traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

82
YENI ANGGRAINI KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD DR. SOEDARSO PSPD UNTAN PONTIANAK 2013 TRAUMA MAKSILOFASIAL

Upload: dimas-permana

Post on 24-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

YENI ANGGRAINI

KEPANITERAAN KL INIK ILMU BEDAHRSUD DR . SOEDARSO

PSPD UNTANPONTIANAK

2013

TRAUMA MAKSILOFASIAL

Page 2: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

PENDAHULUAN

Merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras dan jaringan lunak wajah

Terjadi sekitar 6% dari seluruh traumaPenyebab pada orang dewasa :: kecelakaan lalu

lintas (40-45%), penganiayaan atau berkelahi (10-15%), olahraga (5-10%), jatuh (5%) dan lain-lain (5-10%)

Pada anak-anak penyebab paling sering adalah olahraga seperti naik sepeda (50-65%), sedang yang lainnya adalah kecelakaan lalu lintas (10-15%), penganiayaan atau berkelahi (5-10%) dan jatuh ( 5-10 %).

Page 3: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

ANATOMI WAJAH

Maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian

Sepertiga atas wajah = tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis.

Sepertiga tengah = maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer

Sepertiga bawah = mandibula

Page 4: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

DEFINISI

Fraktur maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan hilangnya kontinuitas tulang-tulang wajah.

Page 5: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

ETIOLOGI

Page 6: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

KLASIFIKASI

Trauma jaringan lunak wajah

Trauma pada jaringan lunak wajah diklasifikasikan berdasarkan jenis luka dan penyebab seperti ekskoriasi, luka sayat (vulnus scissum), luka robek (vulnus laceratum), luka bacok (vulnus punctum), luka bakar (combustio) dan luka tembak (Vulnus sclopetorum).

Page 7: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Trauma jaringan keras wajah

Fraktur Sepertiga Bawah Wajah

(Fraktur Mandibula)

40% – 62% dari seluruh fraktur wajah

perbandingan pria dan wanita, yaitu 3 : 1 – 7 : 1

Kegiatan olahraga penyebab paling umum fraktur mandibular (31,5%), diikuti oleh kecelakaan kendaraan bermotor (sejumlah 27,2%).9

Page 8: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

LOKASI FRAKTUR MANDIBULA

1/3 fraktur mandibula terjadi di daerah kondilar-subkondilar,

1/3 terjadi di daerah angulus, dan

1/3 lainnya terjadi di daerah korpus, simfisis, dan parasimfisis.

Fraktur subkondilar banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus lebih sering pada remaja dan dewasa muda.

Page 9: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 10: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

JENIS FRAKTUR MANDIBULA

Page 11: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 12: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Tanda dan gejala8,9,11

Nyeri, dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan rahang untuk berbicara, mengunyah atau menelan.

Perdarahan dari rongga mulut.Maloklusi. Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan.Trismus. Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35

mm, batas terendah nilai normal adalah 40 mm. Pergerakan AbnormalKetidakmampuan menutup rahang = menandakan fraktur

pada prosessus alveolar, angulus, ramus dari simfisis.Krepitasi tulang.Mati rasa pada bibir dan pipi.Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.

Page 13: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

DIAGNOSIS

AnamnesisKeluhan subyektif berkaitan dengan fraktur

mandibula dicurigai dari adanya nyeri, oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis, pembengkakan, memar, perdarahan gigi, gigi yang fraktur atau tanggal, trismus, ketidakmampuan mengunyah.

Riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis.10

Page 14: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

II. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis pasien secara umumUmumnya trauma maksilofasial dapat diketahui

keberadaannya pada pemeriksaan awal (primary survey) atau pemeriksaan sekunder (secondary survey).

Pemeriksaan saluran napas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan napas.

Penyumbatan dapat disebabkan oleh terjatuhnya lidah kearah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran napas akibat adanya lendir, darah, muntahan, dan benda asing.12

Page 15: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

b. Pemeriksaan lokal fraktur mandibula12

1. Pemeriksaan klinis ekstraoralTampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi

ekimosis dan pembengkakan. Laserasi jaringan lunak . Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu

pasien tidak bisa menutup geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka.

