toksisitas ekstrak ciplukan (physalis … · sudah banyak penelitian mengenai manfaat ciplukan,...

28
TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (Physalis angulata) BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG HILWI LAYYINA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: truongkien

Post on 17-Sep-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (Physalis angulata)

BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG

HILWI LAYYINA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toksisitas Ekstrak

Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Hilwi Layyina

NIM G44070101

ABSTRAK

HILWI LAYYINA. Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan

Uji Letalitas Larva Udang. Dibimbing oleh SUMINAR SETIATI ACHMADI dan

BUDI ARIFIN.

Tumbuhan Physalis angulata atau ciplukan sering dimanfaatkan sebagai

obat tradisional. Sudah banyak penelitian mengenai manfaat ciplukan, antara lain

sebagai antidiabetes, antioksidan, antimikrob, dan antiasma, tetapi dalam

penelitian tersebut tidak dilaporkan toksisitasnya. Penelitian ini bertujuan

menentukan toksisitas ekstrak daun ciplukan dengan uji letalitas larva udang

(BSLT). Uji fitokimia dari ekstrak etanol kasar mengindikasikan golongan senyawa

alkaloid, flavonoid, dan steroid. Ekstrak kasar etanol diekstraksi menggunakan

ekstraksi cair-cair sehingga diperoleh 2 ekstrak, yaitu ekstrak n-heksana dan fraksi

etil asetat. Uji BSLT menunjukkan bahwa semua ekstrak bersifat toksik. Ekstrak

n-heksana menunjukkan aktivitas tertinggi dengan nilai LC50 sebesar 3 ppm, yang

berpotensi sebagai antikanker.

Kata kunci: ciplukan, Physalis angulata, uji letalitas larva udang

ABSTRACT

HILWI LAYYINA. Toxicity of Ciplukan (Physalis angulata) Extracts According

to Brine Shrimp Lethality Test. Supervised by SUMINAR SETIATI ACHMADI

and BUDI ARIFIN.

Physalis angulata known as ciplukan in Indonesia is widely used as herbal

medicinal plant. Studies on this plant revealed its potency as antidiabetic,

antioxidant, antimicrobial, and antiasthma, but the toxicity is not reported yet.

This study aimed to determine the toxicity of leaf extracts from ciplukan by using

brine shrimp lethality test (BSLT). Phytochemical test of crude ethanolic extract

indicated the presence of alkaloids, flavonoids, and steroids. Ethanol crude extract

was extracted by liquid-liquid extraction and gave 2 extracts, namely n-hexane

and ethyl acetate extracts. BSLT results showed that all the extracts were toxic. n-

Hexane extract was the most toxic extract with value of LC50 3 ppm, indicating its

potency as anticancer.

Key words: brine shrimp lethality test, ciplukan, Physalis angulata

TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (Physalis angulata)

BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG

HILWI LAYYINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi: Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji

Letalitas Larva Udang

Nama : Hilwi Layyina

NIM : G44070101

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

Budi Arifin, SSi, MSi

Pembimbing II

Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD

Pembimbing I

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah

yang berjudul Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji

Letalitas Larva Udang. Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai Agustus

2014 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian

Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Ir Suminar S

Achmadi, PhD dan Bapak Budi Arifin, MSi selaku pembimbing yang senantiasa

memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis selama melaksanakan

penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

Laboratorium Kimia Organik, khususnya Bapak Sabur atas bantuan serta masukan

selama penelitian berlangsung. Terima kasih takterhingga penulis ucapkan kepada

keluarga dan Ibu Ari, atas segala dukungan yang telah diberikan.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, September 2014

Hilwi Layyina

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 METODE 1

Alat dan Bahan 1 Prosedur Kerja 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Kadar Air dan Rendemen Ekstrak 3

Fitokimia Ekstrak Etanol 4 Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang 6

