transistor

33
157 TRANSISTOR 6.1 Pendahuluan (a) (b) Gambar 6.1. Berbagai macam jenis transistor saat ini. Pada awalnya transistor seperti yang terihat pada gambar 6.1 ditemukan pada tahun 1948 oleh sekelompok fisikawan Amerika Serikat yaitu J.Barden, W.Brattain dan W.Shockley di Bell Laboratories. Ketiga fisikawan tersebut akhirnya diberikan penghargaan Nobel pada tahun 1956 atas penemuan mereka tersebut. Komponen yang ditemukan oleh sekelompok fisikawan Amerika tersebut dinyatakan sebagai transistor oleh ilmuwan-ilmuwan Amerika Serikat. Penemuan mereka tersebut merupakan awal dari sebuah revolusi teknologi (technological revolution) yang terus berkelanjutan hingga saat ini. Transistor yang telah mereka temukan tersebut digunakan pada banyak peralatan elektronika yang kompleks hingga pada sistem-sistem yang digunakan saat ini. 6.1.1 Transistor Bipolar (Bipolar Transistor) Pada tahun 1952, salah satu dari sekelompok fisikawan Amerika yang telah menemukan transistor, W.Shockley, menemukan jenis transistor lain yang dinamakan sebagai transistor efek medan listrik (field effect transistor), kemudian akhirnya untuk dapat membedakan penemuan-penemuan tersebut, maka transistor

Upload: umar-sidik

Post on 26-Mar-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Umar Sidik, CV. Electronusa Mechanical Engineering, 2013

TRANSCRIPT

Page 1: Transistor

157

TRANSISTOR

6.1 Pendahuluan

(a)

(b)

Gambar 6.1. Berbagai macam jenis

transistor saat ini.

Pada awalnya transistor seperti

yang terihat pada gambar 6.1

ditemukan pada tahun 1948 oleh

sekelompok fisikawan Amerika Serikat

yaitu J.Barden, W.Brattain dan

W.Shockley di Bell Laboratories.

Ketiga fisikawan tersebut akhirnya

diberikan penghargaan Nobel pada

tahun 1956 atas penemuan mereka

tersebut. Komponen yang ditemukan

oleh sekelompok fisikawan Amerika

tersebut dinyatakan sebagai transistor

oleh ilmuwan-ilmuwan Amerika

Serikat. Penemuan mereka tersebut

merupakan awal dari sebuah revolusi

teknologi (technological revolution)

yang terus berkelanjutan hingga saat

ini. Transistor yang telah mereka

temukan tersebut digunakan pada

banyak peralatan elektronika yang

kompleks hingga pada sistem-sistem

yang digunakan saat ini.

6.1.1 Transistor Bipolar (Bipolar Transistor)

Pada tahun 1952, salah satu dari sekelompok fisikawan Amerika yang telah

menemukan transistor, W.Shockley, menemukan jenis transistor lain yang

dinamakan sebagai transistor efek medan listrik (field effect transistor), kemudian

akhirnya untuk dapat membedakan penemuan-penemuan tersebut, maka transistor

Page 2: Transistor

158

Gambar 6.2. Persambungan PN (PN junction) pada sebuah transistor.

(a)

(b)

Gambar 6.3. (a). Transistor bipolar tipe

NPN.

(b). Transistor bipolar tipe PNP.

yang ditemukan oleh sekelompok

fisikawan (Bardeen, Brattain dan

Shockley) dinyatakan sebagai transistor

bipolar.

Pada prinsipnya transistor bipolar

yang ditemukan oleh Bardeen, Brattain

dan Shockley terdiri atas 3 (tiga) daerah

semikonduktor, yaitu 2 (dua) daerah P

dan 1 (satu) daerah N atau sebaliknya 2

(dua) daerah N dan 1 (satu daerah P).

Ketiga daerah semikonduktor tersebut

dipisahkan oleh 2 (dua) persambungan

PN (PN junction) yang saling

membelakangi (back-to-back) antara

satu dan lainnya seperti yang terlihat

pada gambar 6.2. Transistor bipolar ter-

sebut umumnya disebut sebagai transistor, yaitu transistor persambungan 2 (dua)

kutub (bipolar junction transistor) sederhana yang sering digunakan. Ketiga

daerah yang terdapat pada transistor bipolar tersebut dinyatakan sebagai daerah

basis (base), daerah kolektor (collector) dan daerah emiter (emitter) serta

dinyatakan sebagai B, C dan E secara berturut-turut.

Page 3: Transistor

159

Pada dasarnya 2 (dua) persambungan PN (PN junction) yang terletak di

antara daerah basis (base), daerah kolektor (collector) dan daerah emiter (emitter)

dinyatakan sebagai persambungan basis-kolektor (base-collector junction) bila

berada di antara daerah basis (base) dan daerah kolektor (collector) serta sebagai

persambungan basis-emiter (base-emitter junction) bila berada di antara daerah

basis (base) dan daerah emiter (emitter). Ketiga daerah semikonduktor (base,

collector dan emitter) tersebut dikelompokan ke dalam 2 (bagian), yaitu PNP dan

NPN atau umumnya dinyatakan sebagai transistor PNP dan transistor NPN seperti

yang terlihat pada gambar 6.3. Transistor PNP merupakan kelompok transistor

yang terdiri atas 2 (dua) daerah semikonduktor tipe P dan 1 (satu) daerah

semikonduktor tipe N, sedangkan transistor NPN merupakan kelompok transistor

yang terdiri atas 2 (dua) daerah semikonduktor tipe N dan 1 (satu) daerah

semikonduktor tipe P. Transistor PNP tersebut tersusun atas sebuah daerah N

yang tipis dan berada di antara 2 (dua) daerah P yang lebih tebal, sedangkan

transistor NPN tersusun atas sebuah daerah P yang tipis dan berada di antara 2

(dua) daerah N yang lebih tebal.