Pasien sering kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan.

Dapat pula air ludah bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien.

Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula.

Jika fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati rasa.

Page 16: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

2. Pemeriksaan klinis intraoralSetiap serpihan gigi yang patah harus

dikeluarkan..Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan

kemudian sulkus lingual. Dengan hati-hati dilakukan palpasi pada

daerah dicurigai farktur, ibu jari serta telunjuk ditempatkan di kedua sisi dan ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar pada daerah fraktur.

Page 17: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Palpation of the inferior borders of the mandible (A) and preauricular areas (B). Irregularities or tenderness indicate the possibility of fractures.

Page 18: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

 The method of bimanual palpation of the mandible to detect fractures through the tooth-bearing region.

Page 19: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Patient showing deviation of the mandible to the right side when attempting to open the mouth (A). This patient has a right condylar fracture (arrow) that is seen on panoramic radiography (B).

Page 20: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

III. Pemeriksaan Radiologis8,11,12

Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam satu foto. Pemerikasaan ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit dilakukan pada pasien trauma, selain itu kurang memperlihatkan TMJ, pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus alveolar.

Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos mandibula PA, oblik lateral.

CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan panoramic

Page 21: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Normal PA mandibula

Page 22: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

There is a mildly displaced fracture of the angle of the right mandible.

Page 23: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

There is a mildly displaced fracture of the angle of the rightmandible.

Page 24: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Lateral view of mandible showing linear fracture (arrow).

Page 25: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Left sided mandibular fracture of the mandibular condyle.”

Page 26: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 27: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 28: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Dislocated mandible. Both mandibular condyles (labeled M) are dislocated anterior to their respective mandibular fossae (red and black arrows) in the temporal bones. The blue arrow points to the articular eminence which prevents the mandibular condyle (black M) from relocating in the mandibular fossa (black arrow).

Page 29: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur Sepertiga Tengah Wajah

Fraktur Le Fort (LeFort Fractures) merupakan tipe fraktur tulang-tulang wajah yang adalah hal klasik terjadi pada trauma-trauma pada wajah.

Fraktur Le Fort diambil dari nama seorang ahli bedah Perancis René Le Fort (1869-1951) yang mendeskripsikannya pertama kali di awal abab 20.9

Page 30: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur Le Fort tipe I (Guerin’s)/ (transversal)

merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi,

Fraktur Le Fort I meliputi fraktur horizontal bagian bawah antara maxilla dan palatum/arkus alveolar kompleks.

menyebabkan terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum.

Garis fraktur berjalan ke belakang melalui lamina pterigoid. Fraktur ini bisa unilateral atau bilateral.

Page 31: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur ini menyebabkan rahang atas mengalami pergerakan yang disebut floating jaw.

Pergerakan palatum durum dan gigi bagian atas.Edema pada wajah hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan

terjadi akibat dari adanya edema.

Hal ini dievaluasi dengan memegang gigi seri dan palatum durum dan mendorong masuk dan keluar secara lembut.

Page 32: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 33: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur Le Fort tipe II

Fraktur Le Fort tipe II = fraktur piramidal.

Berjalan melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebrang ke bagian atas dari sinus maksila juga ke arah lamina pterigoid sampai ke arah fossa pterigopalatina.

Page 34: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

testing for mobility of the central midface.

Page 35: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur pada lamina kribriformis dan atap sel sel etmoid dapat merusak sistem lakrimalis. Karena sangat mudah digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai “floating maxilla (maksila yang melayang) ”.

Le Fort II : Edema pada wajah, edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang

terlihat seperti racoon sign. Perdarahan subkonjungtiva dan hipoesthesia di nervus

infraorbital, dapat terjadi karena trauma langsung atau karena laju perkembangan dari edema.

