tuberkulosis

10
Gejala umum penderita TB adalah batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai adalah dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, dan rasa nyeri di dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, serta demam meriang lebih dari sebulan (Hood & Abdul, 2002). Menurut Amin (2007) tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, AIDS, diabetes dan gagal ginjal. Lokasinya biasanya pada bagian apeks dari satu atau dua lobus paru, dimana berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks sehingga membantu bakteri TB untuk tumbuh dengan baik (Crofton, 2002 ; Kumar, 2007). Dalam perjalanan penyakit lebih lanjut, sebagian besar penderita tuberculosis primer 90% dapat sembuh sendiri dan 10% akan mengalami penyebaran endogen (Hood & Abdul, 2002). Tuberculosis (TB) juga merupakan suatu penyakit infeksi granulomatous yang dapat mengenai beberapa bagian tubuh termasuk rongga mulut. Penyakit TB telah menginfeksi 1/3 penduduk dunia, dan sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 2000).

Upload: heny

Post on 30-Jul-2015

248 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUBERKULOSIS

Gejala umum penderita TB adalah batuk yang terus menerus dan berdahak

selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai adalah dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak napas, dan rasa nyeri di dada, badan lemah,

nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),

berkeringat malam walau tanpa kegiatan, serta demam meriang lebih dari sebulan

(Hood & Abdul, 2002).

Menurut Amin (2007) tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas yang

menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, AIDS, diabetes dan gagal

ginjal. Lokasinya biasanya pada bagian apeks dari satu atau dua lobus paru,

dimana berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks sehingga

membantu bakteri TB untuk tumbuh dengan baik (Crofton, 2002 ; Kumar, 2007).

Dalam perjalanan penyakit lebih lanjut, sebagian besar penderita tuberculosis

primer 90% dapat sembuh sendiri dan 10% akan mengalami penyebaran endogen

(Hood & Abdul, 2002).

Tuberculosis (TB) juga merupakan suatu penyakit infeksi granulomatous

yang dapat mengenai beberapa bagian tubuh termasuk rongga mulut. Penyakit TB

telah menginfeksi 1/3 penduduk dunia, dan sekitar 8 juta penduduk dunia diserang

TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 2000).

Lesi TB pada rongga mulut sebenarnya jarang ditemukan, namun dapat

terjadi lesi primer maupun lesi sekunder. TB oral sekunder terlihat pada sekitar

0,05%-1,5% kasus dan biasanya terjadi pada orang dewasa. TB di rongga mulut

paling sering adalah fase sekunder dari TB paru dengan lokasi yang paling sering

terkena adalah lidah, lokasi lainnya termasuk bibir, pipi, palatum lunak, uvula,

gingiva, dan mukosa alveolar (Husain, 2001).

Apabila ditemukan adanya lesi, maka lesi tersebut diantaranya: nodula,

plak, ulserasi, granuloma, dan proliferasi mukosa. Lesi tama dari penderita TB

pada rongga mulut mempunyai manifestasi berupa ulser kronik yang tak kunjung

sembuh (Husain, 2001).

Pathogenesis organisme ke mulut melalui saliva yang terinfeksi akhirnya

akan mengakibatkan timbulnya infeksi mulut. Pembentukan infeksi oral TB

Page 2: TUBERKULOSIS

disebabkan oleh beberapa factor sistemik dan factor local. Factor-faktor sistemik

yang mendukung kemungkinan terjadinya infeksi TB meliputi resistensi host yang

menurun dan meningkatnya virulensi organisme. Sedangkan untuk factor

predisposisi local seperti oral hygiene yang jelek, adanya trauma local, adanya lesi

seperti leukoplakia, granuloma periapikal, kista gigi, abses gigi, dan periodontitis

(Hercline, 2009).

Terdapat 2 jenis infeksi TB oral pada jaringan mukosa yaitu yang dikenal

sebagai infeksi primer dan infeksi sekunder. Lesi primer terbentuk apabila basil

langsung masuk ke mukosa seseorang yang belum pernah terinfeksi penyakit TB

dan juga pada seseorang yang belum pernah mendapatkan imunisasi TB.

