topik atonia, ret plas kel 3_kls a
DESCRIPTION
perdarahanTRANSCRIPT
REVISI LAPORAN PEMBELAJARAN
Atonia Uteri dan Retensio Plasenta
(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan metode Collaborative Learning)
DISUSUN OLEH:
Kelompok 3
Jalur Umum A / Semester IV
Addiba Himma RosyidaNIM. P17324112001
Anes Zakia RahayuNIM. P17324112003
Annies Shafira AsyarieNIM. P17324112005
Bilqis Suci Agnia`NIM. P17324112044
Della AmaliaNIM. P17324112009
Elliza Natalia GunawanNIM. P17324112043
Rizki NopriaNIM. P17324112036
JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG
2013/2014
27
KASUS & PERTANYAAN
Seorang perempuan G5P4A0 sedang melahirkan di BPM. Kala 1 berlangsung 12 jam, kala dua berlangsung 1 jam, bayi lahir spontan langsung menangis. Setelah 30 menit dari bayi lahir tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta, keluar darah sedikit dari jalan lahir. Bidan mendiagnosis ibu mengalami retensio plasenta. Bidan bersikap hati hati dalam bertindak khawatirnya ia terlanjur melakukan manual plasenta padahal penyebab retensio plasenta adalah plasenta akreta yang merupakan kontraindikasi dan tentunya sangat membahayakan ibu. Dengan mempertimbangkan adanya indikasi manual plasenta pada ibu ini akhirnya bidan memutuskan melakukan manual plasenta, dan plasenta berhasil lahir, kemungkinan penyebab retensio plasenta adalah plasenta adhesiva. 15 detik setelah plasenta lahir uterus tidak berkontraksi dengan baik, konsistensi lembek, perdarahan banyak. Bidan mendiagnosis atonia uteri, bidan melakukan penatalaksanaan atonia uteri, setelah beberapa tahap tindakan dilakukan masih belum berhasil bidan memutuskan untuk merujuk ibu ke RS. Dengan sebelumnya memasang tamponade hidrostatik. Sampai di RS keadaan ibu memburuk, perdarahan masih keluar, dokter RS memutuskan untuk tindakan operatif.
Setelah dilihat riwayat obstetric ibu, ternyata riwayat persalinan yang lalu ibu juga mengalami perdarahan, jarak kehamilan kurang dari dua tahun. Riwayat kehamilan sekarang, saat anc terakhir ibu diperiksa kadar hemoglobin sebesar 8gr%.
I.I Pembahasan
1. Pada kasus ini salah satu faktor predisposisi atonia yang dialami klien yaitu riwayat kehamilan yang lalu ibu mengalami anemia. Sebutkan dan jelaskan faktor predisposisi lainnya yang dapat mempengaruhi kejadian atonia beserta rasionalisasinya !
a. Distensi rahim yang berlebihan
Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
a. Kehamilan ganda
b. Poli hidramnion
c. Makrosomia janin (janin besar)
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
b. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Bukan hanya Rahim yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah
c. Grandemultipara (paritas 5 atau lebih)
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.
d. Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
e. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
f. Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.
g. Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
h. Persalinan yang cepat
Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
i. Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.
j. Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
k. Induksi atau augmentasi persalinan
Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.
l. Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.
2. Bagaimana bidan bisa mendiagnosa atonia uteri? Jelaskan dari data subyektif dan obyektif!!!
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
Data Subjektif
Perdarahan pervaginam berlebihan, banyak dan persisten
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Ada riwayat atonia uteri sebelumnya, kelelahan karena persalinan lama, kehamilan grande multipara, riwayat persalinan yang lalu mengalami perdarahan, jarak kehamilan kurang dari dua tahun.