Maloklusi Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat

palpasi di area infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat

ditemukan pada kasus ini.

Page 36: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur Le Fort III9

Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui fissure orbitalis superior melintang kearah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatico-frontal dan sutura temporo-zigomatikum.

Disebut juga sebagai “cranio-facial disjunction”. Merupakan fraktur yang memisahkan secara lengkap sutura tulang dan tulang cranial.

Page 37: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Edema wajah yang masif, ekimosis periorbital, remuknya wajah serta adanya mobilitas

tulang zygomatikomaksila, pergerakan gigi, palatum durum, epistaksis, keluar cairan serebrospinal pada

hidung.Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur

ini yaitu keluarnya cairan otak melalui atap ethmoid dan lamina cribiformis.

Page 38: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 39: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

left inferior orbital rim (fractured: Le Fort II is likely present),

and left zygomatic arch (fractured: Le Fort III is likely present).

Coronal CT image shows fracture of lateral orbital rim (frontal process of zygoma) on left (solid arrow); Le Fort III fracture is present on left, because lateral rim is also a unique feature of Le Fort III fractures.

Left orbital floor on left (open arrow) is fractured, as is expected in Le Fort II fractures. Right orbital floor is intact.

Page 40: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

The method to palpate the midface for Le Fort fractures. The anterior teeth are grasped and the maxilla manipulated to determine whether it moves. If motion is palpated at the nasal bridge (A), a Le Fort II or III fracture is present. If motion is also detected at the zygoma (B), a Le Fort III fracture is present. If motion is not detected at either point but the maxilla is loose, a Le Fort I fracture is likely.

Page 41: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FRAKTUR ZIGOMA

insiden dari fraktur zigoma (27,64%) Predileksi terutama pada laki-laki, dengan

perbandingan 4:1 dengan perempuan. Penyebab dari fraktur zigoma yang paling

sering adalah dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor.

Bilateral fraktur zigoma jarang terjadi, hanya sekitar 4 % dari 2067 kasus

Page 42: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Klasifikasi fraktur komplek zigomatikus :fraktur stable after elevation: (a) hanya arkus (pergeseran

ke medial), (b) rotasi pada sumbu vertikal, bisa ke medial atau ke lateral.

Fraktur unstable after elevation: (a) hanya arkus (pergeseran ke medial); (b) rotasi pada sumbu vertikal, medial atau lateral; (c) dislokasi en loc, inferior, medial, posterior, atau lateral; (d) comminuted fracture.

Page 43: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

 Normal lines of fracture in a zygomaticomaxillary compound fracture. Note the fracture extending through the infraorbital foramen, commonly resulting in numbness to the upper lip, side of the nose, and lower eyelid.

Page 44: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Penemuan klinis yang bisa ditemukan: Pasien mungkin mengeluhkan rasa sakit di pipi

atas pergerakan rahang. tulang pipi yang datar dan nyeri saat palpasi. Pendarahan subkonjungtiva juga bisa ditemukan. Parestesi pada lateral hidung dan bibir bagian

atas disebakan kelainan pada nervus infraorbital. diplopia jika melirik mata ke atas karena

keruskan pada muskulus rektus inferior. Trismus bisa terjadi tetapi tidak sering akibat

daripada kelainan di mandibula. ekimosis intraoral atau destruksi pada gusi.

Page 45: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

A patient with a depressed zygomaticomaxillary complex fracture. Note the loss of cheek contour on the left.

Palpation of the zygoma externally (A) and in the maxillary vesibule (B) for osseous irregularities.

Page 46: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 47: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FRAKTUR NASAL

Patah tulang hidung didiagnosis oleh riwayat trauma dengan bengkak, dan krepitus pada jembatan hidung. Pasien mungkin mengalami epistaksis, namun tidak harus selalu bercampur dengan CSF.

Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum.

Fraktur NOE dicurigai jika pasien memiliki bukti patah hidung dengan telecanthus, pelebaran jembatan hidung dengan canthus medial terpisah, dan epistaksis atau rhinorrhea CSF.

