transnational crime

24
1. Konsep kejahatan transnasional diadopsi dari Transnational Organized Crimes (TOC) berdasarkan Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC). 2. Pada perkembangannya, saat ini dikenal adanya beberapa jenis TOC, diantaranya: pencucian uang (Money Laundering), terorism, pencurian seni dan objek budaya (theft of art and cultural object), pencurian kekayaan intelektual (theft of intellectual property) , perdagangan senjata gelap (illicit traffict in arms), pembajakan pesawat terbang (aircraft hijacking), pembajakan di laut (sea piracy), penipuan asuransi (insurance fraud), kejahatan komputer (computercrime) kejahatan lingkungan (environmental crime),

Upload: dede-tomfx

Post on 10-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Konsep kejahatan transnasional diadopsi dari Transnational Organized Crimes (TOC) berdasarkan Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized Crime-UNTOC)

TRANSCRIPT

Page 1: Transnational Crime

1. Konsep kejahatan transnasional diadopsi dari

Transnational Organized Crimes (TOC)

berdasarkan Konvensi PBB mengenai

Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United

Nations Convention on Transnational Organized

Crime-UNTOC).

2. Pada perkembangannya, saat ini dikenal

adanya beberapa jenis TOC, diantaranya:

pencucian uang (Money Laundering), terorism,

pencurian seni dan objek budaya (theft of art

and cultural object),pencurian kekayaan

intelektual (theft of intellectual property),

perdagangan senjata gelap (illicit traffict in

arms), pembajakan pesawat terbang (aircraft

hijacking), pembajakan di laut (sea piracy),

penipuan asuransi (insurance fraud), kejahatan

komputer (computercrime) kejahatan

lingkungan (environmental crime),

perdagangan manusia (trafficking in person),

perdagangan anggota tubuh manusia (trade in

human body part), perdagangan obat bius

Page 2: Transnational Crime

2

(illicit drug trafficking), kebangkrutan bank

(Fraudulent Bankruptcy), bisnis illegal

(infiltration of illegal bussines), korupsi dan

penyogokan pejabat pemerintah (corruption

and bribey of public officials), dan kejahatan

yang dilakukan oleh kelompok terorganisir

lainnya (and others offences commited by

organized criminal group).

3. Pada pertemuan Internasional The World

Ministerial Conference on Organized Crime

yang diselenggarakan di Nepal tahun 1994,

gara-negara peserta sepakat membagi

kejahatan transnasional menjadi 6 karakteristik

yakni:

a. Suatu organisasi yang melakukan

kejahatan (group organization to commit

crime);

b. Memiliki jaringan hirarkis atau hubungan

personal yang memberikan kewenangan

pemimpinnya untuk mengendalikan

kelompok tersebut (hierarchical links or

Page 3: Transnational Crime

3

personal relationship which permit leaders

to control the group);

c. Kekerasan, intimidasi, dan korupsi

digunakan untuk mendapatkan

keuntungan atau mengontrol daerah

kekuasaan atau pasar (violence,

intimidation, and corruption used to earn

profit or control terotories or markets);

d. Mencuci uang hasil perdagangan gelap

baik yang berasal dari kegiatan kriminal

dan disusupkan dalam kegiatan ekonomi

yang sah (laundering of illicit proceeds

both in furtherance of crominal activity and

to infiltrate the legitimacy economy)

e. Memperluas jaringan operasinya keluar

negeri (the potential for expansion into any

new activities and beyond national

boerders);

f. Bekerjasama dengan kelompok kejahatan

transnasional terorganisir lainnya

Page 4: Transnational Crime

4

(cooperation with other organized

transnational criminal group);

4. Asumsi dasar dari fenomena kejahatan

transnasional terorganisir adalah: (1) TOC

merupakan gejala global yang tidak dapat

diselesaikan oleh satu negara saja, melainkan

harus melalui kerjasama internasional; (2) TOC

tumbuh dan berkembang seirama dengan

kemajuan teknologi informasi dan transportasi

internasional; (3) TOC disebabkan oleh kondisi

sosial, politik, ekonomi, pertahanan,

keamanan, dan teknologi yang berkembang

pesat di berbagai negara juga kebijakan dalam

dan luar negeri suatu negara yang menjadi

sasaran dari kejahatan ini; (4) TOC tidak

memandang ideologi, suku bangsa ataupun

agama dari para pelaku kejahatan ini; (5) TOC

dapat dilakukan oleh individu, kelompok, atau

bahkan negara, baik sebagai sponsor maupun

pelakunya; dan (6) TOC tidak selalu didasari

oleh motif politik semata, tetapi juga motif-

Page 5: Transnational Crime

5

motif ekonomi atau bahkan tak ada motif yang

jelas.