Riwayat Kehamilan Sekarang
a. ANC terakhir kadar hemoglobin sebesar 8gr%
Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Tingkat kesadaran: menurun, pucat, keringat dingin, sesak nafas atau sampai kehilangan kesadaran
b. Keadaan umum: lemah, gelisah, kebingungan
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
a. TD: 100 kali/menit
c. R: >30 kali/menit
3. Pemeriksaan Fisik
a. Muka: pucat
b. Mata: konjungtiva anemis
c. Mulut dan bibir: mukosa bibir kering atau pucat
d. Ekstremitas: akral dingin
e. Dada: ada retraksi dinding dada
f. Abdomen: uterus tidak berkontraksi dan lembek
1) Konsistensi rahim lunak: Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
2) Fundus uteri naik, masih setinggi pusat atau lebih dengan tidak ada kontraksi dan uterus teraba lembek
g. Genitalia: terdapat perdarahan yang sangat banyak aktif dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
3. Pada kasus diatas, tindakan bidan sebelum merujuk adalah melakukan tamponade hidrostatik. Jelaskan langkah-langkah penanganan pada kasus atonia uteri!!! Jelaskan dengan bagan atau gambar jika diperlukan!
Penatalaksanaan perdarahan karena atonia uteri
1. Menimbulkan kontraksi otot rahim
a. Pemberian uterotonika :
Oksitosin langsung IV/IM,menimbulkan kontraksi cepat
Methergin IV?IM,mempertahankan kontraksi
Prostaglandin
b. Kompresi bimanual
Tangan kanan dimasukaan ke dalam vagina,membuat tinju kearah dinding depan uterus
Tangan kiri melipat fundus uteri sehingga rahim terlipat,dengan tujuan menghentikan perdarahan
Tangan kanan dimasukkan vagina, selanjutnya menjepit serviks sehingga tertutup
Tangan kiri diluar melakukan masase sehingga timbul kontraksi otot rahim
2. Melakukan uterovaginam tampon
Penghentian perdarahan dengan tampon tidak banyak dikerjakan lagi dan bila tampon basah,tidak boleh diulang karena darah dalam tampon cukup banyak
Bila dengan uterotonika kontraksi rahim tidak terjadi,uterovaginal tampon,tidak perlu dipasang
Nilai tampon lebih rendah dari uterotonik
3. Ligasi arteri hipogastrik
Operasi untuk menghentikan perdarahan dengan melakukan ligasi arteri hipogastrika,cukup sulit karena ada kemungkinan ikut terikatnya ureter dan menimbulkan komplikasi pada ginjal
Teknik ini banyak dilakukan,bila gagal menghentikan perdarahan dengan cara bias (konservatif) dna penderita menolak tindakan histerektomi karena ingin punya anak lagi
4. Penjepitan parametrium menurut henkel
Tujuan untuk menjepit arteri uterin sehingga perdarahan berhenti
Tekniknya :
Bibir serviks atas dan bawah dijepit dengan tenokulum
Tarik cunam ke bawah sehingga parametrium sekitar serviks tampak
Untuk menjepit uterin kanan,arahkan tenakulum ke arah kiri dan jepitlah forniks-parametrium dengan Kelly panjang
Selanjutnya dilakukan pada forniks-parametrium kontralateral
Klem kelly dipertahankan sekitar 12-24 jam sampai perdarahan dan keadaan umum penderita dapat diatasi
Komplikasi metode Henkel :
Ikut terjepitnya ureter
Tampak dari produksi urine minimal atau sama sekali tidak ada
Nekrosis jaringan rahim yang dipelihara oleh arteri uterin sehingga menimbulkan komplikasi
Model henkel sudah tidak banyak dikerjakan lagi karena bahayanya cukup besar
5. Histerektomi supravaginal
Bila perdarahan tidak dapat diatasi,untuk menyelamatkan jiwa penderita dilakukan histerektomi supravaginal
4. Sejauh mana kewenangan bidan dalam memberikan asuhan pada kasus atonia uteri?
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c. pelayanan persalinan normal;
d. pelayanan ibu nifas normal;
e. pelayanan ibu menyusui; dan
f. pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a. episiotomi;
b. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h. penyuluhan dan konseling;
i. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. pemberian surat keterangan kematian; dan
k. pemberian surat keterangan cuti bersalin.
5. Pada kasus diatas dokter akhirnya memutuskan melakukan tindakan operatif. Bagaimana penanganan kasus atonia uteri benar yang di rumah sakit?