Page 48: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Method of palpating the nasal complex for fractures. The nasal pyramid should be moved right and left to detect mobility.

Patient with naso-orbitoethmoid fracture and cerebrospinal fluid rhinorrhea (A). The fluid leaves a double ring where it drips onto fabric (B).

Page 49: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 50: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Lateral radiographic view of a displaced nasal bone fracture in a patient who sustained this injury because of a punch to the face during a hockey game.

Page 51: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

A patient with naso-orbitoethmoid fracture. Note the increase in the intercanthal distance and the rounded shape of the medial palpebral fissure on the right. The normal palpebral fissure on the patient's left has an angular relationship between the upper and lower eyelids.

Page 52: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Fraktur Sepertiga Atas Wajah

Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis.

Fraktur tulang frontalis umumnya bersifat depressed ke dalam atau hanya mempunyai garis fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain.

Ditandai dengan destruksi atau krepitasi pada supraorbital rims, emfisema subkutan, dan parestesi pada supraorbital nerve.

Page 53: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Patient with frontal sinus fracture. A, Note the swelling on the patients left side (arrows).

B, CT scan showing the fractures through the anterior and posterior tables of the frontal sinus and resulting pneumocephalus.

Page 54: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

DIAGNOSIS TRAUMA MAKSILOFASIAL

AnamnesisTanyakan pertanyaan spesifik tentang cedera.

Bagaimana mekanisme cedera? Apakah pasien kehilangan kesadaran? Apakah pasien memiliki masalah visual seperti penglihatan

ganda atau kabur? Apakah pasien memiliki masalah pendengaran apapun, seperti

pendengaran menurun atau tinnitus? Apakah gigi kontak seperti biasanya (oklusi normal)? Apakah pasien mampu menggigit tanpa rasa sakit? Apakah pasien mengalami mati rasa atau kesemutan pada

wajah? Apakah pasien mengalami kesulitan bernapas melalui hidung?  Apakah terdapat perdarahan dari hidung atau telinga?  Apakah pasien mengalami kesulitan membuka atau menutup

mulut? Apakah ada rasa sakit atau kejang otot?

Page 55: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Inspeksi

Secara sistematis bergerak dari atas ke bawah : a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi,

edema. b. luka tembus. c. Asimetris atau tidak. d. Adanya Maloklusi / trismus, pertumbuhan

gigi yang abnormal. e. Otorrhea / Rhinorrhea f. Telecanthus, Battle's sign, Raccoon's sign. g. Cedera kelopak mata. h. Ecchymosis, epistaksis i. defisit pendengaran. j. Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa nyeri,

serta rasa cemas.

Page 56: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Raccoon Eyes. Ecchymosis in the periorbital area, resulting from bleeding from a fracture site in the anterior portion of the skull base. This finding may also be caused by facial fractures.

Page 57: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 58: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Palpasi

Periksa kepala dan wajah untuk melihat adanya lecet, bengkak, ecchymosis, luka, dan perdarahan,

Periksa luka terbuka untuk memastikan adanya benda asing seperti pasir, batu kerikil.

Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi. Jika gigi avulsi, mengesampingkan adanya aspirasi.

Palpasi untuk cedera tulang, Krepitasi terutama di daerah pinggiran supraorbital dan infraorbital, tulang frontal, lengkungan zygomatic, dan pada artikulasi zygoma dengan tulang frontal, temporal, dan rahang atas.

Palpasi zygoma sepanjang lengkungan serta artikulasi dengan tulang frontal, tulang temporal, dan maxillae

Periksa stabilitas wajah dengan menggenggam gigi dan langit-langit secara keras dan lembut dengan mendorong maju dan mundur, lalu naik dan turun

Page 59: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Periksa mata untuk memastikan adanya exophthalmos atau enophthalmos, menonjol lemak dari kelopak mata, ketajaman visual, kelainan gerakan okular, jarak interpupillary, dan ukuran pupil, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya, baik langsung dan konsensual.

