tinjauan pustaka ii
DESCRIPTION
Anestesi Pada SC IITRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Spinal Anestesi Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard
Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau bereksperimen dengan memasukan
obat pada saraf tulang belakang anjing, kemudian ia melihat Anjing tersebut
kehilangan rasa sakit, meskipun disayat dengan pisau. Eksperimen awal Leonard
Corning, membawa perubahan penting di bidang Kedokteran Anestesi dan sampai
saat ini teknik spinal anestesi sangat bermanfaat di dunia kesehatan untuk menolong
pasien di kamar operasi.
Tulisan tentang nyeri kepala paska anestesia spinal pertama kali ditulis oleh
Karl August Bier pada tahun 1898. Beliau melakukan percobaan spinal terhadap
tujuh pasien, dirinya, dan asistennya. Dari sembilan orang yang dilakukan anestesia
spinal tersebut, enam diantaranya mengalami gejala sakit kepala yang berhubungan
dengan perubahan posisi. Sejak saat itu, didapatkan banyak tulisan tentang nyeri
kepala paska anestesi spinal. Saat ini, keluhan tersebut dikenal dengan PDPH.
22
Sejak anestesi spinal Sub Archnoid Block (SAB) diperkenalkan oleh August
Bier (1898) pada praktis klinis, teknik ini telah digunakan dengan luas untuk
21
anestesi
regional, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilikus. Kelebihan utama
teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek
minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien
tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta penanganan paska operatif
dengan analgesia yang minimal.
21
Universitas Sumatera Utara
2.2 Anestesi Spinal
Anestesi spinal memiliki beberapa komplikasi yang sering timbul, salah satu
komplikasi yang dapat timbul adalah Post Dural Puncture Headache. Sejarah Post
Dural Puncture Headache (PDPH) juga diperkenalkan oleh Augus Bier yang
berdasarkan atas pengalaman sendiri dengan gejala sakit kepala pada saat berdiri dan
hilang pada saat posisi tidur. Menurut berbagai peneliti, kejadian terjadinya Post
Dural Puncture Headache berkisar antara 0,1 % -36% dengan kejadian tertinggi 36%
pada pasien yang menggunakan jarum 20G atau 22G.
Banyak faktor yang diduga mempengaruhi kejadian dan keparahan Post dural
Puncture Headache (PDPH)
23
termasuk, umur, jenis kelaminan, ras pasien, teknik
SAB, jumlah tusukan yang dilakukan, besar jarum dan desain ujung jarum Pada
penelitian Lybecker H dkk yang meneliti 1.021 pasien dari kelompok usia antara 15
sampai 85 tahun. Kejadian terbesar yang ditemukan di dekade ketiga (16%) dan
keempat (14%). Kejadian sakit kepala menurun setelah dekade kelima. Perbedaan
antara umur kelompok dapat dikaitkan dengan elevasi ambang nyeri, mungkin terjadi
penurunan progresif dalam elemen saraf sensorik dan terjadi penurunan elastisitas
pembuluh darah dengan penuaan.
Dari penelitian Hwang dkk, membandingkan kejadian PDPH dengan jarum
25G Whitacre dengan jarum 25G dan 26G Quincke tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna secara statistik. Ada beberapa penelitian yang meneliti
mengenai hubungan banyaknya usaha tusukan spinal dengan kejadian PDPH yang
menyertainya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk (2009) dengan
menggunakan jarum 23G Quincke membandingkan banyaknya tusukan dengan
kejadian PDPH. Dari hasil penelitian tersebut didapat ada hubungan yang signifikan
terhadap banyaknya usaha tusukan dengan tingginya kejadian. Dari beberapa
penelitian lain yang meneliti hubungan banyaknya tusukan spinal dengan kejadian
PDPH pada jarum-jarum yang lebih kecil 26G dan 27G tidak menunjukkan adanya
24
Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang signifikan antara banyaknya tusukan dengan tingginya kejadian
PDPH, seperti yang dikemukakan oleh Kang SB dkk (1992). Pada penelitian ini,
peneliti meneliti kejadian PDPH antara dua tipe jarum ukuran 27G, sehingga peneliti
mengesampingkan faktor banyaknya tusukan untuk mempengaruhi tingginya
kejadian terjadinya PDPH.
