tk radiologi be (siap).doc

19
BRONKIEKTASIS Theopilus Obed Lay Prijambodo I. Pendahuluan Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi ( ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang ( medium size ), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada tahun 1819, adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infksi dan inflamasi saluran napas berulang. Dengan adanya dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. 1,2,3,4 Bronkiektasis sendiri digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronis, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran napas, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, serta gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang hemoptisis. Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai proses fokal yang melibatkan satu lobus, segmen, atau sub-segmen paru. Sedangkan

Upload: theopilus-obed-lay

Post on 18-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Bronkiektasis

BRONKIEKTASISTheopilus Obed LayPrijambodo

I. PendahuluanBronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi ( ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang ( medium size ), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada tahun 1819, adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infksi dan inflamasi saluran napas berulang. Dengan adanya dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru.1,2,3,4Bronkiektasis sendiri digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronis, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran napas, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, serta gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang hemoptisis. Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai proses fokal yang melibatkan satu lobus, segmen, atau sub-segmen paru. Sedangkan proses difus dan melibatkan kedua paru biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik.1,2Diagnosa penyakit didasarkan atas riwayat klinis dan gejala respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk setiap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi berupa penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat jelas pada CT Scan.1 II. Epidemiologi

Angka insiden dari bronkiektasis yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti. Di negara-negara barat, insiden bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara populasi. Insiden bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotik. Akan tetapi bahwa insiden ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara, dan kelainan kongenital.4,5,6Di Indonesia sendiri belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik dan diderita oleh pria maupun wanita, bahkan dapat diderita sejak masa kanak-kanak yang dapat berupa kelainan kongenital. Data terakhir yang diperoleh di RSUD Dr.Soetomo pada periode tahun 1979-1985, bronkiektasis menempati urutan ke-7 terbanyak pasien paru yang menjalani rawat inap, dan nomor 6 pada thun 1987 serta menurun kembali di nomor 7 pada tahun 1990. bronkiektasis didapatkan pada 221 dari 11.081 ( 1,01 % ) penderita rawat inap.6III. Etiologi

Etiologi yang pasti dari bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

Kelainan kongenital

Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik serta faktorpertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yangtimbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus, selain itu bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti kistik fibrosis, sindroma Kartagener, William Champbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1-6Kelainan didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan merupakan proses berikut:1,2,3a. Infeksi : campak, pertusis, infeksi adenovirus, infeksi bakteri ( Klebsiela Pneumonia, Staphylococus, Pseudomonas ), Tuberkulosa, Mikoplasma

b. Penyumbatan bronkus: benda asing yang terisap, pembesaran kelenjar getah bening, tumor paru, sumbatan oleh mukus.c. Cedera inhalasi: cedera karena asap,gas, atau partikel beracun, aspirasi isi lambung dan partikel makanan.

d. Kelainan imunologi: Sindroma defisiensi imunoglobulin, disfungsi sel darah darah putih, difisiensi komplemen, infeksi HIV, kelainan autoimun seperti rheumatoid artritis, kolitis ulsratif.e. Keadaan lain: penyalahgunaan obat ( narkotik )

AnatomiGambar dibawah ini menunjukan anatomi dari sistem respirasi:

Gabar 1. Anatomi Bronkus

Dari gambar tersebut dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segementalis. Percabangan ini berjalan terus hingga menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi disekelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi.8Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respitorius, duktus alveolaris, dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5-1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum, dan lubang antar alveolus ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus walaupun unit terkecil dari paru-paru jika dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis karena jumlahnya sekitar 300 juta.8Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung-gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas yang akan membentuk suatu tegangan permukaan yang mencegah ekspansi saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.6,8Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berujung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru yang menjadi dasar pathogenesis emfisema dan penyakit paru lainnya.8Bronkus merupakan percabangan dari trakea, yang terdiri atas bronkus dekstra dan bronkus sinistra.

Bronkus dekstra

Bronkus dekstra mempunyai bentuk yang lebh besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arkus aorta pada ujung kaudal trakea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dekstra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk ke dalam hilus pulmonalis setinggi vertebra torakalis VI. Vena azygos melengkung di sebelah kranialnya, Arteri pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior,kemudian berada di sebelah ventralnya.9Bronkus dekstra membentuk 3 cabang ( bronkus sekunder ), masing-masing menuju ke lobus superior, medius, dan inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke lobus superior di sebelah cranial dari a.pulmonalis dan disebut juga bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior di sebelah kaudal arteri pulmonalis dan disebut juga bronkus hypaterialis. Selanjutnya bronkus-bronkus sekender ini mempercabangkan bronkus tertier yang menuju segmen pulmo.Bronkus Sinistra

Bronkus sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tapi bentuknya lebih panjang dari bronkus dekstra. Berada di sebelah kaudal arkus aorta, menyilang di sebelah ventral esophagus, duktus torasikus, dan aorta torakalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, maka disebut letak bronkus hyparterialis.Pada tepi lateral batas trakea dan bronkus terdapat limponodus trakeobronkialis superior dan pada bifurkatio trakea ( sebelah kaudal ) terdapat limponodus trakeobronkialis inferior.9IV. Patofisiologi

Berdasarkan definisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang irreversibel ( > 2 mm dalam diameter ) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskuler dan jaringan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi dimana pada keadaan inflamasi dilepaskan sitokin-sitokin inflamasi, nitrit oksida, dan neutrofilik protease sebagai respon terhadap antigen.5Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan napas. Pertahanan jalan napas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan napas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairn berupa mukus yang normal melapisi jalan napas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dibawa ke tenggorokan dan kemudian dibatukkan keluar atau tertelan.3Selain itu terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus yang mengalami kerusakan akan mengalami inflamasi kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon kecil. Inflamasi juga menigkatkan sekresi mukus, karena sel yang bersilia mengalami kerusakan maka sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan napas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Bakteri-bakteri yang berkembang tersebut akan merusak dinding bronkus dan menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan napas.3

