topik 6 (prosedur pertanggung jawaban apbn)
DESCRIPTION
Topik 6 (Prosedur Pertanggung Jawaban Apbn)Topik 6 (Prosedur Pertanggung Jawaban Apbn)TRANSCRIPT
TUGAS AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PROSEDUR PERTANGGUNGJAWABAN APBN
NAMA KELOMPOK V :
1. NI WAYAN NINA RESNIARI (1215644034)
2. I WAYAN YUDI WISNAYA NEGARA (1215644054)
3. NI KADEK NOVIA AYU WIRYANI (1215644070)
4. NI MADE SANTI MARDIANINGSIH (1215644098)
5. NOVI AYUK DEWI SARTIKA (1215644106)
PROGRAM STUDI D4 AKUNTANSI MANAJERIAL
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BALI
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan Negara sebagai
konsekuensi penyelenggaraan pemerintahan yang menimbulkan hak dan
kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang.
Hal tersebut sesuai dengan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 yang mengamanatkan, “APBN ditetapkan setiap tahun dengan
undang undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar besarnya kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, APBN adalah Undang-
undang. Selanjutnya, berdasarkan pasal 23 ayat (2) UUD 1945, sebagai undang-
undang, Rancangan Undang-undang APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah. Namun, berdasarkan ayat (3) pasal yang sama, apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan APBN yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu. Selain DPR, organ
legislatif yang berperan terhadap penyusunan dan pelaksanaan APBN adalah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang berdasarkan pasal 22D ayat 2 UUD 1945,
memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan UU APBN dan
berdasarkan ayat (3) pasal yang sama, dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan APBN. Fungsi APBN sebagai alat pengelolaan keuangan Negara
diatur dalam Pasal 3 ayat (4) UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang menyatakan, “APBN memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi dan stabilisasi”.
Berdasarkan penjelasannya dapat difahami bahwa fungsi otorisasi berarti
APBN menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan, fungsi perencanaan menempatkan APBN sebagai pedoman
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan, dan fungsi
2
pengawasan memberikan peran bagi APBN sebagai dasar untuk menilai
kesesuaian kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Negara dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. APBN juga harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian sebagai perwujudan fungsi alokasi. Kemudian, APBN
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian
sebagai implikasi dari fungsi distribusi dan stabilisasi. Definisi APBN sebagai
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan dengan undang-
undang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 27 tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
Selain itu, berdasarkan pasal 2 ayat (1) PP Nomor 90 tahun 2010 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,
penyusunan APBN setiap tahun oleh Pemerintah dilakukan dalam rangka
penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. Lebih
lanjut, dalam ayat (2) pasal yang sama, dinyatakan bahwa APBN harus dikelola
secara tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan
tata kepemerintahan yang baik. Dalam rangka pengelolaan secara tertib dan
bertanggung jawab, maka penyusunan APBN yang diawali oleh penyusunan
rencana kerja dan anggaran K/L berpedoman kepada PP Nomor 90 tahun 2010,
sementara dokumen pelaksanaan anggaran untuk Bendahara Umum Negara
(Belanja Non K/L) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247
tahun 2012 tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahana
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara. Selanjutnya, sebagai
bentuk pengendalian atas pengelolaan keuangan negara yang bertanggung jawab,
maka konstitusi mengamanatkan Menteri Keuangan untuk menetapkan batas
maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD yang tidak melebihi 3 (tiga)
persen dari Produk Domestik Bruto. Hal ini sesuai 2 dengan Pasal 83 ayat (1) dan
(2) UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
3
Berdasarkan landasan-landasan hukum di atas, dapat dipresepsikan bahwa
APBN merupakan amanat konstitusi yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya oleh
pemerintah selaku eksekutif untuk mencapai tujuan bernegara. Oleh karena itu,
dalam setiap tahapan siklusnya, APBN harus mencerminkan upaya pemerintah
selaku pengelola keuangan Negara untuk mencapai tujuan pembangunan yang
telah ditetapkan dalam jangka panjang, menengah, dan tahunan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahap pertanggungjawaban APBN ini Presiden menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
berupa laporan keuangan yang sudah diaudit BPK kepada DPR selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan
yang disampaikan tersebut menurut Pasal 30 Undang-undang 17 Tahun 2003
tentang keuangan Negara adalah Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.