SIMPULAN DAN SARAN 8 Simpulan 8 Saran 8

DAFTAR PUSTAKA 8 LAMPIRAN 10 RIWAYAT HIDUP 14

DAFTAR GAMBAR

1 Fraksi n-heksana dan etil asetat dari ekstrak kasar ciplukan 4

2 Uji alkaloid ekstrak ciplukan 4

3 Uji flavonoid dan fenol ekstrak ciplukan 5

4 Uji steroid dan triterpenoid ekstrak ciplukan 5

5 Uji saponin ekstrak ciplukan 5

6 Kurva BSLT ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana 6

7 Struktur fisalin B, D, F, dan G 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Temuan tentang manfaat ekstrak ciplukan 10

2 Diagram alir penelitian 11

3 Kadar air dan rendemen daun ciplukan 12

4 Toksisitas ekstrak etanol terhadap larva A. salina 13

5 Toksisitas ekstrak n-heksana terhadap larva A. salina 13

6 Toksisitas ekstrak etil asetat terhadap larva A. salina 13

PENDAHULUAN

Ciplukan (Physalis angulata) merupakan tumbuhan asal Amerika yang telah

tersebar luas di daerah tropis. Berdasarkan taksonominya, ciplukan dapat

diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas

Dicotyledonae, bangsa Solanales, suku Solanaceae, marga Physalis, dan jenis P.

angulata. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah hingga 1200 m di atas

permukaan laut dan tumbuh liar di kebun, tegalan, tepi jalan, semak, dan tepi

hutan (Sutjiatmo et al. 2011).

Tanaman ciplukan mengandung sedikitnya 8 golongan metabolit sekunder,

yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, steroid, triterpenoid, monoterpenoid,

dan seskuiterpenoid. Dengan kandungan metabolit sekunder tersebut, ciplukan

sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati kencing manis, ayan,

radang saluran pernapasan, dan sebagai obat pencahar (Sutjiatmo et al. 2011).

Penelitian mengenai manfaat ciplukan sudah banyak dilakukan, antara lain

sebagai antidiabetes, antioksidan, antimikrob, dan antiasma (Lampiran 1). Akan

tetapi, dalam penelitian tersebut tidak dilaporkan tahap pengujian toksisitas

dengan menggunakan hewan uji berupa larva udang (Artemia salina) dalam

pencarian senyawa aktifnya.

Toksisitas adalah semua hal yang memiliki efek berbahaya dari suatu

senyawa pada organisme target. Metode uji letalitas larva udang (BSLT)

digunakan sebagai metode pendahuluan untuk mengetahui toksisitas suatu bahan.

Larva udang digunakan sebagai hewan uji karena dinilai peka terhadap toksin.

Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini

menunjukkan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan

tersebut. Kelebihan uji BSLT adalah mudah dikerjakan, murah, cepat, cukup

akurat, dan membutuhkan sedikit sampel. Metode BSLT juga banyak digunakan

untuk analisis biosistem, yaitu untuk analisis residu pestisida, mikotoksin, polusi,

dan senyawa turunan morfina (Meyer et al. 1982). Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan dengan tujuan menentukan toksisitas ekstrak daun ciplukan dengan

metode BSLT.

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, penguap putar,

mikropipet, multiwell, dan aerator. Bahan-bahan yang digunakan adalah daun

ciplukan yang berasal dari Tegal, larva udang A. salina, pereaksi Dragendorf,

Mayer, Wagner, dan Liebermann-Burchard.

2

Prosedur Kerja

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu ekstraksi ciplukan dan uji

toksisitas ekstraknya (Lampiran 2).

Penentuan Kadar Air (AOAC 2007) Cawan porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 60 menit.

Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot

kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di

dalam oven selama 5 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu, cawan didinginkan dalam

eksikator sekitar 30 menit dan ditimbang kembali. Pemanasan dilakukan sampai

diperoleh bobot konstan. Kadar air ditentukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).

Kadar air (%) =

× 100%

Keterangan:

A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)

B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Ekstraksi dan Partisi Sampel

Daun ciplukan dikeringudarakan, kemudian dihaluskan. Sebanyak 500 g

sampel dimaserasi dengan etanol 70% dengan nisbah 1:5 selama 3×24 jam.