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi dapat melakukan tindakan :
a. Lakukan ligasi arteri uterin dan ovarika
b. Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi
Adapun penjelasan mengenai tindakan tersebut yaitu :
a. Ligasi arteri uterin dan ovarika
1) Kaji ulang indikasi operasi
2) Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infuse
3) Berikan antibiotika dosis tunggal
a) Ampisilin 2 g IV
b) Atau sefazolin 1 g IV
4) Berikan cairan infus ringer laktat atau larutan NaCl 0,9%
5) Buka perut :
a) Melakukan insisi vertical pada linea alba dari umbilicus sampai pubis
b) Lakukan insisi vertical 2-3 cm pada fasia
c) Lanjutkan insisi ke atas dan bawah dengan gunting
d) Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau gunting
e) Buka peritoneum dekat umbilicus dengan tangan, jaga agar jangan melukai kandung kemih
f) Pasang retractor kandung kemih
6) Luksir dan tarik uterus keluar sampai terlihat ligamentum latum
7) Raba dan rasakan denyut arteri uterin pada perbatasan serviks dan segmen bawah rahim
8) Pakai jarum besar dengan benang catgut kromik 0 (atau poliglikolik) dan buat jahitan sedalam 2-3 cm pada 2 tempat. Lakukan ikatan dengan simpul kunci.
9) Tempatkan jahitan sedekat mungkin dengan uterus, karena ureter biasanya hanya 1 cm lateral terhadap arteri uterin
10) Lakukan yang sama pada sisi lateral yang lain
11) Jika arteri terkena, jepit dan ikat sampai perdarahan berhenti
12) Lakukan pula pengikatan arteri utero-ovarika yaitu dengan melakukan pengikatan pada 1 jari atau 2 cm lateral bawah pangkal ligamentum suspensorium ovarii kiri dan kanan agar supaya hemostatis berlangsung efektif
13) Lakukan pada sisi yang lain
14) Observasi perdarahan dan pembentukan hematoma
15) Jahit kembali dinding perut setelah yakin tidak ada perdarahan lagi dan tidak ada trauma pada vesika urinaria
a) Pasang drain abdomen
b) Tutup fasia dnegan jahitan jelujur dengan benang kromik 0 (atau poliglikolik)
Jika ada tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit dengan benang catgut 0 (atau poliglikolik) atau secara longgar. Kulit di jahit setelah infeksi hilang.
Jika tidak ada tanda infeksi, tutup kain dengan jahitan matras vertical memakai nilon 3-0 atau sutera. Tutup luka dengan kasa steril.
Perawatan pasca tindakan :
1) Kaji ulang prinsip perawatan pascaoperatif
2) Bila ada tanda infeksi atau demam pada ibu, berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam selama 48 jam dengan :
a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b) Di tambah gentamisin IV 5 mg/kg BB setiap 24 jam
c) Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
3) Berikan analgetika yang cukup
4) Cabut drain setelah 48 jam jika tidak ada tanda infeksi
b. Histerektomi pascapersalinan
1) Kaji ulang indikasi
2) Kaji ulang prinsip penanganan operatif dengan memulai infuse IV
3) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal
a) Ampisilin 2 g IV
b) Atau sefazolin 1 g IV
4) Jika terdapat perdarahan setelah persalinan pervaginam yang tidak terkontrol, ingatlah bahwa kecepatan merupakan hal yang penting. Untuk membuka daerah abdomen :
a) Buka insisi vertical di garis tengah di bawah umbilicus sampai rambut pubis, menembus kulit sampai fasia
b) Buka insisi 2-3 cm vertical pada fasia
c) Pegang ujung fasia dengan forceps dan perluas insisi ke atas dan bawah dengan gunting
d) Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding abdomen)
e) Gunakan jari untuk membuat pembukaan pada peritoneum di dekat umbilicus
f) Gunakan gunting untuk memperluas insisi ke atas dan bawah peritoneum secara hati-hati untuk menghindari perlukaan pada kandung kemih
g) Letakkan retractor abdomen yang dapat menahan sendiri di atas tulang pubis
Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, klem tempat perdarahan sepanjang insisi uterus. Pada kasus perdarahan hebat mintalah asisten untuk menekan aorta pada abdomen bawah dengan jarinya. Tindakan ini akan mengurangi perdarahan intraperitoneum.