Salah satu faktor terpenting dan
15
paling memegang peranan adalah desain dan
besar jarum. Ada beberapa tipe jarum yang saat ini digunakan untuk tindakan punksi
dura. Secara umum tipe jarum ini dibedakan menjadi dua tipe, yakni tipe cutting
(Quincke) dan non-cutting /atraumatic (Atraucan, whitacre, sprotte). Jarum dengan
ujung Quincke memotong serat dura dan bisa menyebabkan robekan dura yang
menetap, sementara ujung jarum spinal non-cutting atau seperti pencil-point
(Atraucan, Whitacre, Sprotte) dapat mendorong serat dura sehingga dapat kembali ke
tempat semula dan mengurangi hilangnya Cerebro Spinal Fluid (CSF) setelah
tusukan dura sehingga mengurangi kejadian Post dural Puncture Headache
(PDPH).
Oleh karena itu, banyak variasi dalam kejadian Post Dural Puncture
Headache (PDPH)
25
yang bisa timbul dengan desain jarum spinal yang berbeda. Ada
beberapa data yang merupakan kumpulan dari kejadiannya PDPH pada beberapa
jarum yaitu 40% pada jarum 22G, 25% pada jarum 25G, 2-12% pada jarum 26G
Quincke, 1-6% pada jarum 27G Quincke dan <2% pada jarum 29G. Dengan
mengurangi besar dari jarum spinal telah memberikan dampak yang signifikan
terhadap kejadian dari Post Dural Puncture Headache (PDPH). 8
Dalam rangka meminimalkan resiko Post dural Puncture Headache (PDPH),
beberapa desain jarum spinal dan modifikasi ujung, telah diperkenalkan yaitu
Atraucan, yang dikenal juga sebagai jarum atraumatik. Jarum ini memiliki titik
pemotongan dengan bevel ganda yang dimaksudkan untuk memotong kecil lubang
dura dan kemudian membesar dan untuk mengurangi gaya yang dibutuhkan untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan tusukan.26 Jarum ini lahir pada tahun 1992 oleh Aglan dan Stansby yang
melakukan uji aliran terhadap jarum Sprotte dan menyimpulkan bahwa daerah lubang
jarum dapat diturunkan hingga area crossectional canula tanpa mempengaruhi rerata
aliran obat.
14
Gambar 1: Jenis Jarum Spinal
Vandam dan Dripps mencatat ada korelasi langsung antara ukuran jarum dan
resiko Post Dural Puncture Headache (PDPH) bahwa kejadian berkisar 18% dengan
jarum pengukur 16G dan 5% dengan 26G, sedangkan, keseluruhan resiko Post dural
Puncture Headache (PDPH) adalah 11% pada 11000 kasus anestesi spinal. Kejadian
Post Dural Puncture Headache (PDPH) untuk berbagai jenis jarum spinal
ditunjukkan pada tabel 1.