Menurut waktunya, siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
adalah sebagai berikut (Atep Adya Barata dan Bambang Trihartanto, 2004):
1. Selambat- lambatnya pada pertengahan bulan Mei tahun anggaran berjalan,
pemerintah menyampaikan pokok-pokok kebijakan fisKal dan kerangka
ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), kemudian dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN.
2. Pada bulan Agustus, pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undang-
undang (RUU) APBN untuk tahun anggaran yang akan dating, disertai
dengan nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR.
Dalam pembahasan RUU APBN, DPR dapat mengajukan usul yang dapat
mengubah jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN.
Perubahan RUU APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak
menambah defisit anggaran.
3. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan, DPR mengambil keputusan mengenai RUU
APBN. APBN yang disetujui oleh DPR diperinci menurut unit organisasi,
fungsi program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui
RUU APBN yang diajukan pemerintah, pemerintah dapat melakukan
pengeluaran maksimal sebesar jumlah APBN tahun anggaran sebelumnya.
5
A. Tahap-Tahap Pertanggungjawaban APBN
Pelaksanaa pertanggung jawaban APBN yang terdiri dari unsur
pertanggung jawaban umum dan khusus, dalam garis besarnya melalui dua
tahap sebagai berikut.
1. Pembuatan pertanggungjawaban oleh pengurus khusus atau
bendaharawan.
Pertanggung jawaban ini dibuat dalam bentuk laporan
pertanggungjawabnan yang disebut dengan LKK (Laporan Keadaan
Kas). Penyerahan laporan ini kepada KPKN bukan merupakan tanggung
jawab Bendaharawan, melainkan tanggung jawab dari kepala kantor,
Satuan Kerja atau Pimpinan Proyek yang menjadi atasan langsung
Bendaharawan yang bersangkutan.
Cara penyerahannya adalah dengan melapirkan pada laporan
pertanggungjawaban masing-masing Kepala Kantor, atau Pimpinan
Proyek tersebut.
2. Pembuatan laporan pertanggungjawaban oleh pengurus umum.
Tahap pembuatan laporan ini melalui empat tahapan sebagai berikut:
Pembuatan LKKA (Laporan Keadaan Kredit Anggaran) pleh masing-
masing Kepala Kantor, Satuan Kerja, dan Pimpinan Proyek.
Sebagaimana telah disinggung diatas, penyerahan laporan ini ke KPKN
harus dilampiri dengan LKK yang dibuat oleh Bendaharawan yang
bersangkutan.
a. Pembuatan laporan realisasi penerimaan dan pengeluaran oleh
KPKN. Pembuatan laporan ini terdiri dari P8, P7, dan P6, ini
dilaksanakan atas SPM yang diterbitkan dan ditunaikan.
b. Pembuatan laporan perhitungan anggaran oleh masing-masing
Departemen atau Lembaga Negara yang bersangkutan. Pembuatan
laporang yang disebut sebagai SPA (Sumbangan Perhitungan
Anggaran), didasarkan atas Daftar P8 dan P6, daftar lalu lintas uang
pada perwakilan RI di luar negeri, serta LKKA dan LKK.
6
c. Pembuatan Nota PAN oleh Direktorat Jenderal
Anggaran,Departemen Keuangan.
