tug as
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH KOMPRES DINGIN DAN OBAT ANALGETIK TERHADAP PENURUNAN
EFEKTIFITAS NYERI
OLEH :
KELOMPOK II :
1. SITI AWALIAH (102010904)
2. HIDAYATUL WASLIYAH (102010905)
3. NI MADE MASRI ANGRENI (102010906)
4. RIZAL WICAKSONO (102010914)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )
JEMBRANA TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “PENGARUH
KOMPRES DINGIN DAN OBAT ANALGETIK TERHADAP PENURUNAN
EFEKTIFITAS NYERI” . proposal ini sebagai salah satu tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Metodelogi penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Di samping itu proposal ini disusun untuk
memberikan gambaran secara tertulis tentang kegiatan penelitian yang akan
dilakukan.
Untuk itu dengan hati yang ikhlas pekenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. I Made Agus Widiatmika selaku dosen pengajar mata kuliah Metodelogi
penelitian yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan
dalam penyusunan proposal ini.
2. selaku koordinator mata kuliah Metodelogi penelitian.
3. Teman-teman Ilmu Keperawatan semester III, yang telah memberikan
bantuan, dukungan, maupun saran-saran dalam penyelesaian proposal ini.
Semoga atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis senantiasa
mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan Yang Maha esa.
Mengingat penulisan proposal ini, masih jauh dari kesempurnaan, maka
penulis membuka diri untuk memberikan berbagai kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga penulisan proposal ini kelak menjadi lebih sempurna dan
bermanfaat.
Negara,10 juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL...........................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
KATAPENGANTAR.....................................................................................
DAFTARISI...................................................................................................
LATARBELAKANG.....................................................................................
MASALAH PENELITIAN............................................................................
TUJUAN PENELITIAN................................................................................
A.TUJUAN UMUM ...............................................................................
B.TUJUAN KHUSUS.............................................................................
MANFAAT PENELITIAN............................................................................
1.MANFAAT TEORITIS.......................................................................
2.MANFAAT PRAKTIS........................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
KERANGKA BERFIKIR..............................................................................
HIPOTESIS PENELITIAN............................................................................
METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
A. LATAR BELAKANG
Pasien dengan masalah nyeri merupakan perasaan yang sangat
subyektif dan paling ditakutkan banyak orang (Long, 1998). Rasa nyeri
merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana
individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan
respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum,
wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan, dan apabila nafas
makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan
respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat
mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan
respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri
(Corwin, 1998).
Pasien yang dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri akan
menjalani observasi dan bedrest serta prosedur–prosedur diagnostik yang
diperlukan dalam upaya menentukan terapi dan tindakan selanjutnya. Selama
masa menunggu keluhan nyeri harus diminimalkan sekecil mungkin
(Long,1998). Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk
menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan
diagnosa (Sjamsuhidajat, 1998).
Perawat berperan dalam mengidentifikasikan kebutuhan – kebutuhan
pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan
tersebut termasuk dalam managemen nyeri ( Husin, 1998). Secara garis besar
ada dua managemen untuk mengatasi nyeri yaitu managemen farmakologi
dan managemen non farmakologi. Managemen nyeri dengan melakukan
Tehnik relaksasi merupakan tindakan external yang mempengaruhi respon
internal individu terhadap nyeri. Managemen nyeri dengan tindakan relaksasi
mencakup latihan pernafasan diafragma, tehnik relaksasi progresif, guide
imagery, terapi musik dan meditasi.
Penggunaan musik menenangkan dan menghibur pasien. Saat
pembedahan, musik akan dianggap sebagai kebutuhan pasien disetiap Rumah
Sakit, untuk menutupi atau mengurangi rasa sakit dalam perawatan gigi dan
pembedahan. Pasien dapat mendengarkan musik klasik sementara menjalani
pembiusan lokal sebelum pembedahan. Orang-orang memilih bentuk terapi
musik ini kurang mengalami komplikasi dan pulih lebih cepat. Mereka
hampir tidak mendengarkan bunyi berisik alat-alat operasi. (Black, 1998).
Terapi musik ini mempunyai tujuan membantu mengekspresikan
perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap
kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan memori, serta menyediakan
kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan
emosional. Dengan demikian, terapi musik juga diharapkan dapat membantu
mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan,
2006). Kepasifan pasien dalam mendengarkan musik itulah terapi musik bisa
menjadi salah satu intervensi yang ideal bagi pasien dengan penyakit kritis
dan energi yang rendah untuk bergerak (Black, 1998).
Sejumlah Rumah Sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi musik
pada pasiennya yang mengalami nyeri dan ketidak nyamanan selama dirawat.
