tinjauan_pustaka[1]

18
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang eksternal yang nyata. ( Barbara, 1997 : 575 ). Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. ( Maramis, 2004 : 119 ). Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. (Stuart and Sundeen, 1995 : 501) Halusinasi yang sering terjadi pada gangguan persepsi sensori adalah halusinasi akustik (auditorik). Halusinasi ini sering berbentuk : 1. Akoasma :Suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan dengan jelas.

Upload: riswandi-ezxprada-armour

Post on 11-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang

eksternal yang nyata. ( Barbara, 1997 : 575 ).

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca

indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya

mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. ( Maramis, 2004 : 119 ).

Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa

stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara

Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi

pada pasien skizoprenia. (Stuart and Sundeen, 1995 : 501)

Halusinasi yang sering terjadi pada gangguan persepsi sensori adalah

halusinasi akustik (auditorik). Halusinasi ini sering berbentuk :

1. Akoasma :Suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan dengan

jelas.

2. Phonema :Suara-suara yang berbentuk suara jelas yang berasal dari manusia,

sehingga klien seperti mendengar suara tertentu.

Halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling umum. Klien

bisa mendengar suara seperti suara Tuhan, suara setan atau suara orang-orang

terdekat yang diterima sebagai suatu yang berbeda dari pemikiran klien.

B. Jenis-Jenis Halusinasi

Halusinasi menurut Rasmun (2001), itu dapat menjadi : 

Halusinasi penglihatan (visual,

optik): tak berbentuk(sinar, kilapan atau pola cahaya) atau yang berbentuk(orang,

binatang, barang yang dikenal) baik itu yang berwarna atau tidak

Halusinasi pendengaran (autif,

akustik): suara manusia, hewan, binatang mesin, barang, kejadian alamiah atau

musik

Page 2: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

Halusinasi Penciuman (olfaktorius):

mencium sesuatu bau

Halusinasi pengecap(gustatorik) :

merasa/ mengecap sesuatu

Halusinasi peraba(taktil) : merasa

diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya

Halusinasi kinestetik : merasa

badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota badannya bergerak

(umpamanya anggota badan bayangan atau phantom limb)

Halusinasi viseral : perasaan tertentu

timbul didalam tubuhnya

Halusinasi Hipnagogik : terdapat ada

kalanya pada seorang yang normal, tetap sebelum tertidur persepsi sensorik

bekerja salah

Halusinasi hipnopompik : seperti

pada nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun samasekali dari tidurnya.

Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal

Halusinasi histerik : Timbul pada

nerosa histerik karena konflik emosional

C. ETIOLOGI

Menurut Townsend ( 1998 : 156 ), kemungkinan etiologi pada klien

dengan halusinasi adalah :

1. Panik

2. Menarik diri

3. Stres berat yang mengancam ego yang lemah

Faktor pencetus :

1. Biologis

Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladaptif

yang baru mulai dipahami, yang termasuk dalam hal ini adalah sebagai berikut :

Page 3: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

a. Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang

lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia.

Lesi pada area kontrol, temporal dan limbik paling berhubugan dengan perilaku

psikotik.

b. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan Skizoprenia, hasil penelitian

menunjukkan bahwa :

- Dopamin neurotransmitter yang berlebihan

- Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain

- Masalah – masalah pada reseptor dopamin.

Para ahli biokimia mengemukakan bahwa halusinasi merupakan hasil

dari respon metabolik terhadap stres yang menyebabkan lepasnya neurokimia

halusinogenik ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 309 ).

2. Psikologis

Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif

belum didukung oleh penelitian. ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 309 ).

3. Sosio Budaya

Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia dan

gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

( Stuart dan Sundeen, 1991 : 310 ).

Pohon Masalah

Menurut Rasmun ( 2001 : 42 ) pohon masalah klien dengan halusinasi

digambarkan pada bagan berikut :

Resiko terhadap tindakan

kekerasan yang diarahkan

pada lingkungan.

Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan ( core problem )

Penatalaksanaan regimen terapeutik

tak efektif

Page 4: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

Gangguan konsep diri :

Harga diri rendah

Dari pohon masalah ditemukan masalah keperawatan yaitu :

1. Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan pada lingkungan.

2. Perubahan persepsi sensori

3. Isolasi sosial : menarik diri

4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Diagnosa yang dapat diangkat yaitu :

1. Resiko terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan pada lingkungan yang

berhubungan dengan halusinasi akustik dan visual.

2. Halusinasi akustik dan visual berhubungan dengan isolasi sosial : menarik diri

3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu

tak efektif.