Pada dasarnya pengoperasian dari transistor PNP dan transistor NPN adalah

sama kecuali mengenai aturan-aturan elektron dan lubang (holes), polaritas

tegangan sumber (bias voltage) dan arah arus semuanya adalah tebalik. Transistor

PNP dan NPN tersebut umumnya digunakan pada 2 (dua) bidang dasar, yaitu

sebagai penguat linear (linear amplifier) untuk menaikan (boost) atau

memperkuat (amplify) sebuah sinyal elektris dan sebagai saklar elektronik

(electronic switch).

6.1.2 Simbol

Secara umum transistor yang umum digunakan (bipolar transistor)

disimbolkan seperti yang terlihat pada gambar 6.4 di bawah ini. Simbol transistor

tersebut dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu simbol untuk

transistor PNP dan simbol untuk transistor NPN.

Page 4: Transistor

160

Gambar 6.4. Simbol transistor bipolar.

6.2 Rangkaian Transistor

Gambar 6.5. Rangkaian transistor.

Pada dasarnya rangkaian transistor

dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua)

bagian, yaitu:

1. Prategangan maju (forward bias).

2. Prategangan balik (reverse bias).

6.2.1 Prategangan Maju (Forwad Bias)

Gambar 6.6. Syarat untuk membuat

sebuah transistor berkondisi

prategangan maju (forward bias).

Pada prinsipnya sebuah transistor

akan berkondisi prategangan maju

(forward bias) bila 2 (syarat) seperti

yang terlihat pada gambar 6.6

terpenuhi, yaitu:

1. Persambungan basis-emiter (base-

emitter junction) berada pada

kondisi prategangan maju

Page 5: Transistor

161

(forward-biased).

2. Persambungan basis-kolektor (base-collector junction) berada pada kondisi

prategangan balik (reverse-biased).

Gambar 6.7. Rangkaian transistor NPN

dalam kondisi prategangan maju

(forward bias).

Gambar 6.8. Rangkaian transistor PNP

dalam kondisi prategangan maju

(forward bias).

Pada dasarnya persambungan

basis-emiter (base-emiter junction)

pada transistor NPN dapat dibuat

berkondisi prategangan maju (forward

bias) seperti yang terlihat pada gambar

6.7, yaitu dengan menghubungkan

polaritas negatif sumber tegangan

(forward voltage) ke emiter serta

menghubungkan polaritas positif

sumber tegangan (forward voltage) ke

basis, sedangkan untuk membuat

persambungan basis-kolektor (base-

collector junction) pada transistor NPN

menjadi berkondisi prategangan balik

(reverse bias) dapat dilakukan dengan

menghubungkan polaritas positif

tegangan sumber (reverse voltage) ke

kolektor serta menghubungkan polaritas

negatif sumber tegangan (reverse bias)

ke basis.

Pada transistor PNP seperti yang

terlihat pada gambar 6.8 adalah berbeda

, yaitu untuk membuat persambungan basis-emiter (base-emitter junction) pada

transistor PNP menjadi berkonndisi prategangan maju (forward bias), maka

polaritas positif dari tegangan sumber (forward voltage) dihubungkan ke emiter

serta polaritas negatif dari sumber tegangan (forward voltage) dihubungkan ke

basis, sedangkan persambungan basis-kolektor (base-collector junction) pada

Page 6: Transistor

162

transistor PNP dapat dibuat berkondisi prategangan balik dengan menghubungkan

polaritas negatif sumber tegangan (reverse bias) ke kolektor serta

menghubungkan polaritas positif dari tegangan sumber (reverse bias) ke kolektor.

Secara matematis sumber tegangan (forward voltage) yang membentuk

rangkaian prategangan maju (forward voltage) pada transistor NPN dan PNP

dinyatakan sebagai BBE , sedangkan sumber tegangan (reverse voltage) yang

membentuk rangkaian prategangan balik (reverse bias) pada transistor NPN dan

PNP dinyatakan sebagai CCE .

Perhatikan rangkaian penguat yang terdapat pada gambar 6.9 dan 6.10

berikut.

Gambar 6.9. Rangkaian penguat basis bersama (common-base amplifier).

Pada rangkaian tersebut dapat dilihat bahwa tahanan beban (load resistance -

CR ) dihubungkan ke kolektor dan CCE secara seri. Tahanan beban tersebut

memiliki tegangan keluaran (output voltage) sebesar OE , sedangkan tegangan

masukan (input voltage) sebesar SE dihubungkan secara seri ke basis dan BBE .

Tegangan masukan (input voltage) SE dan tegangan keluaran (output voltage)

OE menggunakan basis secara bersama-sama sehingga rangkaian tersebut

umumnya dinyatakan sebagai rangkaian penguat basis bersama atau common-base

Page 7: Transistor

163

(CB) amplifier.

Pada rangkaian tersebut terlihat bahwa basis (base) digunakan secara

bersama-sama oleh sinyal masukan ES dan sinyal keluaran EO sehingga rangkaian

seperti itu dinyatakan sebagai rangkaian penguat basis bersama atau common-base

(CB) amplifier

Gambar 6.10. Pada rangkaian peguat basis bersama (common-base amplifier)

tegangan masukan SE dan tegangan keluaran OE menggunakan basis secara

bersama-sama.