Berbagai fakta juga menunjukkan tentang manfaat musik untuk kesehatan.
Bahkan bagi orang yang sedang sakit, musik bisa menjadi alternatif terapi
yang diharapkan bisa mengarahkan dan mempercepat pemulihan tubuh
Perawat berusaha melaksanakan penanganan nyeri sesuai pengalaman dan
pegetahuan yang didapat waktu kuliah. Ada sebagian perawat yang
melakukan tindakan penanganan nyeri dengan terapi musik. Karena masalah
ketidaknyamanan sangat penting segera diatasi dengan tehnik nonfarmakologi
yang mudah dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri.
(Atmanta,2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
(International Assosiation for Study of Pain).
Menurut Tanra (Tahun 2007), Telah Dilaporkan, bahwa jumlah
penderita mengalami pembedahan di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang
pertahun. Dari jumlah ini, mayoritas mereka masih mengalami penderitaan
nyeri pasca bedah karena pengelolaannya yang belum adekuat. Pengelolaan
nyeri pasca bedah, bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan
klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya. Telah terbukti bahwa
tanpa pengelolaan nyeri pasca bedah yang adekuat penderita akan mengalami
gangguan fisiologis maupun psikologis yang pada gilirannya secara bermakna
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Salah satu tindakan pengobatan nyeri tanpa obat untuk bisa membantu
mengurangi nyeri setelah operasi adalah diberikan kompres dingin pada area
operasi.Terapi es dapat menurunkan prostaglandin,dengan menghambat
proses inflamasi (Lukman, 2008).
Menurut Tamsuri, 2007 Stimulasi kulit dalam hal ini pemberian
kompres dingin dipercaya dapat meningkatkan pelepasan endorfin yang
memblok transmisi stimulus nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf
berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan transmisi implus nyeri
melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C.
Banyaknya keuntungan dari penggunaan kompres dingin pada pasien
yang mengalami nyeri, menyebabkan perlunya pengkajian lebih lanjut
tentang kompres dingin pada pasien. Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh kompres dingin terhadap
penurunan sensasi nyeri pada pasien.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah kompres dingin berpengaruh terhadap penurunan efektifitas nyeri?
2. Apakah obat analgetik berpengaruh terhadap penurunan efektifitas nyeri?
3. Apakah secara bersama-sama kompres dingin dan obat analgetik berpengaruh terhadap penurunan efektifitas nyeri?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk membandingkan penggunaan kompres dingin dan obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.
2. Tujuan Khusus
2.1 Mengidentifikasi penggunaan kompres dingin terhadap penurunan efektifitas nyeri.
2.2 Mengidentifikasi pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.
2.3 Manganalisa perbedaan pengaruh penggunaan kompres dingin dan pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi dan pengetahuan terhadap institusi pendidikan keperawatan dalam penggunaaan kompres dingin dan pemberian obat analgetik terhadap penurunan nyeri secara efektif.
2. Manfaat Praktis
2.1 Memberikan informasi bagi masyarakat umum tentang tindakan yang benar terhadap penurunan efektifitas nyeri dengan penggunaan kompres dingn dan bekerja sama dengan pemberian obat analgetik sehingga berpengaruh terhadap penurunan nyeri.
2.2 Memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan perawat dalam penggunaan kompres dingin dam pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kompres Dingin
Memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk tujuan terapeutik ( Eni Kusyati, 2006).
2. Pengertian Obat analgetik
Analgetik adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran ( SMF, 2001).
3. Identifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai suatu
rasa yang tidak nyaman baik ringan maupun berat. Nyeri
dapat dibedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Priharjo,
1993).
Nyeri juga merupakan mekanisme protektif bagi
tubuh, yang timbul bila jaringan rusak dan menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri
tersebut. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan
emosional yang tidak menyenagkan yang dihubungkan
dengan kerusakan jaringan yang telah atau akan terjadi
yang digambarkan dengan kata-kata kerusakan jaringan
( Torrance, 1997).
F. KERANGKA BERFIKIR
1. Kompres Dingin
1.1 Pengertian
Memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk tujuan terapeutik ( Eni Kusyati, 2006 ).
