tonsilitis kronik
TRANSCRIPT
Tonsilitis Kronik
I. DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial),
tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding
faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke
adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. 1,2
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang
berpotensi membentuk formasi batu tonsil.3 Terdapat referensi yang menghubungkan
antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis
kronik. Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari
daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena
peradangan kronis pada tonil
II. ETIOLOGI
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya
secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk
bersama makanan.4 Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan
ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk
bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis
kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A
(SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring.
Namun dapat menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu
infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S.
Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.5
III. PATOMEKANISME
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana
kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil
menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga
kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh
dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan
toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun. Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena
proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar.
Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submadibularis.1
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor
genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit
Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek
faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa
tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi
penyakit Tonsilitis Kronis. 6
Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1
1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat
V. GEJALA KLINIK
Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri
tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan
saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak
mencolok.7
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang
mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada
tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada
umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam
kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesarantonsil karena hipertrofi disertai
perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang
purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya
tampak eksudat yang purulent. 5,8
Gambar . Tonsillitis kronik
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Gambar . Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring
Gambar . (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C)
Grade-IIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa
dan operatif.
1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat
isap, pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau
oral.1,5 Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang
bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole,
klindamisin ( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin
dengan asam klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis).4
2. Operatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil
(tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.
Dengan tindakan tonsilektomi. Pada penelitian Khasanov et al mengenai
prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data
bahwa sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis
Kronis, sebanyak 36 dari penderita mendapatkan penatalaksanaan tonsilektomi.4
I. KOMPLIKASI
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis,
myositis, nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1
Beberapa literature menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara lain:4
a) Abses peritonsil.
b) Abses parafaring.
c) Abses intratonsilar.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).
e) Kista tonsilar.
f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis.
II. PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita
Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi,
antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang
lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.
Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007.
p212-25.
2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011 .[Accessed, 2013 Des 14).
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/
3. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 .[Accessed,
2013 Des 14). Available from: URL: http://www.medicinenet.com
4. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2009. 2011.pdf
5. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997. p263-340
6. Ellen Kvestad, Kari Jorunn Kværner, Espen Røysamb, et all. Heritability of
Reccurent Tonsillitis. [online].2005.[Accessed, 2013 Des 15). Available from:
URL: http://www. Archotolaryngelheadnecksurg.com
7. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4
8. Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
jilid 2. Jakarta :FKUI, 2007.p930-33.