Table 1. Kejadian PDPH dalam berbagai jarum spinal
25
Needle size & Type Bentuk Jarum Incidence of PDPH%
16G Touhy 2-5 Bevel tumpul
20G Whitacre 36 Atraumatic
22G Quincke Cutting 0,63-4
24G Sprotte Atraumatic 0-9,6
Universitas Sumatera Utara
25G Quincke Cutting 3-25
25G Whitacre Atraumatic 0-14,5
26G Quincke Cutting 0,3-20
26G Atraucan Atraumatic 2,5-4
27 Quincke Cutting 1,5-5,6
27 Whitacre Atraumatic 0
29 Quincke Cutting 0-2
32 Quincke Cutting 0,4
Pada penelitian J Buettner yang membandingkan jarum 25G Whitacre dan
Quincke dalam penilaian Post Dural Puncture Headache (PDPH) melaporkan Post
Dural Puncture Headache (PDPH) pada jarum Whitacre lebih rendah dibanding
dengan jarum Quincke. Walaupun demikian jarum 25G Quincke dengan bevel cutting
di tengah lebih sering digunakan dan lebih popular dengan kejadian PDPH hampir
25%.27
Table 2: Jenis Jarum Spinal
Jenis Jarum Desain Gambar Keuntungan
Quincke
Tajam,bevel
menengah
Penyebaran Cepat
dan pasti
Universitas Sumatera Utara
Whitacre Non cutting,
pencil point
Lubang lateral
PDPH <, tidak
memotong
Sprotte
Sebanding
whitacre,
lubang >besar
Penyebaran
terjamin
Atraucan
Tajam bevel
ganda
Tajam,
penyebaran baik
Ballpen
Quincke,
ataumatik
Penyebaran cepat,
pasti
Gertie Marx
Pencil Point Mudah digunakan,
dan kegagalan
minimal
Perbedaan antara jarum Atraucan dan Quincke dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Jarum 26G Atraucan merupakan jarum spinal dengan ujung tip yang dirancang untuk
membuat potongan linear kecil (dibandingkan dengan potongan quincke yang
Universitas Sumatera Utara
berbentuk V) di dura mater. Atraucan 26G memiliki dua bevel, Bevel pertama untuk
memotong kecil lubang dural dan bevel kedua membesar sehingga mengurangi gaya
yang dibutuhkan untuk melakukan tusukan. Pada penelitian In vitro, menyatakan
kebocoran cairan serebrospinal pada jarum atraucan 26G lebih rendah dibandingkan
dengan jarum 26G Quincke dan jarum 24G Sprotte
Tabel 3: Perbedaan Jarum Atraucan dan Quincke
.
Jenis
Jarum Gambar Warna
Diameter
(mm)
Ujung Jarum Pada Dura
Mater
26G
Quincke
Coklat 88 mm
26G
Atraucan
Coklat 88 mm
26G
Pencil
Point
Coklat 90 mm
Universitas Sumatera Utara
2.3 Post Dural Puncture Headache
Sudah lebih dari seratus tahun sejak dr. Bier mengalami dan menulis laporan
kasus pertama terhadap post dural puncture headache. Deskripsi dr. Bier terhadap
2.3.1 Defenisi PDPH (Post Dural Puncture Headache)
sakit kepala postural berat ini masih lazim dipakai sampai saat ini
Sebuah nyeri yang biasanya sangat berat, tumpul, bilateral, biasanya pada
daerah frontal, retro orbita dan oksipital yang menjalar ke leher, dimana biasanya
diperberat bila posisi tegak lurus dan berkurang pada posisi tidur. Nyeri kepala bisa
berdenyut atau konstan dan biasanya disertai dengan fotofobia, mual, muntah,
gangguan pendengaran atau penglihatan.28 Onset nyeri kepala akibat PDPH ini bisa
terjadi pada 12 sampai 72 jam setelah tindakan, tetapi bisa juga ditemukan segera
setelah tindakan. Pasien pasien yang mengalami Post Dural Puncture Heachache
tidak boleh diabaikan. Bila tidak ditangani nyeri bisa berlangsung sampai berminggu-
minggu, dan pada kasus-kasus yang sangat jarang, bisa diperlukan tindakan operasi
untuk mengatasinya.
Post Dural Puncture Headache (PDPH) merupakan komplikasi dari tusukan
29
pada dura mater (salah satu meningen yang mengelilingi korda spinalis). PDPH
sering terjadi pada anestesi spinal dan lumbal, dan juga epidural anestesi. PDPH bisa
timbul dalam hitungan jam sampai hari setelah tusukan dan memberikan tanda dan
gejala seperti pusing mual dan menjadi makin berat bila pasien mengambil posisi
tegak lurus. Jadi PDPH bisa disimpulkan sebagai sakit kepala berat yang bisa disertai
mual atau muntah setelah tusukan spinal dengan ciri khas memberat bila berubah
posisi duduk atau tegak lurus dan menghilang atau berkurang bila posisi tidur datar.