1.2 Tujuan
1.2.1 Menurunkan suhu tubuh
1.2.2 Mencegah peradangan meluas
1.2.3 Mengurangi kongesti
1.2.4 Mengurangi perdarahan lokal
1.2.5 Mengurangi rasa sakit lokal
1.2.6 Agar luka menjadi bersih
1.3 Indikasi pemberian kompres dingin
1.3.1 Klien dengan suhu tubuh yang tinggi
1.3.2 Klien dengan batuk dan muntah darah
1.3.3 Pascatonsilektomi
1.3.4 Radang, memar
1.3.5 Luka tertutup atau terbuka
1.4 Jenis pemberian kompres dingin
1.4.1 Kompres dingin basah
1.4.2 Kompres dingin kering
1.5 Alat-alat pemberian kompres dingin
1.5.1 Kompres Dingin Basah
a. Baki berisi
1. Mangkok bertutup steril.
2. Cairan yang diperlukan ( PK 1:4000/Rivanol 1:1000-1:3000/Betadin).
b. Baki steril berisi
1. Pinset anatomis 2 buah.
2. Beberapa potong kain kasa sesuai kebutuhan.
3. Pembalut ( jika perlu ).
4. Perlak kecil dan alas.
5. Sampiran ( jika perlu ).
1.5.2 Kompres Dingin Kering
a. Baki berisi
1. Eskap atau eskrag dengan sarungnya.
2. Baskom berisi potongan-potongan kecil es dan satu sendok teh garam ( agar es tidak cepat mencair).
3. Air dalam baskom.
4. Perlak kecil dan alasnya.
1.6 Prosedur Pelaksanaan
1.6.1 Kompres Dingin Basah
a. Berikan penjelasan kepada klien mengenai perasat yang akan dilakukan.
b. Bawa alat-alat ke dekat klien.
c. Pasang sampiran.
d. Cuci tangan.
e. Pasang alat dibawah bagian yang akan dikompres.
f. Kocok obat/ cairan kompres jika terdapat endapan.
g. Tuangkan cairan kedalam mangkok steril.
h. Masukkan kasa ke dalam cairan kompres.
i. Peras kain kasa menggunakan 2 pinset.
j. Bentangkan dan letakkan kasa diatas bagian yang akan dikompres, lalu balut.
k. Tutup/ pasang busur selimut, jika perlu.
l. Rapikan klien jika perasat sudah selesai.
m. Cuci tangan.
n. Dokumentasi.
1.6.2 Kompres Dingin Kering
a. Berikan penjelasan kepada klien mengenai perasat yang akan di lakukan.
b. Bawa alat-alat kedekat klien.
c. Cuci tangan.
d. Masukkan potongan es dalam baskom air agar pinggir es tidak tajam.
e. Isi kirbat es/ eskrag dengan potongan es sebanyak ½ bagian.
f. Keluarkan udara dari eskap/ eskrag dengan melipatkan bagian yang kosong, lalu tutup rapat.
g. Periksa eskap/eskrag apakah bocor atau tidak.
h. Keringkan eskap/eskrag dengan lap dan masukkan ke dalam sarung eskrag/eskap.
i. Buka area yang akan diberi kompres dan atur posisi klien sesuai kebutuhan.
j. Pasang pengalas pada bagian tubuh yang akan dikompres.
k. Letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres. Untuk leher : letakkan eskrag diatas leher dan ikatkan dibelakang leher.
l. Kaji keadaan klien setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa, dan suhu tubuh ( jika perlu).
m. Angkat eskap/eskrag jika sudah cukup atau sudah selesai.
n. Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman.
o. Bereskan alat-alat dan simpan ketempat semula.
p. Cuci tangan.
q. Dokumentasi.
2. Obat Analgetik
Obat analgetik digolongkan menjadi 3 kelompok :
a. Analgetik opioid ( narkotik )
secara kimia analgetik opioid berhubungan dengan morfin.
morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium,
walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian
lainnya dibuat di laboratorium. analgetik opioid sangat efektif
dalam mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek
samping. semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis
yang lebih tinggi. selain itu sebelum pemakaian jangka panjang
dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk
mengurangi gejala-gejala putus obat. berbagai kelebihan dan
kekurang dari analgetik opiod:
1. Morfin, merupakan prototipe dari obat ini, yang tersedia dalam
bentuk suntikan, per-oral (ditelan) dan per-oral lepas lambat.
sediaan lepas lambat memungkinkan penderita terbebas dari rasa
nyeri selama 8-12 jam dan banyak digunakan untuk mengobati
nyeri menahun.
2. Analgetik opioid seringkali menyebabkan sembelit, terutama
pada usia lanjut. pencahar (biasanya pencahar perangsang,
contohnya senna atau fenolftalein) bisa membatu mencegah atau
mengatasi sembelit.
3. Opioid dosis tinggi sering menyebabkan ngantuk. untuk
mengatasinya bisa diberikan obat-obat perangsang (misalnya
metilfenidat).