Penggantian pelarut dilakukan setiap 24 jam. Ekstrak yang diperoleh disaring

dengan kertas saring dan dipekatkan dengan penguap putar.

Ekstrak etanol pekat kemudian dilarutkan dalam air dan dipartisi cair-cair

menggunakan pelarut n-heksana dengan nisbah 1:3. Fraksi n-heksana dipisahkan,

kemudian dipekatkan dengan penguap putar. Fraksi air dipartisi lagi

menggunakan pelarut etil asetat dengan nisbah 1:3. Fraksi etil asetat dipisahkan,

kemudian dipekatkan dengan penguap putar.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 10 mL

kloroform, lalu ditambahkan 4 tetes NH4OH dan disaring. Filtrat ditambah 10

tetes H2SO4 2 M sebanyak volume filtrat, kemudian dikocok hingga terbentuk 2

lapisan. Lapisan asam diteteskan pada lempeng tetes dan masing-masing

ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Uji dinyatakan positif

ketika berturut-turut didapatkan endapan berwarna jingga, putih, dan cokelat.

Uji Flavonoid dan Fenol. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dengan

kloroform-air (1:1), kemudian dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan.

Lapisan air dipisahkan dan dibagi 2 untuk uji flavonoid dan fenol. Keberadaan

flavonoid diuji dengan menambahkan 0.1 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1

mL amil alkohol. Uji positif flavonoid apabila menghasilkan warna kuning atau

jingga. Keberadaan fenol diuji dengan menambahkan FeCl3 5% (b/v). Uji

dikatakan positif fenol ketika menghasilkan warna hijau, biru, atau ungu.

Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan

dengan kloroform-air (1:1), kemudian dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2

lapisan. Lapisan kloroform dipisahkan, kemudian diteteskan ke lempeng tetes dan

dikeringkan. Setelah kering, sampel diberi pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil

positif steroid berupa warna hijau atau biru, sedangkan triterpenoid berupa warna

merah atau ungu.

Uji Saponin. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 10 mL

akuades dan dipanaskan hingga mendidih kemudian didinginkan hingga suhu

ruang. Larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok hingga terbentuk

busa. Hasil uji dinyatakan positif bila busa yang terbentuk stabil.

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang (Modifikasi Meyer et al. 1982)

Penetasan Telur Udang. Telur udang ditimbang sebanyak 0.5 g kemudian

ditetaskan dalam wadah berisi air laut yang telah disaring dan diaerasi. Telur

ditetaskan selama 48 jam dengan kondisi cukup cahaya agar telur menetas

sempurna. Telur yang telah menetas menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang. Ekstrak pekat etanol 70%, n-

heksana, dan etil asetat masing-masing dibuat larutan induk dengan konsentrasi

2000 ppm. Ekstrak ditambah dimetil sulfoksida apabila sulit larut dalam air laut.

Sebanyak 10 ekor larva udang dalam 1 mL air laut dimasukkan ke dalam

multiwell, kemudian ditambahkan air laut dan ekstrak hingga volume total 2 mL.

Multiwell ditutup dengan foil aluminium dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah

diinkubasi, larva udang yang mati dihitung dan ditentukan nilai konsentrasi

mematikan 50% (LC50).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak

Ekstraksi diawali dengan pengeringan daun ciplukan pada suhu ruang dan

dihaluskan, kemudian ditentukan kadar airnya. Penentuan kadar air bertujuan

menentukan cara penyimpanan contoh agar terhindar dari pengaruh aktivitas

mikrob dan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen ekstrak

(Harborne 1987). Sampel memiliki ketahanan simpan yang baik jika kadar airnya

kurang dari 10%. Sampel daun ciplukan memiliki kadar air sebesar 8.90%

(Lampiran 3). Oleh karena itu, sampel dapat disimpan cukup lama tanpa tercemari

oleh mikrob.