5. Faktor pendorong timbulnya kejahatan

transnasional, diantaranya adalah (1)

globalisasi, (2) kemajuan pesat teknologi

informasi, (3) kemudahan mobilitas manusia

lintas negara, dan (4) kegagalan dan

kelemahan negara.

6. Proses globalisasi menjadikan aktivitas TOC

semakin marak. Pelaku TOC merupakan korban

dari proses globalisasi yang telah melahirkan

sistem perdagangan bebas. Dalam sistem

global ini, mereka tidak mampu bersaing

secara bebas sehingga merasa dirugikan.

Akibatnya, mereka melakukan perlawanan

dengan menabrak aturan-aturan yang berlaku

guna mempertahankan eksistensi.

7. Perkembangan pesat teknologi informasi

mendorong semakin intensif, ekstensif, masif,

dan efektifnya operasi TOC. Internet digunakan

Page 6: Transnational Crime

6

untuk melakukan transaksi finansial. Internet

menyediakan jaringan sekaligus target

kejahatan dengan risiko lebih kecil. Pencucian

uang pun juga lebih mudah melalui internet.

8. Seiring dengan semakin membaiknya

infrastruktur dan kemudahan transportasi, kian

banyak pula jumlah manusia yang melakukan

mobilitas melintasi batas negara. Pelaku TOC

memanfaatkan peluang ini dengan menerobos

celah-celah di perbatasan.

9. Kegagalan dan kelemahan negara menjadi

benih semakin meningkatnya TOC. Negara

gagal dicirikan oleh ketidakmampuan

menyediakan pekerjaan bagi rakyatnya,

merebaknya konflik antarwarga, kelemahan

kontrol atas wilayah perbatasan, korupsi yang

merajalela, dan menggejalanya kekerasan di

kalangan masyarakat, Dalam negara semacam

ini, pelaku TOC dapat dengan mudah

beroperasi tanpa adanya kontrol ketat dari

aparat negara.

Page 7: Transnational Crime

7

10. Indonesia termasuk wilayah yang rawan

disusupi TOC. Sebab, (1) Indonesia memiliki

wilayah luas dengan perbatasan panjang, (2)

aparatur negara bekerja secara tidak

profesional dan sebagian mudah dibujuk untuk

berkolusi dengan pelaku TOC, (3) penegakan

hukum sangat lemah, (4) Indonesia termasuk

negara lemah yang berpotensi menjadi negara

gagal, (5) Indonesia merupakan surga bagi

pelaku TOC.

11. Garis pantai yang panjang menjadi pintu

masuk potensial bagi penyelundupan barang

terlarang. Kondisi ini diperlemah oleh

pengamanan yang belum memadai.

12. Dalam indeks negara gagal yang dirilis majalah

Foreign Policy (2010), Indonesia menempati

peringkat 61 negara paling gagal sedunia.

Memang kegagalan negara kita tidak separah

Somalia, Chad, Sudan, Zimbabwe, dan Kongo

yang menempati lima besar. Posisi ini juga

lebih baik dari negara-negara tetangga seperti

Page 8: Transnational Crime

8

Myanmar (peringkat 16), Timor Leste (18),

Laos (40), Kamboja (42), Filipina (51), dan

Papua Nugini. Artinya, Indonesia sesungguhnya

tidak termasuk dalam negara gagal, tetapi juga

bukan negara kuat; melainkan lebih dekat

dalam kategori negara lemah. Berbagai

permasalahan yang melanda republik ini telah

melemahkan otoritas negara sehingga

dimanfaatkan pelaku TOC untuk leluasa

menjalankan aktivitasnya. Inilah yang

menjadikan Indonesia sebagai surga bagi TOC.

13. TOC mengancam dalam tiga lapis. Pertama,

dalam sistem internasional, banyak regulasi

yang dilanggar. Kedua, di tingkatan negara,

kedaulatan Indonesia telah dilanggar dan kas

negara juga dikuras oleh pelaku dan banyak

dikeluarkan untuk membiayai penanggulangan

TOC. Ketiga, di tingkatan individu, manusia

terancam di sektor ekonomi, pangan,

kesehatan, lingkungan, personal, komunitas,

Page 9: Transnational Crime

9

dan politik.(human security menurut

UNDP1994).

14. Bagi Indonesia, ancaman TOC bukan lagi

potensial, tetapi aktual. Ancaman nyata itu

tampak di semua jenis TOC. Semua hasil

keuntungan TOC umumnya dicuci (money

laundering) sedemikian rupa sehingga sulit

dideteksi oleh aparat.

15. Dalam kasus korupsi, banyak sekali pelaku

yang kabur ke luar negeri sambil membawa

hasil korupsinya. Uang haram itu lantas disebar

ke berbagai rekening, termasuk ke luar negeri.