Pada rangkaian tersebut dapat dilihat bahwa persambungan basis-emiter

(base-emiter junction) dalam kondisi prategangan maju (forward bias) sehingga

elektron-elektron yang bersumber dari tegangan masukan SE siap untuk masuk ke

dalam emiter. Elektron-elektron yang telah berada di daerah emiter tersebut

kemudian menyebrangi persambungan basis-emiter (base-emitter junction) untuk

masuk ke dalam daerah basis (base region), karena daerah basis (base region)

yang sangat tipis, maka daerah basis (base region) tersebut memiliki nilai tahanan

yang lebih besar daripada tahanan yang terdapat pada daerah emiter (emitter

region) maupun daerah kolektor (collector region). Daerah basis (base region)

yang memiliki nilai tahanan yang kecil tersebut membuat elektron-elektron yang

Page 8: Transistor

164

di daerah basis (base region) lebih banyak yang menyebrangi persambungan

basis-kolektor (base-collector region) menuju daerah kolektor (collector region)

daripada yang hilang . Elektron-elektron yang telah tiba di daerah kolektor

(collector region) tersebut kemudian menuju ke tahanan beban (load resistance)

hingga akhirnya ditarik oleh polaritas positif pada sumber tegangan (reverse bias).

Pada rangkaian penguat (amplifier) tersebut telah terjadi sebuah penguatan

(amplify) terhadapa tegangan masukan (input voltage) sebesar VA . Perolehan

penguatan (amplify) tersebut merupakan perbandingan antara tegangan keluaran

(output voltage) yang terdapat pada tahanan beban (load resistance - CR ) dengan

tegangan masukan (input voltage). Secara matematis perbandingan perolehan

penguatan (amplify) dapat ditulis sebagai berikut:

S

OV E

EA

Di mana:

VA = Perolehan penguatan (amplify)

OE = Tegangan keluaran (output voltage – volt)

SE = Tegangan masukan (input voltage – volt)

Pada prinsipnya tegangan keluaran (output voltage) yang terdapat pada

tahanan beban (load resistance - CR ) merupakan hasil antara nilai tahanan beban

dan arus keluaran ( CI ). Secara matematis tegangan keluaran (output voltage)

tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

CCO RIE

Di mana:

CI = Arus keluaran atau arus kolektor CI

CR = Tahanan beban Pada prinsipnya tegangan masukan (input voltage) merupakan hasil antara

nilai arus kolektor CI dengan tahanan pada persambungan basis-emiter (base-

emiter junction) saat kondisi prategangan maju (forward bias) terjadi. Secara

Page 9: Transistor

165

matematis tegangan masukan (input voltage) tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

dCS RIE

Di mana:

dR = Tahanan pada persambungan basis-emiter (base-emitter junction)

Kemudian substitusikan kedua persamaan tersebut, yaitu:

d

C

O

CV R

R

I

IA

Pada umumnya perbandingan antara CI dan BI tersebut dinyatakan sebagai

penguatan arus hubung singkat (short-circuit current gain) dari sebuah transistor

di dalam rangkaian penguatan basis bersama (common-base amplifier) serta

disimbolkan dengan fbh .

Kemudian substitusikan fbh ke dalam persamaan di atas, yaitu:

d

CfbV R

RhA

Pada dasarnya arus kolektor CI kurang sedikit daripada arus emiter eI ,

umumnya arus kolektor sekitar 95% daripada arus emiter, namun karena nilai CR

lebih besar daripada dR maka nilai perolehan penguatan (amplify), yaitu VA ,

selalu lebih besar daripada 1 (satu)

6.2.2 Prategangan Balik (Reverse Bias)

Pada prinsipnya sebuah transistor menjadi berkondisi prategangan balik

(reverse bias) bila kedua syarat prategangan maju (forward bias) tidak dilakukan.

6.3 Parameter Transistor

Pada dasarnya transistor memiliki 15 parameter untuk menjelaskan

karakteristik transistor tersebut seperti yang terlihat pada gambar 6.11 di bawah

ini, yaitu:

1. Tegangan basis-kolektor (base-collector voltage).

Page 10: Transistor

166

2. Tegangan langsung emiter-kolektor (emitter-collector direct voltage).

3. Tegangan tak langsung emiter-kolektor (emitter-collector indirect voltage)

4. Tegangan basis-emiter (base-emitter voltage).

5. Tegangan jenuh kolektor (collector saturation voltage)

6. Tahanan masukan sinyal kecil (small-signal input resistance).

7. Admitansi keluaran sinyal kecil (small-signal output admittance).

8. Perbandingan hantaran tegangan balik sinyal kecil

(small-signal reverse-voltage transfer ratio).

9. Penguatan arus maju sinyal kecil (small-signal forward-current gain).

10. Penguatan arus maju dc (dc forward-current gain).

11. Pembuangan kolektor (collector dissipation).

12. Frekuensi terputus (cutoff frequency).

13. Arus terputus kolektor-emiter terbuka (collector-cutoff current)

14. Arus terputus kolektor-basis terbuka (collector-cutoff current).

15. Kapasitansi basis-kolektor (base-collector capacitance)

Gambar 6.11. Beberapa parameter pada transistor

6.3.1 Tegangan Basis-Kolektor (Base-Collector Voltage)

Pada dasarnya tegangan basis-kolektor atau yang disebut juga dengan base-

Page 11: Transistor

167

collector voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.12 di bawah ini merupakan

tegangan maksimum yang dapat diberikan kepada kolektor (collector) dan basis

(base) dari sebuah transistor saat hubungan emiter (emitter) dalam kondisi terbuka

(opened emitter). Secara sederhana tegangan basis-kolektor (base-collector

voltage) dapat disamakan dengan tegangan maksimum yang dapat diberikan pada

sebuah transistor untuk membuat persambungan basis-kolektor (base-collector

junction) menjadi berkondisi prategangan balik (reverse bias). Secara matematis

tegangan basis-kolektor (base-collector voltage) disimbolkan dengan CBOV .

(a) (b)

Gambar 6.12. (a). Base-collector voltage pada transistor NPN.

(b). Base-collector voltage pada transistor PNP.

6.3.2 Tegangan Langsung Emiter-Kolektor

(Emitter-Collector Direct Voltage)

(a) (b)

Gambar 6.13. (a). Emitter-collector direct voltage pada transistor NPN.

