trauma vesika urinaria tri
DESCRIPTION
referat radiologiTRANSCRIPT
3. TRAUMA VESIKA URINARIA
3.1 Definisi
Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dapat menimbulkan komplikasi
seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga
pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera. (Sjamsuhidajat R, de Jong
W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke dua. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC)
3.2 Etiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan
kerja yang menyebabkan fragmen dari fraktur tulang pelvis mencederai kandung kemih.
Kemungkinan cedera kandung kemih dapat bervariasi berdasarkan dari isi kandung kemih,
sehingga apabila kandung kemih penuh lebih mungkin untuk terjadinya cedera dibandingkan
pada saat kandung kemih kosong. Fraktur tulang pelvis dapat menimbulkan kontusio atau ruptur
kandung kemih, pada kontusio kandung kemih hanya terjadi memar pada dinding buli-buli
dengan hematuria tanpa eksravasasi urin. (Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke dua. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC)
Ruptur dinding ekstraperitoneal kandung kemih biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur
tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi
ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. Trauma tumpul kandung kemih dapat menyebabkan
ruptur kandung kemih terutama bila kandung kemih penuh atau terdapat kelainan patologik
seperti tuberkulosis, tumor atau obstruksi sehingga menyebabkan ruptur. Trauma vesika urinaria
tajam akibat luka trusuk atau luka tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui daerah
suprapubik ataupun transperineal. Penyebab lain adalah instrumentasi urologik missal perforasi
iatrogenik pada kandung kemih pada reseksi transurethral sistoskopi (TUR). (Sjamsuhidajat R, de
Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke dua. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC)
3.3 Epidemiologi
Penyebab trauma kandung kemih paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor, di
mana kedua sabuk pengaman mengkompresi kandung kemih. Sekitar 60 - 90 % (rata-rata 80 %)
dari pasien cedera kandung kemih akibat trauma tumpul biasanya disertai dengan fraktur tulang
panggul dan 30% dari pasien dengan fraktur tulang panggul terdapat cedera pada kandung
kemih, termasuk kontusio kandung kemih. Sekitar 25% dari ruptur intraperitoneal kandung
kemih terjadi pada pasien tanpa fraktur panggul. Ruptur intraperitoneal tercatat sekitar sepertiga
dari cedera kandung kemih . Sedangkan untuk ruptur ekstraperitoneal tercatat 60 % dari sebagian
besar cedera kandung kemih dan biasanya berhubungan dengan fraktur panggul. (AJR)
3.4 Patofisiologi
Kandung kemih dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehingga ketika terjadi fraktur
pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka fragmen dari fraktur pelvis dapat mencederai
kandung kemih dan dapat terjadi ruptur ekstraperitoneal. Apabila terdapat urin yang terinfeksi
dapat mengakibatkan abses dalam pelvis dan infeksi pelvis yang berat. Pada saat kandung kemih
terisi penuh kemudian tiba – tiba terjadi benturan atau pukulan langsung ke perut bagian bawah
dapat menyebabkan gangguan pada kandung kemih. Jenis gangguan biasanya adalah gangguan
intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan atau kompresi pada perut
bagian bawah pasien dengan kandung kemih yang penuh sehingga menyebabkan peningkatan
mendadak tekanan intraluminal kandung kemih kemudian menyebabkan pecahnya puncak yang
merupakan bagian terlemah dari kandung kemih. Puncak dari lengkungan kandung kemih
ditutupi oleh peritoneum, maka cedera yang terjadi di daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi
intraperitoneal. Jika diagnosis segera ditegakkan dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala
yang dapat ditemukan selama beberapa hari, tetapi jika terdapat urin yang terinfeksi, maka akan
cepat berlanjut menjadi peritonitis dan akut abdomen. (smith)
3.4 Klasifikasi (sumber : AJR)
Cedera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American Association for the Surgery of
Trauma (AAST) - Organ Injury Scale (OIS) menjadi 5 grade, yaitu :
Grade (AAST) : Jenis Cedera Deskripisi Kerusakan
I Hematoma
Laserasi
Kontusio dan hematoma
intramural
Laserasi sebagian dari
dinding buli - buli
II Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal buli – buli
< 2 cm
III Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal > 2 cm atau
intraperitoneal < 2 cm
IV Laserasi Laserasi ekstraperitoneal >
2 cm
V Laserasi Laserasi intraperitoneal atau
ekstraperitoneal yang
meluas ke dalam kandung
kemih leher atau muara
uretra trigonum.
