta tanggung jawab dan itikad baik menyelesaikan kewajiban
pembayaran pokok angsuran dan/atau bunga. Upaya lainnya adalah upaya
untuk melakukan negosiasi yaitu operation departemen mengeluarkan Surat
Tugas Penarikan (STP) untuk kendaraan bermotor roda empat sebagai dasar
collector melakukan penarikan. Hal ini dilakukan oleh Bima Finance sebagai
pengamanan aset selama 2 (dua) minggu. Proses penarikan dilakukan dengan
pendekatan yang baik terhadap debitur, apabila tidak dapat dilakukan
pendekatan kepada debitur maka dilakukan negosiasi secara kekeluargaan dan
melibatkan RT atau RW atau Kepala Desa. Apabila debitur dalam jangka
waktu 2 (dua) minggu tidak membayar angsuran yang sudah jatuh tempo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
tersebut maka akan dilakukan proses pelelangan disertai dengan surat
pemberitahuan lelang terhadap debitur.
2. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam upaya menangani kredit macet
karena debitur wanprestasi meliputi hambatan normatif, hambatan internal
maupun hambatan eksternal. Hambatan normatif adalah hambatan yang
bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan belum sesuai
terhadap asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan dan asas
proporsionalitas. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen
yang ditinjau dari asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, dan asas
proporsionalitas masih ada penyimpangan dan bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut akan batal demi hukum dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Namun dari hasil penelitian
yang penulis peroleh bahwa perjanjian pembiayaan konsumen yang dibuat oleh
pihak Bima Finance cabang Surakarta dan telah disetujui serta ditandatangani
debitur tidak demikian adanya. Bahwa perjanjian yang disepakati kedua belah
pihak sudah mengacu pada asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, dan
asas proporsionalitas serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hambatan internal timbul dari permasalahan dalam Bima Finance cabang
Surakarta itu sendiri, hambatan-hambatan tersebut antaralain: debt collector
malas dalam melakukan penagihan hutang terhadap debitur; pihak surveyor
kurang mendetail dalam melakukan wawancara terhadap debitur sebelum
pengajuan aplikasi pembiayaan disetujui oleh pihak perusahaan pembiayaan;
dan kemampuan menghitung yang kurang teliti dari bagian departemen
operation dalam pembayaran angsuran pokok hutang dan bunga debitur.
Selain itu, terdapat pula hambatan-hambatan eksternal yaitu hambatan
yang terjadi dari debitur. Hambatan-hambatan eksternal tersebut meliputi:
kendaraan bermotor roda empat sudah berpindah tangan kepada pihak ketiga
yaitu telah dijual; penerima fasilitas pindah alamat dan identitas barang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
diubah; debitur susah untuk ditemui; kendaraan bermotor roda empat telah
digadaikan; dan kendaraan bermotor hilang karena disengaja maupun tidak
disengaja.
Dengan adanya berbagai hambatan tersebut, maka terdapat penyelesaian
kredit macet yang paling ideal yaitu apabila di Bima Finance cabang Surakarta
terjadi hambatan normatif maka pihak perusahaan pembiayaan (kreditur) dapat
dikenai Pasal 1365 KUHPerdata karena termasuk perbuatan melawan hukum.
Namun menurut hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa di Bima Finance
cabang Surakarta tidak terdapat hambatan normatif tersebut dan sudah sesuai
dengan Undang-Undang yang berlaku. Penyelesaian hambatan internal
terhadap kredit macet yang timbul dari Bima Finance cabang Surakarta adalah
pihak-pihak dari dalam perusahaan pembiayaan konsumen yang melakukan
kesalahan intern, mendapat teguran dan sanksi atas peraturan yang berlaku
pada Bima Finance cabang Surakarta. Hambatan eksternal yang timbul dari
debitur, maka penyelesaian yang paling ideal oleh Bima Finance cabang
Surakarta adalah dengan penugasan terhadap collector untuk melakukan
penekanan kepada debitur untuk harus membayar angsuran. Apabila debitur
tetap tidak membayar angsuran maka collection departemen segera melakukan
tindakan secara hukum yaitu mengajukan gugatan perdata terhadap debitur ke
pengadilan perdata yang berupa gugatan wanprestasi berdasarkan Pasal 1243
KUHPerdata dengan tuntutan ganti rugi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis dapat mengemukakan
saran-saran sebagai berikut :
Upaya penyelesaian kredit macet supaya mendapatkan hasil yang win-win
solution adalah bagi debitur agar mengembalikan objek pembiayaan apabila tidak
dapat melunasi angsuran pokok hutang dan bunganya, karena hal itu sudah
menjadi kewajiban dari debitur yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan
konsumen. Namun apabila debitur tetap ingin memiliki objek pembiayaan
tersebut, maka debitur harus tetap membayar angsuran pokok hutang beserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
bunga sesuai yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan konsumen yang dibuat
kedua belah pihak dengan permintaan permohonan pengurangan bunga. Sehingga
dapat dihasilkan upaya penyelesaian kredit macet yang win-win solution.
Bagi kreditur yaitu PT. Bima Multi Finance cabang Surakarta harus lebih
hati-hati dalam melakukan aplikasi pembiayaan dengan memperhatikan sistem
kinerja masing-masing bagian di perusahaannya terutama pada bagian surveyor
harus lebih mendetail dalam melakukan wawancara kepada konsumen yang akan
mengajukan aplikasi kredit dan sebelum melakukan aplikasi pembiayaan harus
lebih diperhatikan lagi mengenai prinsip 5C (Character, Capital, Capacity,
Condition of Economic dan Collateral) sehingga tidak terjadi kredit macet karena
debitur wanprestasi.