tppm asam cuka-mentimun
TRANSCRIPT
-
Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan
PENGAWETAN MENTIMUN DENGAN PENAMBAHAN ASAM
CUKA
DISUSUN OLEH :
ANNISA NUR RAHMA 21030110130093
NURUL KUMAETI 21030110130113
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan,
makhluk hidup akan mengalami kesuliatan dalam mengerjakan aktivitas
kesehariannya. Makanan dapat membantu manusia dalam mendapatkan energi,
membantu pertumbuhan badan dan otak. Memakan makanan yang bergizi akan
membantu pertumbuhan manusia, baik otak maupun badan (Wikipedia, 2013).
Demi mendapatkan makanan yang bergizi dan bermanfaat bagi
kesehatan manusia, maka banyak dilakukan pengolahan makanan secara tepat
guna. Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat
makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik
dan kimia makanan. Dalam melakukan pengawetan makanan perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu jenis bahan makanan yang diawetkan,
keadaan bahan makanan, cara pengawetan yang dipilih dan daya tarik produk
pengawetan makanan.
Acar merupakan produk hasil pengawetan makanan dengan
pengasaman. Asam yang digunakan biasanya adalah asam asetat (asam cuka).
Bahan baku yang sering digunakan untuk membuat acar adalah mentimun.
Mentimun (C. Sativus) mengandung banyak sekali zat yang bermanfaat bagi
tubuh terutama untuk kesehatan dan kecantikan.
Di Indonesia, pemanfaatan mentimun sangat luas baik dalam bidang
makanan maupun industri kosmetik. Pada makalah ini akan dibahas mengenai
pengaruh metode pengawetan makanan dengan pengasaman pada mentimun.
-
1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembahasan makalah ini
antara lain:
1. Mengetahui perbedaan perubahan fisik pada penyimpanan mentimun
dengan penambahan asam cuka dan tanpa penambahan asam cuka.
2. Mengetahui reaksi yang terjadi pada pengawetan mentimun dengan
pengasaman cuka dan tanpa penambahan asam cuka.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mentimun
Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan
atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat
dimakan. Buahnya biasanya dipanen ketika belum masak benar untuk dijadikan
sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. Mentimun dapat ditemukan di
berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup
banyak di dalamnya sehingga berfungsi menyejukkan. Potongan buah
mentimun juga digunakan untuk membantu melembabkan wajah serta banyak
dipercaya dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Wikipedia Bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas).
Buah berwarna hijau ketika muda dengan larik-larik putih kekuningan.
Semakin buah masak warna luar buah berubah menjadi hijau pucat sampai
putih. Bentuk buah memanjang seperti torpedo. Daging buahnya perkembangan
dari bagian mesokarp, berwarna kuning pucat sampai jingga terang. Buah
dipanen ketika masih setengah masak dan biji belum masak fisiologi. Buah
yang masak biasanya mengering dan biji dipanen, warnanya hitam. Adapun
klasifikasi dari mentimun adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : C. Sativus
Mentimun (C. Sativus) mengandung banyak sekali zat yang bermanfaat
bagi tubuh. Manfaatnya memiliki sifat diuretik, efek pendingin, dan pembersih
yang bermanfaat bagi kulit. Kandungan air yang tinggi; vitamin A, B, dan C;
-
serta mineral, seperti magnesium, kalium, mangan, dan silika; membuat
mentimun menjadi bagian penting dalam perawatan kulit. Masker wajah yang
mengandung sari mentimun digunakan untuk mengencangkan kulit. Asam
askorbat dan asam caffeic yang hadir dalam mentimun dapat menurunkan
tingkat retensi air, yang pada gilirannya mengurangi pembengkakan di sekitar
mata.
2.2. Asam Asetat (Asam Cuka)
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16.7C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO
-. Asam
asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam
asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman.
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam
karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H +
(Proton),
sehingga memberikan sifat asam. asam asetat adalah asam lemah monoprotik
dengan nilai pKa = 4.8. Basa konjungsinya adalah asetat (CH3COO-). Sebuah
larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah)
memilki pH sekitar 2.4
-
Asam asetat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam
dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi
after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan
mikroba dan bertindak sebagai pengawet.
Asam asetat yang digunakan dalam industri makanan haruslah asam
cuka makan. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun
konsumsi asam asetat yang lebih pekat berbahaya bagi manusia maupun hewan.
Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan
yang mematikan pada keasaman darah.
Salah satu contoh penggunaan cuka dalam produk makanan adalah acar.
Pembuatan acar ditujukan untuk mengawetkan bahan makanan sehingga bebas
dari bakteri dan dapat bertahan lebih lama. Selain sebagai pengawet,
penambahan cuka juga melezatkan masakan, misalnya: baso, rujak cuka,
pempek, acar.
2.3. Proses Pembusukan Bahan Pangan
Pembusukan adalah penyebab utama penurunan mutu (deterioration) dan
merupakan faktor yang mempengaruhi masa simpan.