Sampel serbuk berukuran 40 mesh dimaserasi dengan etanol 70%. Metode

ekstraksi maserasi digunakan karena kandungan senyawa dalam sampel belum

diketahui ketahanannya terhadap panas. Etanol dipilih sebagai pelarut karena

alkohol merupakan pelarut serbaguna yang sangat baik untuk ekstraksi

pendahuluan. Senyawa polar dan nonpolar dapat terekstraksi dengan baik. Selain

itu, etanol juga tidak memiliki sifat toksik, sehingga aman untuk mengekstraksi

bahan alam yang akan digunakan sebagai obat (Harbone 1987). Hasil maserasi

berupa pasta berwarna hijau kecokelatan dengan rendemen ekstrak sebesar 25.9%.

Dalam percobaan ini, ekstrak etanol kemudian dipartisi cair-cair dengan

pelarut n-heksana dan etil asetat. Partisi dengan n-heksana bertujuan memisahkan

komponen nonpolar, sedangkan partisi dengan etil asetat bertujuan memisahkan

komponen semipolar dari fraksi air. Fraksi n-heksana berbentuk padatan berwarna

hijau dan fraksi etil asetat berbentuk padatan berwarna cokelat tua (Gambar 1).

Setiap ekstrak kemudian diuji toksisitasnya terhadap larva udang untuk

mengevaluasi ekstrak teraktif.

4

Gambar 1 Fraksi n-heksana (kiri) dan etil asetat (kanan) dari ekstrak kasar

ciplukan

Fitokimia Ekstrak Etanol

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak etanol daun ciplukan menunjukkan

keberadaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan steroid (Tabel 1).

Keberadaan alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih setelah

penambahan pereaksi Mayer, endapan jingga pada penambahan pereaksi

Dragendorf, dan endapan cokelat pada penambahan pereaksi Wagner (Gambar 2).

Uji flavonoid pada daun ciplukan menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan

terbentuknya warna kuning setelah penambahan Mg, HCl pekat, dan n-amil

alkohol. Sementara uji fenol menunjukkan hasil negatif karena terbentuk warna

cokelat (Gambar 3). Steroid pada ekstrak ditandai dengan terbentuknya warna

hijau setelah penambahan pereaksi Liebermann-Burchard (Gambar 4). Sementara

itu, uji senyawa triterpenoid dan saponin menunjukkan hasil negatif karena

masing-masing tidak terbentuk warna merah atau ungu dan tidak terbentuk busa

(Gambar 5).

Tabel 1 Fitokimia ekstrak etanol

Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi.

Gambar 2 Uji alkaloid ekstrak ciplukan (dari kiri ke kanan): Mayer (endapan

putih), Dragendorf (endapan jingga), dan Wagner (endapan cokelat)

Uji fitokimia Hasil uji Keterangan

Alkaloid + terdapat endapan

Flavonoid + berwarna kuning

Fenol - berwarna cokelat

Steroid + berwarna hijau

Triterpenoid - tidak berwarna merah/ungu

Saponin - tidak terbentuk busa

5

Gambar 3 Uji flavonoid (kiri) dan fenol (kanan) ekstrak ciplukan

Gambar 4 Uji steroid dan triterpenoid ekstrak ciplukan

Gambar 5 Uji saponin ekstrak ciplukan

Alkaloid, flavonoid, dan steroid merupakan golongan senyawa yang banyak

ditemukan pada ekstrak ciplukan seperti yang tertera pada Lampiran 1. Rathore et

al. (2011) dan Nanumala et al. (2012b) pada penelitiannya menemukan ketiga

golongan senyawa tersebut pada ekstrak daun ciplukan dan masing-masing

bermanfaat sebagai antiasma dan antitukak. Menurut Nanumala et al. (2012 b

),

efek antitukak diduga karena kandungan alkaloid dan flavonoid yang dapat

menekan sekresi asam lambung.

Menurut Sutjiatmo et al. (2011), daun ciplukan mengandung senyawa

golongan flavonoid, saponin, alkaloid, polifenol, steroid, triterpenoid,

monoterpenoid, dan seskuiterpenoid, tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan

senyawa golongan saponin, fenol, dan triterpenoid. Perbedaan tersebut dapat

terjadi karena sampel yang digunakan berasal dari daerah yang berbeda. Penelitian

ini menggunakan sampel daun ciplukan dari Tegal, sementara Sutjiatmo et al.