Meskipun infeksi primer jarang terjadi, namun sering mempengaruhi gingiva,

soket bekas pencabutan, dan lipatan bukal (bukal folds). Sedangkan untuk infeksi

sekunder pada jaringan mukosa terjadi karena hematogeneus, penyebaran limfatik

atau autoinokulasi oleh infeksi sputum. Hematogeneus atau penyebaran limfatik

yang mengalami infeksi pada jaringan mukosa lebih sering terjadi pada kasus

ekstrapulmonari tuberculosis. Penyebaran lesi TB yang terjadi langsung pada

rongga mulut oleh lesi TB lain yang berdekatan seperti faring kemungkinan dapat

menjadi sumber tuberculosis oral sekunder. Penyebab hematogenous sendiri

karena adanya penumukan basil TB di submukosa yang selanjutnya berproliferasi

dan menyebabkan ulser pada mukosa diatasnya (Hercline, 2009).

Biasanya lesi tuberculosis berupa ulser yang tidak teratur, superfisial atau

dalam, sakit dan cenderung bertambah besar secara perlahan-lahan. Selain itu

kelenjar saliva dapat juga terinfeksi oleh TB. Terdapat dua jenis infeksi yaitu,

pertama berkembang lebih lambat dalam beberapa tahun dan membentuk kapsul

secara kronis dan kedua secara akut, kemudian inflamasi berkembang dalam

beberapa hari sampai beberapa minggu. Secara klinis infeksi ini pertama kali

muncul dengan pembengkakan kecil yang dapat digerakkan, yang biasanya lebih

sering mengenai kelenjar parotis dibandingkan kelenjar sublingualis. Lesi pada

lidah yang biasanya berbentuk ulser dengan batas lateral, ujung, dorsum anterior

dan dasar lidah merupakan daerah yang paling sering terlibat tuberculosis.

Page 3: TUBERKULOSIS

Tuberculosis juga sering mengenai palatum lunak dengan bentukan lesi yang kecil

(Hood & Abdul, 2002).

Lesi gingiva biasanya berasal dari infeksi primer yang sering berupa lesi

granulasi meskipun sering juga dilaporkan adanya ulser atau erosi mukosa. Untuk

TB pada bibir biasanya berbentuk ulser granulasi yang dangkal.

Tuberculosis pada maksila dan mandibular biasanya menghasilkan infeksi

tulang (osteomyelitis) yang umumnya muncul pada TB sekunder. Keterlibatan

tulang rahang berkaitan dengan perluasan atau penyebaran yang dalam pada lesi

gingiva, tuberkulosa granuloma pada apeks gigi, atau penyebaran infeksi

hematogenus. Lesi oral pada penderita TB diantaranya adalah terbentuknya ulser,

osteomyelitis, gingival enlargement, dan glossitis tuberkulosa (Amin, 2007).

Ulser merupakan suatu luka terbuka pada kulit atau jaringan mukosa yang

memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan sedikit demi sedikit. Lesi

ulseratif di mukosa penderita TB berupa ulkus irregular, tepi tidak teratur, dengan

sedikit indurasi, sering disertai lesi berwarna kuning, dan disekeliling ulkus juga

dijumpai satu atau dua nodula kecil.

Lesi pada TB primer jarang ditemukan, apabila ditemukan maka ulser

yang timbul hanya tunggal namun sakit dan terjadi pembesaran kelenjar limfa.

Lesi pada TB sekunder lebih sering ditemui dengan lesi berupa ulser tunggal

kronis, irregular, dikelilingi oleh eksudat, dan sangat menyakitkan.

Ulser di rongga mulut yang disebabkan oleh bakteri TB tidak dapat

dibedakan secara klinis dengan lesi oral yang bersifat malignan/ ganas. Adanya

ulser kronis pada rongga mulut dapat didiagnosa banding dengan suatu

keganasan, sarkoidosis, ulser sifilis, lesi ulser aftosa, infeksi jamur, traumatic

injury, karsinoma sel squamosa, dan limfoma. Untuk menegakkan diagnose perlu

dilakukan biopsy, apusan saliva dapat menunjukkan adanya bakteri TB bila

diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen (Hood & Abdul, 2002).

Page 4: TUBERKULOSIS

TB pada tulang adalah salah satu bentuk dari osteomyelitis kronis.

Osteomyelitis TB jarang ditemui sehingga jarang menimbulkan kecurigaan dokter

saat mendiagnosa, terutama bila tidak ada riwayat penyakit sistemik dan terapi.

Basil tuberkuli dapat menginfeksi tulang rongga mulut antara lain melalui:

1. Kontak langsung antara sputum dengan gigi karies pulpa terbuka, bekas

luka pencabutan, margin gingiva, dan perforasi akibat erupsi gigi.

