translate jurnal

11
OUTCOME FUNGSIONAL SETELAH TERAPI FRAKTUR COLLES: SEBUAH PENELITIAN KOMPARATIF REDUKSI TERTUTUP DAN PEMASANGAN PLASTER CAST VERSUS FIKSASI KIRSCHNER WIRE ABSTRAK Fraktur Colles adalah fraktur bagian distal os radial yang paling sering terjadi. Terdapat banyak klasifikasi dan berbagai jenis pilihan terapi, dengan hasil yang juga bervariasi. Berbagai jenis penelitian dengan hasil jangka- pendek dan jangka-panjang dari terapi fraktur colles berhubungan dengan deformitas dan kehilangan fungsi. Hal ini mendorong kami untuk melakukan sebuah penelitian komparatif untuk menentukan outcome fungsional dengan analisis klinik- radiologi dari pasien-pasien fraktur colles yang diterapi dengan hanya reduksi tertutup dancast versus reduksi tertutup, fiksasi Kirschner Wire, dan cast. Pada follow-up terakhir, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada outcome fungsional yang didapat dengan reduksi tertitip dan castversus reduksi tertutup, fiksasi Kirschner Wire, dan cast. PENDAHULUAN Fraktur-fraktur yang terjadi di daerah dekat sendi pergelangan tangan yang disebabkan jatuh dengan tangan terentang menjadi satu dari sekian banyak kelompok besar trauma pada tulang dan diperkirakan berjumlah total 1/6 kejadian dari semua fraktur yang ditemukan dan diterapi di instalasi gawat 1

Upload: mentari64

Post on 02-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

translate jurnal

TRANSCRIPT

OUTCOME FUNGSIONAL SETELAH TERAPI FRAKTUR COLLES: SEBUAH PENELITIAN KOMPARATIF REDUKSI TERTUTUP DAN PEMASANGANPLASTER CASTVERSUS FIKSASI KIRSCHNER WIRE

ABSTRAKFraktur Colles adalah fraktur bagian distal os radial yang paling sering terjadi. Terdapat banyak klasifikasi dan berbagai jenis pilihan terapi, dengan hasil yang juga bervariasi. Berbagai jenis penelitian dengan hasil jangka-pendek dan jangka-panjang dari terapi fraktur colles berhubungan dengan deformitas dan kehilangan fungsi. Hal ini mendorong kami untuk melakukan sebuah penelitian komparatif untuk menentukan outcome fungsional dengan analisis klinik-radiologi dari pasien-pasien fraktur colles yang diterapi dengan hanya reduksi tertutup dancast versus reduksi tertutup, fiksasi Kirschner Wire, dan cast. Pada follow-up terakhir, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada outcome fungsional yang didapat dengan reduksi tertitip dan castversus reduksi tertutup, fiksasi Kirschner Wire, dan cast.

4

PENDAHULUANFraktur-fraktur yang terjadi di daerah dekat sendi pergelangan tangan yang disebabkan jatuh dengan tangan terentang menjadi satu dari sekian banyak kelompok besar trauma pada tulang dan diperkirakan berjumlah total 1/6 kejadian dari semua fraktur yang ditemukan dan diterapi di instalasi gawat darurat. Seiring berjalannya waktu, pola epidemiologi dari fraktur telah berubah dari fraktur non-kominutif ekstra-artikuler seperti yang secara klasik digambarkan oleh Colles menjadi suatu fraktur kominutif artikuler yang berhubungan dengan kecelakaan dengan kecepatan tinggi (high velocity trauma).Modalitas terapi untuk fraktur ini juga berubah seiring dengan berjalannya waktu sebagaimana yang terjadi pada pemahaman mengenai fraktur ini. Konsep akan ligamentotaxis untuk mereduksi fraktur dengan bantuan fiksasi eksternal diperkenalkan oleh Vaughan pada tahun 1985. Namun demikian, reduksi tertutup dan imobilisasi pada plaster cast tetap menjadi metode terapi yang diterima pada 75%-80% penanganan fraktur os radius lateral. Berbagai jenis teknik fiksasi Kirschner Wire telah digambarkan tetapi Azzopardi dkk menyatakan bahwa secara biomekanika, sebuah bentuk K-wire yang bersilangan memberikan stabilitas yang paling baik dan K-wire tambahan (suplemen) tidak memberikan suatu outcome klinik yang lebih baik. Beberapa peneliti percaya bahwa tida ada terapi khusus yang diperlukan karena deformitas yang dihasilkan jarang yang mengakibatkan kehilangan fungsi. Namun demikian, konsep ini banyak diperdebatkan dan restorasi anatomi normal sekarang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang penting untuk fungsi yang normal. Berbagai macam penelitian dengan hasil jangka-pendek dan jangka-panjang dari terapi fraktur Colles berhubungan dengan hilangnya fungsi.Hal ini mendorong kami melakukan suatu penelitian komparatif untuk menentukan outcome fungsional dengan analisis klinik-radiologi dari pasien dengan fraktur colles yang diterapi dengan hanya reduksi tertutup dan cast versus reduksi tertutup, fiksasi Kirschner Wire, dan cast.