Atas dasar kerahasian nasabah, bank tidak

bersedia membuka informasi soal rekening

tempat menyimpan hasil kejahatan ini. Karena

tidak memiliki yurisdiksi di luar wilayah

negaranya, pemerintah Indonesia pun sering

kesulitan membongkar praktik ini.

16. Dalam perdagangan manusia, wanita dan

anak-anak Indonesia merupakan korban

Page 10: Transnational Crime

10

utama. Mereka dikirim secara ilegal ke

berbagai negara melalui pintu keluar yang tak

dijaga secara ketat. Umumnya, mereka yang

tergolong miskin tergoda oleh rayuan bahwa

kehidupan mereka akan bertambah baik di luar

negeri. Padahal, faktanya adalah mereka

dijadikan budak yang diperdagangkan di luar

negeri.

17. Dalam perdagangan narkoba, Indonesia tidak

lagi hanya menjadi pasar (importir), tetapi juga

berkembang menjadi produsen. Warga negara

Indonesia yang terlibat perdagangan narkoba

merupakan anggota sindikat internasional.

Mereka tidak hanya pemakai, tapi juga

pengedar. Berdasarkan data Badan Narkotika

Nasional (BNN), pengguna narkoba di

Indonesia sebanyak 3,6 juta atau 1,99 persen

dari total penduduk Indonesia.

18. Dalam perdagangan senjata, Indonesia

merupakan pasar potensial yang mudah

disusupi senjata api ilegal dari berbagai

Page 11: Transnational Crime

11

negara. Senjata ini dikirimkan dari satu daerah

konflik ke daerah konflik lain seperti misalnya

dari Mindanao (Filipina) ke Aceh, Ambon, dan

Poso. Hal ini justru semakin memperburuk

konflik di daerah itu. Setelah konflik berakhir,

senjata ini beredar ke berbagai wilayah tanpa

kontrol. Dampaknya, ada kemungkinan orang-

orang sipil memegang senjata secara ilegal

tanpa adanya izin yang berwenang sehingga

berpotensi menimbulkan ancaman keamanan

manusia.

19. Dalam terorisme, berbagai serangan bom di

berbagai wilayah Indonesia sepuluh tahun

terakhir merupakan bukti kuat eksistensi

ancaman ini. Jaringan teroris di Indonesia

memiliki afiliasi dengan jaringan teroris global.

Mereka juga terhubung dengan jaringan

regional, terutama di Filipina Selatan.

Kebanyakan pelaku teror di Indonesia

merupakan para alumni Perang Afghanistan.

Mereka mendapatkan pelatihan di Mindanao

Page 12: Transnational Crime

12

dan Afghanistan. Sebagian di antaranya juga

pernah terjun ke konflik di Ambon dan Poso. Di

daerah ini, mereka mendapatkan pasokan

senjata yang lantas digunakan di daerah lain

setelah konflik berakhir.

20. Untuk mengatasi ancaman aktual tersebut,

Indonesia telah meratifikasi UN Convention

Against Transnational Organized Crime (UNTOC

2003) melalui UU No. 5/2009. Selain itu, UN

Convention Against Corruption (UNCAC 2003)

juga telah diratifikasi melalui UU No. 7/2006.

Dalam kerjasama regional, Indonesia terlibat

aktif dalam ASEAN Plan of Action to Combat

Transnational Crimes (ASEAN PACTC 2002).

Berbagai aturan juga telah diregulasikan,

seperti UU No. 21/2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Orang, UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

dan UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian.

21. Permasalahannya

Page 13: Transnational Crime

13

a. pertama, Indonesia cenderung kuat di

regulasi, namun lemah dalam

implementasi. Berbagai aturan perundang-

undangan sepertinya belum

diimplementasikan secara menyeluruh.

b. kedua, agak sulit dalam mengidentifikasi

aktor TOC di Indonesia. Berbeda dengan

aktor TOC negara lain yang tampak jelas

(yakuza Jepang, triad Cina, mafia Sisilia,

kartel Meksiko, dll.), aktor TOC di Indonesia

cenderung tidak terstruktur. Mereka

terjaring dalam sel-sel kecil yang memiliki

koneksi horizontal, tetapi tidak mempunyai

garis struktural. Akibatnya, meskipun

terjadi penangkapan terhadap anggota sel

tertentu, sel-sel lain masih terus bergerak.

c. ketiga, jaringan TOC selalu

bermetamorfosis mengikuti perkembangan

zaman dan terus menyesuaikan diri

dengan lingkungan global. Berbagai

perkembangan teknologi yang berpotensi

Page 14: Transnational Crime

14

mengefektifkan operasinya selalu

dimanfaatkan jaringan TOC. Mereka tidak

perlu menjalankan sendiri, tetapi cukup

menyewa para ahli teknologi yang bersedia

dibayar.