(2011) menggunakan sampel daun ciplukan dari sungai Citarum, Jawa Barat.

Perbedaan senyawa metabolit sekunder suatu tumbuhan dapat disebabkan oleh

keragaman sifat genetika dan umur tumbuhan. Kondisi tanah dan vegetasi di

sekitar lokasi tumbuhan sumber, serta kondisi musim saat pengambilan bahan

tumbuhan juga berpengaruh (Kaufman et al. 2006). Selain itu, kelompok peneliti

tersebut menggunakan air sebagai pelarut pengekstraknya.

6

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang

Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis, yaitu toksisitas umum (akut, subakut, dan

kronis) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, karsinogenik). Metode

BSLT merupakan metode uji umum yang memperkirakan sitotoksitas ekstrak

kasar tumbuhan. Metode ini menggunakan larva udang sebagai bioindikator

karena larva udang peka terhadap toksin. Hasil uji BSLT ditetapkan dari jumlah

kematian larva karena pengaruh ekstrak atau bahan tertentu dengan dosis yang

telah ditentukan. Tingkat toksisitas ditentukan dengan mengevaluasi nilai

konsentrasi mematikan 50% (LC50). Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan

metode analisis probit pada selang kepercayaan 95% (Meyer et al. 1982).

Kurva dan persamaan garis uji BSLT disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan

uji BSLT, ekstrak etanol daun ciplukan memiliki nilai LC50 sebesar 37.3 ppm

dengan R2

sebesar 0.976 (Lampiran 4). Ekstrak n-heksana memiliki nilai LC50

jauh lebih kecil lagi, yakni sebesar 3 ppm dengan R2

sebesar 0.982 (Lampiran 5).

Ekstrak etil asetat memiliki nilai LC50 sebesar 496.4 ppm dengan R2

sebesar 0.898

(Lampiran 6).

Gambar 6 Kurva BSLT ekstrak etanol (A), etil asetat (B), dan n-heksana (C)

y = 0,873x + 3,628

R² = 0,976

0

1

2

3

4

5

6

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Nil

ai

pro

bit

log konsentrasi

y = 1.200x + 1.765

R² = 0.838

0

1

2

3

4

5

6

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Nil

ai

pro

bit

log konsentrasi

y = 2.685x + 3.722

R² = 0.982

01234567

0 0 0 1 1 1 1

Nil

ai

pro

bit

log konsentrasi

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

B

A

C

7

Meyer et al. (1982) menyatakan, jika nilai LC50 lebih kecil dari 1000 μg/mL,

maka bahan uji tersebut tergolong toksik. Berdasarkan acuan tersebut, ekstrak

etanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak n-heksana bersifat toksik dan ekstrak n-

heksana merupakan ekstrak teraktif dari ketiga ekstrak tersebut. Lebih lanjut,

McLaughlin et al. (1991) menyatakan, jika LC50 lebih kecil dari 30 ppm, ekstrak

berpotensi sebagai antikanker (sitotoksik); LC50 30‒200 ppm, ekstrak berpotensi

sebagai antimikrob; dan LC50 200‒1000 ppm, ekstrak berpotensi sebagai pestisida.

Dengan demikian, ekstrak etanol berpotensi sebagai antimikrob, ekstrak n-

heksana berpotensi sebagai antikanker, dan ekstrak etil asetat berpotensi sebagai

pestisida.

Potensi antimikrob ekstrak ciplukan sudah diteliti oleh Silva et al. (2005)

dan senyawa aktif yang berperan besar adalah fisalin B. Fisalin merupakan

senyawa aktif yang terkandung dalam ciplukan dan termasuk senyawa golongan

steroid. Jenis fisalin yang banyak ditemukan dalam ciplukan adalah fisalin B, D,

F, dan G (Gambar 7) (Sa et al. 2011). Dengan konsentrasi yang sama, yakni 200

μg/mL, fisalin B dapat menghambat 85% mikrob dari total mikrob yang dapat

dihambat oleh total fisalin. Selain sebagai antimikrob, fisalin juga dapat berperan

sebagai antiradang (Pinto et al. 2010) dan moluskisida (Santos et al. 2003).