(b). Emitter-collector direct voltage pada transistor PNP.

Page 12: Transistor

168

Pada dasarnya tegangan langsung emiter-kolektor atau yang disebut juga

dengan emitter-collector direct voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.13 di

atas merupakan tegangan maksimum yang dapat diberikan kepada kolektor

(collector) dan emiter (emitter) dari sebuah transistor saat hubungan antara basis

(base) dan emiter (emitter) berada dalam kondisi hubung-singkat (short circuit).

Nilai tegangan langsung emiter-kolektor (emitter-collector direct voltage) tersebut

umumnya bernilai 21 dari CBOV (base-collector voltage).

6.3.3 Tegangan Tak Langsung Emiter-Kolektor

(Emitter-Collector Indirect Voltage)

(a) (b)

Gambar 6.14. (a). Collector-emitter voltage dengan tahanan kolektor-emitor pada

transistor NPN.

(b). Collector-emitter voltage dengan tahanan kolektor-emitor pada transistor

PNP.

Pada dasarnya tegangan tak langsung emiter-kolektor atau yang disebut juga

dengan emitter-collector indirect voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.14 di

atas merupakan tegangan maksimum yang dapat diberikan kepada emiter (emitter)

dan kolektor (collector) dengan resistor di antara emiter (emitter) dan kolektor

Page 13: Transistor

169

(collector) tersebut. Nilai tegangan tak langsung emiter-kolektor (emitter-colletor

indirect voltage) tersebut umumnya lebih besar daripada CESV (emitter-collector

direct voltage) dan lebih kecil daripada CBOV (base-collector voltage)

6.3.4 Tegangan Basis-Emiter (Base-Emitter Voltage)

(a) (b)

Gambar 6.15. (a). base-emitter voltage pada transistor NPN.

(b). base-emitter voltage pada transistor PNP.

Pada dasarnya tegangan basis-emiter atau yang disebut juga dengan base-

emitter voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.15 di atas merupakan tegangan

maksimum yang dapat diberikan kepada emiter (emitter) dan basis (base) dari

sebuah transistor saat kolektor (collector) terbuka. Tegangan basis-emiter (base-

emitter voltage) adalah parameter yang sebaiknya diketahui untuk membuat

persambungan basis-emiter (base-emitter junction) menjadi berkondisi

prategangan maju (forward bias). Secara matematis tegangan basis-emiter (base-

emitter voltage) disimbolkan dengan EBOV .

6.3.5 Tegangan Jenuh Kolektor (Colletor Saturation Voltage)

Pada dasarnya tegangan jenuh kolektor atau yang disebut juga dengan

collector saturation voltage seperti yang terlihat pada gambar 6.16 di bawah ini

Page 14: Transistor

170

merupakan tegangan yang dibutuhkan oleh kolektor (collector) dan emiter

(emitter) untuk membuat sebuah transistor dapat menghantarkan arus listrik

dengan optimal. Tegangan jenuh kolektor (collector saturation voltage) adalah

parameter yang sebaiknya diketahui untuk mengoperasikan transistor sebagai

saklar (switch mode). Secara matematis tegangan jenuh kolektor (collector

saturation voltage) disimbolkan dengan satCEV , .

(a) (b)

Gambar 6.16. (a). Collector saturation pada transistor NPN.

(b). Collector saturation pada transistor PNP.

6.3.6 Tahanan Masukan Sinyal Kecil (Small-Signal Input Resistance)

Pada prinsipnya tahanan masukan sinyal kecil atau yang disebut juga dengan

small-signal input resistance seperti yang terlihat pada gambar 6.17 di bawah ini

merupakan tahanan masukan dari sebuah transistor dengan keluaran yang

dihubung singkat (short circuit). Tahanan masukan sinyal kecil (small-signal

input resistance) adalah parameter yang sebaiknya diketahui untuk

mengoperasikan transistor sebagai penguat basis bersama (common base

amplifier) maupun sebagai penguat emiter bersama (common emitter amplifier).

Secara matematis tahanan masukan sinyal kecil (small-signal input resistance)

disimbolkan dengan ibh dan ieh . Subskrip kedua pada kedua simbol tersebut

menunjukan jenis rangkaian transistor yang dioperasikan, yaitu b untuk basis

bersama (common base) dan e untuk emiter bersama ( common emitter).

Page 15: Transistor

171

(a) (b)

(a) (b)

Gambar 6.17. (a). Small-Signal Input Resistance pada common-emitter (NPN).

(b). Small-Signal Input Resistance pada common-emitter (PNP).

(c). Small-Signal Input Resistance pada common-base (NPN).

(d). Small-Signal Input Resistance pada common-base (PNP).

6.3.7 Admitansi Keluaran Sinyal Kecil (Small-Signal Output Admittance)

Pada prinsipnya admitansi keluaran sinyal kecil atau yang disebut juga

dengan (small-signal output admittance) merupakan admintansi keluaran dari

sebuah transistor saat tegangan masukan (input voltage) sedang tidak terhubung

(opened input). Secara matematis admitansi keluaran sinyal kecil (small-signal

output admittance) disimbolkan dengan obh dan oeh .

6.3.8 Perbandingan Hantaran Tegangan Balik Sinyal Kecil

(Small-Signal Reverse-Voltage Transfer Ratio)

Page 16: Transistor

172

Pada prinsipnya perbandingan hantaran tegangan balik sinyal kecil atau yang

disebut juga dengan small-signal reverse-voltage transfer ratio merupakan

perbandingan dari tegangan yang terjadi pada masukan transistor (input voltage)

terhadap tegangan yang dihasilkan pada keluaran (output voltage) saat keadaan

tegangan masukan (input voltage) tidak terhubung (opened input). Secara

matematis perbandingan hantaran tegangan balik sinyal kecil (small-signal

reverse-voltage transfer ratio) disimbolkan dengan rbh dan reh .

