tuberkulosis

42
BAB 1 PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di negara maju (Rahajoe, dkk, 2008). Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5 - 6% dari total kasus TB. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TB(Rahajoe, dkk, 2008). Di Asia tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). 1

Upload: teuku-fadli-sani

Post on 10-Apr-2016

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TB Anak

TRANSCRIPT

Page 1: Tuberkulosis

BAB 1PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di

negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan

salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara

berkembang maupun di negara maju (Rahajoe, dkk, 2008).

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus

TB anak per tahun adalah 5 - 6% dari total kasus TB. Pada tahun 1989, WHO

memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan

450.000 anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TB(Rahajoe, dkk, 2008).

Di Asia tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah jumlah

kasus baru adalah 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV.

Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus

baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta

kasus). Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun

(Rahajoe, dkk, 2010).

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat saat ini diduga disebabkan

oleh berbagai hal, yaitu: 1) diagnosis tidak tepat, 2) pengobatan tidak adekuat,

3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, 4) infeksi endemik

HIV, 5) migrasi penduduk, 6) mengobati sendiri (self treatment), 7) meningkatnya

kemiskinan dan 8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai (Rahajoe, dkk,

2010).

Salah satu masalah yang selalu terkait erat dengan TB yaitu masalah gizi

yang dalam hal ini adalah malnutrisi (Kekurangan Energi Protein/KEP).

1

Page 2: Tuberkulosis

Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak dibawah usia 5 tahun. KEP

diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan (gizi kurang) dan KEP derajat berat

(gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala yang khas dan kelainan

biokimia, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan. Telah lama diketahui adanya

hubungan sinergis antara KEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat

memperburuk keadaan status gizi (Hillaliah, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Dudeng (2005), diketahui bahwa anak yang

mempunyai status gizi tidak baik memiliki risiko 3,28 kali lebih besar menderita

tuberkulosis dibandingkan dengan anak yang mempunyai status gizi baik.

Demikian pula dengan hasil penelitian Haryani (2007), yang menyimpulkan

bahwa status gizi kurang merupakan faktor yang paling dominan dalam kejadian

tuberkulosis pada anak dengan risiko sebesar 7,02 kali dibandingkan dengan anak

yang mempunyai status gizi yang baik.

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus pediatri pada seorang anak laki-

laki yang dirawat di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara

dengan Tuberkulosis Paru, Limfadenitis Tuberkulosis, bronchitis, dan distonia e.c

obat.

2

Page 3: Tuberkulosis

BAB 2LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : BJ

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 14 tahun

Berat Badan : 31 kg

Suku : Aceh

Agama : Islam

Alamat : Syamtalira Aron

Tanggal Masuk : 1 Juli 2015

No. MR : 06.59.40

B. Identitas Orang Tua

Ayah

Nama : Tn. I

Umur : 51 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Ibu

Nama : Ny. A

Umur : 47 tahun

Pendidikan : SMA

3

Page 4: Tuberkulosis

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

2.2. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan orang tua pasien, tanggal 2 Juli 2015 pukul 08.30 WIB

a. Keluhan Utama

Demam 15 hari SMRS

b. Keluhan Tambahan

Kaku, mual, muntah, menggigil, sakit perut, batuk, mencret, nyeri saat

kencing, BAB hitam, benjolan di leher.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUCM diantar oleh orang tua pasien dengan

keluhan demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Kaku pada

leher dirasakan setelah meminum obat muntah yang diberikan mantri. Demam

terjadi terus menerus dan disertai menggigil pada malam hari, pasien merasa

kondisi semakin memberat dan tampak lemah. Pasien mengeluhkan mual,

muntah, sakit perut, nyeri saat kencing, dan BAB hitam sejak 3 hari SMRS.

Pasien sering batuk selama 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh terdapat benjolan

pada leher sebelah kiri yang sudah muncul 6 bulan SMRS.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada bulan Februari 2015 pasien pernah dirawat di RS dengan diagnosa

Demam Tifoid.