Histerektomi subtotal (sopravaginal)
1) Memisahkan adneksa dari uterus
a) Angkat uterus ke luar abdomen dan secara perlahan tarik untuk menjaga traksi
b) Klem dua kali dan potong ligamentum rotundum dengan gunting. Klem dan potong pedikel, tetapi ikat setelah arteri uterin diamankan untuk menghemat waktu
c) Dari ujung potongan ligamentum rotundum, buka sisi depan. Lakukan insisi sampai satu sisi titik tempat peritoneum kandung kemih bersatu dengan permukaan uterus bagian bawah di garis tengah, atau peritoneum yang diinsisi pada seksio sesarea
d) Gunakan dua jari untuk mendorong bagian belakang ligamentum rotundum ke depan, di bawah tuba dan ovarium, di dekat pinggir uterus. Buatlah lubang seukuran jari pada ligamentum rotundum dengan menggunakan gunting. Lakukan klem dua kali dan potong tuba, ligamentum ovarium dan ligamentum rotundum melalui lubang pada ligamentum rotundum.
e) Pisahkan sisi belakang ligamentum rotundum ke arah bawah, kea rah ligamentum sakrouterina dengan menggunakan gunting.
2) Membebaskan kandung kemih
a) Raih ujung flap kandung kemih dengan forceps atau dengan klem kecil. Gunakan jari atau gunting, pisahkan kandung kemih ke bawah dengan segmen bawah uterus
b) Arahkan tekanan ke bawah tetapi ke dalam menuju serviks dan segmen bawah uterus.
3) Mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah uterus
a) Cari lokasi arteri dan vena uterin pada setiap sisi uterus. Rasakan perbatasan uterus dengan serviks
b) Lakukan klem dua kali pada pembuluh darah uterus dengan sudut 90 derajat pada setiap sisi serviks. Potong dan lakukan pengikatan dua kali dengan catgut kromik 0 atau poliglikolik
c) Periksa dengan seksama untuk mencari adanya perdarahan. Jika arteri uterin diikat dengan baik, perdarahan akan berhenti dan uterus terlihat pucat.
d) Kembali ke pedikel ligamentum rotundum dan ligamentum tuboovarika yang di kelm dan ligasi dengan catgut kromik 0 (atau poliglikolik)
4) Amputasi korpus uteri
a) Amputasi uterus setinggi ligasi arteri uterin dengan menggunakan gunting
5) Menutup tunggul serviks
a) Tutup tunggul (stump) serviks dengan jahitan terputus, dengan menggunakan catgut kromik (atau benang poliglikolik) ukuran 2-0 atau 3-0
b) Periksalah secara seksama tunggul serviks, ujung ligamentum rotundum dan struktur lain pada dasar pelvis untuk mencari adanya perdarahan
c) Jika terjadi perdarahan kecil atau dicurigai adanya gangguan pembekuan, letakkan drain melalui dinding abdomen. Jangan letakkan drain melalui tunggul serviks karena hal ini menyebabkan timbulnya infeksi
d) Pastikan tidak terdapat perdarahan, buang bekuan dengan kasa
e) Pada semua kasus, periksalah adanya perlukaan pada kandung kemih. Jika terdapat perlukaan pada kandung kemih, perbaiki luka tersebut.
f) Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 (atau benang poliglikolik)
Histerektomi total
Pada histerektomi total, diperlukan langkah tambahan sebagai berikut :
1) Dorong kandung kemih ke bawah untuk membebaskan ujung atas vagina 2 cm
2) Buka dinding posterior dari ligamentum rotundum
3) Klem, ligasi dan potong ligamentum sakrouterin
4) Klem, ligasi dan potong ligamentum cardinal, yang didalamnya terdapat cabang desenden pembuluh darah uterus. Ini merupakan langkah penting pada operasi :
a) Pegang ligamentum secara vertical dengan klem yang ujungnya besar (seperti kokher)
b) Letakkan klem 5 mm lateral dari serviks dan potong ligamentum sedekat mungkin dengan serviks. Meninggalkan tunggul medial dari klem untuk keamanan.
c) Jika serviks masih panjang, ulangi langkah dua atau tiga kali sesuai dengan kebutuhan
Ujung atas vagina sepanjang 2 cm harus terbebas dari perlekatan.