Dari pernyataan di atas, diambil kriteria Post Dural Puncture Headache21
:
Universitas Sumatera Utara
1. Timbul setelah mobilisasi
2. Diperberat dengan perubahan posisi duduk atau berdiri dan batuk, bersin
3. Berkurang atau hilang dengan posisi tidur terlentang
4. Nyeri sering terlokalisir pada occipital, frontal atau menyeluruh
2.3.2 Klasifikasi PDPH
Nyeri sakit kepala PDPH menurut Crocker (1976) dikelompokkan menjadi 4
skala yakni:
• Nyeri kepala ringan yang memungkinkan periode lama untuk duduk /
berdiri dan tanpa ada gejala tambahan lain
21
• Sakit kepala sedang, yang membuat pasien tidak dapat bertahan berada
pada posisi tegak lurus selama lebih dari setengah jam. Biasanya di sertai
dengan mual, muntah dan gangguan pendengaran dan penglihatan.
• Sakit kepala berat yang timbul segera ketika beranjak dari tempat tidur,
berkurang bila berbaring terlentang di tempat tidur. Sering disertai dengan
mual, muntah, gangguan penglihatan dan pendengaran.
• Nyeri kepala sangat berat yang timbul bahkan ketika penderita sedang
berbaring terlentang di tempat tidur dan bertambah makin berat bila duduk
atau berdiri, untuk makan tidak mungkin dilakukan karena mual dan
muntah.
Keluhan PDPH ini diduga merupakan akibat dari hilangnya cairan
serebrospinal ke dalam ruang epidural. Berkurangnya tekanan hidrostatik pada ruang
subaraknoid akan menyebabkan regangan terhadap meningens sehingga terjadi tanda
dan gejala penyerta. Hal ini disebabkan hilangnya Cerebro Spinal Fluid (CSF) lebih
cepat dari produksinya sehingga terjadi traksi terhadap struktur-struktur yang
menyangga tidak, terutama dura dan tentorium. Peningkatan traksi pada pembuluh
Universitas Sumatera Utara
darah juga menambah nyeri kepala. Traksi pada syaraf kranial dapat menyebabkan
diplopia (biasanya pada syaraf kranial keenam) dan tinnitus.
Jan dkk, membagi tingkat keparahan dari PDPH dengan skala analog numerik
verbal 0 sampai 10 (0=tanpa nyeri dan 10=nyeri yang paling tidak tertahankan).
Untuk mempermudah, Shaik dkk (2008), membagi skala 0 – 10 ini menjadi 3 tingkat,
yakni ringan, sedang dan berat, sesuai dengan yang tertera pada tabel.
TABLE 4: KLASIFIKASI PDPH
30
KLASIFIKASI PDPH
Ringan Sedang Berat
Tidak ada gangguan dalam
aktivitas
Terjadi gangguan dalam
aktivitas
Hanya dapat berbaring di
tempat tidur
Tidak dibutuhkan
penanganan
Dibutuhkan analgesia
secara regular
Anoreksia
2.3.3 Patofisiologi PDPH
2.3.3.1 Anatomi Dura Mater Spinal
Dura mater spinal adalah sebuah tuba yang menjalar dari foramen magnum
menuju segmen kedua dari sakrum. Dura mater terdiri dari korda spinalis dan akar-
akar nervus yang menembusnya. Dura mater itu sendiri merupakan jaringan konektif
yang padat yang terdiri dari serat kolagen dan elastis. Deskripsi klasik dari dura mater
spinal adalah serat kolagen yang menjalar dengan arah longitudinal.
Hal ini telah didukung oleh penelitian histologis terhadap dura mater.
berdasarkan hal ini merekomendasikan agar jarum cutting spinal diorientasikan
paralel dibandingkan dengan arah memotong serat-serat longitudinal ini. Akan tetapi,
dari studi miskroskopik elektron dan cahaya telah melawan teori klasik terhadap
anatomi dura mater ini. Studi ini menunjukkan bahwa dura mater terdiri dari serat
Universitas Sumatera Utara
kolagen yang tersusun berlapis-lapis, dimana tiap lapis terdiri dari serat kolagen dan
elastis yang tidak menunjukkan orientasi yang spesifik.