4. Analgetik opioid bisa memperberat mual yang dirasakan oleh
penderita. untuk mengatasinya diberikan obat anti muntah, baik
dalam bentuk peroral, supositoria maupun suntikan (misalnya
metoklopramid, hikroksizindan proklorperazin). opioid dosis
tinggi bisa menyebabkan reaksi yang serius, seperti
melambatnya laju pernafasan dan bahkan koma. efek ini bisa
dilawan oleh nalokson, suatu penawar yang diberikan secara
intravena.
b. Analgetik Non- Opioid
semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen)
merupakan obat anti peradangan non-steroid (nsaid, nonsteroidal
anti-inflammatory drug). Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:
1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang
bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.
2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang
seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.
Aspirin merupakan prototipe dari nsaid, yang telah digunakan
selama lebih dari 100 tahun.
Pertama kali disarikan dari kulit kayu pohon willow. Tersedia
dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6
jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa
menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi
kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga
menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan diseluruh
tubuh. Pada dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan
gangguan pernafasan. salah satu pertanda dari overdosis aspirin
adalah telinga berdenging (tinitus).
Mula kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-
beda, dan respon setiap orang terhadadap NSAID juga berbeda-
beda. Semua NSAID bisa mengiritasi lambung dan menyebabkan
ulkus peptikum, tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID
bersamaan dengan makanan dan antasid bisa membantu mencegah
iritasi lambung. Obat misoprostol bisa membantu mencegah iritasi
lambung dan ulkus peptikum;tetapi obat ini bisa menyebabkan
diare. Asetaminofen berbeda dari aspirin dan NSAID. Obat ini
bekerja pada sistem prostaglandin tetapi dengan mekanisme yang
berbeda. Asetaminofen tidak mempengaruhi kemampuan
pembekuan darah dan tidak menyebabkan ulkus peptikum maupun
perdarahan. Tersedia dalam bentuk per-oral atau supositoria,
dengan masa efektif selama 4-6 jam. Dosis yang sangat tinggi bisa
menyebabkan efek samping yang sangat serius, seperti kerusakan
hati.
c. Analgetik Ajuvan
Analgetik ajuvan adalah obat-obatn yang biasanya
diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa
meredakan nyeri. contohnya, beberapa anti-depresi juga
merupakan analgetik non-spesifik dan digunakan untuk mengobati
berbagai jenis nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian
bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obat-obat anti kejang
(misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral (misalnya
meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik.
3. Identifikasi Nyeri
3.1 Proses Terjadinya Nyeri
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf
–saraf perifer. Zat kimia (substansi p bradikinin,
prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf
perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari area yang
terluka ke otak, dan menyusun tahap untuk penyembuhan
(respon inflamasi). Sinyal nyeri dari area yang terluka
berjalan sebagai impuls electrokimia disepanjang nervus
kebagian dorsal spinal cord (area pada spinal yang menerima
sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke
thalamus, pusat sensoris di otak dimana sensasi seperti panas,
dingin, nyeri dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan
lalu dihantarkan ke cortex, dimana intensitas dan lokasi nyeri
dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai sinyal
dari otak kemudian turun kespinal cord. Dibagian dorsal, zat
kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri
diarea yang terluka (Carol dan Priscilla,1997).
Didalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka
atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan
dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup, stimulasi saraf
sensoris dengan menggaruk secara perlahan didekat area
nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi
impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang,
misalnya perasaan sembuh dapat mengurangi dampak atau
beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia dan Walker, 1995).
Nyeri mempunyai fungsi protektif, anak-anak belajar
untuk tidak mengulangi perilaku tertentu yang akan
menyebabkan mereka terluka dan mengalami nyeri lagi
misalnya menyentuh benda yang panas atau tajam. Nyeri
hebat pada salah satu bagian tubuh bisa menyebabkan
penderitanya mencari bantuan kesehatan untuk mengatasi
penyebabnya. Profesi kesehatan menggunakan timbulnya
nyeri akut sebagai alat diagnostik, asal dan lokasinya pada
beberapa kamus menunjukan kondisi khusus. Perubahan
derajat nyeri bisa menjadi indikasi meningkat atau
menurunnya penyebab nyeri. Keterampilan perawat dalam
mengobservasi bisa membantu manajemen yang efektif
(Patricia dan Stanley, 1995).
3.2 Patofisiologi Nyeri
Menurut Husni Tanra tahun 1997, penelitian
laboratorium menunjukan bahwa menyusul suatu trauma
atau operasi maka input nyeri dari perifer ke sentral akan
mengubah ambang reseptor nyeri baik diperifer maupun
disentral ( Kornu posterior medulla Spinalis). Kedua
reseptor nyeri tersebut diatas akan menurun ambang
nyerinya, sesaat setelah terjadi input nyeri.
