tinjauan pustaka dermatitis seboroik
DESCRIPTION
Dermatitis seboroikTRANSCRIPT
DERMATITIS SEBOROIK
I. PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya
dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan
badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan
kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-
tempat seboroik. Dermatitis termasuk dalam golongan dermatosis
eritoskuamosa, umumnya ditandai dengan adanya eritema yang ditutupi
skuama tipis berminyak. Penyakit ini biasanya mempunyai lesi yang simetris,
bersifat kronik dan rekuren.1,2
Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga
termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis
seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih
tinggi pada ODHA, orang dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis.
Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik
(seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum
diketahui.1,2
Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal
dari ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan
katun (flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik.3
Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering
ditemui. Pada bayi daerah yang biasa terkena adalah kulit kepala, wajah dan
daerah popok. Dermatitis seboroik pada bayi, 70% terjadi pada 3 bulan
pertama kemudian menghilang pada umur 1 tahun dan insidensnya mencapai
puncak pada umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita. Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama
pada pasien dengan jumlah CD4 dibawah 400 sel/mm3 dan dapat turun dengan
terapi antiretroviral yang adekuat. Dermatitis seboroik dilaporkan berkaitan
dengan gangguan sistem saraf pusat seperti parkinson, familial amyloidosis
dengan polineuropati dan trisomi 21 namun data tersebut masih diragukan. 1,4
1
2
II. ETIOPATOGENESIS
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya
mempunyai kulit yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan
antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang
mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi chronis-
recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat
minum alkohol dan gangguan emosi.1,3
Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia furfur
namun respon imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper,
phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi
dibandingkan dengan subyek kontrol. Kontribusi spesies Malassezia dapat
berasal dari aktivitas lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam dan dari
kemampuannya untuk mengaktifkan jalur komplemen alternatif.5
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora
normal kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat
mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk
ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel
limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan
meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti
bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi
dengan sitostatik dapat memperbaikinya.1
Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea)
meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu terdeteksi pada pasien.
Seborrhea merupakan faktor predisposisi pada dermatitis seboroik namun
dermatitis seboroik bukan sebuah penyakit kelenjar sebasea. Insidensi tinggi
dermatitis seboroik pada bayi berbanding lurus dengan ukuran dan aktivitas
kelenjar sebasea pada umur ini. Pada bayi didapatkan kelenjar sebasea yang
3
besar dengan rasio sekresi sebum yang tinggi. Namun pada orang dewasa ini
tidak terjadi karena aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak awal pubertas
dan dermatitis seboroik dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.3
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada
daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat
kaya akan kelenjar sebasea. Tempat predileksi ini memberi petunjuk tentang
dugaan bahwa pengaruh androgenik penting dan aktivitas kelenjar sebasea
mungkin merupakan faktor penyebab. Tetapi seborrhea berat kadang tidak
disertai dermatitis seboroik, sebaliknya dermatitis seboroik berat kadang tidak
disertai aktivitas sebasea berlebihan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
pada dermatitis seboroik lemak permukaan kulit tidak meningkat, tetapi
terdapat peningkatan proporsi kolesterol, trigliserida dan parafin disertai
penurunan skualen, asam lemak bebas, dan ester lilin yang terkandung dalam
permukaan kulit tersebut.6
Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan,
makanan berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci
rambut atau mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit
kulit (misalnya jerawat) dan obesitas.7,12
Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinson’s disease, cranial
nerve palsies, major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena
dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik pada pasien tersebut merupakan hasil
dari peningkatan pengumpulan sebum akibat dari imobilitas. Pengumpulan
sebum ini merupakan media untuk pertumbuhan P. Ovale sehingga
menyebabkan terjadinya dermatitis seboroik.8
Dermatitis seboroik pada penderita AIDS mencapai 85%. Tempat
predileksi lebih luas meliputi wajah, aksila, dada, paha dan genitalia. Gejala
yang muncul akan lebih berat daripada dermatitis seboroik klasik dengan
penatalaksanaan yang lebih sulit. 9,14
4
III. GEJALA KLINIS
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan
agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang
ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut yaitu pitiriasis sika
(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides
yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat
tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan
frontal.1
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang
berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas
ke dahi, glabela, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut,
batasnya sering cembung.1
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap.1
A. Dermatitis Seboroik Infantil
Umumnya Dermatitis Seboroik Infantil (DSI) timbul untuk
pertama kalinya antara usia 2 dan 6 minggu, dan tidak gatal. Dimulai pada
skalp yang disebut sebagai cradle cap berupa skuama tebal, berminyak
kekuningan yang berkonfluens terutama di daerah verteks dan frontal.
Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, asbestos, psoriaformis atau
bentuk halus berwarna putih yang tersebar difus. Proses ini dapat meluas
ke retroaurikular. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat
juga timbul lesi di daerah dahi, alis, dan lipatan nasolabial.10
Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban
sehingga timbul lesi berbetuk dermatitis, khusunya pada lipatan leher,
ketiak, area anogenital dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik
seperti C. Albicans, S. Aureus dan bakteri lain. Kriteria diagnostik klinis
5
untuk DSI menurut Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi
eritroskuamosa yang mengenai skalp dan daerah fleksural, serta tidak
disertai pruritus.10
Gambar 1. Dermatitis Seboroik Infantil3
B. Penyakit Leiner
Pertama kali dilaporkan oleh Leiner pada tahun 1908 yang
merupakan bentuk komplikasi dermatitis seboroik pada masa bayi
(dermatitis seborrhoides infantum). Lesi biasanya timbul mendadak,
berupa eritema berskuama di seluruh tubuh (universal) yang disebut
eritroderma deskuamativum. Penyakit ini menunjukkan keadaan umum
yang tampak sakit berat disertai anemia, diare dan muntah. Sering diikuti
dengan infeksi bakteri. Penyakit Leiner dapat diturunkan jika terdapat
defisiensi C5.10,13
C. Dermatitis Seboroik Dewasa
1. Kulit Kepala
Ketombe atau ptiriasis sika merupakan bentuk awal dermatitis
seboroik. Pada fase lanjut, lesi berbentuk ertroskuamosa di
perifolikuler lalu meluas mengenai sebagian besar kulit kepala. Dapat
sampai batas depan rambut yang disebut corona seborrheca atau ke
belakang meluas ke daun telinga, leher, dan periaurikular. Kadang-
kadang dapat disertai otitis eksterna. Jika kronis mengakibatkan
rambut rontok dan alopesia.
6
Gambar 2(a) DS pada margin kulit kepala8. Gambar 2(b) DS di kepala8
2. Wajah
Dermatitis seboroik di wajah biasanya mengenai bagian tengah
alis, glabela dan lipatan nasolabial berupa eritroskuamosa. Sering
disertai blefaritis, jika mengenai kelopak mata. Lesi dapat berupa
krusta kekuningan yang jika diangkat menjadi ulkus dangkal. Pada
laki-laki sering mengenai daerah janggut, sedangkan pada wanita
sering mengenai paranasal berupa lesi eritematosa yang mudah
menjadi flushing.
Gambar 3. Dermatitis seboroik pada alis dan kepala5
3. Badan
Pada badan, dermatitis seboroik dapat bermanisfestasi dalam
berbagai bentuk. Bentuk tersering adalah petaloid, biasanya mengenai
dada dan interskapula dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
Awalnya lesi berupa papul folikular berwarna merah kecoklatan yang
7
berskuama berkonfluens tersusun sirsinar dengan skuama halus di
bagian tengah, dan skuama kasar berminyak di bagian tepi.
Bentuk DS yang jarang ditemukan adalah bentuk pitiriasiformis
yang mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas di leher sampai
batas rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada
beberapa kasus dapat berkembang menjadi bentuk pitiriasiformis.
Pada bentuk fleksural lesi biasanya mengenai aksila, lipat paha,
anogenital, lipat payudara dan umbilikus berupa eritroskuamosa
sampai dengan skuama berminyak yang disebut pityriasis steatoides.
Pada genitalia biasanya lesi berupa eritema ringan dengan skuama
halus sampai bentuk dermatitis yang berat dan keadaan ini dapat
berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.
Gambar 4. Dermatitis seboroik di dada5
4. Generalisata
Dermatitis seboroik dapat meluas dan tersebar generalisata.
Bentuk ini dapat disertai dengan adenopati, sehingga merupai mikosis
fungoides, leukemia kutis atau eritroderma psoriatika.
Gambar 5. Dermatitis Seboroik Generalisata pada pasien AIDS8
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dermatitis
seboroik adalah pemeriksaan histopatologi. Gambaran histopatologi akan
bervariasi sesuai dengan tahap penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan
subakut terdapat infiltrat ringan perivaskular superfisial, terdiri dari sel
limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil, edema ringan pada papila
dermis, adanya fokus spongiosis pada infundibulum dan epidermis, serta
mound parakeratosis dengan globus kecil plasma pada bibir muara dan
diantara muara infundibulum. Pada lesi kronis didapatkan pula pelebaran
pembuluh darah pada dermis bagian atas.3 Gambaran histopatologis
dermatitis seboroik pada AIDS berbeda, terdapat keratinosit yang rusak,
kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh kelompok sel limfoid dan
jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak banyak pembuluh darah
dengan dinding yang menebal, banyak ditemukan sel plasma.15
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas agak kurang
tegas. Kelainan kulit ditemukan pada tempat predileksi yaitu pada bagian
tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea, daerah kepala, wajah dan badan
bagian atas. Diagnosis dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang
klasik mudah ditegakkan namun pada beberapa kasus sulit karena tidak
adanya kriteria diagnostik pasti. Gambaran histopatologi dermatitis tampak
non spesifik tetapi biopsi kulit tetap reliabel untuk membedakan dermatitis
seboroik dengan diagnosis banding lainnya.1,5,10
VI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dermatitis seboroik adalah:
a. Psoriasis
Kelainan kulit berupa eritema sirkumskrip dan merata dengan
skuama yang berlapis-lapis disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz.