Pada permukaan luar atau permukaan epidural memang teratur dengan arah
longitudinal, tetapi pola ini tidak berulang pada lapis-lapis berikutnya. Dari penilaian
lebar terhadap ketebalan dura menunjukkan bahwa dura posterior bervariasi dalam
ketebalan sepanjang spinal, baik dalam individu maupun antar individu. Perforasi
dura pada area yang tebal akan menyebabkan kebocoran CSF yang lebih sedikit
dibanding perforasi pada area yang tipis, dan hal ini dapat menjelaskan kejadian
yang tidak terduga pada akibat perforasi dura.8 Lapisan struktur tulang belakang yang
akan dilewati jarum spinal untuk masuk ke dalam ruang subarakhnoid adalah Kulit
Jaringan Subkutan Ligamen Supraspinous ligamen Interspinous Ligamentum
Flavum Ruang Epidural Ruang Subdural Ruang
Subarachnoid
Gambar 2 Anatomi Dari Dura Meter
2.3.3.2 Cairan Serebrospinal
Produksi CSF terjadi terutama pada pleksus koroid, tetapi ada beberapa bukti
yang menunjukkan adanya produksi ekstrakoroidal. Sekitar 500 cc dari CSF
diproduksi perhari (0.35 cc/min). Volume CSF pada orang dewasa adalah sekitar 150
cc, dimana setengahnya berada di dalam kavitas kranial. Tekanan CSF pada regio
Universitas Sumatera Utara
lumbal pada posisi horizontal adalah 5-15 cm H2O. Diperkirakan pada posisi berdiri
akan meningkat sampai 40 cm H2O. Tekanan CSF pada anak-anak akan meningkat
sesuai umur.8
PDPH diduga disebabkan oleh kebocoran CSF melalui tusukan pada dura.
Ada dua mekanisme yang menyebabkan PDPH. Salah satunya adalah menurunnya
struktur intrakranial pada posisi tegak yang menyebabkan traksi pada meningen, saraf
kranial dan saraf servikal hingga menghasilkan nyeri pada daerah frontal, oksipital
dan servikal. Mekanisme kedua adalah mekanisme kompensasi vasodilatasi yang
merupakan respon dari rendahnya tekanan intrakranial sehingga mengakibatkan nyeri
kepala. Posisi tegak memperburuk sakit kepala karena berkurangnya tekanan
intrakranial dengan meningkatkan laju hilangnya CSF melalui punksi dural.
Bier di tahun 1899 menyatakan PDPH disebabkan oleh bocornya cairan CSF
yang dipengaruhi oleh lubang jarum di dura. Hart J.R dan Whitacre R.J
mengambarkan sakit kepala karena bocornya CSF diakui karena adanya ketegangan
pada pembuluh darah dan saraf kranial yang disebabkan oleh penarikan cairan tidak
akibat tusukan di dura. Doktrin Munro Kelly menyatakan bahwa jumlah volume otak,
CSF dan volume darah intrakranial adalah konstan. Konsekuensi dari penurunan
volume CSF dikompensasi oleh peningkatan volume darah. Venodilatasi ini
kemudian mengakibatkan sakit kepala
13
31
Turnbull D.K. dan Sheperd D.B. menjelaskan dura mater yang terdiri dari
serat kolagen yang terlihat dalam beberapa lapisan sejajar dengan permukaan. Setiap
lapisan terdiri dari kolagen dan serat, ketebalan dura pada tingkat spinal tidak dapat
diprediksi pada setiap orang. Dan mungkin ada serat yang kurang tebal sehingga
mudah terjadi kebosoran CSF dengan pengaruh besarnya ukuran jarum.8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3: Korda Spinalis Dan Mekanisme PDPH
2.4. Differential Diagnosa Dari PDPH Pada Wanita Hamil Setelah melahirkan, perempuan sering menderita sakit kepala. Sebuah studi
retrospektif dalam lima tahun terakhir mengidentifikasi wanita postpartum dengan
sakit kepala berlangsung lebih dari 24 jam setelah melahirkan dan terjadi dalam 6
minggu setelah persalinan. Dari 95 perempuan memenuhi kriteria ini, dan sementara
