tr jadi

19
Respiratory Distress Syndrome RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM Definisi Respirastory Distress Syndrome adalah suatu keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan kerusakan paru. RDS itu sendiri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Acute Respirastory Distress Sindrom (ARDS) dan Idiophatic Respirastory Distress Sindrom (IRDS). A. Acute Respiratory Distress Syndrome Acute Respirastory Distress Syndrome atau Sindrom gawat nafas akut (ARDS) menurut Elizabeth J. Corwin adalah bentuk gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Tabrani Rab dalam bukunya Ilmu Penyakit Paru, ARDS adalah perburukan paru yang akut oleh karena infeksi, infiltrasi pada seluruh lapang bparu dan hipoksemia. Istilah ini di perkenalkan oleh Petty dan Ashbaugh pada tahun 1971 setelah mengamati gawat nafas akut dan mengancam nyawa pasien-pasien yang tidak menderita 1

Upload: vanquish-vein

Post on 23-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

Definisi

Respirastory Distress Syndrome adalah suatu keadaan darurat medis yang

dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan secara langsung maupun tidak

langsung dengan kerusakan paru. RDS itu sendiri diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu Acute Respirastory Distress Sindrom (ARDS) dan Idiophatic Respirastory

Distress Sindrom (IRDS).

A. Acute Respiratory Distress Syndrome

Acute Respirastory Distress Syndrome atau Sindrom gawat nafas akut (ARDS)

menurut Elizabeth J. Corwin adalah bentuk gagal nafas yang ditandai dengan

hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional.

Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Tabrani Rab dalam bukunya Ilmu Penyakit Paru,

ARDS adalah perburukan paru yang akut oleh karena infeksi, infiltrasi pada

seluruh lapang bparu dan hipoksemia. Istilah ini di perkenalkan oleh Petty dan

Ashbaugh pada tahun 1971 setelah mengamati gawat nafas akut dan mengancam

nyawa pasien-pasien yang tidak menderita penyakit paru sebelumnya. Meskipun

sindrom ini sebelumnya dikenal dengan banyak nama lainnya (shock lung, wet

lung, adult hyaline membrane disease, stiff lung syndrom), istilah adult respiratory

distress syndrom lebih banyak diterima.

Epidemiologi

Asosiasi paru Amerika memperkirakan ada 27.000 orang menderita ARDS tiap

tahunnya dan 2-8 kasus per 100.000 populasi per tahun, tetapi ALI sebagai

prekursornya jauh lebih sering. Mortalitas ARDS biasanya tinggi (>50%) tetapi

1

Page 2: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

ditentukan oleh keadaan pencetus (35% untuk trauma, 60% untuk sepsis, dan 80%

untuk pneumonia aspirasi).

Etiologi

Sekalipun sebab utama dari kerusakan ini adalah inhalasi atau intoksikasi, akan

tetapi ada juga bentuk penyebab yang dikaitkan dengan kerusakan yang luas ini,

yakni :

Infeksi akut yang mengenai seluruh bagian paru, sehingga fungsi paru

memburuk dengan cepat

Istilah ini lebih banyak digunakan pada bayi prematur, akan tetapi sejak

tahun 1960 kerusakan paru yang terjadi secara cepat, walaupun terjadi pada

orang dewasa, juga digolongkan ke dalam “acute respirastory distress

syndrome”.

ARDS terjadi jika paru terkena cedera baik langsung maupun tidak langsung oleh

berbagai proses. Beberapa keadaan yang sering menyebabkan ARDS yaitu :

1. Syok karena berbagai penyebab terutama hemoragik, pankreatitis akut

hemoragik, sepsis gram negatif.

2. Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseminata.

3. Pneumonia virus yang berat

4. Trauma yang berat

5. Cedera kepala

6. Cedera dada yang langsung

7. Trauma pada berbagai organ dengan syok hemoragik

8. Emboli lemak( berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur

2

Page 3: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

9. Cedera aspirasi/inhalasi

10. Aspirasi isi lambung

11. Hampir tenggelam

12. Inhalasi asap

13. Inhalasi gas iritan( klor, amonia, sulfur dioksida)

14. Overdosis narkotik

Patofisiologi

Mekanisme mengapa ARDS mempunyai penyebab bermacam-macam dapat

berkembang menjadi sindroma klinis dan patofisologis yang sama masih belum

jelas diketahui. Petunjuk umum penyebab edema alveolar yang khas agaknya

berupa cedera membran kapiler alveolar yang menyebabkan kebocoran kapiler.