6.3.9 Penguatan Arus Maju Sinyal Kecil

(Small-Signal Forward-Current Gain)

Gambar 6.18. Small-signal forward-

current gain pada sebuah common

emitter amplifier.

Pada prinsispnya penguatan arus

maju sinyal kecil atau yang disebut juga

dengan small-signal forward-current

gain seperti yang terlihat pada gambar

6.18 di samping ini merupakan

perbandingan antara arus keluaran

(output current) dan arus masukan

(input current) saat keluaran dihubung

singkat (short-circuit). Penguatan arus

maju sinyal kecil (small–signal

forward-current gain) adalah parameter

yang sebaiknya diketahui saat mengoperasikan transistor sebagai penguat

(amplifier). Secara matematis penguatan arus maju sinyal kecil (small-signal

forward-current gain) disimbolkan dengan fbh dan feh . Subskrip kedua pada

kedua simbol tersebut menunjukan jenis penguatan yang dioperasikan, yaitu b

untuk penguat basis bersama (common base amplifier) dan e untuk penguatan

emiter bersama (common emiter amplifier).

6.3.10 Penguatan Arus Maju DC (DC Forward-Current Gain)

Pada prinsipnya penguatan arus maju dc (direct current) atau yang disebut

Page 17: Transistor

173

juga dengan dc forward-current gain merupakan perbandingan antara arus dc

(direct current) kolektor (collector) dan arus dc basis (base) pada sebuah

transistor di dalam rangkaian penguat emiter bersama (common emitter amplifier).

Penguatan arus maju dc (dc forward-current gain) adalah parameter yang

sebaiknya diketahui saat mengoperasikan transistor sebagai penguat emiter

bersama (common emmiter amplifier). Secara matematis penguatan arus maju dc

(dc forward-current gain) tersebut disimbolkan dengan FEh . Subskrip dengan

huruf besar merupakan parameter yang digunakan untuk arus dc (direct current)

sedangkan subskrip dengan huruf kecil digunakan untuk arus ac (alternating

current) maupun sinyal tegangan lainnya yang tidak linear.

6.3.11 Pembuangan Kolektor (Collector Dissipation)

(a) (b)

Gambar 6.19. (a). Collector dissipation pada common-emitter (NPN).

(b). Collector dissipation pada common-emitter (PNP).

Pada dasarnya pembuangan kolektor atau yang disebut juga dengan collector

dissipation seperti yang terlihat pada gambar 6.19 di atas merupakan jumlah daya

yang dikeluarkan oleh kolektor (collector) di dalam sebuah transistor.

Pembuangan daya (collector dissipation) tersebut adalah hasil antara arus dc

(direct current) kolektor (collector) dan tegangan dc kolektor-emitor (dc

collector-emitter voltage). Pembuangan kolektor (collector dissipation) tersebut

Page 18: Transistor

174

adalah parameter yang sebaiknya diketahui untuk mengoperasikan transistor

menjadi penguat (amplifier). Secara matematis pembuangan kolektor disimbolkan

dengan CP .

6.3.12 Frekuensi Terputus (Cutoff Frequency)

Pada prinsipnya frekuensi terputus atau yang disebut juga dengan cutoff

frequency merupakan penguatan arus maju sinyal kecil (small-signal forward-

current gain) yang nilainya mencapai 0,707 kali daripada nilainya pada frekuensi

1 KHz. Secara matematis frekuensi terputus (cutoff frequency) tersebut

disimbolkan dengan hfbf dan hfef .

6.3.13 Arus Terputus Kolektor (Emitter Terbuka)

(Collector-Cutoff Current)

Pada prinsipnya arus terputus kolektor (emiter terbuka) atau yang disebut

juga dengan collector-cutoff current merupakan kebocoran arus (current leakage)

jenuh (saturation) yang mengalir di antara kolektor (collector) dan basis (base)

saat emiter (emitter) dalam keadaan terbuka (opened emitter). Arus terputus

kolektor (collector-cutoff current) saat emiter terbuka (opened emitter) tersebut

merupakan parameter yang sebaiknya diketahui untuk melakukan efisiensi pada

sebuah transistor yang dikonfigurasikan menjadi sebuah penguat (amplifier).

Secara matematis arus terputus kolektor (collector-cutoff current) saat emiter

terbuka (opnend emitter) tersebut disimbolkan dengan CBOI dan COI .

6.3.14 Arus Terputus Kolektor (Basis Terbuka)

(Collector-Cutoff Current)

Pada prinsipnya arus terputus kolektor (basis terbuka) atau yang disebut juga

dengan collector-cutoff current merupakan kebocoran (leakage) arus jenuh

(saturation current) yang mengalir di antara kolektor (collector) dan emiter

(emitter) saat basis (base) dalam kondisi terbuka (opened base). Secara matematis

arus terputus kolektor (collector-cutoff current) saat basis terbuka (opened base)

Page 19: Transistor

175

disimbolkan dengan CEOI .

6.4.15 Kapasitansi Basis-Kolektor (Collector-Base Capacitance)

Pada prinsipnya kapasitansi basis-kolektor atau yang disebut juga dengan

collector-base capacitance merupakan kapasitansi pada sebuah transistor yang

melintasi basis (base) dan kolektor (collector). Kapasitansi basis-kolektor (base-

collector capacitance) tersebut akan meningkat nilainya sesuai dengan

peningkatan frekuensi yang terjadi pada transistor dan hal tersebut perlu

diperhatikan saat mengoperasikan transistor pada aplikasi rangkaian frekuensi

tinggi (high frekuensi). Secara matematis kapasitansi basis-kolektor (base-

collector capacitance) disimbolkan dengan obC dan cbC

6.4 Analisa Transistor

Pada dasarnya transistor dapat digunakan pada berbagai aplikasi rangkaian

yang membutuhkan penguatan (amplifying) dan pensaklaran (switching). Berikut

ini adalah beberapa analisa dari aplikasi-aplikasi rangkaian tersebut.