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat antenatal

Selama kehamilan ibu memeriksa kehamilan ke bidan

4

Page 5: Tuberkulosis

Frekuensi : Trimester 1 : 1 kali

Trimester II : 1 kali

Trimester III : 2 kali

Riwayat natal

Lahir secara : spontan pervaginam

Berat badan lahir : 2900 gram

Panjang badan lahir : ibu lupa

Lingkar kepala lahir : ibu lupa

Tempat : Di rumah dengan pertolongan bidan

f. Riwayat Imunisasi

Tidak pernah.

g. Riwayat Makanan

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pasien mulai

diberi makan pisang sejak usia 4 bulan. Makanan teratus hingga usia 6 tahun.

Pasien muali sering jajan dan malas makan sejak masuk sekolah, dan hingga kini

pasien makan tidak teratur, jarang sarapan, dan suka makan somay dan minum

minuman berpengawet.

h. Riwayat Keluarga

Dirumah tidak ada yang mengalami hal yang sama. ayah pasien merokok 1

bungkus per hari.

i. Riwayat Psikososial

Pasien adalah anak ke 5 dari 5 bersaudara. Anak tinggal serumah dengan ayah, ibu

dan 3 orang abang dalam rumah semi permanen, ventilasinya baik, air minum,

5

Page 6: Tuberkulosis

mandi, cuci dan minum sehari-hari berasal dari sumur. Keluarga termasuk ke

dalam golongan sosio-ekonomi sedang. Pasien bersekolah di Pesantren dengan 1

kamar diisi oleh 20 orang, menurut keterangan pasien ada teman yang sudah batuk

lama.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : lemah

b. Kesadaran : compos mentis

c. Tanda Vital

Nadi : 100 kali/menit

Respirasi : 32 kali/menit

Suhu : 39,2 oC

Tekanan darah : Tidak dievaluasi

d. Data Antropometri

Berat Badan : 31 kg

Tinggi badan : 153 cm

e. Status Gizi

Berdasarkan Rumus Status Gizi menurut Waterlow (1972)

BB/TB % = BB Aktual x 100%

BB Baku untuk TB actual

= (31 x 100%) / 44 = 70,45

= Interpretasi Gizi Kurang

j. Status General

Kulit

6

Page 7: Tuberkulosis

Kulit berwarna sawo matang, efloresensi primer (Nodul), eflurosensi

skunder (-), Jaringan parut (-), Pigmentasi normal, Keringat (umum),

Turgor (menurun), Ikterus (-), Pertumbuhan rambut normal, pembuluh

darah normal, lapisan lemak (menurun), edema (-), suhu raba (lembab).

Pembesaran KGB

Submandibula (-), region coli (-/+) 3 nodul ukuran 2 dan 1 cm,

supraklavikula (-), aksila (-), inguinal (-).

Kepala

Ekspresi wajah tampak lemah, wajah simetri, deformitas (-), rambut hitam

tidak mudah dicabut, pembuluh darah temporal tampak normal, nyeri

tekan sinus (-), noktah nyeri (-)

Mata

Defrmitas (-), gerakan (normal), kelopak (normal), mata cekung (-/-),

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil bulat, isokor, refleks

cahaya (+/+)

Telinga

Deformita (-), tanda radang (-/-), tofi (-/-), serumen (-/-)

membran timpani utuh.

Hidung

Bentuk normal, konka hiperemis (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-),

abses (-)

Mulut dan Tenggrokan

Bibir sianosis (-), mukosa (basah), faring (normal), tonsil (T1/T1), gigi dan

gusi (normal), lidah (normal), bau pernapasan (+).

7

Page 8: Tuberkulosis

Leher

Trakea (normal), kaku kuduk (-)

Toraks : tulang rusuk tampak jelas

Pulmo

Inspeksi : Retraksi didi dada (+), pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba

Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-).

Abdomen

Inspeksi : Bentuk simestris

Palpasi : Hepar terasa nyeri saat palpasi dalam, limpa tidak teraba.