2. Perluasan regional dari lesi jaringan lunak yang melibatkan tulang

dibawahnya.

3. Melalui jalur peredaran darah.

Secara klinis osteomyelitis TB dimulai dengan pembengkakan yang

berkembang lambat, menyababkan nekrosis tulang yang lambat dan dapat

melibatkan seluruh mandibular. Radiografi menunjukkan daerah radiolusen yang

irregular dan tulang trabecular yang mengabur, destruksi tulang dimulai dengan

erupsi pada korteks dengan adanya kecenderungan perbaikan berkala dan

digantikan oleh jaringan granulasi.

Tuberculosis pada gingiva dapat ditemukan berupa gingival enlargement.

Proses inflamasi bermula dari papil-papil interdental dan meluas ke gingiva

sampai ke jaringan eriodontal. Gingival enlargement ini tampak berupa petechiae

dan bergranul serta mudah sekali berdarah. Pada umumnya gingival enlargement

pada penderita TB tidak sakit, meluas secara progresif dan berkelanjutan dari

margin gingiva ke daerah vestibular yang rendah dan berhubungan dengan

pembesaran kelenjar limfa.

Penyebab terjadinya gingival enlargement pada penyakit TB berhubungan

dengan efek proteksi dari rongga mulut yaitu karena adanya efek proteksi dari sel

skuamosa yang dapat melawan masuknya basil bakteri secara langsung.

Perlawanan ini mengakibatkan semakin bertambah tebalnya epitel mukosa oral

dan bertambah tebalnya gingiva.

Salah satu manifestasi TB pada lidah selain ulser adalah adanya

peradangan lidah atau glossitis. Glossitis disebabkan karena infeksi bakteri TB

Page 5: TUBERKULOSIS

yang banyak pada saiva rongga mulut terutama pada sputum sehingga

mnyebabkan suatu peradangan yang sering terlihat sebagai granuloma.

Tuberkuloma atau granuloma tuberkulosa dapat terjadi pada penderita TB karena

penumpukan basil TB pada lidah melalui proses yang lambat yang mengani lidah,

selain itu terkadang juga dijumpai tuberkuloma yang terlihat sebagai suatu

glossitis yang sering didiagnosa sebagai makroglossia. Diagnose banding dari lesi

tuberkulosa lidah dapat berupa malignasi, penyakit granulomatosa, sifilis, ulser

traumatic, ulser aftosa, dan infeksi jamur.

Penatalaksanaan tuberculosis dapat dilakukan dengan pemberian obat anti-

tuberkulosis seperti streptomisin, isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol,

etionamid, dan PAS (para amino salisik acid) yang mempunyai 3 (tiga) efek,

yaitu: aktivitas bakterisidal, aktivitas sterilisasi, dan aktivitas bakteriostatis.

Sedangkan untuk pencegahannya ada 3 (tiga) hal, yaitu:

1. Terhadap infeksi tuberculosis, maka harus dilakukan pencegahan terhadap

sputum yang infeksius dan isolasi serta mengobati penderita.

2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara memperbaiki standar hidup dan

usaha melakukan peningkatan kekebalan tubuh dengan melakukan vaksinasi

BCG.

3. Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti-

tuberkulosis seperti yang telah disebutkan diatas.

Page 6: TUBERKULOSIS

DAFTAR PUSTAKA

Von Arx DP, Husain A. Oral Tuberculosis, Br. Dental J 2001;198:420-22.

Hercline T, Amorosa JK. Tuberculosis, Emedicine, 2009.

WHO News, Bull. WHO 2000 ;78: 945-6.

Alsagaff Hood, Mukty Abdul. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya: Airlangga University Press.

Mandal B, dkk. Penyakit Infeksi. Terjemahan oleh Juwalita Surapsari.

2006. Jakarta: Erlangga.

Aditama, T. Y. 2002. Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi, & masalahnya.

Edisi 4. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.

Page 7: TUBERKULOSIS

Amin Z, Bahar A. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo, Aru W et al,

ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI, 998-993.

Crofton, J, Home N, Miller F. 2002. Clinical Tuberculosis. England:

TALCIUATLD.

Kumar, V. 2007. Tuberculosis Dalam: Robbins, Contran, Kumar, ed. Buku

Ajar Patologi. Edisi 7. Volemu 2. Jakarta: EGC, 544-551.