6.4.1 Transistor Sebagai Saklar

Gambar 6.20. Grafik hubungan antara

keadaan terhubung (saturation) dan

keadaan terputus (cutoff) pada sebuah

transistor.

Pada umumnya transistor

digunakan sebagai saklar elektronik

(electronic switching) pada aplikasi-

aplikasi rangkaian yang membutuhkan

tingkat pensaklaran (switch timing)

cukup singkat. Transistor-transistor

yang digunakan sebagai saklar tersebut

dapat berupa transistor tipe NPN seperti

2N2219, 2N222 dan 2N3053 maupun

transistor tipe PNP seperti 2N3905,

2N3906 dan 2N4126.

Page 20: Transistor

176

Gambar 6.21. Transistor NPN yang

dioperasikan sebagai sebuah saklar

(switch mode) elektronik (electronic

switch).

Gambar 6.22. Kolektor dan emiter

dihubung singkat (short circuit) untuk

mengetahui nilai dari arus jenuh

kolektor (collector saturation current).

Pada prinsipnya penggunaan

transistor sebagai saklar dapat

dilakukan dengan memanfaatkan 2

(hal) seperti yang terlihat pada gambar

6.20, yaitu:

1. Keadaan saturasi (saturation) pada

transistor.

2. Keadaan terputus (cutoff) pada

transistor.

Keadaan saturasi (saturation) pada

transistor tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai keadaan saklar yang tertutup

(closed switch). Transistor yang sedang

dalam kondisi saturasi (saturation)

tersebut akan menghantarkan arus

kolektor (collector current) sebesar CI

kepada beban, sedangkan pada saat

kondisi terputus (cutoff), maka

transistor akan beroperasi layaknya

seperti saklar yang terbuka (opened

switch).

Perhatikan rangkaian pensaklaran

(switching circuit) pada gambar 6.21.

Pada gambar tersebut dapat dilihat

sebuah rangkaian pensaklaran

(switching circuit) yang dioperasikan

dengan menggunakan tegangan step

(step voltage) sebagai tegangan

masukan transistor. Tegangan step (step

voltage) yang digunakan sebagai

Page 21: Transistor

177

Gambar 6.23. Transistor dalam keadaan

terhubung (saturation).

tegangan masukan transistor tersebut

dinyatakan sebagai tegangan yang

membuat persambungan basis-emiter

(base-emitter junction) menjadi

berkondisi prategangan maju dan

disimbolkan dengan BBV (tegangan

basis).

Pada gambar di atas kita dapat

mengetahui arus basis BI sebesar:

B

BEB R

VI

BBV

Di mana:

BI = Arus basis (Ampere)

BBV = Tegangan basis (5 volt)

BEV = Tegangan basis-emiter (0,7 volt)

BR = Tahanan basis K2

Maka substitusikan persamaan di atas dengan nilainya masing-masing.

K

VVI B 2

7,05

mAK

VI B 15,2

2

3,4

Setelah mendapatkan arus basis BI sebesar 2,15 mA, maka selanjutnya kita

harus mengetahui arus jenuh kolektor (collector saturation current) seperti yang

terlihat pada gambar 6.22. Arus jenuh kolektor (collector saturation current)

tersebut dapat diketahui dengan cara menghubung singkat (short circuit) kolektor

dan emiter sehingga arus jenuh kolektor tersebut adalah:

C

CCsatC R

VI ,

Di mana:

Page 22: Transistor

178

satCI , = Arus jenuh kolektor (Ampere)

CCV = Tegangan kolektor volt9

CR = Tahanan kolektor 500

Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan, yaitu:

mAvolt

I satC 15600

9,

Pada rangkaian seperti yang terlihat pada gambar 6.23 tersebut dipasang

sebuah LED (light emitting diode) yang akan nyala bila saklar tertutup (closed

switch), yaitu saat transistor dalam kondisi saturasi (saturation), sedangkan saat

transistor dalam kondisi terputus (cutoff), maka LED tersebut akan padam. Saat

transistor dalam keadaan saturasi (saturation) tersebut, maka arus yang akan

mengalir kepada LED adalah (umumnya tegangan LED adalah 2 volt):

C

LEDCCLED R

VVI

Di mana:

LEDI = Arus LED (Ampere)

LEDV = Tegangan LED volt3

Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan, yaitu:

600

29 voltvoltI LED

mAvolt

I LED 12600

7

Maka arus yang mengalir kepada LED saat transistor saturasi (saturation)

adalah sebesar mA12 .

6.4.2 Transistor Dengan Pembagi Tegangan (Voltage Divider)

Pada dasarnya transistor dengan pembagi tegangan umum digunakan pada

aplikasi rangkaian-rangkaian linear. Transistor dengan pembagi tegangan tersebut

merupakan salah satu analisa transistor yang sebaiknya diketahui untuk

mengoperasikan transistor sebagai penguat (amplifier). Perhatikan rangkaian

Page 23: Transistor

179

dengan pembagi tegangan pada gambar 6.24 di bawah ini.

Gambar 6.24. Rangkaian transistor

dengan pembagi tegangan (voltage

divider).

Gambar 6.25. 1R dan 2R membentuk

sebuah pembagi tegangan (voltage

divider).

