toxoplasmosis hamil

6
INFEKSI TOKSOPLASMA GONDII PADA KEHAMILAN Erry Gumilar Dachlan Toksoplasmosis akuta pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin kongenital. Diperkirakan 15% janin yang terinfeksi kongenital tersebut mengalami kerusakan organ/struktur pada waktu lahir berat seperti hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebralis. Sedangkan 85% walaupun asimtomatik (tanpa gejala klinis) bayi baru lahir/neonatus sebagian besar akan mendapatkan sekuele sampai masa kanak-kanak ataupun dewasa bila tidak memperoleh pengobatan. Sekuele yang didapatkan pada bayi baru lahir dapat dikategorikan atas: 1. Sekuele ringan : didapatkannya skar korioretinal tanpa gangguan visus atau adanya kalsifikasi serebral tanpa diikuti kelainan neurologik. 2. Sekuele berat : terjadi kematian janin intra uterin atau neonatal. Atau adanya skar korioretinal dengan gangguan visus berat ataupun kelainan neurologik berat. Foulon et al, 1990 melaporkan insiden toksoplasmosis kongenital sebesar 12% dari 50 wanita yang mendapat infeksi toksoplasmosis akut selama kehamilan sampai usia 24-26 minggu, sedangkan Hohlfeld (1994) mendapatkan insiden 7,8% (175) toksoplasmosis kongenital yang diperoleh dari 2243 ibu hamil yang dilakukan diagnostik prenatal dengan indikasi infeksi toksoplasmosis akut. Bila toksoplasmosis terjadi pada umur kehamilan sebelum 20 minggu, diperkirakan 20% janin mengalami infeksi kongenital. Selanjutnya 25% dari janin yang terinfeksi ini memperoleh kerusakan organ berat, 15% kerusakan organ ringan serta sisanya 60% bersifat subklinis (Foulon et al, 1994). Daffos et al, 1988 melaporkan terjadi transmisi ke janin sebesar 0,6% bila infeksi pada periode perikonsepsi serta meningkat menjadi 20% bila infeksi terjadi pada usia kehamilan 16 – 25 minggu.

Upload: chenso

Post on 27-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

toox

TRANSCRIPT

Page 1: Toxoplasmosis Hamil

INFEKSI TOKSOPLASMA GONDII PADA KEHAMILAN

Erry Gumilar Dachlan

Toksoplasmosis akuta pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin kongenital. Diperkirakan 15% janin yang terinfeksi kongenital tersebut mengalami kerusakan organ/struktur pada waktu lahir berat seperti hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebralis. Sedangkan 85% walaupun asimtomatik (tanpa gejala klinis) bayi baru lahir/neonatus sebagian besar akan mendapatkan sekuele sampai masa kanak-kanak ataupun dewasa bila tidak memperoleh pengobatan.Sekuele yang didapatkan pada bayi baru lahir dapat dikategorikan atas:

1. Sekuele ringan : didapatkannya skar korioretinal tanpa gangguan visus atau adanya kalsifikasi serebral tanpa diikuti kelainan neurologik.

2. Sekuele berat : terjadi kematian janin intra uterin atau neonatal. Atau adanya skar korioretinal dengan gangguan visus berat ataupun kelainan neurologik berat. Foulon et al, 1990 melaporkan insiden toksoplasmosis kongenital sebesar 12%

dari 50 wanita yang mendapat infeksi toksoplasmosis akut selama kehamilan sampai usia 24-26 minggu, sedangkan Hohlfeld (1994) mendapatkan insiden 7,8% (175) toksoplasmosis kongenital yang diperoleh dari 2243 ibu hamil yang dilakukan diagnostik prenatal dengan indikasi infeksi toksoplasmosis akut.

Bila toksoplasmosis terjadi pada umur kehamilan sebelum 20 minggu, diperkirakan 20% janin mengalami infeksi kongenital. Selanjutnya 25% dari janin yang terinfeksi ini memperoleh kerusakan organ berat, 15% kerusakan organ ringan serta sisanya 60% bersifat subklinis (Foulon et al, 1994). Daffos et al, 1988 melaporkan terjadi transmisi ke janin sebesar 0,6% bila infeksi pada periode perikonsepsi serta meningkat menjadi 20% bila infeksi terjadi pada usia kehamilan 16 – 25 minggu.

Dari hasil penelitian atas 245 sampel darah ibu hamil dengan uji serologik Elisa penulis (1999) memperoleh 25 penderita toksoplasmosis pada kehamilan dengan serokonversi dan 29 penderita reinfeksi berdasarkan pola antibodi anti toksoplasma. Hasil pemeriksaan PCR cairan ketuban menunjukkan 15 (60%) dari kelompok serokonversi adalah positif, lebih besar dibandingkan terhadap 5 (17,2%) dari kelompok reinfeksi. Dengan analisis statistik (uji chi square) perbedaan ini signifikan pada p < 0,01. Artinya infeksi janin antara kelompok serokonversi dan reinfeksi berbeda amat nyata.