Fisalin E berperan sebagai antiradang karena berinteraksi dengan reseptor

glukokortikoid (Pinto et al. 2010).

Gambar 7 Struktur fisalin B (A), fisalin D (B), fisalin F (C), dan fisalin G (D)

A B

C D

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rendemen ekstrak etanol dari daun ciplukan asal daerah Tegal adalah 26%.

Golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar tersebut adalah alkaloid,

flavonoid, dan steroid. Nilai LC50 ekstrak etanol, n-heksana, dan etil asetat

masing-masing 37, 3, dan 496 ppm, yang berarti ekstrak etanol berpotensi sebagai

antimikrob, ekstrak n-heksana berpotensi sebagai antikanker, dan ekstrak etil

asetat berpotensi sebagai pestisida.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan daya sitotoksik

secara in vivo dan mengisolasi jenis senyawa yang berperan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Method of

Analysis. Ed ke-18. Arlington: AOAC Int.

Bastos GNT, Santos ARS, Ferreira VMM, Costa AMR, Bispo CI, Silveira AJA,

Nascimento JLMD. 2006. Antinociceptive effect of the aqueous extract

obtained from roots of Physalis angulata L. on mice. J

Ethnopharmacol.103:241-245.

Fauzi IA, Amalia F, Sabila N, Hermawan A, Ikawati M, Meiyanto E. 2011.

Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanolik herba ciplukan (Physalis angulata

L.) terhadap sel hepar tikus betina galur Sprague Dawley terinduksi 7,12-

dimetilbenz[a]antrasena. PharmaMedika. 3:194-199.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor.

Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Kaufman PB, Kirakosyan A, McKenzie M, Dayanandan P, Hoyt JE, Li C. 2006.

The uses of plant natural products by humans and risks associated with their

use. Di dalam: Cseke LJ, Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke

JA, Brielman HL, editor. Natural Products from Plants. Boca Raton (US):

CRC Pr. hlm 441-473.

Kimpende PM, Lusakibanza M, Mesia K, Tona L, Tits M, Angenot L, Frederich

M, Meervelt LV. 2013. Isolation, pharmacological activity and structure

determination of physalin B and 5b,6b-epoxyphysalin B isolated from

Congolese Physalis angulata L. Acta Cryst. 69:1557-1562.

Krishna M, Vadluri R, Kumar EM. 2013. In vitro determination of antioxidant

activity of Physalis angulata L. Int J Pharm Bio Sci. 4:541-549.

McLaughlin JL. Chang CJ, Smith DL. 1991. Bench top bioassays for the

discovery of bioactive natural products. Nat Prod Chem. 9:388-409.

9

Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, McLaughlin JL.

1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant

constituent. Planta Med. 45:31-34.

Monikawati A, Farida S, Putri LW, Ikhtisarsyah YG, Meiyanto E. 2011.

Antiproliferative activity of ethanolic extract of ciplukan herbs (Physalis

angulata L.) on 7,12-dimethylbenz[a]nthracene-induced rat mammary

carcinogenesis. Indones J Cancer Chemoprev. 2:227-232.

Nanumala SK, Gunda K, Runja C, Chandra MS. 2012a. Evaluations of diuretic

activity of methanolic extract of Physalis angulata L. leaves. Int J Pharm

Sci Rev Res. 16:40-42.

Nanumala SK, Kannadhasan R, Gunda K, Sivakumar G, Somasekhar P. 2012b.

Anti ulcer activity of the ethanolic extract of leaves Physalis angulata L. Int

J Pharm Pharm Sci. 4:226-228.

Nnamani CV, Ani OG, Belunwu G. 2009. Larvicidal effects of ethanol extracts of

leaves and fruits of Physalis angulata L. on the larvae of Anopheles

mosquitoes from Ebonyi State, Nigeria. Animal Res Int. 6:1059-1062.