Membran kapiler dalam keadaan normal tidak mudah ditembus oleh partikel-

partikel. Tetapi dengan adanya cedera maka terjadi perubahan pada

permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui cairan , sel darah merah, sel darah putih

dan protein darah.

Mula-mula ciran akan berkumpul pada interstisium dan jika melebihi

kapasitas dari interstisium, cairan akan berkumpul pada alveolus, sehingga

mengakibatkan atelektaksis kongestif. Tempat-tempat lemah tampaknya pada

interdigitasi (ruang-ruang kecil selebar kira-kira 60 A) antara sel kapiler yang

melebar, sehingga partikel-partikel kecil dapat masuk dan akan terjadi perubahan

dalam tekanan onkonotik. Sehingga terjadinya edema paru tergantung pada

gangguan hubungan normal antara daya-daya starling, tekanan hidrostatik,

tekanan onkonotik dan tekanan jaringan.

3

Page 4: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Gambaran Klinis

  Ciri khas ARDS adalah hipoksemia paru yang diakibatkan karena kurangnya kerenggangan paru yang tidak dapat diatasi secara progresif selama bernapas spontan. Terjadi secara akut (kurang dari 48 jam). Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini darihipoksemia. Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:

1. Dis t re s pe rna fasan aku t : t ak ipnea , d i spnea , pe rna fasan menggunakan o to t aksesor i s  pernafasan dan sianosis sentral. 

2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.

3. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.

4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.

5. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

Gambaran-gambaran ini adalah akibat edema alveolar dan interstisial.

Gambaran klinis lengkap dapat bermanifestasi 1 sampai 2 hari setelah cedera.

Diagnostik

Anamnesa

a. Keadaan Umum:

Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot

aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan

dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa

jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

4

Page 5: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat,

Tenggelam DIC(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis,

Uremia, Bedah Cardiobaypassyang lama, PIH (Pregnand Induced

Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat (cede ra

kepa la , cede ra dada , rudapaksa pa ru ) , Rad ias i , F rak tu r

ma jemuk (embol i lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang

seperti femur), riwayat merokok.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

e. Riwayat Alergi

Pemeriksaan Fisik 

1. B1 (Brea th ) : se sak na fas , na fas cepa t dan dangka l , ba tuk ke r ing , ronkh i basah , k reke l s halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.

2. B 2 ( B l o o d ) : p u c a t , s i a n o s i s ( s t a d i u m l a n j u t ) , t e k a n a n d a r a h b i s a n o r m a l a t a u meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur ataugallop.

3. B3 (Bra in ) : kesada ran menurun ( sepe r t i b ingung dan

a t au ag i t a s i ) , t r emor .

4. B4 (Bowel ) : -

Pemeriksaan Diagnostik

1. LED : Meningkatkan pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya

Normal.

2. Tes fungsi paru : Normal atau menunjukkan defek restriktif disertai dengan

gangguan pertukaran udara.

3. BGA : Hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.

5

Page 6: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

4. Biopsi Darah : PaO2/FiO2<200 = ARDS

PaO2/FiO2 <300 = ALI

Foto thorax

Pada foto thorax nampak infiltrat difus bilateral yang ringan atau tebal sesuai

gambaran edema paru, interstitial atau alveolar, bercak-bercak atau konfluens.

Sulit untuk membedakan antara ARDS dan edema paru karena gagal jantung.

Pemeriksaan radiogram pada permulaan mungkin normal meskipun sudah terjadi

hipoksemia. Kemudian dengan tertimbunnya cairan pada alveolar dan interstisial

dan meluasnya atelektaksis kongestif, maka rontgen dada menunjukkan gambaran

putih yang difus, itu sebabnya nama lain ARDS adalah paru putih.

Komplikasi

Gagal nafas dapat terjadi seiring dengan perkembangan penyakit dan harus

bekerja lebih keras untuk mengatasi penurunan daya regang paru. Pada

akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Kondisi ini

menyebabkan asidosis respiratorik karena terjadi penimbunan

karbondioksida di dalam darah. Pernafasan yang melambat dan penurunan

pH arteri adalah indikasi akan datangnya gagal nafas dan mungkin

kematian.

Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan

di paru dan kurangnya ekspamsi paru.

Akibat hipoksia akan terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena

stres

Koagulasi intravaskular diseminata dapat terjadi akibat banyaknya jaringan

yang rusak selama ARDS.