Perkusi : Timpani (+), asices (-)

Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas atas : Akral dingin (+/+), sianosis (-/-), edema (-/-)

Ekstremitas bawah : Akral dingin (+/+),sianosis (-/-), edema (-/-)

Anggota gerak : Tidak ditemukan kelainan

Otot : Tidak ditemukan kelainan

8

Page 9: Tuberkulosis

2.4 DIAGNOSA

Diagnosa Kerja : Tuberkulosis paru

2.5 PENATALAKSAAN

IVFD RL 18 gtt/ menit (makro)

IVFD dextrose 5% NaCl 0,45 18 gtt/ menit (makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12 jam

Inj/ Ceftriakson 750 mg/ 12 jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12 jam

Inj/ Ranitidin 50 mg/ 12 jam

Inj/ Omeprazole 40 mg/ 12 jam

Oral/ Parasetamol tab 500 mg (3x1)

Oral/ Ambroksol Syr 30 mg/ 5ml C 1 (2x1)

Oral/ B complex tab 500 mg (1x1)

Oral/ Citirizin tab 10 mg (1x1)

Oral/ Rimcure tab (1x4)

Oral/ Ferlin Syr C 1 (1x1)

Oral/ Cefotaxime Tab (3x1)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin

2. Tes Widal

3. Pemeriksaan rontgen

2.7 RESUME

Pasien datang ke IGD RSUCM diantar oleh orang tua pasien dengan

keluhan demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Kaku pada

9

Page 10: Tuberkulosis

leher dirasakan setelah meminum obat muntah yang diberikan mantri. Demam

terjadi terus menerus dan disertai menggigil pada malam hari, pasien merasa

kondisi semakin memberat dan tampak lemah. Pasien mengeluhkan mual,

muntah, sakit perut, nyeri saat kencing, dan BAB hitam sejak 3 hari SMRS.

Pasien sering batuk selama 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh terdapat benjolan

pada leher sebelah kiri yang sudah muncul 6 bulan SMRS. Keadaan umum

lemah, kesadaran compos mentis, frekuensi jantung 100 kali/menit, frekuensi

nafas 32 kali/menit, temperatur 39,2 oC. Pasien pulang dengan kondisi demam (-),

muntah (-), mual (-), menggigil (-), sakit perut (-), batuk (+), dan kondisi bugar

walau benjolan pada leher belum mengecil.

10

Page 11: Tuberkulosis

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal SOAP Terapi

Kamis

2 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (+),

menggigil (+), mual (+),

muntah (+), batuk (+),

benjolan di leher (+)

O : T (39,2OC), RR (32

kali/menit), HR (100

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar

P : Darah rutin, urin rutin,

IVFD RL 18 gtt/i

(makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12

jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam (KP)

Inj/ Ranitidin 50 mg/ 12

jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1) KP

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Jumat

3 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (-),

menggigil (+), mual (+),

muntah (-), batuk (+),

benjolan di leher (+)

O : T (36OC), RR (21

kali/menit), HR (98

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

IVFD RL 18 gtt/i

(makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12

jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam (KP)

Inj/ Ranitidin 50 mg/ 12

jam

Oral/ Parasetamol tab

11

Page 12: Tuberkulosis

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar

P : Urin dan darah Rutin

500 mg (3x1) KP

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Sabtu

4 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (-),

menggigil (+), mual (+),

muntah (-), batuk (+),

benjolan di leher (+)

O : T (36,5OC), RR (21

kali/menit), HR (95

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar

P : Observasi

IVFD RL 18 gtt/i

(makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12

jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam (KP)

Inj/ Ranitidin 50 mg/ 12

jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1) KP

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Minggu

5 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (-),

menggigil (+), mual (+),

muntah (+), batuk (+),

benjolan di leher (+),

sakit kepala (+), BAB

hitam, BAK (+),

O : T (37,9OC), RR (36

IVFD Dextrose 5%

NaCl 0,45 18 gtt/i

(makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12

jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam (KP)

12

Page 13: Tuberkulosis

kali/menit), HR (113

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar

P : Observasi

Inj/ Ranitidin 50 mg/ 12

jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1) KP

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Senin

6 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (-),

menggigil (-), mual (+),

muntah (-), batuk (+),

benjolan di leher (+),

sakit kepala (+), BAB

hitam, BAK (+),

O : T (35,5OC), RR (36

kali/menit), HR (86

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar

P : observasi, Foto toraks

IVFD Dextrose 5%

NaCl 0,45 18 gtt/i

(makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12

jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam (KP)

Inj/ Ranitidin 50 mg/ 12

jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1) KP

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Selasa S : Demam (+), kaku (-), IVFD dextrose 5% NaCl