Oladele GM, Ode OJ, Akande MG, Ogunbodede MA, Simon MK. 2013. Effects

of ethanolic root extract of Physalis angulata on alloxan induced diabetic

rats. Int J APS BMS. 2:95-100.

Pinto NB, Morais TC, Carvalo KMB, Silva CR, Andrade GM, Brito GAC, Veras

ML, Pessoa ODL, Rao VS, Santos FA. 2010. Topical anti-inflammatory

potential of physalin E from Physalis angulata on experimental dermatitis

in mice. Phytomedicine. 17:740-743.

Rathore C, Dutt KR, Sahu S, Deb L. 2011. Antiasthmatic activity of the

methanolic extract of Physalis angulata L. J Med Plants Res. 5:5351-5355.

Sa MS, Menezes MN, Krettli AU, Ribeiro IM, Tomassini TCB, Santos RR,

Azevedo WF, Soares MBP. 2011. Antimalarial activity of physalins B, D, F,

and G. J Nat Prod. 74:2269-2272.

Santos JAA, Tomassini TCB, Xavier DCD, Ribeiro IM, Silva MTG, Filho ZBM.

2003. Molluscicidal activity of Physalis angulata L. extracts and fractions

on Biomphalaria tenagophila (d’Orbigny, 1835) under laboratory

conditions. Mem Inst Oswaldo Cruz. 98:425-428.

Santos RA, Cabral TR, Cabral IR, Antunes LMG, Andrade CP, Cardoso PCS,

Bahia MO, Pessoa C, Nascimento JLM, Burbano RR, Takahashi CS. 2008.

Genotoxic effect of Physalis angulata L. (Solanaceae) extract on human

lymphocytes treated in vitro. Biocell. 32:195-200.

Silva MTG, Simas SM, Batista TGFM, Cardarelli P, Tomassini TCB. 2005.

Studies on antimicrobial activity, in vitro, of Physalis angulata L.

(Solanaceae) fraction and physalin B bringing out the importance of assay

determination. Mem Inst Oswaldo Cruz. 100:779-782.

Sutjiatmo AB, Sukandar EY, Ratnawati Y, Kusmaningati S, Wulandari A,

Narvikasari S. 2011. Efek antidiabetes herba ciplukan (Physalis angulata

Linn.) pada mencit diabetes dengan induksi aloksan. J Farm Indones. 5:166-

171.

Tammu J, Ramana KV, Thalla S, Thalla SR. 2012. Anti-asthmatic activity of

alcoholic extract of Physalis angulata induced by ovalbumin. Am J

PharmTech Res. 2:892-897.

10

Lampiran 1 Temuan tentang manfaat ekstrak ciplukan

Acuan Temuan penting Golongan senyawa Pelarut pengekstrak

Bastos et al. (2006) Antinosiseptif - Air

Sutjiatmo et al. (2011) Antidiabetes Alkaloid, flavonoid, Air, n-heksana, etil asetat

saponin, polifenol,

steroid, triterpenoid

Kimpende et al. (2013) Fisalin B Steroid Diklorometana

Pinto et al. (2010) Fisalin E (antiradang) Steroid n-heksana, etanol

Tammu et al. (2012) Antiasma - Etanol

Fauzi et al. (2011) Antiproliferasi - Etanol

Nanumala et al. (2012a) Antitukak Alkaloid, flavonoid, Etanol

Steroid

Silva et al. (2005) Antimikrob - Etanol

Monikawati et al. (2011) Antiproliferasi - Etanol

Nanumala et al. (2012b) Diuretik Alkaloid, flavonoid, Metanol

asam amino, glikosida

Santos et al. (2008) Efek genotoksik - Air

Krishna et al. (2013) Antioksidan Fenol, flavonoid Metanol

Nnamani et al. (2009) Larvisida Alkaloid, flavonoid, Etanol

saponin

Oladele et al. (2013) Antidiabetes - Etanol

Rathore et al. (2011) Antiasma Alkaloid, flavonoid, Metanol

steroid

Santos et al. (2003) Moluskisida - Etanol, metanol, etil

asetat, diklorometana,

kloroform, n-heksana

11

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

- Dikeringanginkan, digiling

Ekstrak etanol

BSLT

Ekstrak n-heksana

Sampel

- Penetapan kadar air

- Dimaserasi dengan etanol 70% selama 3×24 jam

- Dipartisi dengan n-heksana-air (3:1)