Perubahan ini akan menghasilkan suatu keadaan
yang disebut sebagai hipersensitifitas baik perifer maupun
sentral. Perubahan ini dalam klinik dapat dilihat, dimana
daerah perlukaan dan sekitarnya akan berubah menjadi
hiperalgesia. Daerah tepat pada perlukaan akan berubah
menjadi allodini artinya dengan stimuli lemah, yang normal
tidak menimbulkan rasa nyeri, kini dapat menimbulkan
nyeri, daerah ini disebut juga sebagai hiperalgesia primer.
Dilain pihak daerah sekitar perlukaan yang masih Nampak
normal juga berubah menjadi hiperalgesia, artinya dengan
suatu stimuli yang kuat, untuk cukup menimbulkan rasa
nyeri, kini dirasakan sebagai nyeri yang lebih hebat dan
berlangsung lebih lama, daerah ini juga disebut sebagai
hiperalgesia sekunder.
Menurut Husni Tanra tahun 1997, kedua perubahan
tersebut diatas, baik hiperalgesia primer maupun sekunder
merupakan konsekwensi terjadinya hipersensitivitas perifer
dan sentral menyusul suatu input nyeri akibat suatu trauma
atau operasi, ini berarti bahwa susunan saraf sentral dapat
berubah sifatnya menyusul suatu input nyeri yang kontinyu.
a. Respon Lokal
Akibat terjadinya kerusakan sel dalam jaringan.
Maka akan terlepas substansi nyeri. Substansi nyeri ini
berasal dari tiga tempat yakni, pertama dari kerusakan sel
itu sendiri yang akan melepas histamin, kalium, asetilkolin,
serotonin, dan ATP. Selain itu terjadi sintesa prostaglandin
dari metabolisme asam arakhidonat dengan bantuan
siklooksigenase. Yang kedua, substansi nyeri berupa
bradikinin dilepaskan dari plasma darah melalui pembuluh
darah yang berubah permeabilitasnya. Yang ketiga,
substansi nyeri yang dilepaskan dari ujung-ujung saraf
sendiri yang disebut substan P.
Akibat dari terlepasnya substansi nyeri tersebut
diatas menyebabkan perubahan-perubahan lokal yang oleh
Celcius, seorang dokter jaman Romawi, menyebutkan
sebagai tanda-tanda inflamasi berupa kemerahan (rubor),
hangat (Calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan
gangguan fungsi (functio laesa). Dalam klinik, perubahan
itu tampak sebagai gejala hiperalgesia atau allodini.
(Handerworker dan Wolt 1991 dalam Husni Tanra tahun
1997). Gejala hiperalgesia dan allodini ini menjadi penting
dalam klinik, sebab sekali terjadi hal ini dibutuhkan dosis
obat analgesik yang lebih tinggi untuk menghilangkannya.
b. Respon Segmental
Input nyeri perifer yang dibawa oleh serabut saraf A
delta dan serabut C selain akan mengaktifkan kornu
posterior medulla spinalis, juga mengaktifkan kornu
anterior dan lateralis dari medulla spinalis yang pada
gilirannya akan memberikan respon berupa spasme otot,
yang terjadi pada gilirannya menjadi sumber stimuli yang
baru sehingga meningkatkan rasa nyeri dan mengakibatkan
terjadinya spasme otot yang lebih hebat lagi, jadi
merupakan siklus visiousus.
Demikian pula halnya dengan terjadinya spasme
pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan hipoksia
setempat, yang menimbulkan asidosis. Asidosis pada
gilirannya menurunkan ambang nyeri sehingga rasa nyeri
makin meningkat dan seterusnys. Selain itu, akibat input
nyeri dari kulit, akan merangsang timbulnya refleks
kutaneo visceral yang menyebabkan menurunnya aktivitas
(peristaltic usus), usus yang mengandung terjadinya ileus
pasca bedah. Oleh karena itu tanpa pengelolaan nyeri pasca
bedah, penderita cenderung mengalami ileus paralitikus
hebat dari tertekannya aktivitas usus, sehingga puasa pasca
bedah lebih lama dan proses penyembuhan memenjang
(Bonica 1978 dalam Husni Tanra, 1997).
c. Suprasegmental
Menurut Husni Tanra tahun 1997, respon
suprasegmental ini bersumber dari stimulasi dan pusat saraf
di hypothalamus yang pada gilirannya menimbulkan
hiperventilasi atau takipnu dan meningkatkan aktivitas saraf
simpatis yang pada gilirannya akan meningkatkan denyut
jantung, isi sekuncup jantung, dan curah jantung semenit.