13

Page 14: Tuberkulosis

7 Juli 2015

Hasil Foto Toraks PA

Didapat infiltrat pada

kedua lapang paru

Kesan: Bronkitis,

pneumonia

menggigil (+), mual (+),

muntah (+), batuk (+),

benjolan di leher (+),

sakit kepala (+), BAB

hitam (-), BAK (+), KU

lemah, selera makan

menurun

O : T (3,9OC), RR (36

kali/menit), HR (113

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar, Bronkitis

P : widal tes ulang

0,45 18 gtt/ menit

(makro)

Inj/ Cefotaxime 1 gr/ 12

jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam

Inj/ Omeprazole 40 mg/

12 jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1)

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Oral/ B complex tab 500

mg (1x1)

Oral/ Citirizin tab 10 mg

(1x1)

Oral/ Rimcure tab (1x4)

Rabu

8 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (-),

menggigil (+), mual (+),

muntah (+), batuk (+),

benjolan di leher (+),

sakit kepala (+), BAB

hitam (-), BAK (+), KU

lemah, selera makan

IVFD dextrose 5% NaCl

0,45 18 gtt/ menit

(makro)

Inj/ Cftriakxon 750 mg/

12 jam

Inj/ Ondacetron 8 mg/ 12

jam

14

Page 15: Tuberkulosis

menurun

O : T (37,2OC), RR (37

kali/menit), HR (114

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar, Bronkitis

P : Observasi KU dan

efktivitas obat

Inj/ Omeprazole 40 mg/

12 jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1)

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Oral/ B complex tab 500

mg (1x1)

Oral/ Citirizin tab 10 mg

(1x1)

Oral/ Rimcure tab (1x4)

Kamis

9 Juli 2015

S : Demam (+), kaku (-),

menggigil (-), mual (-),

muntah (-), batuk (+),

benjolan di leher (+),

sakit kepala (-), BAB

hitam (-), BAK (+), KU

membaik, selera makan

baik

O : T (37,2OC), RR (37

kali/menit), HR (114

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

IVFD dextrose 5% NaCl

0,45 18 gtt/ menit

(makro)

Inj/ Ceftriakson 750 mg/

12 jam

Inj/ Omeprazole 40 mg/

12 jam

Oral/ Parasetamol tab

500 mg (3x1)

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Oral/ B complex tab 500

mg (1x1)

15

Page 16: Tuberkulosis

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar, Bronkitis

P : Observasi KU dan

efktivitas obat

Oral/ Citirizin tab 10 mg

(1x1)

Oral/ Rimcure tab (1x4)

Jumat

10 Juli 2015

S : Demam (-), kaku (-),

menggigil (-), mual (-),

muntah (-), batuk (+),

benjolan di leher (+),

sakit kepala (-), BAB

hitam (-), BAK (+), KU

baik, selera makan baik

O : T (36,4OC), RR (37

kali/menit), HR (100

kali/menit).

Thoraks : vesikuler (+/+),

wheezing (-/-)

A : Distonia e.c drug,

Susp. TB Paru, Susp. TB

Kelenjar, Bronkitis

P : Observasi KU dan

efktivitas obat

Terapi Pulang

Oral/ Ambroksol Syr 30

mg/ 5ml C 1 (2x1)

Oral/ B complex tab 500

mg (1x1)

Oral/ Citirizin tab 10 mg

(1x1)

Oral/ Rimcure tab (1x4)

Oral/ Cefotaxime tab

(3x1)

16

Page 17: Tuberkulosis

BAB 3PEMBAHASAN

Pada penderita ini, diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan sistem skoring

berdasarkan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang yang mana sistem

skoring penderita berjumlah 8.