5) Potong vagina sedekat mungkin dengan serviks, lakukan hemostatis pada titik perdarahan
6) Lakukan penjahitan hemostatis yang mengikutkan ligamentum rotundum, cardinal dan sakrouterin
7) Lakukan penjahitan jelujur pada ujung vagina untuk menghentikan perdarahan
8) Tutup abdomen setelah memasang drain pada ruang ekstra, peritoneum di dekat tunggul serviks.
Perawatan pascabedah
1) Kaji ulang prinsip perawatan pascabedah. Perdarahan dan banyaknya air kemih harus di pantau
2) Jika terjadi tanda infeksi atau ditemukan adanya demam, berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam :
a)Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b)Di tambah gentamisin IV 5 mg/kg BB setiap 24 jam
c)Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
3) Berikan analgetika yang cukup
4) Cabut drain setelah 48 jam jika tidak ada tanda infeksi
6. Pada kasus diatas, bidan mendiagnosa retensio plasenta. Bagaimana bidan bisa mendiagnosa retensio plasenta?
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Keadaan TFU
Separasi/akreta parsial
Konsistensi uterus kenyal, TFU setinggi pusat, bentu uterus discoid.
Plasenta inkarserata
Konsistensi uterus keras, TFU 2 jari dibawah pusat, bentuk uterus globular
Plasenta akreta
TFU setinggi pusat, konsistensi uterus cukup dan bentuk uterus discoid.
c. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus
d. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
e. Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
7. Pada kasus diatas, riwayat sebelumnya ibu memili jarak kelahiran yang terlalu dekat, apakah ini menjadi factor predisposisi kasus retensio plasenta? Bagaimana rasionalisasinya!!!
Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan merupakan kelompok resiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2004). Jarak kehamilan terlalu pendek akan sangat berbahaya, karena organ reproduksi belum kembali ke kondisi semula, sehingga dapat menjadi factor pendukung kurang baiknya kontraksi uterus.
Apabila melihat fisiologi pelepasan plasenta, yaitu:
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Penyebab tersering terjadinya kelambatan pelepasan plasenta ialah adanya kontraksi uterus yang tidak adekuat. Kemudian alasan lain lambatnya pelepasan plasenta ialah terdapatnya implantasi plasenta yang terlalu dalam atau terdapat plasenta akreta/inkreta/perkreta yang disebabkan karena lapisan desidua yang tipis, atau tidak adanya desidua basalis atau juga akibat ketidaksempurnaan pembentukan lapisan fibrinoid atau lapisan nitabuch sehingga lapisan yang seharusnya akan menghalangi makin dalamnya trofoblast masuk ke dalam endometrium juga tidak ada.
Sehingga jarak kehamilan yang pendek dapat menjadi factor predisposisi terjadinya retensio plasenta.
8. Sebutkan dan jelaskan factor predisposisi retensio plasenta yang lainnya!
1. Grandemultipara
Menurut Sarwono (2010) kejadian terjadinya retensio plasenta sering terjadi pada ibu dengan multiparitas. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan postpartum yang diakibatkan retensio plasenta karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi penurunan sel-sel desidua.Akibat penurunan sel-sel desidua atau tidak adanya sel desidua basalis dan kelainan perkembangan lapisan fibrinoid secara parsial dan total, vilus plasenta melekat ke myometrium (plasenta akreta), benar-benar menginvasi myometrium (plasenta inkreta), atau menembus myometrium (plasenta perkreta).Vaskularisasi endometrium akan berkurang mengakibatkan terjadinya penurunan suplai darah ke plasenta sehingga plasenta akan mengadakan implantasi jauh kedalam jaringan endometrium sampai ke jaringan miometrium. Implantasi inilah yang dapat menyebabkan tertahannya plasenta atau tidak dapat lahirnya plasenta setengah jam setelah janin lahir.