6

Page 7: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Penatalaksanaan

Penanganan ARDS ditujukan untuk memperbaiki syok, asidosis, dan

hipoksemia yang menyertainya. Pengobatan hanya ditujukan untuk tindakan

pencegahan penyakit paru primer saja. Karena penimbunan cairan pada paru

merupakan masalah, maka pembatasan cairan dan terapi diuretik merupakan

tindakan lain yang penting dalam penanganan ARDS. Antibiotik yang tepat untuk

mengatasi infeksi. Meskipun pengggunaan kortikosteroid masih kontroversial,

tetapi banyak pusat kesehatan menggunakan kortikosteroid dalam penanganan

ARDS walaupun manfaatnya belum jelas diketahui.

Pengobatan lain yang diharapkan potensial adalah terapi penggantian

surfaktan untuk orang dewasa dengan sindrom. Penerapan terapi tersebut untuk

ARDS sedang menunggu hasil penelitian baru.

Manajemen ARDS

Manajemen ARDS meliputi penanganan terhadap penyakit dasarnya,

suportif untuk sistem kardiopulmonal dan terapi spesifik untuk jejas paru.

1. Pemasangan intubasi dan ventilator

2. Obat-obat tidak ada yang spesifik untuk ARDS, seperti kortikosteroid, NO

inhalasi

3. Penggunaan surfaktam aerosol, PGE1 almitrin untuk stimulasi pernafasan

4. Ketokonasol adalah obat untuk jamur yang dapat menghambat beberapa

jalur proinflamatori

Prognosis

50% pasien dengan ARDS meninggal sebelum meninggalkan rumah sakit.

Dan hanya 20% yang meninggal akibat kegagalan pernafasan. Prognosis pasien

7

Page 8: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

tergantung dengan ketepatan penanganan berdasarkan etiologinya. Jika terjadi

ARDS, kemungkinan penanganan kausanya tidak berhasil.

B. Sindrom Gawat Nafas Idiopatik Pada Bayi

Definisi

Sindrom gawat nafas idiopatik (idiopatik respiratory distress syndrom,

IRDS) pada bayi baru lahir, juga di sebut penyakit membran hialin, merupakan

kondisi hipoksia dan cerdera paru yang terjadi akibat atelektasis primer yang luas.

Atelektasis primer adalah keadaan kolapsnya alveolus secara substansial yang

dijumpai pada bayi baru lahir. Dengan kolapsnya alveolus, ventilasi menjadi

berkurang. Kemudian terjadi hipoksia yang menyebabkan cedera paru dan

kemudian reaksi inflamasi disertai akumulasi sel darah putih dan pelepasan

berbagai sitokin. Reaksi inflamasi menyebabkan edema dan pembengkakan ruang

interstisial, yang semakin menurunkan pertukaran gas antara kapiler dan alveolus

yang masih berfungsi. Reaksi inflamasi juga menyebabkan terbentuknya membran

hialin, yang merupakan akumulasi fibrin putih yang melapisi alveolus.

Pengendapan fibrin tersebut semakin menurunkan pertukaran gas dan daya regang

paru. Penurunan daya regang paru meningkatkan usaha untuk bernafas.

Penurunan ventilasi alveolus menyebabkan penurunan rasio ventilasi,

perfusi dan vasokontriksi arteriol paru. Untuk setiap usaha ventilasi pada alveolus

yang kolaps, bayi harus mengeluarkan besar energi dalam jumlah besar.

Pengeluaran energi tersebut oleh peningkatan kebutuhan oksigen yang semakin

memperparah sianosis. Pada awlnya bayi akan memperlihatkan nafas yang cepat

dan dangkal sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigennya yang tinggi,

mengakibatkan analisis gas darah pertama alkalosis respiratorik karena

karbondioksida terbuang. Akan tetapi bayi akan segera kelelahan karena kesulitan

8

Page 9: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

mengembangkan alveolus dan parunya dan tidak dapat mempertahankan usaha

respirasinya. Apabila hal ini terjadi usaha bernafas melembat dan gas darah

memperlihatkan asidosis respiratorik (peningkatan karbondioksida) dan awitan

gagal nafas.

Faktor Resiko

Faktor resiko utama untuk RDS (resipiratory distress syndrom) atau gawat

nafas adalah prematuritas. Antara 5% dan 10% bayi prematur menderita sindrom

ini. Semakin prematur bayi semakin tinggi kemungkinan mengalami RDS.

Patofisiologi

Mekanisme prematuritas berkaitan dengan RDS terdiri dari tiga hal yaitu:

1. Pertama, faktor paling penting adalah sel alveolus tipe II penghasil surfaktan

belum matang sampai usia gestasi antara 28 sampai 32 minggu. Dengan

demikian, setiap bayi ynag lahir sebelum surfaktan dibentuk di alveolus

akan menghadapi tegangan permukaan alveolus yang sangat tinggi setiap

kali bernafas. Hal ini sangat berperan menimbulkan atelektasis primer yang

dijumpai pada RDS dan menyebabkan penurunan ventilasi alveolus dam

hipoksia.