Tabel 1.1 : Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak

Parameter 0 1 2 3 Skor

Kontak TB tidak jelas - laporan

keluarga,

BTA (-)/

tidak tahu/

BTA tidak jelas

BTA

(+)

2

Uji Tuberkulin

(Mantoux)

negatif - - Positif

( ≥ 10

mm

atau

≥ 5 mm

pada

keadaan

imunos

upresif)

0

Berat badan/

keadaan gizi

- BB/TB <

90% atau

BB/U <

80%

klinis gizi

buruk atau

BB/TB < 70%

atau

- 2

17

Page 18: Tuberkulosis

BB/U < 60%

Demam yang

tidak

diketahui

penyebabnya

- ≥ 2 minggu - - 1

Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - 1

Pembesaran

kelenjar limfe

kolli, aksila,

inguinal

- ≥ 1 cm,

jumlah > 1,

tidak nyeri

- - 1

Pembengkaka

n tulang/sendi

panggul, lutut,

falang

- ada

pembengka

kan

- - -

Foto toraks normal/

kelainan

tidak jelas

gambaran

sugestif

TB

- - 1

TOTAL

SKOR

8

Pada sistem scoring terbaru, skor tertinggi terletak pada uji tuberkulin dan

adanya kontak TB dengan BTA positif. Uji tuberkulin mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai uji tapis dalam

menunjang diagnosis. Demikian pula dengan adanya kontak dengan pasien TB

dewasa BTA positif. Pasien TB dewasa dengan BTA positif dapat menjadi

18

Page 19: Tuberkulosis

sumber penularan yang utama karena berdasarkan penelitian akan menularkan

kepada sekitar 65% orang disekitarnya (Rahajoe, dkk, 2008).

Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat kontak dengan teman satu

asrama dengan gejala yang sama dengan penderita, tetapi ini hanya berdasarkan

laporan keluarga. Laporan ini pun tidak jelas karena teman penderita tidak pernah

memeriksakan diri sehingga tidak dapat dipastikan apakah teman penderita

menderita penyakit tuberkulosis, hanya didasarkan pada adanya riwayat batuk

lama.

Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada

TB paru pada anak. Umumnya pasien TB anak mempunyai status gizi kurang atau

bahkan gizi buruk. Dengan alasan tersebut, kriteria penurunan berat badan

menjadi penting. Pada penderita terjadi penurunan berat badan dan penilaian

status gizi pada saat penderita dirawat menunjukkan hasil gizi kurang.

Penderita juga mengalami demam sumer-sumer sejak 15 hari sebelum

masuk rumah sakit. Demam lebih dari 2 minggu yang tidak diketahui

penyababnya merupakan salah satu gejala tuberkulosis. Demam sumer-sumer

pada tuberkulosis terjadi akibat peran dari sel makrofag dan sel dendritik yang

terinfeksi oleh kuman TB sehingga memproduksi sitokin pro-inflamasi seperti

TNF-α, IL-1b, IL-6, IL-8, IL-12, IL-15 dan IFN-γ (Sumarmo, dkk, 2010).

Pada penderita ditemukan batuk sejak 1 bulan yang lalu. Sebagian besar TB

paru pada anak tidak menunjukkan manifestasi respiratorik yang menonjol. Hal

ini dikarenakan TB paru pada anak biasanya berlokasi di parenkim paru sebagai

lanjutan dari proses TB primer, yang mana pada daerah tersebut tidak terdapat

reseptor batuk. Tetapi, gejala batuk kronik pada anak dapat timbul bila

19

Page 20: Tuberkulosis

limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk

secara kronik. Selain itu, karena imunitas tubuh yang menurun akibat penekanan

sitokin anti-inflamasi maka anak mudah mengalami infeksi respiratorik akut

berulang (Rahajoe, dkk, 2010).

Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi dini TB primer, umunya

terjadi dalam 6 bulan pertama setelah infeksi. Sebagian besar infeksi kelenjar

limfe superfisialis terjadi akibat penyebaran limfogen dan hematogen. Pada awal

perjalanan penyakit TB, kuman TB yang mencapai aliran darah dapat bersarang di

satu kelompok atau lebih kelenjar limfe. Dalam beberapa bulan, penyebaran

hematogen dapat terlihat dengan adanya pembesaran sementara (transient).

Sebagian besar lesi di kelenjar akan sembuh total, tetapi sebagian kecil kuman TB

tetap berkembang biak. Manifestasi ini dapat terjadi bertahun-tahun kemudian

(Rahajoe, dkk, 2010).

Pada penderita ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening berupa

nodul pada regio coli sinistra dengan diameter 2 x 1 cm, mobile, berjumlah 3

nodul.

Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidaklah khas, karena kelainan-

kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit-penyakit lain.