Pengobatan anti parasitik pada wanita hamil dengan toksoplasmosis akuta dapat menekan sekuele yang ada pada janin terinfeksi, dengan demikian penting untuk mengidentifikasi segera janin terinfeksi (toksoplasmosis kongenital) tersebut.

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILANToksoplasmosis pada kehamilan dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1. Kehamilan dengan imun seropositif yaitu ditemukan adanya antibodi IgG anti toksoplasma dengan titer 1/20-1/1000.

2. Kehamilan dengan antibodi IgG atau IgM spesifik titer tinggi (Biasanya disertai juga hasil positif uji Sabin - Feldman). Ini menunjukkan ibu hamil

Page 2: Toxoplasmosis Hamil

dengan seropositif memperoleh ulangan infeksi (reinfeksi). Sering disebut pula kehamilan dengan toksoplasmosis akuta eksaserbasi.

3. Kehamilan dengan seronegatif yaitu darah ibu tidak mengandung antibodi spesifik Dalam hal ini ibu hamil dianjurkan mengulangi uji serologik (cukup Lateks aglutinasi) tiap trimester (3 bulan) sekali.

4. Kehamilan dengan serokonversi yaitu adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif selama kehamilan. Penderita memiliki resiko tinggi untuk terjadinya transmisi vertikal dari maternal ke janin serta mengakibatkan infeksi janin (toksoplasmosis kongenital). Hal ini merupakan indikasi untuk memberikan pengobatan anti parasit selama kehamilan.

Remington, 1974 menetapkan kriteria toksoplasmosis akuta sebagai berikut : Didapatkan limpadenopati pada daerah tertentu yang merupakan ciri

toksoplasmosis akuta. Uji warna Sabin-Feldman dengan titer tinggi (300 IU) Adanya IgM positif.

Sementara diagnosa toksoplasmosis akuta pada kehamilan yang paling mutakhir dari Remington 2001 adalah melibatkan seperangkat uji yang disebut profil serologik toksoplasma. Bila hasil uji warna Sabin-Feldman positif dengan titer tinggi disertai hasil positif salah satu dari IgM, IgA, IgE Elisa atau uji agglutinasi differensial maka terbukti ada infeksi akuta (recent infection).

DIAGNOSTIK PRENATALMenyadari besarnya dampak toksoplasmosis kongenital pada janin, bayi serta

anak-anak disertai kebutuhan akan konfirmasi infeksi janin prenatal pada ibu hamil maka para klinisi/obstetrikus memperkenalkan metode baru yang merupakan koreksi atas konsep dasar pengobatan toksoplamosis kongenital yang lampau. Konsep lama hanya bersifat empiris dan berpedoman pada hasil uji serologis ibu hamil. Saat ini pemanfaatan tindakan kordosentesis dan amniosentesis dengan panduan ultrasonografi guna memperoleh darah janin ataupun cairan ketuban sebagai pendekatan diagnostik merupakan ciri para obstetrikus pada dekade 90-an. Selanjutnya segera dilakukan pemeriksaan spesifik dan rumit yang sifatnya biomolekuler atas komponen janin tersebut (darah atau cairan ketuban) dalam waktu relatif singkat dengan ketepatan yang tinggi. Hasilnya amat menentukan pengobatan selanjutnya. Upaya ini dikenal dengan diagnostik prenatal.

Bahkan diagnostik prenatal dipandang lebih efektif untuk menghindari atau menekan risiko toksoplasmosis kongenital karena upaya prevensi primer pada ibu hamil berupa nasihat menghindari makanan/minuman yang kurang dimasak kurang berhasil. Sehingga upaya diagnostik prenatal disebut sebagai prevensi sekunder.

Diagnosis prenatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27 minggu (trimester II). Aktivitas diagnostik prenatal meliputi sebagai berikut:

1. Kordosentesis (pengambilan sampel darah janin melalui tali pusat) ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan ultrasonografi.

2. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel fibroblas, ataupun diinokulasikan ke dalam ruang peritoneum tikus diikuti isolasi parasit, ditujukan untuk mendeteksi adanya parasit.

3. Pemeriksaan dengan teknik P.C.R guna mengidentifikasi D.N.A T. gondii pada darah janin atau cairan ketuban.

4. Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin guna mendeteksi antibodi IgM dan IgA janin spesifik (anti toksoplasma). Sedangkan penulis (1999) mengembangkan teknik ELISA untuk mendeteksi IgM dalam cairan ketuban.

Page 3: Toxoplasmosis Hamil

5. Pemeriksaan tambahan berupa menetapkan kadar enzim liver, platelet, leukosit (monosit dan eosinofil) dan limfosit khususnya rasio CD4 dan CD8. Daffos et al,1988 mengembangkan tindakan diagnosis prenatal untuk toksoplasmosis kongenital dengan serial/berulang. Dikatakan prosedur ini relatif aman bila mulai dilakukan dari umur kehamilan 19 minggu seterusnya.

