transisi gelas

6
Transisi Gelas Suhu transisi glass (Tg) yaitu suatu keadaan transisi dimana terjadiperubahan dari kondisi glassy ke kondisi rubbery , sehingga pada kondisi rubbery maka polimer akan lebih mudah mengembang dan berikatan dengan material inorganik ( zeolite) sehingga dapat menutup celah (interface) yang ada, akibatnya nilai permeability menjadi turun dan selektifitas menjadi naik(Mulder,1999). Fase transisi gelas biasanya terjadi pada bahan berupa polimer. Sedangkan suhu dimana fase transisi gelas terjadi disebut sebagai titik fase gelas (glassy point). Pada suhu tersebut bahan padat dapat dicetak menjadi suatu bentuk yang dikehendaki, misalnya bentuk lembaran tipis (film) kemasan. Aplikasi suhu transisi gelas banyak dihubungkan dengan polimer. Analogi yang baik untuk strukturnya adalah semangkok mie yang telah dimasak dengan tiap untai mie mewakili molekul polimer plastik. Molekul-molekul polimer dalam plastik seperti untai- untai mie saling berbelit. Pada suhu rendah untai-untai molekul itu mengeras dan plastik nampak padat dan rapuh, seperti gelas (barangkali mirip mie yang belum direbus). Dengan pemanasan, molekul-molekul yang seperti mie dalam plastik tadi mulai meliuk-liuk, dan tergelincir satu sama lain dan akhirnya pada suhu cukup tinggi bergerak dan mengalir serentak.

Upload: mitscheel

Post on 05-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Transisi Gelas

TRANSCRIPT

Page 1: Transisi Gelas

Transisi Gelas Suhu transisi glass (Tg) yaitu suatu keadaan transisi dimana terjadiperubahan dari kondisi glassy

ke kondisi rubbery , sehingga pada kondisi rubbery maka polimer akan lebih mudah mengembang

dan berikatan dengan material inorganik ( zeolite) sehingga dapat menutup celah (interface) yang

ada, akibatnya nilai permeability menjadi turun dan selektifitas menjadi naik(Mulder,1999).

Fase transisi gelas biasanya terjadi pada bahan berupa polimer.  Sedangkan suhu dimana fase

transisi gelas terjadi disebut sebagai titik fase gelas (glassy point).  Pada suhu tersebut bahan

padat dapat dicetak menjadi suatu bentuk yang dikehendaki, misalnya bentuk lembaran tipis

(film) kemasan.

Aplikasi suhu transisi gelas banyak dihubungkan dengan polimer. Analogi yang baik untuk

strukturnya adalah semangkok mie yang telah dimasak dengan tiap untai mie mewakili molekul

polimer plastik. Molekul-molekul polimer dalam plastik seperti untai-untai mie saling berbelit.

Pada suhu rendah untai-untai molekul itu mengeras dan plastik nampak padat dan rapuh, seperti

gelas (barangkali mirip mie yang belum direbus).

Dengan pemanasan, molekul-molekul yang seperti mie dalam plastik tadi mulai meliuk-liuk, dan

tergelincir satu sama lain dan akhirnya pada suhu cukup tinggi bergerak dan mengalir serentak.

Jadi tidak seperti bahan bukan plastik yang tegas suhu perubahan padat ke cairnya (misalnya es

tepat pada suhu 0oC, secara tegas meleleh dari padat ke cair), plastik berubah perlahan dari

padatan ke cairan.

Kalau pada bahan non-plastik kita kenal titik leleh (suhu saat perubahan padat menjadi cair),

pada bahan plastik dikenal suhu transisi gelas (biasa diberi simbol Tg). Tg adalah suhu saat

peningkatan kemudahan-alir plastik mulai terjadi. Nilai Tgbergantung jenis plastiknya dan dapat

diturunkan nilainya dengan bahan yang disebut plastisiser.