9
Skuama pada psoriasis akan berdarah jika dikelupas sedangkan pada
dermatitis seboroik skuama sangat mudah dilepas. Tempat predileksi
psoriasis terdapat pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ektremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut dan daerah
lumnosakral. Psoriasis biasanya melibatkan kuku ataupun sendi meskipun
jarang terjadi. Pada dermatitis seboroik rasa gatal muncul jika sudah berat
sedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal penyakit.1,11
Gambar 6. Scalp Psoriasis11
b. Dermatitis Atopik
Selama masa bayi, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik
mempunyai distribusi yang sama sehingga menimbulkan kesulitan untuk
membedakan keduanya. Namun demikian Yates dkk (1983) menemukan
bahwa keterlibatan daerah aksila lebih mengarah ke diagnosis dermatitis
seboroik sedangkan radio-allergosorbent test (RAST) yang positif
mengarah ke diagnosis dermatitis atopik. Hal yang paling membantu
adalah respon pasien terhadap pengobatan, dermatitis seboroik biasanya
memberikan respon pada pengobatan yang digunakan.6
Gambar 7. Dermatitis Atopik5
10
c. Kandidosis kutis
Kandidosis kutis pada lipat paha, lipat payudara dan umbilikus
dapat menyerupai dermatitis seboroik. Pada kandidosis kutis ditemukan
gambaran bercak merah yang berbatas tegas, bersisik dan basah.
Sedangkan pada dermatitis seboroik terdapat skuama berminyak dan
kekuningan dengan batas yang agak kurang tegas. Keluhan gatal pada
kandidosis lebih menonjol daripada dermatitis seboroik.1,5
Gambar 8. Kandidosis2
VII.PENATALAKSANAAN
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur.
Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.1
Pengobatan dermatitis seboroik biasanya ditujukan untuk:6
a. Melepaskan dan menghilangkan skuama
b. Menghambat kolonisasi ragi
c. Mengontrol infeksi sekunder
d. Mengurangi eritema dan gatal
1. Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis
prednisone 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan
perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.12
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran.
Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar
11
tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan
produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari,
perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta
efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow
band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian
terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita
mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak
dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
2. Pengobatan topikal
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2–3 kali skalp
dikeramasi selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida
(selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya
krim urea 10%.
Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah :1
a. ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar.
Pada kasus-kasus refrakter dapat diberikan preparat ter yang
dioleskan pada malam hari misalnya likuor karbonas detergen 5,10,
atau 20% dan ditutup dengan stockinette. Namun obat ini buka
merupakan pilihan terbaik karena berpotensi karsiogenik serta
menimbulkan fotosensitivitas. Bila pengobatan ini diberikan
dianjurkan untuk menghindari sinar matahari selama 24 jam setelah
pemakaian obat. 1,6
b. resorsin 1-3%, dapat menghambat proliferasi epidermis dan
infiltrasi dermal, selain mempunyai anti pruritus dan anti bakteri.6
c. sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat
3 - 6%
d. kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus
dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang
12
lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai
terlalu lama karena efek sampingnya.1
e. krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan
langsung terdapat banyak P. ovale. Ketokonazol bekerja dengan
cara menghambat biosintesis ergosterol, sterol utama yang
berfungsi mempertahankan membrane sterol jamur, dengan
menghambat enzim sitokrom P-450 14--demetilasi lanosterol,
enzim esensial dalam sintesis ergosterol jamur. 1,6
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan
ialah letak lesi serta usia penderita. Pada bayi, lesi di daerah skalp
dapat diberikan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ddengan
bahan dasar yang larut air atau dikompres dengan minyak zaitun
hangat. Dapat juga digunakan krim hidrokortison 1% dan untuk
perawatannya digunakan shampoo bayi. Untuk daerah intertriginosa,
selain obat-obat antiseboroik, dapat diberikan kliokuinol 0,2-0,5%
dalam losio zincii, sedangkan lesi yang basah dapat dikompres dengan
gentian violet 0,1-0,2%.