Grade I Grade II
Kontusio dan hematoma intramural Laserasi dari dinding ekstraperitoneal
Laserasi sebagian dari dinding buli – buli buli – buli < 2 cm
Grade III
Laserasi dari dinding ekstraperitoneal > 2 cm atau intraperitoneal < 2 cm
Grade IV Grade V
Laserasi ekstraperitoneal > 2 cm Laserasi intraperitoneal atau ekstraperitoneal
yang meluas ke dalam leher kandung
kemih atau muara uretra (trigonum).
Selain itu dari Konsensus Societe Internationale D'Urologie mengklasifikasikan cedera
kandung kemih menjadi empat jenis dengan tidak memperhitungkan panjang atau luas dari
laserasi dinding kandung kemih, yaitu :
Tipe 1 adalah memar kandung kemih
Tipe 2 yaitu ruptur dinding intraperitoneal
Tipe 3 yaitu ruptur dinding ekstraperitoneal
Tipe 4 yaitu gabungan antara ruptur dinding intraperitoneal dan ektraperitoneal
3.5 Manifestasi Klinis (sumber : smith)
Sekitar 90% kasus ruptur kandung kemih disertai dengan fraktur panggul. Diagnosis
fraktur panggul awalnya bisa dibuat di ruang gawat darurat dengan kompresi lateral pada tulang
panggul, karena daerah yang patah tulang akan menunjukkan adanya krepitasi dan nyeri saat
penekanan.
Tanda dan gejala :
1. Riwayat trauma perut bagian bawah
2. Mengeluh tidak bisa buang air kecil, kadang keluar darah dari uretra
3. Gross hematuria
4. Jejas / hematoma pada abdomen bagian bawah / suprapubik
5. Nyeri tekan di daerah suprapubik di tempat hematom atau jejas
6. Ketegangan otot dinding perut bawah
7. Akut abdomen
8. Trauma tulang panggul
9. Fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat
10. Syok hemoragik
3.6 Diagnosis
Setelah pasien mengalami cedera pada abdomen bagian bawah, pasien mengeluh nyeri di
daerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Gambar
klinis tergantung dari etiologi trauma, bagian kandung kemih yang mengalami cedera yaitu
intraperitoneal atau ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit
yang terjadi akibat trauma. Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukan
kontras ke dalam kandung kemih sebanyak 300 – 400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui
kateter peruretra. (Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke dua. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran EGC)
3.6 Pemeriksaan Radiologi
Indikasi untuk pencitraan adalah Gross hematuria dengan fraktur pelvis merupakan
indikasi mutlak untuk mengevaluasi kandung kemih pada pasien trauma karena pasien tersebut
memiliki kemungkinan resiko tinggi cedera. Morey et al, melaporkan bahwa dari 53 pasien
dengan cedera kandung kemih, semua mengalami hematuria dan 85% mengalami fraktur tulang
panggul. Quagliano et al, melaporkan bahwa 32% pasien dengan fraktur panggul dan gross
hematuria ditemukan memiliki cedera kandung kemih. Gross hematuria tanpa fraktur panggul
dan mikrohematuria dengan fraktur panggul dianggap indikasi relatif untuk mengevaluasi
kandung kemih dengan pencitraan yang direkomendasikan pada pasien dengan gejala klinis
seperti nyeri suprapubik atau kesulitan buang air kecil. (AJR)
3.6.1. X-Ray
Radioanatomi
Sistogram yang normal berupa garis lingkar, dindingnya rata bundar dan oval.
Sumber : Philp W. Ballinger, M.S., R.T. (R). Merrill’s Atlas Radiographic Positions and
Radiologic Procedures. 8nd ed. Volume 1 and 2. The Ohio State University,
Columbus, Ohio, 1995.
Gambar Buli-buli yang terisi penuh oleh kontras
Cystography
Sistografi adalah pencitraan pada buli – buli dengan memakai kontras. Melalui
sistoskop / kateter dimasukkan kontras pada vesika urinaria dan dapat menilai apakah
terdapat filling defect, robekan buli – buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras ke
luar buli – buli, adanya divertikel. Cystography memiliki tingkat akurasi 85 - 100% untuk
mendeteksi cedera kandung kemih dan idealnya harus dilakukan dengan bimbingan dari
fluoroscopic. (AJR)
Gambar
Ruptur Ekstraperitoneal Vesika Urinaria. Tampak ekstravasasi (tanda panah) terlihat di luar
kandung kemih pada pelvis pada pemeriksaan sistogram.
Gambar
Ruptur Intraperitoneal Vesika Urinaria. Pada gambaran sistogra menunjukkan kontras yang
mengisi di sekitar usus.
3.6.2 CT Cystographic
Computed tomografi (CT) cystography telah dianjurkan sebagai pengganti sistografi
konvensional pada pasien dengan dugaan trauma kandung kemih. CT cystography dapat
diterapkan untuk mengklasifikasi cedera kandung kemih berdasarkan tingkat cedera dinding dan
lokasi anatomi dan menunjukkan gambaran karakteristik untuk setiap jenis cedera. (Jonathan P.