tingkat kejadian tidak dapat dihitung, studi ini tidak mengidentifikasi beberapa fitur
penting sakit kepala setelah melahirkan. Kebanyakan wanita (82%) masih di rumah
sakit di awal sakit kepala mereka. Dari demografi studi populasi sebagian besar
populasi umum dalam rerata usia ibu 25,2 tahun, 87 % dari perempuan telah
menerima beberapa jenis anestesi regional dan 29 % dari perempuan melakukan
operasi sesar. Untuk membedakan pasien yang murni PDPH dan tidak dapat dilihat
dari riwayat seringnya sakit kepala.32-33
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Migrain
Migrain dengan karakterisitik nyeri yang berdenyut unilateral yang diperberat
dengan aktifitas biasanya diikuti juga dengan mual dan fotofobia. Migrain biasanya
terjadi pada saat remaja yang lebih sering mengenai perempuan dan sering meningkat
pada kehamilan, tetapi juga sering pada periode paska persalinan.32
2.4.2 Tension Headache
Tipe yang paling sering pada sakit kepala, yang sering mengenai wanita
remaja maupun pertengahan usia. Sakit kepala ini meiliki intensitas ringan sampai
berat dengan nyeri biasanya bilateral tanpa berdenyut, tidak dijumpai mual dan
fotofobia . Adanya peningkatan kejadian pada wanita hamil.
2.4.3 Perdarahan Intrakranial
34
Sakit kepala dengan perdarahan intrakranial dikarakteristikan dengan onset
yang tiba-tiba, dengan intensitas berat dan adanya dijumpai tanda kelainan neurologik
fokal dan ganguan kesadaran.
2.4.4 Trombosis Vena Serebral Dan Thrombosis Sinus
32
Resiko trombosis vena meningkat pada kehamilan dan telah diperkirakan
kejadian di antara 10-20 per 100.000 kelahiran di negara maju. Kejadian muncul
lebih tinggi di negara berkembang dengan kejadian 450 per 100.000 kelahiran di
India. Gambaran sakit kepala sering sulit dibedakan dengan Post Dural Puncture
Headache.
2.4.5 Keganasan
32
Sakit kepala berkaitan dengan neoplasma intrakranial dengan jenis tipikal, dan
tanpa denyut yang diikuti dengan mual, muntah dan memberat pada saat beraktifitas,
batuk dan bersin. Dan tanda fokal dengan peningkatan tekanan intrakranial.
32
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Withdrawal Kafein
Withdrawal kafein dapat menyebabkan sakit kepala, meningkat kelelahan, dan
kecemasan, dan telah dilaporkan terjadi setelah sedikitnya 3 hari paparan 300 mg per
hari atau 7 hari paparan 100 mg per hari (50-100 mg kafein per minuman kopi).
Withdrawal kafein bisa menjadi penyebab sakit kepala paska operasi Meskipun
belum dikonfirmasi sebagai penyebab sakit kepala paska persalinan.
2.4.7 Meningitis
32
Sakit kepala berat pada meningitis digambarkan dengan nyeri kepala yang
disertai dengan demam, kekakuan, dan adanya tanda Kernig dan Brudzinski postif,
muntah, kejang, dan ruam kulit juga dapat terjadi. Patogen meliputi streptokokus B,
staphylococcus epidermidis, kelompok A. hemolitik streptococcus, dan agen parasit
baru-baru ini, taenia solium, menyebabkan neurocysticercosis
2.5 Terapi PDPH
34
Ada beberapa terapi yang sering dipakai untuk penanganan PDPH, baik terapi
konservatif maupun agresif. Terapi konservatif meliputi istirahat, hidrasi pasien,
posisi telungkup, stagen abdomen, pemberian kafein baik melalui oral atau parenteral.
sumatriptan dan pemberian Hormon Adrenokortikotropin (ACTH)/kortikosteroid.
Sedangkan terapi agresif berupa suntikan intratekal salin, kateter intratekal, epidural
saline, epidural blood patch dan epidural dekstran.