Setelah Nota PAN selesai disusun, maka sebelum diserahkan kepada
Presiden ia harus diperiksa terlebih dahulu oleh BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan). Kemudian BPK akan membuat laporan hasil pemeriksaan
yang disebut sebagai Nota Hasil Pemeriksan. Setelah itu barulah Nota
PAN dan Nota Hasil Pemeriksaan diserahkan kepada Presiden yang
kemudian diserahkan kepada DPR. Bila DPR menyetujui Nota PAN
yang bersangkutan, maka Presiden akan mengesahkan Rancangan
Undang-undang PAN (RUU-PAN) menjadi Undang-undang PAN (UU-
PAN).
B. Pertanggungjawaban Khusus
Dalam pengurusan Khusus ini terdiri dari Bendaharawan Uang dan
Barang. Karena pertanggungjawaban Bendaharawan barang sudah
diperhitungkan dalam pertanggungjawaban Kuasa/Pembantu Kuasa Material,
maka hanya Bendaharawan Uang saja yang perlu mempertanggungjawabkan
pengurusnya dalam kaitannya dengan perhitungan anggaran Negara.
Karena Bendaharawan Uang terdiri dari Bendaharawan Khusus dan
Umum, maka dalam pertanggungjawaban khusus ini perlu dibedakan pula
antara pertanggungjawaban bendaharawan khusus dengan bendaharawan
umum. Adapun perbedaan pokok antara keduanya adalah sebagai berikut:
1. Dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban
Dalam kaitan ini, Bendaharawan Khusus harus menyerahkan laporan
pertanggungjawabannya melalui atasannya langsung, yaitu kepada :
a. Departemen/Lembaga Negara (Biro Keuangan) yang membawahi
Bendaharawan yang bersangkutan.
b. KPKN sebagai pihak yang menerbitkan SPM
Untuk bedaharawan umum harus menyampaikan laporan
pertangungjawaban kepada :
7
a. Kanwil Dirjen Anggaran atau satuan kerja yang berdekatan
dengannya
b. Dirjen Anggaran (Direktorat Kas Negara Sub Direktorat Pengumpul
Data)
c. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
2. Dalam periode penyampaian laporan pertanggungjawaban
Bendaharawan khusus harus menyampaikan laporan pertangungjawaban
sebulan sekali dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan
Bendaharawan Umum harus menyampaikan laporan
pertanggungjawaban setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan,
tergantung pada jenis pengeluarannya.
3. Bentuk Laporan Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban Bendaharawan Khusus dibuat dalam bentuk LKK.
Sedangkan pertanggungjawaban Bendaharawan Umum dibuat dalam
bentuk BKU (Buku Kas Umum) Tabelaris, dan tidak perlu mendapat
persetujuan.
4. Bahan yang digunakan dalam membuat laporan pertanggungjawaban
Bendaharawan Khusus membuat LKK berdasarkan buki-bukti transaksi
BKU, dan buku-buku pembantunya. Sedangkan Bendaharawan Umum
membuat laporan pertanggungjawaban berdasarkan hal-hal sebagai
berikut : Buku Bank, Buku Pos, Rekening Bank, Rekening Pos, Setoran-
setoran dan Faktur Pengiriman Uang kepada Kanwil Dirjen Anggaran
setempat. Selanjutnya sebulan sekali, tiap-tiap Separtemen atau Lembaga
Negara yang menguasai suatu pendapatan Negara berkewajiban
menyampaikan pertangungjawaban kepada Departemen Keuangan.
C. Pembuatan dan Pengiriman Laporan Pertanggungjawaban
Bendaharawan Khusus
Bendaharawan khusus dapat dibedakan atas :
1. Pembuatan dan Penerimaan Laporan Pertanggungjawaban oleh
Bendaharawan Khusus Penerima/Penyetor Tahap.
8
Ada dua hal pokok yang harus dipertanggungjawabkan oleh
bendaharawan ini adalah:
a. Jumlah uang yang berhasil dikumpulkan
Penerimaan disini tidak terbatas pada penerimaan-penerimaan
seperti bea cukai, denda, restitusi serta pendapatan rutin lainnya.