Contoh nyata dari apa yang kita diskusikan di atas adalah:

Page 2: Transisi Gelas

1. ketika kita harus membersihkan sisa permen karet di karpet. Kita telah merasakan

sukarnya mengambil sisa permen karet dari karpet tersebut, karena permen tersebut

melekat erat dengan karpet. Tapi bila kita dinginkan sisa permen itu dengan es agar

berada di bawah Tg-nya, sisa permen tersebut akan pecah seperti padatan biasa.

2. Kapas adalah polimer alam (berupa selulosa) dengan Tg = 225 oC. Air dapat berfungsi

sebagai plastisiser kapas, sehingga dapat menurunkan Tg. Jadi dengan menyemprotkan

sedikit air, kerutan pada kain yang terbuat dari kapas lebih mudah dihilangkan. Setelah

dingin bentuk kain yang telah hilang kerutnya akan tetap.

3. Dengan pelan tapi pasti kain katun akan menyerap air dari udara dan kembali ke keadaan

lebih plastik dan dengan mudah kusut lagi. Dengan mencampurkan sedikit polimer lain

poliester ke poli selulosa, menjadikan daya serap air kain berkurang.

4. Nilon dan poliester memiliki Tg yang lebih rendah, akibatnya seterika yang digunakan

pun tidak perlu terlalu panas.

Plastik adalah polimer; rantai panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk

banyak unit molekul berulang, atau "monomer".

Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari 5000 hingga 10.000

satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan pertama bersifat trans dan selanjutnya

cis. Senyawa ini terkandung pada lateks pohon penghasilnya. Pada suhu normal, karet tidak

berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Dengan meningkatnya suhu,

karet akan mengembang, searah dengan sumbu panjangnya. Penurunan suhu akan

mengembalikan keadaan mengembang ini. Inilah al asan mengapa karet bersifat elastik.

Transisi Gelas - Pendahuluan

Adanya keterkaitan antara transisi gelas dengan perubahan yang terjadi pada pangan tepung yang mengandung gula amorfous telah diketahui. Transisi gelas dihubungkan dengan masalah kelengketan (stickiness) dan pengempalan (caking) pada pangan tepung, termasuk tepung buah, campuran gula, kopi bubuk dan susu bubuk (Foster et al, 2005 dari berbagai sumber).

Page 3: Transisi Gelas

Tepung yang mengandung gula amorfous mengalami masalah kelengketan dan pengempalan jika tepung dikontakkan dengan suhu diatas suhu transisi gelas (Tg)-nya. Tg sendiri merupakan fungsi dari kadar air/aktivitas air dari tepung. Pada Tg, viskositas dari bahan amorfous akan sangat menurun sehingga memungkinkan pergerakan molekuler yang lebih besar dan mengakibatkan perilaku lengket. 

Secara umum, kelengketan (stickiness) yang dianggap sebagai awal dari pengempalan (caking) terjadi jika gula amorfous, lemak atau komponen terlarut lainnya membentuk ‘jembatan cair’ diantara partikel-partikel tepung yang berdekatan (kohesi) atau antara partikel tepung dengan permukaan lain seperti dinding pengering semprot (adehesi). Pada tahap selanjutnya, pengempalan terjadi sebagai akibat dari kristalisasi ‘jembatan cair’ (Foster et al, 2005 dari berbagai sumber).

Sebagian besar riset mengenai kelengketan pada tepung amorfous menganggap lengket berlangsung pada satu titik; sehingga pada suatu tingkat kadar air atau aktivitas air tertentu, kelengketan akan terjadi pada suatu suhu tertentu yang dikenal sebagai titik lengket (sticky point temperature). Penelitian ini biasanya menggunakan selang waktu yang pendek dan sering kali suhu tepung meningkat secara cepat sampai perubahan sifat kohesif (kepaduan/kohesifitas/cohesiveness) tepung teramati. Penelitian seperti ini berguna untuk mengukur suhu dan kelembaban yang menyebabkan terjadinya kelengketan segera, dan informasi ini bermanfaat dalam menyelesaikan masalah-masalah kelengketan yang terjadi selama proses pengeringan semprot. Tetapi, penelitian ini tidak bermanfaat jika masalah yang dihadapi adalah kelengketan dan pengempalan yang terjadi selama penyimpanan untuk waktu yang panjang, seperti kasus yang terjadi ketika penyimpanan.