Palpasi daerah orbital medial. Kelembutan mungkin menandakan kerusakan pada kompleks nasoethmoidal.

Periksa hidung untuk telecanthus (pelebaran sisi tengah hidung) atau dislokasi. Palpasi untuk kelembutan dan Krepitasi.

Periksa septum hidung untuk hematoma, massa menonjol kebiruan, laserasi pelebaran mukosa, fraktur, atau dislokasi, dan Rhinorrhea cairan cerebrospinal.

Page 60: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Periksa untuk laserasi liang telinga, kebocoran cairan serebrospinal, integritas membran timpani, hemotympanum, perforasi, atau ecchymosis daerah mastoid (Battle sign).

Periksa lidah dan mencari luka intraoral, ecchymosis, atau bengkak.

Secara Bimanual meraba mandibula, dan memeriksa tanda-tanda Krepitasi atau mobilitas.

Tempatkan satu tangan pada gigi anterior rahang atas dan yang lainnya di sisi tengah hidung. Gerakan hanya gigi menunjukkan fraktur le fort I. Gerakan di sisi hidung menunjukkan fraktur Le Fort II atau III.

Memanipulasi setiap gigi individu untuk bergerak, rasa sakit, gingiva dan pendarahan intraoral, air mata, atau adanya krepitasi.

Lakukan tes gigit pisau. Minta pasien untuk menggigit keras pada pisau. Jika rahang retak, pasien tidak dapat melakukan ini dan akan mengalami rasa sakit.

Page 61: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Meraba seluruh bahagian mandibula dan sendi temporomandibular untuk memeriksa nyeri, kelainan bentuk, atau ecchymosis.

Palpasi kondilus mandibula dengan menempatkan satu jari di saluran telinga eksternal, sementara pasien membuka dan menutup mulut. Rasa sakit atau kurang gerak kondilus menunjukkan fraktur.

Periksa paresthesia atau anestesi saraf. Menilai dan mengevaluasi integritas saraf

kranial II - VIII

Page 62: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Pemeriksaan Radiologis

untuk memperjelas suatu diagnosa klinis serta untuk mengetahui letak fraktur.

Pemeriksaan radiografis juga dapat memperlihatkan fraktur dari sudut dan perspektif yang berbeda.

panoramic view, postero-anterior view, lateral oblique view. Computed Tomography (CT) scans

Pemeriksaan radiografis untuk fraktur sepertiga tengah wajah dapat menggunakan Water’s view, lateral skull view, posteroanterior skull view, dan submental vertex view.

Page 63: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Penatalaksanaan Pasien Fraktur Maksilofasial

Manajemen UmumA : Airway maintenance with cervical

spine control/ protectionB : Breathing and adequate ventilation C : Circulation with control of

hemorrhageD : Disability neurologic examinationE: Exposure/ enviromental control

Page 64: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Terapi medis umum

Jika pasien sadar. Dudukkan pasien menghadap ke depan sehingga lidahnya, saliva dan darah mengalir keluar.

Jika pasien tidak sadar Saat perawatan perlu ditidurkan pada posisi recovery, hati – hati bila ada cedera lain yang membahayakan.

Diberikan oksigen dan cairan kristaloid isotonik. Mengadministrasikan Packed Red Cell (PRC) jika pasien mengalami pendarahan masif. Diindikasikan tetanus profilaksis. Bahan haemostatic asam tranexamid (cyclokapron). Dosis : 25mg/kg BB IV bolus pelan selam 5 – 10 menit.

Kebersihan dan desinfeksi. Jika sadar suruh untuk kumur – kumur dengan : Cairan kumur clorheksidin 0,5 % larutan garam 2 % jika tidak mungkin kumur dengan air bersih.

Page 65: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Obat-obatanAntibiotika, diberikan golongan penisillin

selama seminggu, harus diberikan segera.Untuk luka wajah, gunakan Cefazolin

(Sefalosporin). Untuk luka rongga mulut, gunakan

klindamisin.Untuk patah tulang sinus, gunakan

amoksisilin.Untuk patah tulang dengan robeknya

duramater atau kebocoran cairan serebrospinal, gunakan vankomisin dan ceftazidime.