1. Proses Penurunan Mutu yang Utama
Penurunan mutu hingga pembusukan terutama diakibatkan oleh :
Perubahan secara biologis maupun mikrobiologis
Reaksi kimia (enzimatis)
Perubahan sifat fisik dan fisikokimia
2. Perubahan Secara Biologis Maupun Mikrobiologis
Hal ini terutama akibat kontaminasi mikroba pembusuk atau patogen.
-
3. Reaksi Kimia
Perubahan Rasa dan Aroma: akibat dari reaksi oksidasi seperti
ketengikan (oksidasi lemak baik bersifat autokatalitik maupun katalitik
dengan enzim); hidrolisis; kehilangan rasa.
Kehilangan vitamin (terutama vitamin C) dan nutrient tertentu yang jelas
tidak terdeteksi secara organoleptik (contohnya formulasi makanan bayi;
selalu perhatikan tanggal kadaluarsa)
Browning (enzimatis maupun non enzimatis)
Degradasi akibat cahaya (photo-degradation)
4. Perangsangan Oleh Cahaya Atau Perubahan Akibat Adanya Cahaya
Pemudaran warna pada pigmen seperti klorofil, karoten
Apabila terpapar langsung akan menyebabkan kehilangan air dan
mengering
5. Perubahan Sifat Fisik Dan Fisikokimia
Kenampakan visual dari padatan tertentu (bersifat datar) akan mengalami
perubahan viskositas (seperti karet atau sifat mirip cairan); terjadinya
peningkatan daya lengket, blooming, caking dan kristalisasi; kebanyakan
dipengaruhi oleh suhu, RH, dan perubahan transisi suhu tertentu
Perubahan dalam sifat mekanis dan tekstur (pelembekan, pengerasan,
fraktur, dan wilting)
Kerusakan terjadi akibat dehidrasi (molekul air berubah menjadi es;
sebagian dari air tersebut akan mongering dan menyebabkan corak tertentu
pada bahan) atau kerusakan akibat oksidasi seperti lemak
6. Faktor Yang Mempengaruhi Umur Simpan Bahan Pangan yang Dikemas
Faktor intrinsik : MC/Aw, pH dan keasaman, potensial redoks
(fermentasi anaerob), kandungan nutrient, antimikroba, struktur biologis,
-
konsentrasi senyawa-senyawa reaktif seperti isoflavon (akibat pasteurisasi;
penurunan oleh mikroba; efek suhu), enzim, kontaminasi mikrolflora.
Faktor ekstrinsik : Suhu penyimpanan, cahaya (foto-oksidasi; safron-
warna makanan alami karena crocins, pemutihan atas peningkatan cahaya),
O2 atau gas lainnya (O2 dalam makanan fermentasi anaerob; etilen),
kelembaban relatif (RH) (dasar MAP; jamur tumbuh di RH > 80%)
tegangan mekanik (kerusakan stroberi), bahan kemasan (migrasi, scalping,
interaksi).
2.4. Reaksi Browning Enzimatik
Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan
karena menurunkan penerimaan sensori pangan oleh masyarakat walaupun
pencoklatan enzimatis tidak terlalu mempengaruhi rasa dari bahan pangan
tersebut.
Reaksi pencoklatan lebih mudah terjadi pada suhu ruang dengan nilai
pH antara 5.0-7.0. Sedangkan faktor lain yang menyebabkan
proses browning terjadi lebih cepat adalah keberadaan besi atau tembaga,
contohnya pada pisau yang digunakan untuk memotong buah. Sedangkan
secara alami, proses ini terjadi apabila kulit buah mengalami luka sehingga ada
kontak antara oksigen dengan daging buah. Ukuran potongan dari suatu buah
juga mempengaruhi kecepatan reaksi pencoklatan, semakin kecil potongan
maka semakin cepat reaksi pencoklatan berlangsung, begitupun sebaliknya jika
semakin besar.
Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak
mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya yaitu
tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.
-
Adapun reaksi kimianya adalah:
Sumber : http://www.buzzle.com
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada
sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan
pigmen warna coklat (melanin). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh
reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol
oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi
quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna
coklat (Mardiah 1996). Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase,
polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara
spesifik untuk substrat tertentu (Winarno, 1995).
Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis dapat dihambat oleh
beberapa inhibitor, biasanya cara yang dilakukan adalah perlakuan perendaman
-
diantaranya adalah dengan cara perendaman air, perendaman asam sitrat dan
perendaman sulfit.
2.5. Pengawetan Makanan dengan Pengasaman
Pengawetan makanan dengan menggunakan asam merupakan salah satu
metode pengawetan makanan secara kimia yang telah lama digunakan.
Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi
asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan
penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat,
asam asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam
seperti tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman
acar/khimchi.
Ada beberapa keuntungan dari proses pengasaman, diantaranya:
1. Terbentuknya tekstur dan cita rasa khas dan disukai.
2. Terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan
keawetan makanan.
3. Menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk
lebih stabil selama penyimpanan, dan lain-lain.
Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup karena adanya
asam cuka yang menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi, akibatnya terjadi
difusi osmosis sehingga mikroba akan mati karena mikroba tidak tahan pada pH
rendah.
-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat :
1. Pisau
2. Sendok makan
3. Botol bening
4. Mangkuk
Bahan :
1. Mentimun
2. Air putih
3. Asam cuka 25%
3.2. Cara Kerja
Bahan yang diperlukan pada pengawetan Mentimun ini adalah buah
Mentimun dengan bahan pengawet berupa asam cuka, dan air. Metode
pengawetan Mentimun meliputi:
a. Memilih mentimun yang sudah matang dan kondisinya baik.
b. Mencuci mentimun dengan air sampai bersih.
c. Memotong mentimun dengan ketebalan 1cm dan panjang 3cm.
d. Menyimpan sebagian metimun ke dalam wadah mangkuk.
e. Membuat larutan asam cuka encer dengan menambahkan satu sendok asam
cuka 25% ke dalam botol yang berisi 200ml air.
f. Menyimpan sebagian mentimun ke dalam botol yang berisi larutan asam
cuka encer yang telah disiapkan.
g. Mengamati dan mencatat perubahan tekstur dan warna.
-
3.3. Diagram Alir
Gambar 3.1 Diagram Alir Pemberian Cuka pada Mentimun
Pemilihan Mentimun
Mentimun segar, ukuran
sedang
Pencucian
Menggunakan air
bersih
Pemotongan
Mentimun dipotong
dengan panjang 3cm
dan ketebalan 1cm
Penyimpanan
Sebagian disimpan
dalam mangkuk
tertutup
Penambahan Cuka
Menambahkan satu
sendok makan cuka
25% ke dalam 200ml air
Penyimpanan
Sebagian mentimun disimpan dalam botol
tertutup yang telah berisi larutan cuka
-
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Mentimun dalam larutan asam cuka
Pengamatan Lama Penyimpanan Hari ke-
0 1 2 3
Warna daging
buah
kulit
Putih Putih Putih Putih
Hijau Hijau (-) Hijau (-) Hijau (- -)
Tekstur Keras Keras Keras (-) Keras (-)
Kelembapan Berair Berair Berair Berair
2. Mentimun tanpa larutan asam cuka
Pengamatan Lama Penyimpanan Hari ke-
0 1 2 3
Warna daging
buah
kulit
Putih Putih-
Kecoklatan
Kecoklatan
(+)
Kecoklatan
(+ +)
Hijau Hijau Hijau (-) Hijau (- -)
Tekstur Keras Keras (+) Keras (+) Keras (+)
Kelembapan Berair Kering Kering (+) Kering (++)
Keterangan :
( - ) : berkurang
( + ) : bertambah
-
Hasil pengamatan yang diperoleh setelah 24 jam penyimpanan, mentimun
dalam botol masih memiliki warna dan tekstur yang hampir sama dengan
mentimun pada hari ke-0. Sedangkan mentimun dalam mangkuk terlihat berubah
warna menjadi kecoklatan dan teksturnya menjadi lebih keras dan kering. Dari hari
ke hari, warna hijau kulit mentimun dalam botol mulai terlihat seperti hijau layu,
sedangkan mentimun dalam mangkuk warnanya mulai nampak kecoklatan.
Setelah lebih dari sehari penyimpanan, terlihat bercak uap air pada kedua wadah
penyimpanan mentimun. Mentimun dalam botol yang berisi larutan cuka lama
kelamaan mengendap ke dasar botol karena terjadi difusi osmosis.
Warna mentimun yang disimpan dalam botol tidak mengalami pencoklatan
karena pH asam cuka yang rendah bisa mengurangi aktivitas enzim fenolase yang
menyebabkan browning. Selain itu perendaman dengan air akan mencegah
terjadinya pencoklatan karena tidak terjadi kontak langsung dengan udara.
Asam asetat ini ditambahkan pada mentimun dengan tujuan menurunkan pH,
dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh
semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat
menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.
Grafik Hari vs Kecepatan Reaksi Browning pada Pengawetan Mentimun
Menggunakan Asam Cuka
-
Hari ke-0
Hari ke-1
-
Hari ke-2
Hari ke-3
-
DAFTAR PUSTAKA
http://agroteknatuna.blogspot.com/2012/12/cara-budidaya-mentimun.html pada 12
Juni 2013 pukul 20:42
http://chicamayonnaise.blogspot.com/2012/04/proses-pembusukkan-bahan-
pangan.html
http://lordbroken.wordpress.com/2011/09/24/proses-browning-pada-bahan-pangan-
dan-pencegahannya/
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/sehat/2013/02/21/927/Niiih...-
Manfaat-Mentimun-untuk-Kesehatan pada 12 Juni 2013 pukul 20:42
Wikipedia. 2013. Makanan. Diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Makanan
pada 7 Juni 2013 pukul 21:25
Wikipedia. 2013. Pengawetan Makanan. Diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki
/Pengawetan _makanan pada 7 Juni 2013 pukul 21:27