METODEPenelitian ini dilakukan di Department of Orthopaedics, Christian Medical College & Hospital, Ludhiana, Punjab. Semua pasien dengan fraktur colles antara Juni 2004 hingga Juni 2005 disertakan dalam penelitian. Pasien difollow-up pada 3 minggu, 6 minggu, 3 bulan, dan 9 bulan. Sebuah pemeriksaan klinik-radiologi lengkap dilakukan pada setiap kali kunjungan. Pasien dengan epiphysis yang menyatu,menderita fraktur radius distal disertakan ke dalam penelitian. Pasien dengan fraktur terbuka, fraktur mayor tambahan pada bagian ekstremitas atas ipsilateral, defisit neuro-vaskular, dan fraktur colles bilateral dieksklusi dari penelitian. Radiografi inisial posisi anteroposterior dan lateral untuk sisi yang trauma maupun yang sehat diperiksa. Klasifikasi universal yang dimodifikasi dari Gartland dan Sarmiento digunakan di penelitian ini. Fraktur dibagi ke dalam kelompok: Fraktur Ekstra-artikuler: Tipe-I, non-displaced dan stabil; Tipe-II, displaced dan tak stabil, intra-artikuler; Tipe-III, non-displaced; Tipe-IV, displaced23 kasus dimanipulasi di bawah anestesi umum. 7 kasus dimanipulasi di bawah anestesi regional. Stabilitas fraktur diperiksa intra-operatif setelah reduksi di bawah C-arm dengan fraktur stabil menjalani reduksi tertutup, fiksasi K-wire, dan pemasangancast.Untuk pasien-pasien yang menjalani reduksi tertutup dan pemasangancast, pasien diposisikan supine di atas meja operasi. Dokter bedah memegang tangan yang sakit dan memisahkan fragmen-fragmen dengan traksi longitudinal yang kuat. Dokter bedah memegang tangan yang sakit dan memisahkan fragmen-fragmen dengan traksi longitudinal yang kuat.. Traksi yang stabil membetulkan displacement dorsal. Proses ini diikuti dengan fleksi palmar dan deviasi ulnar dari pergelangan tangan dengan lengan bawah pada posisi pronasi. Reduksi dikonfirmasi dengan menggunakan pemeriksaan foto yang lebih intens. 3 titik fiksasi didapatkan dalam plaster castyang dibentuk dengan baik dan dipemasangankan untuk memelihara pergelangan tangan dalam posisi yang diinginkan. Untuk fraktur kominutif, sebuah castdipasang di atas siku. Fraktur stabil diberikan sebuah cast di bawah siku. Mobilisasi aktif jari-jari, latihan pundak dan mobilisasi siku (pada pasien dengan cast lengan-pendek) dimulai segera spada periode postoperatif. Sebuah cast lengan panjang diubah menjadi castlengan pendek pada 3 minggu yang dilanjutkan selama 3 minggu selanjutnya. Durasi total pemakaian cast selalma 6 minggu.Pada kelompok imobilisasi perkutaneus (kelompok II), ekstremitas disiapkan dan diposisikan sebelum dilakukan reduksi tertutup. Fraktur direduksi dengan cara seperti yang digambarkan di atas dan kemudian difiksasi menggunakan dua K-wire halus. Wire dimasukkan melalui insisi kecil d bawah pengawasan fluoroskopi. Satu wire dimasukkan dari prosesus styloideus os radius diarahkan secara proksimal dan medial melalui tempat fraktur. Wire yang lain dimasukkan dari batas lateral os radius dalalm arah proksimal ke distal untuk mencapai aspek ular dari distal fragmen. Kedua wire bersentuhan dengan korteks yang berlawanan. Pada 2 kasus wire kedua dimasukkan melalui batas dorso-ulnar dari fragmen distal pada arag distal ke proksimal. Kerusakan pada cabang superfisial n. Radial dan tendo ekstensor diminimalkan oleh diseksi tumpul pada tulang. Penjepit (pin) ditinggalkan menonjol