Beberapa peneliti mengasumsikan, dan dalam beberapa kasus membuktikan, bahwa transisi gelas yang terkait dengan perubahan aliran (kelengketan, kristalisasi dan kolaps) berlangsung pada kecepatan yang ditentukan oleh selisih antara T dengan Tg (T - Tg) pada saat Tg telah terlampaui.Peneliti lain mengatakan bahwa transisi gelas yang terkait dengan perubahan aliran (kelengketan, kristalisasi dan kolaps) berlangsung pada T – Tg tertentu, jika terjadi pada kondisi lengket, kristalisasi atau kolaps yang sifatnya mendadak.Foster et al (2005) menjelaskan bahwa Brooks (2000), Paterson et al (2001),dan Paterson et al (2005) telah meneliti kecepatan pelengketan dari laktosa amorfous menggunakan kondisi suhu dan kelembaban (RH) yang berbeda untuk menghasilkan T – Tg yang sama dan berbeda. Penelitian mereka menunjukkan bahwa kecepatan pembentukan kelengketan hanya tergantung pada T – Tg. Duaset kondisi suhu dan RH yang menghasilkan T – Tg yang sama menghasilkan kecepatan pembentukan lengket yang sama. Juga terlihat bahwa pada tepung dengan T – Tg yang berbeda, tingkat kohesifitas yang sama bisa tercapai jika setiap perlakuan memperoleh waktu yang cukup untuk mencapai kondisi tersebut.

Protein yang bersifat labil dalam sistim aqueous sering dikeringbekukan dengan menggunakan gula. Pada preparasi pengeringan beku, protein tersimpan pada struktur amorfous yang dibentuk oleh gula dan terlindung dari degradasi.Sorpsi air dan transisi gelas dari gula amorfous akan sangat mempengaruhi protein. Peningkatan kadar air akan menurunkan suhu transisi gelas (Tg) dan umumnya mempercepat degradasi protein. Transisi gelas menyebabkan kristalisasi gula, yang mengakibatkan hilangnya efek penstabil panas pada protein. Sehingga,

Page 4: Transisi Gelas

informasi dari perilaku gula amorfous dibutuhkan untuk memprediksi dan meningkatkan stabilitas penyimpanan preparat protein – gula.

Mutu dan stabilitas penyimpanan dari susu bubuk sangat dipengaruhi oleh bentuk fisik dari laktosa, yang merupakan salah satu komponen utama dalam susu bubuk. Laktosa biasanya terdapat dalam bentuk gelas amorfous yang bersifat stabil pada suhu dibawah Tg. Gelas laktosa bersifat higroskopis dan dapat menyerap air sehingga menjadi plastis dan menurunkan Tg. Penyimpanan laktosa amorfous pada suhu di atas Tg-nya akan meningkatkan mobilitas molekuler dan menurunkan viskositas sehingga akan terjadi kelengketan, pengempalan dan kristalisasi. Kristalisasi laktosa terjadi pada kondisi bentuk karet (rubbery state) pada suhu di atas Tg. Kecepatan proses akan meningkat dengan meningkatnya perbedaan dari suhu ruang penyimpanan dengan Tg. Perbedaan suhu yang terlalu besar mungkin juga akan memfasilitasi reaksi pencoklatan nonenzimatis dan oksidasi lemak. Kadar air dan aw yang menurunkan Tg menjadi lebih rendah dari suhu ruang penyimpanan oleh karena itu menjadi nilai kadar air atau aw kritis untuk stabilitas penyimpanan.