2.5.1 Terapi Konservatif
31
• Istirahat
Istirahat di tempat tidur akan mengurangi gejala PDPH. Namun,
tinjauan literatur menunjukkan bahwa istirahat setelah punksi dural
tidak mengurangi resiko berkurangnya sakit kepala, bahkan adanya
kecenderungan peningkatan sakit kepala pada pasien yang istirahat.
Tidak adanya bukti bahwa dengan memperpanjang durasi istirahat
Universitas Sumatera Utara
dapat menurunkan kemungkinan sakit kepala. mobilisasi awal setelah
punksi dural harus dilakukan, pasien dengan sakit kepala harus
mobilisasi sebanyak yang mereka mampu
• Hidrasi Pasien
.
Salah satu yang menjadi faktor penentu terjadinya PDPH adalah status
hidrasi pasien, dimana konsep hidrasi pada PDPH masih banyak salah
dimengerti. Tujuan dari hidrasi adalah untuk memastikan kecepatan
produksi CSF optimal, dimana pasien dalam keadaan dehidrasi akan
menyebabkan produksi CSF yang berkurang. Sehingga, bila seseorang
sudah terehidrasi dengan baik, dan kecepatan produksi CSF normal,
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hidrasi yang berlebihan
akan membantu meningkatkan kecepatan produksi CSF. Oleh karena
itu tidak diperlukan pemberian cairan berlebihan pada pasien yang
telah terehidrasi dengan baik, dan penting untuk memastikan bahwa
pasien dalam kondisi terhidrasi baik sebelum dilakukan tindakan
anestesi spinal. Pada penelitian ini, kami memastikan pasien dalam
keadaan terhidrasi baik dengan melakukan terlebih dahulu Tilt Test.33
• Posisi Tengkurap
Tilt test adalah tes kecukupan cairan / hidrasi pada pasien, dengan
memperhitungkan faktor posisi dan gravitasi, dilakukan dengan
mengukur tekanan darah pasien saat terlentang mendatar dan
kemudian mengukur tekanan darah pasien setelah diposisikan tidur
terlentang dalam posisi head up dengan sudut 40– 50 selama 10 menit.
Bila terjadi perbedaan Mean Arterial Presure (MAP) lebih dari 10%,
maka dinyatakan Tilt Test positif dan pasien masih belum terhidrasi
dengan cukup.
Posisi tengkurap dapat meredakan sakit kepala pada beberapa pasien
dengan PDPH, tetapi tidak ada penelitian yang diterbitkan mendukung
Universitas Sumatera Utara
hal ini, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra abdominal
dan adanya penekanan di tulang belakang ke kompartemen
intrakranial. Posisi tengkurap mungkin bermanfaat pada pasien yang
sayatan bedahnya tidak menghalangi
• Stagen Abdomen
posisi ini
Pada tahun 1975 sebuah studi tunggal yang meliputi ibu hamil
menyarankan bahwa bahan pengikat perut mencegah perkembangan
nyeri kepala spinal. Hal ini dapat mengurangi PDPH dengan
mekanisme yang sama seperti posisi tengkurap
• Kafein
. Dan penggunaan
stagen abdomen masih dilakukan sampai sekarang.
Kafein bekerja menstimulasi produksi CSF. Kafein membantu dengan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial.32 Sebuah
studi dari 41 pasien dengan sakit kepala tidak yang tidak responsif
terhadap tindakan konservatif menunjukkan bahwa pemberian kafein
500 mg intravena menyebabkan adanya pengurangan gejala pada 70%
dari subyek. Ukuran kecil dari studi dan kurangnya kelompok kontrol
meragukan rutin penggunaan terapi ini. Seperti kafein intravena tidak
tersedia di banyak rumah sakit, penggunaan kafein oral telah diusulkan
sebagai pengganti. Kafein oral, 300 mg, menghasilkan penurunan
yang lebih signifikan dalam intensitas sakit kepala dibandingkan
plasebo
• Sumatriptan
.