Ekstrak air

BSLT

- Dipartisi dengan n-etil asetat-air (3:1)

Ekstrak n-heksana Ekstrak air

BSLT

- Uji fitokimia

12

Lampiran 3 Kadar air dan rendemen daun ciplukan

a) Kadar air daun ciplukan

Ulangan Bobot cawan Bobot cawan + Bobot contoh Bobot contoh Kadar air

awal (g) contoh (g) awal (g) kering (g) (% b/b)

1 58.06 61.24 3.18 2.88 9.43

2 46.60 49.61 3.01 2.75 8.64

3 47.41 50.42 3.01 2.75 8.64

Rerata 8.90

Contoh perhitungan:

Kadar air (%) =

× 100%

= –

× 100%

= 9.43%

Keterangan:

A = Bobot contoh awal (g)

B = Bobot contoh kering (g)

b) Rendemen daun ciplukan

Rendemen ekstrak =

×100%

=

×100%

= 25.89% (b/b)

Keterangan:

A = Bobot ekstrak

B = Bobot contoh awal (g)

13

Lampiran 4 Toksisitas ekstrak etanol terhadap larva A. salina

Konsentrasi Jumlah larva mati Rerata % kematian*

Nilai

(ppm) U1 U2 U3 probit

10 3 3 4 3.33 33.33 4.56

25 5 4 4 4.33 43.33 4.82

50 4 6 5 5.00 50.00 5.00

100 6 6 8 6.67 66.67 5.44

250 8 7 8 7.67 76.67 5.74

*Jumlah larva awal = 10

Perhitungan LC50:

y = 0.873x + 3.628

5 = 0.873x + 3.628

x = 1.575

LC50 = antilog 1.575 = 37.29 ppm

Lampiran 5 Toksisitas ekstrak n-heksana terhadap larva A. salina

Konsentrasi Jumlah larva mati Rerata % kematian*

Nilai

probit (ppm) U1 U2 U3 U4 U5

2 2 4 3 6 2 3.40 34 4.59

4 7 5 7 7 5 6.20 62 5.31

6 7 8 9 8 6 7.60 76 5.71

8 8 9 10 9 7 8.60 86 6.08

10 9 10 10 9 9 9.40 94 6.55

*Jumlah larva awal = 10

Perhitungan LC50:

y = 2.685x + 3.722

5 = 2.685x + 3.722

x = 0.476

LC50 = antilog 0.476 = 2.99 ppm

Lampiran 6 Toksisitas ekstrak etil asetat terhadap larva A. salina

Konsentrasi Jumlah larva mati Rerata % kematian*

Nilai

probit (ppm) U1 U2 U3

50 3 0 1 1.33 13.33 3.87

100 3 1 2 2.00 20.00 4.16

250 5 3 4 4.00 40.00 4.75

500 3 3 3 3.00 30.00 4.48

750 6 8 5 6.33 63.33 5.33

1000 7 8 7 7.33 73.33 5.61

*Jumlah larva awal = 10

Perhitungan LC50:

y = 1.200x + 1.765

5 = 1.200x + 1.765

x = 2.696

LC50 = antilog 2.696 = 496.40 ppm

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 25 Februari 1989 dari pasangan

Syakirin dan Munaesah. Penulis merupakan anak keenam dari 6 bersaudara. Tahun

2007 penulis berhasil menyelesaikan studi di MA Al Hikmah 2 Brebes dan pada

tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui

jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kementerian Agama dan diterima di

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bulan Juli–

Agustus 2010 penulis berkesempatan melaksanakan praktik lapangan di PT Bintang

Toedjoe.