Vaccaro, MD • Jeffrey M. Brody, MD)
Quagliano et al, melaporkan sensitifitas dan spesifitas 95% dan 100%, masing, untuk
kedua cystography CT dan cystography konvensional. Penulis lain telah melaporkan sensitivitas
tinggi yang sama dan spesifisitas untuk CT cystography. (AJR)
Temuan CT Cystographic pada trauma vesika urinaria berdasarkan tipe, yaitu: (Sumber :
Jonathan P. Vaccaro, MD • Jeffrey M. Brody, MD)
Tipe 1: Kontusio Vesika Urinaria
Kontusio kandung kemih diartikan sebagai cedera seluruh atau sebagian dari mukosa kandung
kemih. Walaupun pasien datang dengan hematuria, tetapi temuan pada sistrografi konvensional
dan CT sistografi normal. Data statistik yang dapat diandalkan mengenai prevalensi tipe ini tidak
tersedia.
Tipe 2: Ruptur intraperitoneal
Ruptur dinding intraperitoneal kandung kemih terjadi pada sekitar 10% -20% dari cedera
kandung kemih umumnya. Cedera ini biasanya merupakan pukulan langsung ke kandung kemih
yang distensi. Peningkatan mendadak tekanan intravesikular menyebabkan pecahnya kubah
dinding intraperitoneal kandung kemih. CT cystography menunjukkan bahan kontras
intraperitoneal di sekitar lumen usus, antara lipatan mesenterika, dan di saluran paracolic
(Gambar 2)
Gambar 2
Ruptur intraperitoneal pada seorang pria 53 tahun yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. (a)
CT cystogram menunjukkan penampilan klasik dari ruptur intraperitoneal, dengan ekstravasasi kontras
antara lumen usus kecil (panah) dan fasia pararenal anterior (panah). (b) CT cystogram menunjukkan
penipisan yang heterogen di daerah kubah kandung kemih pecah (panah). (c) Pada CT cystogram,
terdapat hematoma intravesical (tanda panah) dan suatu fokus udara yang kecil diperlihatkan selama
pengisian kandung kemih terlihat sebagai pengisian defek.
Tipe 3: Cedera Interstitial
Cedera kandung kemih interstisial jarang terjadi dan didefinisikan sebagai laserasi intramural
atau laserasi sebagian dari ketebalan dengan serosa yang utuh (Gambar 5). Akibatnya, CT
cystography mungkin menunjukkan bahan kontras pada intramural tanpaadanya ekstravasasi
(Gambar 6).
Gambar 5 dan 6.
(5) Cedera interstisial pada seorang pria 41 tahun yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. CT
cystogram menunjukkan penebalan fokus lenticular dari dinding kandung kemih disebabkan oleh
hematoma interstisial dan kemungkinan adanya gangguan otot (panah hitam). Fraktur multiple pelvis juga
ditemukan (tanda panah putih). (6) Cedera interstisial pada wanita 23 tahun yang mengalami luka tusuk
tunggal disebabkan sendiri di daerah suprapubik. Pada pemeriksaan klinis, awalnya luka dianggap hanya
dangkal. Pada CT cystogram menunjukkan adanya fokus dari bahan kontras intramural (tanda panah
hitam), di daerah posterior luka pada perut (tanda panah putih) dengan adanya cairan di dalam ruang
prevesical ekstraperitoneal (ruang retzius).
Tipe 4: Ruptur Ekstraperitoneal
Ruptur ekstraperitoneal adalah jenis yang paling umum dari cedera kandung kemih (80% -90%
kasus). Hal ini biasanya disebabkan oleh trauma tembus, trauma tumpul, mekanisme diduga
adalah laserasi langsung ke dalam kandung kemih oleh fragmen tulang pelvis. Jalur ekstravasasi
kontras adalah berubah - ubah. Ekstravasasi hanya terbatas di ruang perivesical pada ruptur
ekstraperitoneal yang sederhana (Tipe 4a) (Gambar 7), sedangkan pada rupture ekstraperitoneal
kompleks, bahan kontras melampaui ruang perivesical (Tipe 4b) dan dapat membedah ke
berbagai bidang dan ruang fasia (Gambar 8-11).
Gambar 7
Ruptur ekstraperitoneal sederhana pada wanita tua berusia 47 tahun yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor. CT cystogram menunjukkan ekstravasasi kontras terbatas pada ruang perivesical
sampai daerah ekstraperitoneal pelvis (panah). Ekstravasasi kontras menunjukkan gambaran khas yaitu
seperti "molar gigi".