Serotonin Agonis Sumatriptan adalah vasokonstriktor otak yang
digunakan untuk mengobati migrain. Salah satu studi melaporkan
berkurangnya PDPH pada empat dari enam pasien yang diobati
dengan 6 mg subkutan Sumatriptan. Tapi setelah satu jam hanya satu
pasien yang gejalanya benar-benar berkurang.
Universitas Sumatera Utara
• Hormon Adrenokortikotropin
Sejumlah laporan kasus telah menyarankan peran terapi untuk
kortikosteroid atau hormon adrenokortikotropin. Sebuah penelitian
secara acak tunggal menunjukkan bahwa hidrokortison dosis tinggi
mengurangi keparahan sakit kepala spinal dibandingkan dengan
plasebo. Dan sebuah penelitian lain secara acak tidak bisa
menunjukkan manfaat apapun untuk pemberian
ACTH
2.5.2 Terapi Agresif
• Intratekal Saline
Injeksi 10 ml saline yang bebas pengawet melalui jarum Tuohy setelah
kejadian punksi dural dapat menurunkan kejadian sakit kepala dari
62% menjadi 32%. Injeksi normal saline melalui kateter intratekal
yang dilakukan setelah punksi dural dapat juga mengurangi sakit
kepala, namun jumlah pasien dalam kelompok ini terlalu kecil untuk
mencapai signifikansi statistik
•
.
Kateter Intratekal
Setelah dilakukannya punksi dural selama penempatan epidural,
kateter dapat ditempatkan dalam ruang subarachnoid untuk
memberikan anestesi spinal kontinyu. Beberapa studi telah
menyarankan bahwa teknik ini akan mengurangi timbulnya sakit
kepala setelah spinal. Bahkan, salah satu studi menunjukkan hasil
yang lebih baik ketika kateter tetap di tempat selama 24 jam setelah
melahirkan
•
.
Epidural Saline
Infus epidural yang terus menerus dengan normal saline telah
dilaporkan berguna untuk mencegah atau meringankan gejala PDPH
setelah punksi dural. Sayangnya, penghentian infus biasanya
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kambuhnya sakit kepala. Teknik ini mungkin berguna
pada pasien yang menolak Epidural Blood Pacth
• Epidural Blood Patch
.
Terapi yang berupa Epidural Blood Patch, merupakan penanganan
yang sangat efektif terhadap PDPH. Dengan melakukan injeksi 15-20
cc darah autologous ke ruang epidural pada satu interspace
dibawahnya atau pada tempat tusukan dura. Hal ini dipercaya akan
menghentikan kebocoran yang terjadi pada CSF oleh karena efek
massa atau koagulasi. Efeknya bisa terjadi segera atau beberapa jam
setelah tindakan ketika produksi CSF secara perlahan akan
meningkatkan tekanan intrakranial yang dibutuhkan.32
•
Epidural Blood
Patch telah diusulkan sebagai standar emas untuk pengobatan PDPH,
dengan laporan awal menunjukkan tingkat keberhasilan setinggi 95%
Epidural Dekstran
Pada pasien yang tidak dapat menerima EBP karena demam, atau yang
menolak EBP karena alasan agama, epidural dekstran telah digunakan
dengan beberapa keberhasilan. Hal ini belum pernah dipelajari
sebelumnya, karena adanya kekhawatiran tentang potensi
neurotoksisitas dan resiko reaksi alergi. Tetapi penggunaan epidural
dekstran infus harus dipertimbangkan
.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Teori
Gambar 4 Kerangka Teori
Anestesi Spinal
Robekan Dura
Kebocoran CSF
Struktur Intrakranial Menurun Pada Posisi Tegak
PDPH
Nyeri Pada Daerah Frontal, Oksipital Dan Servikal.
Traksi Pada Meningen, Saraf Kranial Dan Saraf
Servikal
Jarum Spinal
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konsep
Gambar 5: Kerangka Konsep
Anestesi Spinal
Jarum Spinal 26G
Quincke
Jarum Spinal 26G
Atraucan
PDPH
Tingkat Keparahan PDPH
Universitas Sumatera Utara