2. Kedua, alveolus bayi prematur berukuran sangat kecil dan tidak berlipat-

lipat. Berdasarkan hukum Laplace faktor ini juga berperan dalam

meningkatkan tekanan yang harus dilakukan untuk mengatasi tegangan

permukaan.

3. Ketiga, bayi prematur yang memiliki otot dada yang lemah dan belum

berkembang sehingga hampir mustahil bayi tanpa surfaktan berhasil

mengembangkan alveolusnya setiap kali bernafas selama berjam-jam.

9

Page 10: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Kelompok lain bayi prematur yang beresiko mengalami RDS adalah bayi

yang lahir dari ibu bayi diabetes dependen insulin. Tampaknya insulin

disuntikan menghambat pembentukan sel alveolus tipe II.

Manifestasi Klinis

Peningkatan frekuensi pernafasan

Kulit kehitaman akibat hipoksia

Retraksi antar iga atau dada stiap kali bernafas

Nafas cuping hidung setiap kali bernafas

Banyak bayi selamat dari RDS, pada kasus ini gejala mereda dan

menghilang biasanya dalam 3 hari.

Diagnosis

Dianosis biasanya dibuat berdasarkan penampilan klinis bayi pada saat lahir

disertai riwayat kehamilan.

Gas darah arteri mungkin diambil untuk membantu penegakan diagnosis dan

penatalaksanaan.

Radiografi dada biasanya memperlihatkan kerapatan granural dalam

beberapa jam setelah lahir.

Komplikasi

Untuk sebagian bayi yang selamat dari RDS kemudian mengidap displasi

bronkopulmonalis. Yaitu suatu penyakit pernafasan kronis yang ditandai

pembentukan jaringan parut di alveolus, inflamasi alveolus dan kapiler dan

hipertensi paru.

10

Page 11: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Tanda-tanda dispnea dan hipoksia dapat berlanjut menyebabkan kelelahan,

gagal nafas, kematian bayi, biasanya dalam 3 hari.

Penatalaksanaan

1) Pencegahan adalah pengobatan utama untuk RDS. Tindakan pencegahan ini

mencangkup intervensi prilaku dan terapi farmakologi untuk menunda atau

menghentikan persalinan, dan penentuan usia kehamilan dengan tepat untuk

memperkecil persalinan bayi prematur melalui operasi sesar.

2) Penundaan persalinan dalam 24-48 jam terbukti dapat mengurangi insiden

dan keparahan RDS. Hal ini dikarenakan stres persalinan meningkatkan

pelepasan kortisol dari korteks adrenal ibu dan janinnya. Peningkatan

kortisol terjadi secara alamiah dapat menstimulasi sel alveolus tipe II untuk

memproduksi surfaktan.

3) Penyuntikan kortikosteroid pada ibu paling tidak 24 jam sebelum persalinan

bayi prematur secara bermakna dapat menurunkan insiden RDS. Akan tetapi

ada pertimbangan untuk jangka panjang bayi terpajan dengan kadar steroid

yang tinggi.

4) Apabila bayi lahir dengan RDS, pengobatan yang diberikan bersifat suportif

dan berupa terapi oksigen, lingkungan yang tenang dan hangat untuk

menurunkan kebutuhan oksigen, dukungan nutrisi dan evaluasi berulang gas

darah serta status asam basa.

5) Kemajuan besar dalam pengobatan adalah pengembangan surfaktan buatan.

Surfaktan dapat dialirkan langsung kesaluran nafas bawah bayi yang

memperlihatkan tanda-tanda RDS, dan telah dibuktikan berhasil mengurangi

manifestasi klinis penyakit.

11

Page 12: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Pengobatan ini dikombinasikan dengan penyuntikan steroid pada ibu

memberikan harapan terbaik untuk mengurangi angka kesakitan dan

kematian akibat RDS. Terapi surfaktan telah diberikan pada bayi dengan

sindrom gawat nafas dan hasilnya sangat baik dalam menurunkan morbiditas

dan mortalitas.

12

Page 13: TR jadi

Respiratory Distress Syndrome

Daftar Pustaka

H. Tabrani Rab, Prof. Dr. 2002. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM

Jusuf,Wibisono,dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: FKUNAIR

Jeremy, Richard,dkk. 2007. The Respirastory System at a Glance. Jakarta:

Penerbit Erlangga

J.Corwin, Elizabeth. 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

edisi 6. Penerbit EGC : Jakarta

13