Selain itu meningkatkan aktivitas simpatis menyebabkan
vasokontriksi dan pelepasan hormon steroid dari glandula
suprarenal yang pada gilirannya menimbulkan gejala
hipertensi.
d. Respon Kortikal
Respon kortikal merupakan respon psikodinamik
seseorang terhadap suatu pembedahan. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya mekanisme psikodinamik yang
akan menghasilkan perasaan cemas, takut dan gelisah. Hal
ini akan mengundang umpan balik yang pada gilirannya
menurunkan ambang nyeri penderita, sehingga penderita
akan merasa lebih nyeri lagi ( Bonica JJ tahun 1991 dalam
Husni Tanra, tahun 1997).
Dari keempat respon tubuh diatas dapat disimpulkan
bahwa respon tubuh terhadap suatu pembedahan atau nyeri
yang akan menghasilkan reaksi endokrin, dan
immunologik, yang secara umum disebut sebagai respon
stres. Respon stres ini sangat merugikan penderita karena
selain akan menurunkan cadangan dan daya tahan tubuh,
meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung,
mengganggu fungsi respirasi dengan segala
konsekwensinya, juga akan mengundang resiko terjadinya
tromboemboli yang pada gilirannya meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pasca bedah. (Kehelt 1998 dalam
Husni Tanra, 1998).
3.3 Faktor yang mempengaruhi persespsi Nyeri
Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor
yang dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan dan
bagaimana cara mereka meresponnya. Faktor tersebut
antara lain :
a. Etnik dan Nilai Budaya
Karena norma budaya mempengaruhi sebagian
besar sikap, perilaku, dan nilai keseharian kita, wajar jika
dikatakan budaya mempengaruhi reaksi individu terhadap
nyeri.Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya
mungkin ditunjukan oleh budaya yang lain (Taylor, 1997)
b. Umur
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan
variable penting yang akan memengaruhi reaksi dan
ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak
cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang
mereka rasakan dibandingkan dengan orang dewasa, dan
kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk
mereka. Disisi lain prevalensi nyeri pada individu lansia
lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka
derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena
penuaan.( Perry & Potter, 1997 ).
c. Lingkungan dan dukungan orang terdekat
Banyak orang yang merasakan, lingkungan
pelayanan kesehatan yang asing khususnya cahaya,
kebisingan, aktivitas yang sama diruang perawatan
intensive, dapat menambah nyeri yang dirasakan. Beberapa
klien menggunakan nyerinya untuk memperoleh perhatian
khusus dan pelayanan dari keluarganya.(Perry & Potter,
2007).
d. Kecemasan dan stressor lain
Nyeri biasanya bertambah parah saat cemas, otot
menegang dan kelelahan muncul. Studi menunjukan bahwa
klien yang diajarkan sebelum operasi tentang apa yang
dihadapi setelah operasi, tidak membutuhkan analgetik
sebanyak orang-orang yang menjalani prosedur operasi
yang sama tapi tidak diberikan pendidikan sebelum operasi.
(Carol dan Priscilla, 1997).
e. Pengalaman Nyeri Yang Lalu
Beberapa klien yang tidak pernah mengalami nyeri
hebat, tidak menyadari seberapa hebatnya nyeri yang akan
dirasakan nanti, umumnya, orang yang sering mengalami
nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya
nyeri yang lebih hebat (Carol dan Priscilla, 1997).
f. Nilai Agama
Pada beberapa agama ,individu menganggap nyeri
dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa.
Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan
menjadikan sebagai sumber kekuatan (Taylor ,1997).
3.4 Sensasi Nyeri
Yang dimaksud dengan nyeri dalam penelitian
adalah tingkat nyeri yang didapat dari klien dengan
mengobservasi dan mengukur dengan cara skala analog
(Smeltzer 2007). Nyeri yang diukur sebelum dan setelah
tindakan kompres dengan kriteria evaluasinya :
1 = Tidak nyeri
2 = Nyeri ringan
3 = Nyeri sedang
4 =Nyeri Berat
5 = Sangat Berat
Dikatakan ada pengaruh jika terjadi penurunan satu poin
dari nyeri yang dirasakan sebelum dilakukan kompres, dan
dikatakan tidak ada pengaruh jika nyeri tetap atau terjadi
peningkatan pada saat setelah dilakukan kompres.