Melainkan meliputi pendapatan Negara yang berasal dari kelebihan
pengeluaran atau ketekoran Negara yang disebabkan oleh
pengurusan yang tidak sesuai dengan semestinya.
b. Pembuatan dan penerimaan laporan pertanggungjawaban
bendaharawan khusus pengeluran
Kewajiban membuat laporan pertanggungjawaban bagi
bendaharawan ini timbul dalam kaitannya dengan pengeluaran-
pengeluaran yang dikategorikan sebagai UYHD. Adapun tahap-
tahap yang dilalui oleh bendaharawan ini adalah :
1) Bendaharawan menerima pembayaran dalam bentuk pemindah
bukuan, yaitu berupa giro bilyet BI, dari Kepala KPKN kepada
Bank Pemerintah tertentu atas nama bendaharawan tersebut.
2) Membukukan penerimaan tersebut dalam sisi debet BKU dan
Buku Banknya.
3) Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi dalam bulan
bersangkutan, bendaharawan akan membukukannya dalam sisi
kredit BKU, dan dalam masing-masing buku pembantunya,
seperti :
a) Biaya pemeliharaan rumah dinas dan kantor
b) Biaya telepon
c) Biaya pemeliharaan kendaraan bermotor
d) Biaya kantor
e) Biaya pemeliharaan peralatan kantor
f) Biaya perjalanan dinas
c. Pada tiap akhir bulan bendaharawan menurut BKU-nya dan
membuat laporan pertanggungjawaban yang disebut dengan LKK.
9
Untuk itu tiap-tiap pengeluaran harus didukung dengan bukti
transaksi yang sah, sedangkan tiap-tiap LKK harus ditandatangani
oleh bendaharawan yang sah pula.
D. Pembuat dan Pengiriman Laporan Pertanggungjawaban Bendaharawan
Umum
Bendaharawan umum dalam pelaksanaan tugasnya mengelola
penerimaan dan pengeluaran Negara sekaligus. Berdasarkan ruang lingkup
tugas tersebut, maka pembuatan laporan pertanggungjawaban Bendaharawan
Umum dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Bendaharawan mengelompokkan terlebih dahulu transaksi yang
dilakukannya ke dalam transaksi-transaksi penerimaan dan pengeluaran.
2. Transaksi penerimaan dibukukannya pada sebuah buku yang disebut KK-
6 sedangkan transaksi pengeluaran dibukukan dalam sebuah buku yang
disebut dengan KK-6k.
3. Setelah melalui KK-6 dan KK-6k, masing-masing transaksi dibukukan ke
dalam BKU sebagai berikut :
a. BKU penerimaan dan pengeluaran tunai
b. BKU penerimaan dan pengeluaran Bank
c. BKU penerimaan dan pengeluaran Pos
d. BKU penerimaan dan pengluaran persepsi
4. Dari BKU diatas, masing-masing transaksi disarikan ke dalam BKU
Tabelaris yang sekaligus berfungsi sebagai laporan pertanggungjawaban
Bendaharawan Umum.
E. Pertanggungjawaban Umum
Walaupun pengurus umum merupakan penguasa primer Keuangan
Negara, mereka tetap wajib mempertanggungjawabakan kepengurusan yang
dilakukannya. Adapun perbedaan dengan pertanggungjawaban pengurus
khusus teletak pada sumber data yang digunakannya. Bila data data
pertanggungjawaban pengurus khusus bersifat data tangan pertama, maka
10
data pertanggungjawaban pengurus umum sepenuhnya datang dari pihak lain,
yaitu data yang diterimanya dari pengurus khusus.
Dan karena pengurus umum terdiri dari Ordonatur dan Otorisator, maka
pertanggungjawabannya pun dibagi atas kedua jenis pengurus tersebut.
1. Pertanggungjawaban Ordonatur
Bentuk pertanggungjawaban Ordonatur dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu :
a. Pertangggungjawaban Ordonatur berupa laporan-laporan
pertanggungjawaban yang tidak akan digunakan sebagai data
penghitunagan angaran Negara.
b. Pertanggungjawaban Ordonatur berupa laporan-laporan
pertanggungjawaban yang akan digunakan sebagai data perhitungan
anggaran Negara.