perkutan, dibalut, dan kemudian fraktur diimobilisasi pada sebuah cast lengan panjang yang dibentuk dengan baik. Cast ini dikonversi ke cast lengan pendek pada minggu ke-3. Wire dan cast dilepas setelah 6 minggu. Mobilisasi aktif jari-jari dan latihan bahu dimulai segera postoperatif.Pasien yang diterapi difollowup pada minggu ke-3, minggu ke-6, bulan ke-3, dan bulan ke-9 di Orthopaedics OPD. Pemerikksaan klinik-radiologi dari pasien dilakukan pada setiap kunjungan follow-up. Skor fungsional dihitung dengan menggunakan sistem skala penilaian Gartland dan Werley (tabel 1). Radiografi dari sendi pergelangan tangan pasien dievaluasi dan metode penilaian anatomi Stewart digunakan untuk memeriksa reduksi fraktur. (Tabel ).HASILTotal 41 pasien dengan fraktur colles yang dikelola di Dept of Orthopaedics sejak Juni 2004 hingga Juni 2005 disertakan ke dalam penelitian. Dari jumlah ini, 3 kasus dieksklusi dari penelitian (1 memiliki fraktur colles bilateral, 1 memiliki fraktur humerus ipsilateral, dan 1 dengan compund injury). Kelompok I, yang mencakup pasien yang menjalani reduksi tertutup dan pemasangan cast, berjumlah 20 pasien. Kelompok II, (reduksi tertutup, fiksasi K-Wire, dan pemasangan cast) berjumlah 18 pasien. Pasien difollowup segera post-op, pada minggu ke-3, minggu ke-6, bulan ke-3, dan bulan ke-9. 5 pasien dari kelompok I dan 3 pasien dari kelompok II menghilang saat followup. Pasien-pasien ini juga dieksklusi dari kelompok penelitian. Analisis final dilakukan pada 30 pasien, reduksi tertutup dan cast (kelopmok I) dengan 12 pasien dan K-Wire dan cast (kelompok II) juga sebanyak 15 pasien.Usia rata-rata saat kecelakaan 38.5 13.75 tahun untuk laki-laki dan 46.70 8.37 tahun untuk perempuan. Usia berkisar dari 21 hingga 59 tahun untuk seluruh kelompok dan 21 hingga 58 tahun untuk laki-laki; 32 hingga 59 tahun untuk perempuan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada usia antara pasien dengan jenis fraktur radius yang berbeda menurut klasifikasi universal (p> 0.503). Perbandingan perempuan dan laki-laki 2:1 dengan 20 perempuan dan 10 laki-laki. Sisi fraktur yang terkena mencakup sisi dominan pada 17/30 (56.6%) pasien sementara sisi yang non-dominan mencakup 13/30 (43.3%) pasien. Distribusi dari perlukaan menurut Universal Classification System diperlihatkan pada tabel 3. Kebanyakan pasien pada kedua kelompok berada pada tipe 4 klasifikasi universal.Skor fungsional post-op pada kedua kelompok menunjukkan perbaikan seiring dengan waktu (tabel 4). Namun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik apada skor fungsional antara kedua kelompok (p=0.267). Pada kelompok I (reduksi tertutup dan cast), skor anatomi menunjukkan perburukan pada 5 dari 15 kasus (tabel 5). Skor anatomi membaik setelah operasi dan bertahan sama pada post-operatif di semua kasus kecuali 2 kasus pada kelopok II. Terdapat perburukan setelah 3 minggu pada satu kasus dan setelah 3 bulan pada kasus lainnya. Namun demikian, perbedaan antara kedua kelompok tidak signifikan secara statistik (p= 0.412). Korelasi antara skor anatomi pre-operatif dan skor fungsional post-operatif pada minggu ke-6, minggu ke-3 dan bulan ke-9 diinvestigasi. Namun demikian, tidak ditemukan korelasi yang signifikan secara statistik antara skor anatomi pre-operatif dan skor fungsional post-operatif (p=0.398).