Gbr 2 Bronkus Normal dan Bronkus yang mengalami ektasis. V. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dan infeksi akut.1,2Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele ( gejala sisa ) dari tuberkulosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas.1Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan penurunan berat badan. Pasien relatif mengalami episode beulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.1,2,3Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol yang terjadi pada 90% pasien. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, dan purulen. Jika terjadi infeksi sekunder dan berulang, sputum dapat menjadi purulen dan berbau tidak sedap. Jumlah total sputum harian yang ditampung dapat digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat.1,2,5,7Hemoptisis terjadi 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Hemoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada artei bronkialis. Hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.1,2Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang univesal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan napas yang diikuti oleh destruksi cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin kondisi yang mengiringi seperi asma. 1,2Nyeri dada pleuritik kadang-kadag ditemukan terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering ditemukan akibat sekunder dari batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Selain itu penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang berat. Hal ini terjadi akibat peningkatan kebutuhan kalori yang berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret jalan napas dan juga peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi yang menekan nafsu makan penderita bronkiektasis. Namu pada umumnya semua penyakit kronik sering disertai dengan penurunan berat badan. 1,22. Gambaran Radiologis

Foto toraks

Dengan pemeriksaan foto toraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:10,11,12,13a. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran ( dapat mencapai diameter 1 cm ), dengan jumlah yang satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honey comb appearance atau bounches of grapes. Bayangan cincin tersebut menunjukan kelainan yang terjadi pada bronkus.

b. Tramline shadowGambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas 2 garis pararel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini normalnya ditemukan daerah parahilus.

c. Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal dan lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukan bronkus yang penuh sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis.d. Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.

Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi ( AP, Lateral, Oblik ). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris ( tubulus, fusiformis ), sakuler ( kistik ), dan varikosis.11Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan dilakukan pembedahan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama dengan pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan rekasi tubuh terhadap kontras media.12- CT Scan Toraks

CT Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosa bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto toraks dan melihat letak kelainan jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos toraks. CT Scan dengn resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.7,13CT Scan dengan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan. 7,13Perubahan morfologis bronkus yang terkena

a. Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan sifatnya ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elsatis.4b. Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menjadi menghilang, terjadi perubahan metaplasi sel skuamosa, dan banyak dijumpai infiltasi sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi penglupasan, ulserasi dan terbentuk pus.4c. Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah/pus.4Variasi kelainan anatomi bronkiektasis

Pada tahun 1950, Reid mengklasifikasi bronkiektasis sebagai berikut:1,4,5a. Bentuk tabung ( tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis )

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik.

b. Bentuk kantong ( saccular bronkiektasis )

Merupakan bentuk bronkiektasis yang paling klasik, ditandai dengan ada dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersihat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.

c. Bentuk varikosa

Bentuk ini merupakan bentuk peralihan antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. Gbr.7 Variasi kelainan anatomi bronkiektasisVI. Pengobatan

Pengobatan pasien bronkiektasis secara garis besar dibagi 2, yaitu:

a. Pengobatan Konservatif 4 Pengelolahan umum, meliputi:

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

Memperbaiki drainase sekret bronkus

Mengontrol infeksi saluran napas

Drainase sekret dengan bronkoskopi

Pengobatan simtomatik:

Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator

Pengobatan hipoksia, dengan pemberian oksigen

Pengobatan hemoptysis, dengan obat-obat antitusif dan hemostatik

Pengobatan demam, dengan antibiotika dan antipiretika

b. Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi ) segmen atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang sering mengalami infeksi berulang dan hemoptysis berulang yang sudah tidak respon dengan pengobatan konservatif yang adekuat. Pada pasien dengan hemoptisis masif dan mengancam jiwa maka mutlak dilakukan operasi cito untuk mengangkat segmen atau lobus yang menjadi sumber perdarahan. 4VII. Prognosis

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat ( konservatif ataupun pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati maka prognosisnya jelek dan ketahanan hidupnya tidak akan lebi dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, kor pulmonale, hemoptisis masif, dan lain-lain.1,2,4Daftar Pustaka1. EE Emmons et al. Bronchiectasis. Downloaded from http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview2. ORegan AW, Berman JS. Bronchiectasis in Baums Textbook of Pulmonary Disease. Edisi 7. 2004, hal. 255-274.

3. Benditt JO. Lung and Airway Disorder;Bronchiectasis. Downloaded from: www.merck.com last update Januari 20084. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.5. Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8 20066. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press. Surabaya. 2006. hal 256-2617. Barker AF. Bronkiektasis in The New England Journal of Medicine. 2002; 346:1383-1393.8. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-7409. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Buku Ajar Anatomi Sistem Respirasi Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.10. Meschan I. Obstructive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-5611. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.12. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168.13. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-4114. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York. 2005. hal 67-68.15. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last update Februari 2008.16. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition, Loren H. Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal 105-10817. Wicaksono H. Anatomi Dasar Sistem Pernapasan,Downloaded from www.ilmusehat.comGbr.2 Tampak Honey comb apperance di basal paru

Gbr.4 Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukan dengan anak panah.

Gbr.5 Tampak Ring Shadow yang menandakan adanya dilatasi bronkus

Gbr.6 Tramline shadow di antara bayangan jantung