Sebaliknya foto Rontgen toraks yang normal (tidak terdeteksi secara radiologis)

tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang

lainnya mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan foto Rontgen toraks saja

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier(Sectish,

et al, 2000).

20

Page 21: Tuberkulosis

Pemeriksaan foto Rontgen toraks penderita menunjukkan adanya

fibroinfiltrat dengan cavitas paru di kiri dan kanan atas. Ini merupakan salah satu

gambaran sugestif TB paru. Gambaran sugestif TB paru diantaranya berupa :

- Pembesaran kelenjar limfe hilus/paratrakea dengan atau tanpa infiltrat

- Atelektasis lobus medius

- Konsolidasi lobar/segmental

- Gambaran milier

- Efusi pleura

- Kavitas

- Kalsifikasi (proses lama)

- Tuberkuloma

Dari kedelapan parameter scoring system TB paru pada anak

diatas,diperoleh total skor sepuluh, yang mana anak didiagnosis TB jika jumlah

skor ≥ 6. Diagnosis pasti TB paru pada anak ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB pada pemeriksaan apusan langsung (direct smear) dan/atau biakan

yang merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard) atau gambaran PA TB.

Pemeriksaan sputum BTA yang dilakukan sebanyak 2 kali menunjukkan hasil

negatif. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa pemeriksaan kuman

Mycobacterium tuberculosis menunjukkan hasil positif hanya pada 10 - 15%

pasien yang mana hal ini dikarenakan jumlah kuman yang sedikit pada TB anak

(paucibacillary) dan lokasi kuman di daerah parenkim yang jauh dari bronkus.

Akan tetapi pemeriksaan sputum BTA atau bilas lambung tetap penting untuk

dilakukan (Mansjoer, dkk, 2000).

21

Page 22: Tuberkulosis

Hasil pemeriksaan penunjang lain yaitu pemeriksaan Laju Endap Darah

(LED) menunjukkan terjadi peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya infeksi

kronis. Akan tetapi nilai LED dapat meningkat pada berbagai keadaan infeksi atau

inflamasi kronis sehingga LED sama sekali tidak khas untuk TB. LED

mempunyai manfaat untuk pemantauan keberhasilan terapi bila sebelum terapi

nilainya tinggi. Demikian pula dengan peningkatan nilai hitung jenis limfosit juga

tidak mempunyai nilai diagnostik untuk TB paru karena pada keadaan infeksi TB

tanpa sakit atau infeksi lainnya seperti infeksi virus, juga dapat ditemukan nilai

limfosit yang tinggi (Rahajoe, dkk, 2008).

Pengobatan

Dari scoring system yang dibuat diperoleh total skor 8 sehingga pasien harus

ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (dua bulan pertama)

dan dilanjutkan dengan fase lanjutan/sterilisasi (empat bulan atau lebih).

Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat

dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular, sedangkan pemberian

obat jangka panjang bertujuan selain untuk membunuh kuman juga untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.2,8

Susunan panduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu pada fase

intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) yang

diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 RHZ) dan fase lanjutan yang terdiri dari

Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) yang diberikan setiap 4 hari selama 4 bulan. 1,2

22

Page 23: Tuberkulosis

Isoniazid (H)

Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid, dan efek bakterisidnya hanya terlihat

pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Mempunyai 2 efek toksik utama

yaituhepatotoksik dan neuritis perifer.2,9

Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid pada intra sel dan ekatra sel, dapat memasuki semua jaringan,

dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh

isoniazid. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada

saat perut sedang kosong. Efek sampingnya lebih sering terjadi dibanding

isoniazid yaitu perubahan warna urine, ludah, keringat, sputum, dan air mata

berwarna orange kemerahan, serta menyebabakan gangguan gastrointestinal. 2,9

Pirazinamid (Z)

Derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS, bakterisid hanya pada intra selpada suasana asam,dan diresorbsi

baik pada saluran cerna. Pengguanaan pirazinamid aman pada anak. 2,9

Evaluasi Hasil Terapi

Penilaian hasil terapi dilakukan baik dengan evaluasi klinis, laboratorium maupun

radiologis, namun dasar utama evaluasi terapi adalah keadaan klinis pasien.

Terapi TB yang berhasil berdampak nyata pada keadaan klinis pasien. Pasien akan

meningkat nafsu makannya, berat badan naik secara bermakna dan pasien menjadi

lebih jarang sakit. Keluhan klinis seperti demam dan batuk juga akan menghilang.