2. Pertanggungjawaban Otorisator
Karena pertanggungjawabannya berasal dari Ordonatur maka ada
beberapa data yang akan digunakan oleh Otorisator antara lain :
a. LKKA dan LKK
b. Daftar contra post mengenai pengeluaran yang disetor kembali
c. Daftar rekenig regulasi dengan bagian yang lainnya
d. Rekenig perhitungan pihak ketiga
e. DIP dan DIK yang telah disahkan
f. SKO yang diterbitkan berdasarkan DIP dan DIk yang telah disahkan
g. Data yang berasal dari Perwakilan Reublik Indonesia yang berada
diluar negeri
h. Nota dbit-kredit Bank Indonesia
Berdasarkan semua data tersebut, maka Otorisator akan membuat
laporan perhitungan realisasi anggaran yang terdiri dari:
a. Daftar register 10 yang disusun per mata anggaran dan dibuat untuk
masing-masing KPKN
b. Daftar Pembukuan dan Pengeluaran yang disusun berdasarkan daftar
register 10
11
c. Daftar Himpunan Pengeluaran Penerimaan per mata anggaran untuk
periode 1 tahun yang disusun berdasarkan DAftar Pembukuan
Penerimaan dan Pengeluaran.
Daftar diataslah yang kemudian digunakan oleh masing-masing
Departemen dalm menyusun Sumbangan Perhitungan Anggaran (SPA).
SPA ini kemudian akan diserahkan kepada Departemen Keuangan.
Sedangkan oleh Departemen keuangan SPA ini akan di Amanat Kepala
Negara mengenai Perhitungan Anggaran Negara (Nota PAN). Nota PAN
ini sebelum diserahkan kepada DPR harus diperiksa terlebih dahulu oleh
BKP.
Setelah BPK memberikan pendapatnya barulah disusun Rancangan
Undang-Undang PAN yang terdiri dari:
a. Satuan Iberupa Nota Perhitungan Anggaran
b. Satuan II berupa Nota Hasil Pemeriksaan yang dibuatoleh BPK
c. Satuan IIIa Naskah RUU
d. Satuan IIIb Daftar Ikhtisar Perhitungan Anggaran
e. Satuan IV Perhitungan Anggaran
f. Satuan Amanat Kepala Negara mengenai Perhitungan Anggaran
12
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara
menyebabkan munculnya gagasan untuk mempelajari bagaimana tata cara
perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan adanya
makalah mengenai pertanggungjawaban APBN ini diharapkan pembaca
dapat mengetahui proses dan tata cara pertanggungjawaban APBN mulai
dari tahap perumusan dan pengajuan sampai tahap pengesahannya.
Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dapat menambah pemahaman
pembaca dan penulis dalam perumusan sampai pada tahap pelaksanaan
APBN.
B. SARAN
Dalam perencanaan pembagunan yang tercermin dalam APBN
mempengaruhi rencana-rencana sector swasta dan menyakinkan lembaga-
lembaga lain mengenai apa yang akan ditempuh oleh Negara yang
bersangkutan (Indonesia) dimasa mendatang, serta yang lebih penting lagi
adalah bahwa pemerintah yang bersangkutan lebih efesien dalam
mengambil keputusan dimasa mendatang.
Bagi para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara
hendaknya menghindarkan diri dari praktek-praktek KKN karena KKN
secara materiil akan sangat merugikan warga masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
wir revrisond, 2000, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE, Yogyakarta.
http://www.wikiapbn.com/artikel/Siklus_Anggaran
http://kikisusiyanti.blogspot.co.id/2014/06/judul-siklus-apbn.html
http://johnmaestro.blogspot.co.id/2012/05/resume-apbn-di-indonesia.html
14