Gambar 8 dan 9
(8) Ruptur ekstraperitoneal komplek pada wanita 37 tahun yang mengalami kecelakaan kendaraan
bermotor. CT cystogram menunjukkan ekstravasasi bahan kontras di paha karena terjadi gangguan pada
fasia inferior dari diafragma urogenital (membran perineal). Bahan kontras juga dapat terlihat pada otot
adduktor dari kedua kaki (tanda panah padat), di ruang perivesical, dan berbatasan dengan bagian lateral
vagina (tanda panah terbuka) . Fraktur simfisis pubis dan ramus pubis inferior kiri juga tercatat (tanda
panah). (9) Ruptur ekstraperitoneal komplek pada seorang pria 23 tahun yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor. (a) CT cystogram menunjukkan ekstravasasi ekstraperitoneal perivesicular dengan
gambaran khas seperti gigi geraham (tanda panah putih) (terlihat pada gambar 7). Terdapat perluasan ke
dalam otot rektus abdominis seperti lapisan lemak superfisial (fasia dari camper) dan lapisan membran
lebih dalam (fasia scarpa) dari fasia subkutan (panah hitam) .(b,c) CT cystograms (gambar 9c diperoleh
pada tingkat yang lebih rendah daripada gambar 9b ) menunjukkan diastasis dari simfisis pubis (tanda
panah di gambar 9b) dengan gangguan diafragma urogenital , yang memungkinkan bahan kontras untuk
meluas langsung ke membran subkutan lebih dalam bagian fasia dan di sekitar fasia sub- dartos skrotum
(tanda panah) .
Gambar (10)
(10) Ruptur ekstraperitoneal kompleks pada seorang pria 38 tahun yang terluka karena jatuh dari
bangunan, (a) CT cystogram menunjukkan beberapa fraktur tulang pelvis ( tanda panah) , yang
menyebabkan gangguan pada fascia superior dari diafragma urogenital atau diafragma urogenital sendiri
dan bahan kontras memenuhi sampai meluas ke dalam skrotum . (b ) Pada CT cystogram , bahan kontras
di skrotum tetap terkandung di dalam fasia dartos (tanda panah hitam ), sedangkan bahan kontras juga
meluas ke otot abductor kiri (tanda panah putih) . (11) Ruptur ekstraperitoneal kompleks pada seorang
pria 76 - tahun yang ditabrak mobil saat dia berjalan, (a) Pada CT cystogram, bahan kontras terlihat di
ruang properitoneal (jaringan subserosa ekstraperitoneal) dari kuadran kanan bawah (tanda panah). (b) CT
cystogram menunjukkan bahan kontras perivesical di pelvis ekstraperitoneal (tanda panah).
Tipe 5: Ruptur kombinasi
Ruptur Kombinasi kandung kemih terdiri dari cedera intraperitoneal dan ekstraperitoneal yang
bersamaan. Prevalensi ruptur kombinasi kandung kemih adalah 5% -12% yang dilaporkan baik
karena penetrasi dan trauma tumpul. CT cystography biasanya menunjukkan pola ekstravasasi
yang khas untuk kedua jenis cedera ini (Gambar 12).
Gambar 12.
Gabungan ruptur intraperitoneal dan ekstraperitoneal pada seorang pria 23 tahun yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor. (a) CT cystogram menunjukkan bahan kontras bebas yang
menggambarkan dari lumen usus kecil, sebuah temuan yang merupakan karakteristik dari suatu ruptur
intraperitoneal. (b) CT cystogram menunjukkan bahan kontras menyindir dirinya ke dalam ruang
paravesical dan pararectal dari panggul ekstraperitoneal (tanda panah lurus). Fraktur ramus pubis juga
terlihat (tanda panah melengkung).
3. 7 Pengobatan
Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, baru dilakukan reparasi buli – buli. Prinsip
pemulihan ruptur kandung kemih adalah penyaliran ruang perivesikal , pemulihan dinding,
penyaliran kandung kemih dan perivesikal, dan jaminan arus urin melalui kateter. (Sjamsuhidajat
R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke dua. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC)
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk
memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah 7 - 10
hari. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk mencari robekan
pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi, terjadi
ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dan dapat menyebabkan peritonitis. Rongga
intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter
sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi. (smith)
Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan
untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk
melakukan penjahitan buli-buli denagn pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan
pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya
infeksi pada rongga perivesika sebesar 12 %. Oleh karena itu jika bersamaandengan rupture buli-
buli terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknyadilakukan penjahitan buli-
buli dan pemasangan kateter sistostomi. Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh,
sebelum melepas kateter uretra ataukateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
sistografi guna melihatkemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari
ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3
minggu. (smith)