22. Strategi yang perlu dilakukan pemerintah

Indonesia untuk menangkal TOC:

a. Memperkuat kapasitas negara.

Negara tidak boleh kalah melawan pelaku

TOC. Negara mempunyai kedaulatan yang

tidak dimiliki aktor lain sehingga

berwenang menjaga wilayah dan

memaksakan regulasi. Di kala kapasitas

negara semakin tergerogoti oleh

kemunculan aktor-aktor baru yang

melawan negara, penguatan negara

merupakan keharusan. Negara yang kuat

tidak akan menjadi sarang TOC. Tetapi,

negara kuat tentu juga harus diimbangi

dengan masyarakat sipil yang kuat. Sinergi

negara dan masyarakat sangat penting

Page 15: Transnational Crime

15

untuk menjadikan TOC sebagai musuh

bersama. TOC bukanlah kejahatan biasa,

melainkan luar biasa. Karena itu,

penanganannya pun harus luar biasa

dengan melibatkan seluruh komponen

negara dan bangsa.

b. Mendorong sinergisitas antarlembaga

(Kemlu, Kemkum HAM, Kemhan, TNI, Polri).

Kementerian Luar Negeri, Kementerian

Hukum dan HAM, Kementerian Pertahanan,

TNI dan Kepolisian RI perlu membangun

sinergi berkelanjutan guna menanggulangi

TOC. Sinergi ini penting karena TOC tidak

bisa hanya ditangani satu lembaga. TOC

adalah masalah bersama, bukan cuma

masalah satu institusi. Semua lembaga

negara tersebut perlu mengadakan

pertemuan khusus secara berkala untuk

membahas penanganan TOC. Masing-

masing lembaga juga harus memahami

posisi dan perannya masing-masing

Page 16: Transnational Crime

16

sehingga nantinya tidak akan tumpang

tindih. Yang lebih penting lagi, sikap ego

sektoral tidak boleh dimunculkan.

c. Mendorong sinergisitas penegak

hukum dengan sektor swasta.

Sinergi juga harus dibangun antara

penegak hukum dengan sektor swasta,

seperti bank dan perusahaan. Mengingat

kebanyakan hasil keuntungan TOC dicuci

(money laundering), maka sektor

perbankan perlu segera melaporkan ke

aparat jika ditemukan transaksi-transaksi

mencurigakan. Perusahaan juga perlu

menghindarkan transaksi bisnis dengan

aktor TOC.

d. Membentuk badan khusus untuk

menangani TOC.

Badan khusus untuk menangani TOC perlu

dipertimbangkan untuk dibentuk. Indonesia

sudah memiliki BNPT (terorisme) dan BNN

(narkoba) yang terbukti sangat membantu

Page 17: Transnational Crime

17

penanggulangan kejahatan tersebut.

Hanya, kita belum mendengar kiprah

badan khusus yang menangani kejahatan

lain, apalagi badan khusus yang

menanggulangi TOC secara keseluruhan.

Ke depan, badan khusus ini diharapkan

dapat menjadi payung koordinasi

antarbadan yang sudah ada sekaligus

memimpin penanganan TOC secara

komprehensif.

e. Memberikan pelatihan

penanggulangan TOC kepada aparat.

TOC hanya bisa diatasi oleh aparat yang

terlatih dan profesional. Mengingat

kemampuan pelaku TOC semakin canggih

dengan memanfaatkan perkembangan

teknologi, maka pemahaman terhadap

kapabilitas pelaku TOC dan penguasaan

teknologi terbaru perlu dimiliki aparat kita.

Untuk itu, pelatihan terkait dengan hal itu

perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.

Page 18: Transnational Crime

18

Pelatihan itu perlu melibatkan negara-

negara lain agar terjadi saling tukar pikiran

dan informasi lintas negara dalam

penanggulangan TOC.

f. Memantapkan resolusi PBB terkait

TOC.

Indonesia telah meratifikasi berbagai

konvensi tentang TOC. Ini merupakan

langkah produktif karena bagaimanapun

penanggulangan TOC membutuhkan

seperangkat aturan yang berlaku secara

internasional dan nasional. Namun, semua

regulasi itu kurang berarti jika tidak

diimplementasikan secara serius dan

sungguh-sungguh. Karenanya,

implementasi aturan harus diiringi dengan

penegakan hukum.

g. Terus mendorong realisasi kerjasama

internasional, baik bilateral maupun

multilateral.

Page 19: Transnational Crime

19

Kerjasama bilateral dan multilateral juga

perlu direalisasikan. Dalam kerjasama ini,

isu-isu yang penting untuk diregulasikan

adalah pertukaran data dan informasi

percepatan proses birokrasi, pelacakan

aset, hingga kebijakan ekstradisi.