3.5 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa
parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas
nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri .( Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer, S.C bare B.G
(2002) adalah sebagai berikut :
1. Skala intensitas nyeri deskriktif
2. Skala identitas nyeri numeric
3. Skala Analog Visual
4. Skala Nyeri menurut Bourbanis
0: Tidak Nyeri
1-3 : Nyeri Ringan (Secara objektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik)
4-6 : Nyeri Sedang (Secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri Berat (Secara objektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri Sangat Berat ( Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Skala Deskriktif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi
verbal, merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak
yang sama disepanjang garis.Pendeskripsi ini diranking dari
“tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri
terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
paling tidak menyakitkan. Skala analog visual (Visual
analog scale,VAS) tidak melebel subsidi. VAS adalah suatu
garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan mendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.
Skala ini member klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian.
(Potter, 2005)
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut
mudah digunakan dan tidak mengkonsumsi banyak waktu
saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih
akurat. Skala deskriktif bermanfaat bukan saja dalam upaya
mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan
setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter, 2005).
4. Pengaruh Penggunaan Kompres Dingin dan Obat Analgetik terhadap
Penurunan Efektifitas Nyeri
X1=Kompres Dingin
a. Kompres Dingin Basah
b. Kompres Dingin Kering
X2=Obat Analgetik
a. Analgetik Opioid
b. Analgetik Non-Opioid
c. Analgetik Ajuvan
Y=Penurunan efektivitas Nyeri
Faktor Pendorong
1. Dosis Obat Analgetik Yang Diberikan
2. Waktu Pemberian Obat.
3. Suhu Air Untuk Kompres
4. Jenis Kompres Yang Diberikan
Gambar 4.1.Kerangka konsep hubungan pemberian kompres dingin dan
pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektivitas nyeri.
Efek dari kompres dingin dapat menyebabkan refleks vasodilatasi.
Sel tidak mampu untuk menerima aliran darah dan nutrisi secara adekuat
sehingga menimbulkan iskemik. Hal ini diawali dengan kulit yang
kemerahan diikuti kebiruan dan kekakuan karena dingin, sebagian tipe
nyeri yang dirasa seperti terbakar. (Potter dan Perry, 1997). Kompres
dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan
menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga
memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan kompres
dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau truma,
mencegah kongesti kepala, memperlambat denyutan jantung,
mempersempit pembuluh darah dan mengurangi arus darah local. Tempat
yang diberikan kompres dingin tergantung lokasinya. Selama pemberian
kompres, kulit klien diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat
ditoransi oleh kulit diberikan selama 20 menit.
Dari semua golongan obat analgetik mempunyai indikasi yaitu
meredakan nyeri, tetapi masing-masing golongan obat analgetik memiliki
kontra indikasi dan efek samping obat tersendiri.
Jadi, apabila pemberian obat analgetik dikombinasikan dengan
pemberian kompres dingin maka akan dapat menurunkan efektifitas nyeri.
G. HIPOTESIS PENELITIAN
1. Ada pengaruh penggunaan kompres dingin terhadap penurunan efektifitas
nyeri.
2. Ada pengaruh pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas
nyeri.
3. Ada hubungan antara penggunaan kompres dingin dan pemberian obat
analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang bertjuan untuk
mengungkapkan hubungan sebab-akibat antar variabel dengan melakukan
manipulasi variabel bebas, dimana variabel dependent muncul sebagai
akibat dari manipulasi variabel independent.
2. Populasi dan Sampel
1.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,
nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang
memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Dwi
Agus Sudjimat,2004:39).
1.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil
dengan menggunakan cara-cara tertentu (Dwi Agus Sudjimat,
2004:41).
3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
a. Definisi Operasional Variabel
Mendefinisikan variabel berdasarkan karakteristik yang diamati, yakni
yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang
kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Dwi Agus
Sudjimat :2004:34).
1. Kompres Dingin
Yang dimaksud dengan kompres dingin adalah meletakkan
kompres diarea sekitar luka dengan menggunakan kantong es yang
suhunya berkisar antara 12 - 18 derajat celcius, diberikan pada 12 -
24 jam pertama pada daerah sekitar luka operasi. selama 15 – 20
menit perhari dengan cara : Membuat butiran- butiran es batu yang
dimasukkan kedalam handuk tipis kemudian masukan dalam
plastik tertutup.