2. Kehamilan ganda,sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas
3. Kasus infertilitas karena lapisan endometriumnya tipis
4. Plasenta previa,karena dibagian isthmus uterus ,pembuluh darah sedikit sehingga perlu masuk jauh kedalam
5. Bekas operasi pada uterus
6. Usia
Secara teoritis, umur merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan yang dapat mengakibatkan kematian maternal.Hal ini disebabkan pada wanita dengan meningkatnya usia terjadi penurunan yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai perkreta.
7. Riwayat persalinan sebelumnya
Perlekatan plasenta yang abnormal terjadi apabila pembentukkan desidua terganggu. Keadaan yang terkait mencakup implantasi di segmen bawah uterus; diatas jaringan parut seksio sesaria atau insisi uterus lainnya atau setelah kuretase uterus.
riwayat retensio plasenta pada persalinan sebelumnya memiliki hubungan dengan kejadian retensio plasenta dimana terjadi pengembangan desidua pada segmen bawah uterus relatif jelek, penipisan endometrium sehingga perlekatan plasenta menjadi abnormal.
(sumber gambar :wellroundedmama.blogspot.com)
9. Penyebab retensio plasenta pada kasus diatas adalah plasenta akreta, sebutkan dan jelaskan macam-macam insersi plasenta! (disertai dengan gambar)
Menurut dalamnya plasenta berimplantasi dinding rahim oleh jonjot dibagi sebagai berikut :
1) Plasenta adhesive : Jonjot sampai endomentrium lebih dalam Plasenta akreta : Jonjot menembus desidua sampai berhubungan dengan miometrium
2) Plasenta inkreta : Jonjot sampai ke dalam lapisan miometrium
3) Plasenta perkreta : Jonjot menembus miometrium hingga mencapai perimetrium dan kadang sampai menembus peritoneum dan menimbulkan rupture uteri
(sumber : postern.netkey.at)
10. Apa saja indikasi plasenta manual? Bagaimana langkah-langkahnya?
Indikasi plasenta manual
1. Perdarahan mendadak sekitar 400-500 cc
2. Riwayat HPP habitualis
3. Plasenta belum lahir setelah menunggu 30 menit
4. Penderita dalam keadaan narkosa atau anesterhia umum
Prosedur Plasenta Manual
A. Persiapan
a. Pasang set dan cairan infus
b. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
c. Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
d. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
B. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)
C. Melepas plasenta dari dinding uterus
7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a. Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan di antara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)
b. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas talipusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (Anterior ibu).
8. Setelah ujung-ujung jari masuk di antara plasenta dan dinding uterus, maka perluasan perlepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu, hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus).
Catatan :
a. Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium)
b. Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostal 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
D. Mengeluarkan Plasenta
9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal
10.Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/ penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus ke arah dorso-kranial setelah plasenta dilahorkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan
E. Pencegahan Infeksi Pascatindakan
12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan
13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
F. Pemantauan Pascatindakan
16. Periksa kembali tanda vital ibu
17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan
18. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukkan dan asuhan lanjutan
19. Beritahukan kepada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum dipindah ke ruang rawat gabung
11. Bagaimana penanganan yang tepat pada kasus retensio plasenta? Jelaskan dari beberapa sumber jurnal!
a. Pastikan kandung kemih kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi kandung kemih.
b. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M. jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.
c. Jika plasenta belum lahir setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali. Catatan : hindari penarikan tali pusat dan penekanan fundus yang terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uterus.
d. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual. Teknik pelepasan plasenta secara manual adalah vulva di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah penolong. Setelah memakai sarung tangan, labia dibuka dan tangan kanan masuk secara obstetric ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusuri tali pusat, sambil sedapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, tangan mencari pinggir plasenta yang sudah lepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan antara bagian yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dinding rahim.setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan ditarik ke luar.