Diagnosis toksoplasmosis kongenital ditegakkan berdasar hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya IgM dan IgA janin spesifik (anti toksoplasma) dari darah janin, ditemukannya parasit pada kultur ataupun inokulasi tikus dan D.N.A dari T. gondii dengan P.C.R darah janin ataupun cairan ketuban. Beberapa faktor yang harus diperhatikan karena amat menentukan agar upaya diagnostik prenatal menjadi aman, terpercaya dan efisien adalah sebagai berikut :

1. Didahului oleh skrining serologik maternal/ibu hamil. Hasil yang menunjukkan adanya serokonversi yaitu dengan interval waktu 2 sampai 3 minggu, perubahan dari seronegatif menjadi seropositif IgM dan IgG maka perlu dilakukan kordosentesis atau amniosentesis. Bahkan pada senter tertentu dengan hasil IgM + disertai kenaikan titer IgG, 1/1024 (toksoplasmosis akuta pada kehamilan) dilanjutkan dengan amniosentesis.

2. Keterampilan klinisi melakukan kordocentesis atau amniocentesis dengan tuntunan ultrasonografi.

3. Kecermatan dan ketrampilan yang terlatih dalam mengerjakan pekerjaan yang rumit dan khusus di laboratorium diantaranya meliputi kultur, inokulasi, teknik Elisa dan P.C.R

4. Diagnostik prenatal yang berdasarkan amniosentesis (aspirasi cairan ketuban), saat ini paling sering dilakukan guna mendeteksi adanya infeksi janin kongenital.

Dengan tindakan diagnostik prenatal ini akan diperoleh deteksi DNA (Deoxyribonucleic acid) T.gondii dalam cairan ketuban melalui metode PCR (Polymerase Chain Reaction) secara akurat dan cepat. Selanjutnya dari tindakan diagnosis prenatal tersebut diantaraya adalah kombinasi antara metode PCR dan inokulasi mencit dari cairan ketuban, upaya ini memperlihatkan hasil yang terpercaya.

Amniosentesis dapat dikerjakan mulai umur 14 minggu kehamilan dan kordosentesis setelah umur 20 minggu kehamilan. Amniosentesis kurang berbahaya dibandingkan kordosentesis karena kurang invasif. Sedangkan peran kordosentesis dalam diagnosis toksoplasmosis kongenital adalah terbatas. Hohlfeld etal, 1994 melaporkan metode PCR cairan ketuban dengan sensitifitas 97,4% dan spesifisitas 100%. Foulon et al, 1999 PCR cairan ketuban tunggal sensitifitasnya adalah 81%, spesifitasnya 96%. Bila inokulasi mencit dengan cairan ketuban dikombinasikan pada metode PCR maka sensitifitasnya meningkat menjadi 91%. Untuk pemeriksaan IgM dan IgA spesifik (anti toksoplasma) darah janin sensitifitasnya berturut-turut 47% dan 38%. Penulis, (1999) melaporkan sensitifitas dan spesifisitas IgM spesifik dalam cairan ketuban adalah 73.3% dan 100%. Adapun IgM spesifik dalam cairan ketuban adalah produksi janin terinfeksi karena IgM ibu tidak dapat melalui barier plasenta.

Pemeriksaan ultrasonografi janin hendaknya dilakukan dalam diagnostik prenatal untuk pengukuran rasio ventrikel – hemisphere, deteksi kalsifikasi intrakranial dan adanya asites. Pemeriksaan USG janin dianjurkan tiap 3 bulan sekali sejak diagnosis prenatal.

TERAPIInfeksi janin yang telah terbukti setelah tindakan diagnosis prenatal maka pada

umumnya terapi spiramycin yang telah diawali segera di kombinasikan dengan

Page 4: Toxoplasmosis Hamil

penggunaan pyrimethamine, sulfadiazine dan folinic acid. Tepatnya spiramycin 1-3 g/hari diberikan selama 3 minggu diselingi 25 mg pyrimethamine, 3 g sulfadiazine/hari dan 5 mg folinic acid 2 kali seminggu selama 3 minggu juga sampai kelahiran. Pilihan lain adalah kombinasikan dengan 25 mg pyrimethamine, 500 mg sulfadoxine dan 50 mg folinic acid 2 kali sebulan.

RESUMEa. Toksoplasmosis pada kehamilan umumnya kasus kehamilan dengan

serokonversi dapat menyebabkan infeksi janin beserta manifestasinya.b. Untuk mengetahui adanya kasus serokonversi, skrining serologik

toksoplasmosis pada kehamilan adalah hal yang dianjurkan, cukup dilakukan sekali tiap trimester serta cukup dengan pemeriksaan Latex-IHA (Indirect Haemagglutination), lebih murah dan cukup akurat.

c. Perlu memberikan terapi pada kasus serokonversi serta khususnya infeksi janin yang telah terbukti setelah dilakukan diagnosis prenatal dianjurkan penggunaan terapi kombinasi Spyramycin, Pyrimethamine, Sulfadiazine dan Folinic acid

d. Bayi baru lahir dari ibu dengan serokonversi hendaknya segera mendapatkan pengobatan selama 1 tahun disertai investigasi adanya antibodi IgG,IgM atau IgA (bila perlu dilengkapi dengan kultur) melalui tali pusat atau darah bayi. Demikian pula pemeriksaan opthalmologik dan neurologik guna mengetahui adanya sekuele.