1,2

23

Page 24: Tuberkulosis

Sejak terdiagnosis hingga mendapatkan terapi yaitu sekitar 10 hari,

penderita memperlihatkan perbaikan secara klinis berupa hilangnya demam,

berkurangnya batuk, batuk sudah tidak disertai dengan adanya darah dan

perbaikan nafsu makan.

Prognosis

Prognosis tergantung pada faktor deteksi dini, pengobatan yang efektif dan

komplikasi yang ada. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam karena

penderita dapat terdeteksi sebelum mengalami komplikasi berat seperti adanya

deformitas tulang, gangguan neurologis dan lain-lain. Diharapkan selain

kepatuhan pengobatan penderita, adanya penanganan gizi dapat mendukung

proses penyembuhan penderita.

PENUTUP

Kesimpulan

24

Page 25: Tuberkulosis

Pada penderita dapat ditegakan diagnosis Tuberkulosis Paru berdasarkan pada

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dasar diagnosis dari kasus ini Berdasarkan sistem skoring diagnosis TB pada

anak (kerjasama IDAI dan Depkes RI dan didukung oleh WHO) yaitu berjumlah

10. Dengan hasil tersebut, pasien ini dapat didiagnosis dengan tuberkulosis.

Pada penderita ini, tata laksana umum yaitu diberikan IVFD NaCl 0,45% in

D 5 % (1/2 HS) 34-35 cc/jam 11-12 gtt/menit, obat anti tuberkulosis (OAT)

yaitu INH 10 mg/kgBB/hari240mg, Rifampisin 10 mg/ kgBB/hari 240 mg,

Pirazinamid 20 mg/kgBB/hari500 mg hal ini sesuai dengan IDAI.

Hasil follow up yang dilakukan selama 10 hari, menunjukkan adanya

perbaikan klinis, diantaranya disebabkan karena kepatuhan minum obat dari

penderita serta adanya intervensi gizi, sehingga prognosis penyakit dari penderita

dapat dikatakan dubia ad bonam.

Saran

Disarankan penderita untuk dapat melakukan kontrol setiap bulannya di

poli tumbuh kembang untuk menilai perkembangan hasil terapi dan efek samping

obat. Evaluasi pengobatan dilakukan secara klinis yang mana tidak ada lagi

keluhan sebelumnya dan perbaikan berat badan yang signifikan. Pemantauan efek

samping obat dilakukan dengan memonitor hasil pemeriksaan laboratorium dari

efek hepatotoksik obat anti-tuberkulosis berupa pemeriksaan fungsi hati dan

ginjal.

25

Page 26: Tuberkulosis

Pencegahan Tuberkulosis Paru dapat dilakukan dengan imunasasi BCG

segera mungkin saat bayi lahir (sebelum usia 2 bulan).

Jika ditemukan anak dengan TB, maka harus dicarisumber penularan

yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang

dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan

sumber infeksi sentripetal dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA

sputum. Bila telah ditemukan sumbernya, perlu dilakukan pelacakan sentrifugal,

yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji

tuberkulin.

26

Page 27: Tuberkulosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe, N., Basir D., Makmuri M.S., Kartasasmita C. (2008) Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta : UKK Respirologi PP IDAI.

2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. (2010) Buku Ajar Respirologi Anak,

Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

3. Permatasari S. (2010) Skrofuloderma. Palembang : Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK UNSRI.

4. Hillaliah, R. (2010) Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Tuberkulosis

pada Anak di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Tesis,

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

27

Page 28: Tuberkulosis

5. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. (2010) Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

6. Richard M, Mitchel, et al. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbin &

Cotran, Ed. 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h. 198

7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita

Selekta Kedokteran Jilid 2, Ed. 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000. h.

459-61.

8. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman

R.E., et.al (editor). Ilmu Kesehatan Anak Nelson’s vol. 2 edisi. 15. Jakarta:

Penerbit Buku kedokteran EGC. 2000. h. 882

9. Setiabudi R. Pengantar Antimikroba . Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,

Nafrialdi, editor. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen

Farmakologi dan Terapeutik FK UI; 2008. h. 613-37.

28