Catatan : plasenta yang melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat dengan kuat dapat mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
e. Jika perdarahan terus berlangsung, lihat apakah ada laserasi jalan lahir. Jika tidak ada laserasi dan masih tetap terjadi perdarahan, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
f. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau), berikan antibiotika.
Berikut ini tabel penanganan perdarahan pascapersalinan menurut jenjang :
Tanda dan gejala
Perdarahan yang segera terjadi setelah bayi/plasenta lahir. Perdarahan dapat terjadi akibat gangguan kontraksi, robekan jalan lahir atau retensi plasenta/fragmen plasenta pada dinding kavum uteri
Dugaan
Retensio plasenta, retensi fragmen/sisa plasenta, robekan jalan lahir atau atonia/hipotonia uteri, gangguan pembekuan darah
Kategori
Retensio plasenta
Sisa plasenta
Robekan jalan lahir
Atonia uteri
Koagulopati
Tingkat
UPAYA
Polindes
- Diagnosis
- stabilisasi
- plasenta manual untuk kasus adhesive simpleks
- uterotonika
- antibiotika
- rujuk untuk kasus berat
- diagnosis
- stabilisasi
- uterotonika
- antibiotika
- rujuk
- diagnosis
- stabilisasi
- reparasi dan hemostasis
- antibiotika
- rujuk untuk kasus berat
- diagnosis
- stabilisasi
- uterotonika
- stimulasi kontraksi
- kompresi bimaual dan aorta
- antibiotika
- rujuk langsung ke RS
- diagnosis
- stabilisasi
- segera rujuk ke RS
Puskesmas
- diagnosis
- stabilisasi
- plasenta manual untuk kasus risiko rendah
- rujuk kasus berat
- uterotonika
- antibiotika
- diagnosis
- stabilisasi
- evakuasi
- uterotonika
- antibiotika
- rujuk untuk kasus dengan komplikasi berat
- diagnosis
- stabilisasi
- reparasi dan hemostasis
- antibiotika
- rujuk bila robekan sangat luas dan dalam
- diagnosis
- stabilisasi
- kompresi bimanual dan aorta
- tampon UV
- uterotonika
- antibiotika
- rujuk langsung ke RS
- diagnosis
- stabilisasi
- segera rujuk ke RS
Rumah Sakit
- diagnosis
- stabilisasi
- plasenta manual
- histerektomi
- transfusi
- uterotonika
- antibiotika
- kedaruratan
- komplikasi
- diagnosis
- stabilisasi
- kuretase
- transfusi
- uterotonika
- antibiotika
- kedaruratan
- komplikasi
- diagnosis
- stabilisasi
- reparasi
- laparotomy
- histerektomi
- transfusi
- uterotonika
- antibiotika
- kedaruratan
- komplikasi
- diagnosis
- stabilisasi
- ligasi arteri uterine
- histerektomi
- transfusi
- uterotonika
- antibiotika
- kedaruratan
- komplikasi
- diagnosis
- stabilisasi
- transfusi dan produk darah lain (plasma beku segar, trombosit, fibrinogen)
- uterotonika
- kedaruratan
- komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
___.2002.Buku Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : YBP-SP
Depkes RI (2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR.
FK UNPAD.1984.Obstetri Patologi. Bandung : Elster Offset
JHPIEGO.2006.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : YBPSP
Manuaba.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta :EGC
Manuaba.2007.Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta :EGC
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Postern.netkey.at diakses pada 23 mei 2014
Prawirohardjo,Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan.Jakarta:Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, dkk. 2009. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: BPSP
Sulaeman.2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2.Jakarta : EGC
Taber, ben-zion.1994.Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:EGC
UNIMUS. Hubungan Jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. [online] Tersedia di : http://digilib.unimus.ac.id/ diakses tanggal 24 Mei 2014
UNUD. Faktor determinan yang meingkatkan kematian maternal. [online] Tersedia di http://www.pps.unud.ac.id/ diakses tanggal 24 Mei 2014
wellroundedmama.blogspot.com diakses pada 23 mei 2014