D. Penyebab Halusinasi

Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia.

Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. (Shives 1998).

Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain,

pada sindroma otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi

atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik (Maramis

1998).

Menurut Barbara ( 1997 : 575 ) klien yang mendengar suara – suara

misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua

suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara– suara

yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.

Isolasi sosial : menarik diri

Kurang pengetahuan

keluarga merawat klien

Page 5: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

E. Tahapan Intensitas Halusinasi

Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart dan Sundeen, 1995 : 328 ) :

Tahap I : Menenangkan – Ansietas tingkat sedang.

a. Tingkat :

Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan

b. Karakteristik

Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian,

merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan

pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan

sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi

( Non Psikotik ).

c. Prilaku klien

- Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

- Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

- Gerakan mata yang cepat.

- Respon verbal yang lamban.

- Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Tahap II : Menyalahkan – Ansietas tingkat berat.

a. Tingkat

Secara umum halusinasi menjijikkan.

b. Karakteristik

Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang

berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk

menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa

malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri dari orang lain ( Non

Psikotik ).

c. Perilaku klien

- Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal

peningkatan tanda – tanda vital.

- Penyempitan kemampuan konsentrasi.

Page 6: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

- Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan

untuk membedakan antara halusinasi dengan realita.

Tahap III : Mengendalikan – Ansietas tingkat berat

a. Tingkat

Pengalaman sensori menjadi penguasa

b. Karakteristik

Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan

membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa

permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori

tersebut berakhir ( Psikotik ).

c. Perilaku klien

- Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari

pada menolaknya.

- Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

- Rentang perhatian hanya beberapa menit.

- Gejala fisik ansietas berat ( berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk

mengikuti petunjuk ).

Tahap IV : Menaklukkan – Ansietas tingkat panik

a. Tingkat

Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.

b. Karakteristik

Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti

perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari

bila tidak ada intervensi terapeutik ( Psikotik ).

c. Prilaku klien

- Perilaku menyerang seperti panik.

- Potensial melakukan bunuh diri.

- Amuk, agitasi, menarik diri, dan katakonik.

- Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

Page 7: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

F. Strategi Merawat Pasien Dengan Halusinasi

Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi ditekankan ditekankan

agar klien dapat mengontrol halusinasinya, sehingga klien tidak larut dalam

halusinasinya. Tindakan yang sudah lazim yang dilakukan untuk mengontrol

halusinasi adalah dengan cara menghardik halusinasi jika halusinasi muncul,

mengajak ngobrol perawat atau seseorang untuk diajak ngobrol, menyibukkan diri

dengan kegiatan yang bermanfaat dan yang terakhir adalah teratur mengkonsumsi

obat. dapat pula disebutkan sebagai berikut:

Membina hubungan interpersonal, saling percaya

Mengkaji gejala halusinasi

Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang sedang

terjadi

Identifikasi kemungkinan pernah mengunakan obat atau alcohol

Jika ditanya, katakan secara singkat bahwa anda tidak sedang mengalami

stimulasi yang sama

Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang

sekarang dengan terakhir dialaminya

Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan dan

tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halisinasi yang dialami

Bantu individu menguraikan kebutuhan yang mungkin tercermin pada isi

halusinasinya

Bantu individu mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi dengan

kebutuhan yang mungkin tercermin.

Sarankan dan perkuat pengunaan hubungan interpersonal dalam pemenuhan

kebutuhan

Identifikasi bagaimana gejala psikologis lain telah mempengaruhi kemampuan

individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari

G. Penatalaksanaan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

Keperawatan kesehatan mental psikiatri adalah suatu bidang spesialisasi

praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan

Page 8: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya. Halusinasi visual sering terjadi

pada saat klien bangun tidur / saat mau tidur, ataupun saat klien tidak ada pekerjaan

dan termenung/ melamun. Dalam penatalaksanaannya kita mengenal tuk-tuk dalam

proses keperawatan klien dengan halusianasi yaitu:

1. Membina hubungan saling percaya

2. Menjelaskan pada klien tentang apa yang dia alami sekarang, jelaskan

bahwa itu merupakan halusinasi, baik itu pengertian ataupun sebabnya.

3. Menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi (menghardik, nonton tv

dan melakukan pekerjaan tertentu yang menyibukkan)

4. Menjelaskan pada keluarga tentang gangguan jiwa yang dialami

klien, bagaiamana cara mengontrolnya juga dukungan dari keluarga

5. Menjelaskan pada klien tentang obat yang diminum baik jenis, dosis,

kegunaan maupun efek sampingnya.