PEMBAHASANFraktur os radius distal merupakan jenis trauma skeletal yang paling sering terjadi dan ditangani oleh dokter ahli bedah tulang serta berjumlah sekitar 1/6 dari seluruh fraktur yang ditemi dan diterapi di instalasi gawat darurat. Kebanyakan pasien pada penelitian ini memilki fraktur intra-artikuler (tabel 3). Sebuah pengamatan yang hampir sama oleh Altissimi dkk dan Sandhu dkk menyatakan bahwa pola epidemologi fraktur terlah berubah dari fraktur non-kominutif eksta-artikuler seperti yang digambarkan secara klasik oleh Colles menjadi fraktur kominutif artikuler. Pada berbagai macam penelitian masih belum terdapat suatu konsensus yang membahas mengenai pengelolaan dan pemeriksaan outcome pada fraktur radius distal. Hal ini menyulitkan untuk mengevaluasi berbagai jenis metode terapi.Skor fungsional pada minggu ke-6, bulan ke-3, dan bulan ke-9 untuk kelompok I dan II yang ada pada penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan secara statistik pada outcome fungsional. Azzopardi dkk melaporkan hal yang hampir sama. Namun demikian, temuan kami berbeda dengan penelitian Sandhu dkk yang melaporkan prosentase yang lebih tinggi akan hasil yang sangat baik dengan fiksasi K-Wire bila dibandingkan dengan reduksi tertutup dan hanya pemasangan cast.Pada skor anatomi kelompok I (reduksi tertutup dan cast), kondisi perburukan didapati pada 5 dari total 15 kasus. Pada kelompok II (K-wire dan cast) kondisi perburukan hanya didapati 2 kasus. Namun demikian, data ini tidak signifikan secara statistik. Temuan kami sebanding dengan yang didapatkan Azzopardi dkk yang melaporkan bahwa perbedaan pada paramtere radiologi dengan fiksasi K-Wire dan imobilisasi cast pada penelitian mereka disebabkan adanya kesalahan pengukruan. Mereka menyimpulkan bahwa fiksasi K-wire fungsional sedikit lebih superior daripada imobilisasi cast dalam memelihara reduksi fraktur setelah manipulasi tertutup.Pada penelitian kami, skor fungsional tidak berhubungan dengan skor anatomi. Temuan kami sebanding dengan yang didapati Smail, Stewart dkk, Dias dkk, dan Gaur dkk. Gaur melaporkan bahwa meskipun terdapat tingginnya tingkat deformitas dengan terapi pemasangan cast-saja, tidak ditemukan pasien dengan hasil fungsional yang buruk pada follow-up 5 tahun. Smaill dan Dias dkk melaporkan bahwa fungsi yang baik mungkin ada meskipun terdapat deformitas sisa pada tulang. Steart dkk melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara hasil skor anatomi dan fungsional dalam follow up 6 bulan.Azzopardi dkk melaporkan bahwa hanya 1/30 pasien (3.3%) pada kelompok K-Wire memerlukan pencopotan dari K-Wire pada minggu ke-2 yang disebabkan oleh adanya infeksi penjepit. Pada penelitian kami, tidak terdapat pasien yang memerlukan pencopotan K-Wire yang disebabkan oleh karena infeksi. Usia rata-rata pasien penelitian kami adalah 43.3 tahun yang kurang tua dibandingkan dengan 59 tahun pada penelitian Azzopardi dkk. Maka dari itu, kemungkinan terdapat lebih sedikit kemungkinan kelonggaran pada penjepit dan terjadinya infeksi pada individu yang lebih muda dengan kualitas tulang yang normal versus pada pasien usia lanjut dengan tulang yang osteoporosis.Pada penelitian kami, 1 pasien dari total 30 pasien (3.3%) mengalami ruptur tendo ekstensor pollicis longus. Pengamatan yang kami dapati hampir sama dengan yang ditemukan Frykman. Pasien ini, walapun demikian, sembuh dalam 9 bulan dengan skor fungsional yang sangat baik. Pengamatan kami sebanding dengan yang ditemukan Benjamin. Benjamin melaporkan bahwa pasien dengan ruptur tendo ekstensor pollicis longus yang dibiarkan tanpa terapi tidak memiliki disabilitas fungsional yang diakibatkan ruptur tendonya.Pada penelitian kami, 3/30 (10%) pasien mengalami distrofi reflek simpatis. 2 pasien telah diterapi dengan cast saja dan 1 pasien dengan fiksasi K-Wire. Pasien-pasien ini kemudian menunjukakan perbaikan pada skor fungsionalnya dalam 9 bulan setelah fisioterapi. Temuan kami sebanding dengan yang didapati oleh Frykman.Penelitian kami menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada outcome fungsional yang didapat dengan reduksi tertutup dan cast versus reduksi tertutup, fiksasi K-wire, dan cast. Namun demikian, fiksasi K-Wire mungkin memainkan suatu peran yang penting dalam memelihara reduksi postoperatif dan skor anatomi. Hal ini terbukti dari fakta yang menyatakan bahwa kehilangan reduksi postoperatif lebih jarang didapati pada kasus-kasus yang menggunakan fiksasi K-Wire dibandingkan dengan yang hanya Cast, bahkan meskipun perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Mungkin, sebuah penelitian dengan jumlah kasus yang lebih besar dan masa follow up yang lebih panjang diperlukan untuk lebih menjelaskan perbedaan yang ada pada hasil perbandingan.