Pada rangkaian transistor tersebut

terlihat bahwa transistor disusun

dengan menggunakan 1R , 2R , CR dan

ER . Susunan 1R dan 2R pada

rangkaian transistor tersebut

membentuk suatu pembagi tegangan

seperti yang terlihat pada gambar 6.25

dan oleh karena itu rangkaian transistor

tersebut dinyatakan sebagai transistor

dengan pembagi tegangan. Pembagi

tegangan yang dibentuk oleh 1R dan

2R tersebut akan memberikan tegangan

kepada basis transistor BV seperti

yang terlihat pada gambar 6.26.

Tegangan yang diberikan kepada basis

tersebut sering dinyatakan sebagai

tegangan Thevenin dan disimbolkan

dengan THV . Secara matematis

tegangan yang dihasilkan oleh pembagi

tegangan tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

CCTH VRR

RV

21

2

Di mana:

THV = Tegangan yang dihasilkan oleh

pembagi tegangan

tegangan Thevenin).

1R = Tahanan pada 1R .

Page 24: Transistor

180

Gambar 6.26. Tegangan Thevenin

THV adalah sama dengan tegangan

basis BV .

Gambar 6.27. Rangkaian ekivalen.

2R = Tahanan pada 2R .

CCV = Tegangan kolektor volt .

Maka substitusikan nilai-nilai

tersebut ke dalam persamaan di atas,

yaitu:

voltKK

KVTH 15

5,58

5,5

voltK

KVTH 15

5,13

5,5

voltvoltVTH 1,615407,0

Maka nilai tegangan yang

dihasilkan oleh pembagi tegangan atau

disebut juga dengan tegangan Thevenin

adalah sebesar volt1,6 . Tegangan

tersebut akan diberikan kepada basis

sehingga tegangan basis adalah sama

dengan tegangan Thevenin.

voltVV THB 1,6

1R dan 2R pada rangkaian

transistor tersebut merupakan 2 (dua)

tahanan yang disusun secara paralel,

maka kedua tahanan 21 RdanR

tersebut dapat diganti dengan tahanan

ekivalen yaitu sebesar THR (tahanan

Thevenin).

Tahanan Thevenin THR tersebut adalah:

21

111

RRRTH

Di mana:

Page 25: Transistor

181

THR = Tahanan pengganti 1R dan 2R (tahanan Thevenin).

Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan di atas, yaitu:

21

111

RRRTH

21

1

21

21

RR

R

RR

R

RTH

21

211

RR

RR

RTH

21

21

1 RR

RRRTH

21

21

RR

RRRTH

KK

KKRTH 5,58

5,58

33

33

105,5108

105,5108THR

33

6

1026,3105,13

1044THR

KRTH 26,3

Setelah mendapatkan nilai tahanan ekivalen tersebut maka selanjutnya kita

harus mengetahui arus yang mengalir pada emitter EI . Secara matematis arus

emitter EI tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

E

BETHE R

VVI

Di mana:

EI = Arus emitter (Ampere)

THV = Tegangan Thevenin volt

BEV = Tegangan basis-emiter volt7,0

ER = Tahanan emitter

Page 26: Transistor

182

Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan di atas, yaitu:

K

voltvoltI E 3

7,01,6

mAK

voltI E 8,1

3

4,5

Maka arus emiter EI pada rangkaian transistor dengan pembagi tegangan

tersebut adalah mA8,1 . Rangkaian transistor dengan pembagi tegangan tersebut

dapat disamakan dengan rangkaian yang terlihat pada gambar 6.27.

6.4.3 Transistor Sebagai Penguat

Gambar 6.28. Rangkaian penguat

transistor (amplifier circuit).

Pada dasarnya sebuah transistor

memiliki tahanan tersendiri di dalam

emitter. Tahanan tersebut akan

berfungsi bila transistor diberikan

tegangan ac (alternating current)

ataupun tegangan non-linear lainnya.

Tahanan pada emiter tersebut

dinyatakan sebagai tahanan ac

(alternating current) transistor dan

disimbolkan dengan er ' . Besarnya

tahanan ac (alternating current) pada

transistor tersebut adalah:

Ee I

mVr

25'

Di mana:

er ' = Tahanan ac (alternating current) transistor .

EI = Arus emiter (Ampere).

Perhatikan rangkaian pada gambar 6.28 di atas.

Rangkaian pada gambar di atas merupakan rangkaian transistor dengan

pembagi tegangan (voltage divider) yang tidak memiliki tahanan kolektor CR

Page 27: Transistor

183

serta memiliki sebuah kapasitor di antara tegangan masukan (input voltage) dan

pembagi tegangan (voltage divider). Kapasitor yang terletak di antara tegangan

masukan (input voltage) dan pembagi tegangan (voltage divider) tersebut

berfungsi sebagai penghantar tegangan masukan yang berupa tegangan ac

(alternating current) kepada pembagi tegangan.

Pada rangkaian tersebut dapat diperoleh tegangan Thevenin sebesar volt1,6 .

voltVTH 1,6

Maka tegangan emitor adalah EV .

BEBE VVV

BETHE VVV

voltvoltvoltVE 4,57,01,6

Pada rangkaian tersebut terlihat bahwa kolektor terhubung langsung dengan

tegangan sumber maka tegangan kolektor CV adalah sama dengan tegangan

sumber CCV .

Gambar 6.29. Transistor memiliki

tahanan ac pada bagian emiter.

voltVV CCC 15

Arus emiter EI pada rangkaian

tersebut adalah mA8,1 .

mAI E 8,1

Maka tahanan ac (alternating

current) transistor adalah seperti yang

terlihat pada gambar 6.29 yaitu:

Ee I

mVr

25'

9,138,1

25'

mA

mVr e

Maka perolehan penguatan tegangan adalah:

eE

E

rR

RA

'

Page 28: Transistor

184

9,133

3

K

KA

9,13000.3

000.3A

995,09,013.3

000.3

A

Maka tegangan keluaran mempunyai puncak tegangan seperti yang terlihat

pada gambar 6.30 di bawah ini, yaitu:

voltvoltvout 99,12995,0

dan tegangan keluaran tersebut adalah:

voltvoltvoltV positifPuncak 39,799,14,5

voltvoltvoltV negatifPuncak 41,399,14,5 .