1. Fokus Intervensi ( Keliat, 1998 )

a. Resiko menciderai diri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi

pendengaran.

Tujuan Umum ( TUM ) : Klien tidak menciderai orang lain

Tujuan Khusus ( TUK ) :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi : bina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengenal halusinasi

Intervensi : adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku klien

terkait dengan halusinasi, bantu klien mengenal halusinasi, diskusikan tentang

situasi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien tentang apa

yang dirasakan jika terjadi halusinasi.

3. Klien dapat mengontrol halusinasi

Intervensi : identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang digunakan

klien jika terjadi halusinasi, diskusikan manfaat cara yang digunakan klien,

jika bermanfaat beri pujian, diskusikan cara baru untuk

memutuskan/mengontrol halusinasi, bantu klien memilih cara memutus

halusinasi, beri kesempatan untuk melaksanakan cara yang dipilih.

Page 9: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi

Intervensi : Anjurkan klienuntuk membantu keluarga jika mengalami

halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat

dilakukan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat klien dengan

halusinasi, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat

bantuan

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

Intervensi : diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan

manfaat, anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan

manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek

samping obat, diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat tanpa

konsultasi, bantu klien dalam menggunakan obat dengan prinsip lima benar.

c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan

menarik diri

Tujuan Umum ( TUM ) : klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga

tidak terjadi halusinasi

Tujuan Khusus ( TUK ) :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi : bina hubungan saling percaya

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal dari diri sendiri,

orang lain dan lingkungan

Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-

tandanya, beri kesempatan klien mengungkapkan perasaan penyebab klien

menarik diri, diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-

tanda, serta penyebab yang muncul, beri pujian terhadap kemampuan klien

mengungkapkan perasaannya.

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan

kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan

berhubungan dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain, beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya

Page 10: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain, diskusikan bersama klien tentang

keuntungan dan kerugian berhubungan dengan orang lain, beri penguatan

terhadap kemampuan mengungkapkan perasaaan tentang berhubungan

dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

4. Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara klien-

perawat, klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-

kelompok

Intervensi : Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain,

dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain secara

bertahap, beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai,

bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan, diskusikan jadwal

harian, motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang

lain

Intervensi : dorong klien mengungkapkan parasaannya bila berhubungan

dengan orang lain, diskusikan tentang perasaan manfaat berhubungan dengan

orang lain, beri penguatan positif atas kemampuan klien mengungkapkan

perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu

mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain

Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan keluarga, diskusikan

dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebabnya, akibat bila

perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien

menarik diri, dorong keluarga untuk mendukung klien berkomunikasi dengan

orang lain, anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk

klien, beri penguatan positif atas hal-hal yang telah dicapai keluarga.

2. Fokus intervensi ( Townsend, 1995 )

a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

Sasaran jangka pendek : pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya dengan

perawat dalam satu minggu.

Page 11: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

Sasaran jangka panjang : pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas,

mengurangi halusinasi.

Intervensi : observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi, hindari menyentuh

pasien sebelum anda mengisyaratkan kepadanya bahwa anda juga tidak apa-apa

bila diperlakukan seperti itu, sikap menerima akan mendorong pasien untuk

menceritakan halusinasinya, coba untuk menghubungkan waktu terjadinya

halusinasi dengan waktu meningkatkan ansietas, coba untuk mengalihkan pasien

dari halusinasinya.

c. Isolasi sosial

Sasaran jangka pendek : pasien siap untuk masuk dalam terapi aktivitas ditemani

oleh seorang perawat yang dipercayanya dalam satu minggu

Sasaran jangka panjang : pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu

bersama pasien lain dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.

Intervensi : perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang

sering tapi singkat, perlihatkan penguatan positif kepada pasien, temani pasien

untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin hal

yang menakutkan atau sukar untuk pasien, jujur dan menepati semua janji,

berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berhubungan

dengan orang lain.

Page 12: TINJAUAN_PUSTAKA[1]

DAFTAR PUSTAKA

Keliat dkk. (1998), Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta.

Kusuma, W. (1997), Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek,

Professional Books, Jakarta.

Maramis, W. F. (2004), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,

Surabaya.

Rasmun ( 2001 ), Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan

Keluarga, untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan. PT. Fajar Interpratama,

Jakarta

Stuart, G. W & Sundeen, SJ, (1995), Pocket Guide To Psychiatric Nursing, Edisi 3,

Alih Bahasa Achir Yani S. Hamid, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Townsend, M. C. (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan

Psikiatrik, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.