Pada orang dewasa muda, untuk lesi di daerah scalp dapat
diberikan sampo yang mengandung selenium sulfida, seng pirition dan
ketokonazol seminggu 2 kali. Untuk kasus yang berat dapat dipakai
sulfur 7,5%, asam salisilat 1%, minyak kastor 10% dan minyak zaitun
100%, bila perlu ditambah hidrokortison 1%. Campuran ini diberikan
waktu malam dan pagi harinya dicuci dengan sampo yang ringan. 6
Blefaritis dapat diatasi dengan kompres air hangat,
pembersihan lembut dengan larutan non-iritan atau sampo bayi,
melepaskan skuama secara mekanis bila diperlukan dan pengolesan
salep sulfasetamid atau salap kombinasi sulfasetamid dengan
prednisolon 0,5%. Penggunaan kortikosteroid pada kelopak mata atau
garis tepi kelopak mata harus hati-hati. Untuk daerah alis, muka dan
kelopak mata dapat digunakan krim hidrokortison 1%, sulfur 1-3%
atau asam salisilat 1-3%.
13
Untuk daerah telinga dan liang telinga dapat digunakan larutan
atau krim kombinasi yang mengandung triamsinolon 0,025%,
neomisin atau garamisin, bila perlu polimiksin B untuk infeksi
Pseudomonas aeruginosa.
VIII. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis dermatitis seboroik baik tetapi pada
sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini sukar
disembuhkan. Jika berulang maka kemungkinan varian dari dermatitis
atopi dapat dipertimbangkan. Pasien dengan dermatitis seboroik dewasa
yang berat dapat persisten. Prognosis lebih baik apabila faktor pencetus
dapat dihilangkan.1,6
IX. KESIMPULAN
Dermatosis seboroik termasuk dalam dermatosis eritroskuamosa
yang sering ditemui. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun
dewasa. Etiologi dermatitis seboroik sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Pada bayi terdapat tiga bentuk yaitu cradle cap, glabrous dan
penyakit Leiner. Sedangkan pada dewasa berdasarkan daerah lesinya
terjadi pada kepala, wajah, badan dan generalisata.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk membantu
menegakkan diagnosis. Secara umum terapi bertujuan untuk
menghilangkan skuama, menghambat kolonisasi ragi, mengontrol infeksi
sekunder serta mengurangi eritema dan gatal. Pasien harus diberitahu
bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh, sehingga harus
menghindari faktor pencetus seperti stress emosional, makanan berminyak
dan sebagainya.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta; 2010.200-202
2. Gibson EL, Perry HO. Eczematous Rashes. In: Dermatology. Moschella SL,
Hurley HJ, Eds, 3rd ed. Harcourt Brace Jocanovich, Inc, New York. p:214
3. Plewig G. Seborrheic Dermatitis. In: Dermatology in General Medicine.
Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Eds. 3th ed.
McGraw Hill, Inc, New York. p:1596-73
4. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med 2009;360;387-96
5. Selden T. Seborrheic Dermatitis. Sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#aw2aab6b2b3aa.
Diakses pada 25 Februari 2015
6. Jazid I. Patogenesis dan Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik. Dalam:
Dermatitis pada Bayi dan Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta;2003.1-15
7. Berman K. Seborrheic Dermatitis. Sumber:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001959. Diakses pada 25
Februari 2015
8. Johnson B. Treatment of Seborrheic Dermatitis. Sumber:
http://www.aafp.org/afp/2000/0501/p2703.html. Diakses pada 26 Februari
2015
9. Gupta AK, Nicol KA. Seborrheic Dermatitis of the scalp : Etiology and
Treatment. Journal of Drugs in Dermatology.2004
10. Tjarta A. Dermatitis Seboroik. In: Tjarta A, Sularsito SA, Kurniati DD,
Rithatmaja R. Eds. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan
Dermatitis Seboroik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta;2003.53-80
11. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Update: Januari 13
2014. Mayo Clinic. Diakses pada 16 Februari 2015. Sumber:
http://www.mayoclinic.com/health/seborrheic-dermatitis/DS00984
15
12. Siregar, RS. Dermatitis Seboroika. In: Saripati Penyakit Kulit. 2nd Ed.
ECG.Indonesia,2004.104-106
13. Ngan V. Leiner’s Disease. Update: 29 Juni 2011. Sumber:
http://www.dermnetnz.org/dermatitis/leiner.html. Diakses pada 24 Februari
2015.
14. Chatzikokkinou P. Seborrheic Dermatitis : An Early and Common Skin
Manifestation in HIV Patients. Acta Dermatovenerol Croat. 2008 Oct 21;16
(4):226-230
15. Schwartz RA, Janusz CA, Jannige CK. Seborrheic Dermatitis: An Overview.
Am Fam Physician 2006;74:125-30.