Gambar 6.30. Analisa rangkaian penguat transistor (amplifier circuit).

6.4.4 Transistor Sebagai Pengumpan Balik

Pada dasarnya transistor umum digunakan sebagai pengumpan balik dengan

menggunakan kolektor (collector) dari transistor tersebut. Rangkaian pegumpan

balik tersebut umumnya digunakan pada aplikasi-aplikasi rangkaian kontrol

(control) maupun penapis (filter).

Perhatikan rangkaian umpan-balik kolektor pada gambar 6.31 di bawah ini.

Pada rangkaian umpan-balik kolektor tersebut terlihat transistor disusun

Page 29: Transistor

185

bersama BR dan CR . Tahanan basis BR , tahanan kolektor CR , tegangan

kolektor CCV dan tegangan kolektor-emiter CEV pada rangkaian tersebut

membentuk sebuah simpul tertutup dan simpul tertutup tersebut dinyatakan

sebagai simpul kolektor. Secara matematis simpul kolektor tersebut dapat ditulis

sebagai berikut:

0 CBCCCCE RIIVV

Gambar 6.31. Rangkaian umpan-balik

kolektor.

Pada persamaan tersebut nilai arus

basis BI dapat diabaikan karena

nilainya yang sangat kecil daripada

nilai arus kolektor CI sehingga

persamaan tersebut menjadi:

0 CCCCCE RIVV

Maka arus kolektor pada transistor

tersebut adalah:

CCCECC VVRI

CECCCC VVRI

C

CECCC R

VVI

Persamaan di atas merupakan persamaan simpul kolektor, kemudian jika kita

perhatikan pada simpul basis, maka simpul tersebut terdiri atas tahanan basis

BR , tegangan basis-emiter BEV , arus basis BI , arus kolektor CI dan

tahanan kolektor CR . Komponen-komponen pada simpul basis tersebut

membuat sebuah persamaan simpul basis, yaitu:

0 BBCCCCBE RIRIVV

Di manaFE

CB

B

CFE h

II

I

Ih , maka:

0 BFE

CCCCCBE R

h

IRIVV

Page 30: Transistor

186

0

C

FE

BCCCBE I

h

RRVV

0

CCBE

FE

BCC VV

h

RRI

CCBEFE

BCC VV

h

RRI

BECCFE

BCC VV

h

RRI

FEBC

BECCC hRR

VVI

Kemudian masukan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan, yaitu:

100

7,43,5

7,015

KK

voltvoltIC

473,5

3,14

K

voltIC

47300.5

3,14 voltIC

mAvolt

IC 63,2347.5

3,14

Maka arus kolektor CI pada rangkaian umpan balik tersebut adalah

mA63,2 .

6.4.5 Transistor Sebagai Umpan-Balik Emiter

Pada dasarnya transistor juga umum digunakan sebagai umpan-balik emiter.

Rangkaian umpan-balik emiter tersebut merupakan pengaturan terhadap kenaikan

arus kolektor CI untuk menghasilkan kenaikan tegangan pada tahanan emiter

EV dan penurunan arus basis BI serta arus kolektor CI . Rangkaian umpan

balik tersebut umumnya digunakan pada aplikasi-aplikasi rangkaian kendali

(control) dan penapis (filter).

Page 31: Transistor

187

Perhatikan rangkaian pada gambar 6.32 dan 6.33 di bawah ini.

Pada rangkaian tersebut terlihat bahwa transistor disusun secara bersama

dengan tahanan basis BR , tahanan kolektor CR , tahanan emiter ER ,

tegangan kolektor-kolektor CCV dan tegangan basis-basis BBV .

Gambar 6.32. Rangkaian umpan-balik

emiter. Gambar 6.33. Rangkaian ekivalen.

Pada simpul kolektor dapat kita perhatikan bahwa simpul tersebut terdiri atas

tegangan kolektor-emiter CEV , arus emiter EI , tahanan emiter ER , tegangan

kolektor-kolektor CCV , arus kolektor CI dan tahanan kolektor CR . Secara

matematis simpul kolektor tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

0 CCCCEECE RIVRIV

Seperti yang sudah dibahasa pada bagian sebelumnya bahwa arus kolektor

CI umumnya adalah 95% dari arus emiter EI , maka arus kolektor dari

persamaan tersebut adalah:

0 CCCCECCE RIVRIV

0 CCECCCCE RIRIVV

0 CCECCCE IRRVV

CCCECCE VVIRR

CECCCCE VVIRR

Page 32: Transistor

188

CE

CECCC RR

VVI

Pada simpul basis dapat kita perhatikan bahwa simpul tersebut terdiri atas

tegangan basis-emiter BEV , arus emiter EI , tahanan emiter ER , tegangan

kolektor-kolektor CCV , arus basis BI dan tahanan basis BR . Secara

matematis simpul basis tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

0 BBCCEEBE RIVRIV

Di manaFE

CB

B

CFE h

II

I

Ih , maka arus kolektor CI adalah:

0 BFE

CCCEEBE R

h

IVRIV

0 BFE

CCCECBE R

h

IVRIV

0 BFE

CECCCBE R

h

IRIVV

0

C

FE

BECCBE I

h

RRVV

CCBECFE

BE VVI

h

RR

BECCCFE

BE VVI

h

RR

FEBE

BECCC hRR

VVI

Maka substitusikan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan di atas, yaitu:

1008,11

7,09

KK

voltvoltIC

18000.1

3,8 voltIC

Page 33: Transistor

189

mAvolt

IC 15,8018.1

3,8

Maka arus kolektor CI pada rangkaian umpan-balik emiter tersebut adalah

mA15,8 .