Page 66: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Jika gelisah berikan diazepam.Manajemen nyeri. Gunakan obat oral untuk

luka ringan dan obat parenteral jika pasien tidak dapat mengambil obat oral (yaitu, tidak melalui mulut). Untuk obat anti-inflamasi, gunakan ibuprofen, naproxen, atau ketorolac.Untuk kontrol pusat, gunakan narkotika (misalnya, kodein, oxycodone, xanax, meperidin, morfin).

Page 67: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

PEMBEDAHAN

Prinsip dasar pada bedah yang harus dipersiapkan sebagai penunjuk untuk perawatan fraktur maksilofasial ialah :

reduksi fraktur (mengembalikan segmen-segmen tulang pada lokasi anatomi semula) dan fiksasi segmen-segmen tulang untuk meng-imobilisasi segmen-segmen pada lokasi fraktur.

Page 68: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Perawatan fraktur dengan menggunakan intermaxillary fixation (IMF) disebut juga reduksi tertutup karena tidak adanya pembukaan dan manipulasi terhadap area fraktur secara langsung. Teknik IMF yang biasanya paling banyak digunakan ialah penggunaan arch bar.

Page 69: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Perawatan fraktur dengan reduksi terbuka ialah perawatan pembukaan dan reduksi terhadap area fraktur secara langsung dengan tindakan pembedahan.

dilakukan bila diperlukan reduksi tulang secara adekuat.

Indikasi perawatan reduksi terbuka ialah berpindahnya segmen tulang secara lanjut atau pada fraktur unfavorable, seperti fraktur angulus, dimana tarikan otot masseter dan medialis pterygoid dapat menyebabkan distraksi segmen proksimal mandibula.

Page 70: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FRAKTUR MANDIBULA

IDW – IMWArch BarMiniplate dan screw

Page 71: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 72: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FITTING AN ARCH BAR. A, bending it to shape. B, fitting it round the maxilla. C, wiring it to the maxilla. D, passing a win round a tooth. E, fixing the rubber bands. After R.O. Dingman and P. Navig ’Surgery of Facial Fractures’ W.B. Saunders Co. Publishers, permission requested

Page 73: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Bridle wire is used for temporary stabilization of a fractured segment.

This provides some patient comfort by minimizing mobility of the fracture segments

Bridle wire used to decrease mobility and provide patient comfort.

Page 74: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 75: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

Le Fort I          : Reposisi dan arch bar maxilla digantung dengan snar wire pada                                                tepi bawah orbita atau IMW.

Le Fort II        : Reposisi dengan Rowe Forceps• Fiksasi    :  IDW  +  IMW / arch bar + suspense• MiniplateFiksasi wire/arch bar dipertahankan selama 5 – 6 minggu.

Le Fort III       : Open reduction internal fixationFiksasi dengan miniplate dan wire

Page 76: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 77: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FRAKTUR ZYGOMATICUM

Page 78: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FRAKTUR NASAL

KONSERVATIF Pasien dengan perdarahan hebat, dikontrol dengan vasokonstriktor

topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain

dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan

setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti.

Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan

kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan

rasa nyaman pada pasien.

OPERATIF Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen

tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan.

Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.

Page 79: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

FRAKTUR NASAL

ELEVATING A FRACTURE OF THE NOSE.

A, inflitrating the site of the fracture.

B, raising the depressed bones with curved artery forceps. Always suspect a fracture after any blow on the nose. Swelling of the soft tissues can easily hide it.

Page 80: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01
Page 81: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

SEKIAN DAN

TERIMA KASIH

Page 82: traumamaksilofasialyenianggraini-130515133747-phpapp01

This custom medical exhibit features surgical images for stabilization of fractures to the maxilla and mandible (involving the upper and lower jaw and teeth). Images include: 1. Tooth extraction, 2. Stabilization wire placement, and finally 3. Immobilization of the jaws with Erich arch bars.