2. Sensasi Nyeri
Yang dimaksud dengan nyeri dalam penelitian adalah tingkat
nyeri yang didapat dari klien dengan mengobservasi dan mengukur
dengan cara skala analog (Smeltzer 2007). Nyeri yang diukur
sebelum dan setelah tindakan kompres dengan kriteria
evaluasinya :
1 = Tidak nyeri
2 = Nyeri ringan
3 = Nyeri sedang
4 =Nyeri Berat
5 = Sangat Berat
Dikatakan ada pengaruh jika terjadi penurunan satu poin
dari nyeri yang dirasakan sebelum dilakukan kompres, dan
dikatakan tidak ada pengaruh jika nyeri tetap atau terjadi
peningkatan pada saat setelah dilakukan kompres.
b. Variabel Penelitian
Konsep yang apabila diukur akan mempunyai bermacam-macam nilai
(Dwi Agus Sudjimat, 2004:32). Variabel yang terlibat dalam
penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (independent variabel) adalah variabel yang di
duga sebagai sebab munculnya variabel yang lain ( variabel
tergantung ), (Dwi Agus Sudjimat:2004:33). Variabel bebas nya
adalah : Pengaruh penggunaan kompres dingin dan pemberian
obat analgetik.
2. Variabel Tergantung (dependent variabel) adalah variabel yang
muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel bebas (Dwi Agus
Sudjimat:2004:33). Variabel tergantung nya adalah : penurunan
efektifitas nyeri.
3. Variabel Moderator adalah variabel yang diukur, dimanipulasi
atau dipilih oleh peneliti karena diduga dapat memodifikasi
hubungan yang ada antara variabel bebas dan variabel tergantung (
Dwi Agus Sudjimat, 2004:33). Variabel moderator nya adalah :
Penggunaan kompres dingin dan pemeberian obat analgetik yang
dipilih suhu air dan ukuran berat obat.
4. Variabel Kontrol adalah variabel yang dikontrol oleh peneliti
untuk dinetralkan pengaruhnya terhadap variabel tergantung (Dwi
Agus Sudjimat, 2004:33). Variabel kontrol nya adalah : Dosis dan
waktu pemberian.
Keterangan :
X1= Variabel bebas 1(satu), yaitu: pemberian kompres dingin.
X2= Variabel bebas 2(dua), yaitu: pemberian obat analgetik.
Y = Variabel tergantung, yaitu: penurunan efektivitas nyeri.
X1=Kompres Dingin
X2=Obat Analgetik
Y=Penurunan Efektivitas Nyeri
Gambar 3.1 Pola hubungan antara variabel bebas dengan variabel
tergantung. Hubungan pemberian kompres dingin dan pemberian
obat analgetik terhadap penurunan efektivitas nyeri.
4.Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
4.1 Teknik pengumpilan data adalah
a. Teknik Wawancara
Wawancara adalah Proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil menatap muka antara
sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
dengan menggunakan alat yang dinamakan Interwiew guide Nov 23,
2009.
b. Teknik Observasi
Observasi adalah sebagai suatu pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Operasionalisasi teknik observasi ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Observasi partsipan vs non partsipan
2. Observasi sistemik vs non sistemik
c. Teknik komunikasi
Adalah mengumpulkan data melalui kontak atau hubungan pribadi
antara pengumpulan data dengan sumber data. Dalam
pelaksanaannya dapat dibedakan menjadi dua,yaitu:
1. Teknik komunikasi langsung adalah teknik pengumpulan data
dengan mempergunakan intervieu sebagai alatnya
2. Taknik komunikasi tidak langsung adalah teknik pengumpulan
data dengan mempergunakan angket atau kuesioner sebagai
alatnya.
d. Teknik pengukuran
Adalah cara untuk mengumpulkan data penelitian yang bersifat
kuantitatif atau menghasilkan angka- angka.alat pengukuran yang
digunakan adalah berupa test, baik test lisan maupun test tertulis
dengan berbagai macam bentuk dan skala pengukurannya.
e. Taknik dokumenter
Adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis,seperti
arsip,buku – buku tentang pendapat, teori, dalil,dan lain- lainnya
yang berhubungan dengan masalah penelitian.
4.2 INSTRUMEN PENELITIAN
4.2.1 Pengertian Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data penelitian. Sebagai suatu alat pengumpul data
berarti ia sangat menentukan terhadap kualitas data yang dihasilkan.
Artinya, salah-benarnya data, tepat-tidaknya data, atau sahih-tidaknya
data empirik penelitian sangat bergantung kepada kualitas instrumen
penelitian yang digunakan. Suatu instrumen dikatakan berkualitas
apabila instrumen tersebut memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas.( Dwi Agus Sudjimat,2004:60 ).
4.2.2 Jenis Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data berupa
non test dengan demikian alat pengumpulan data yang berupa non test
ini penggunaannya tidak saja terbatas pada manusia tapi pada objek
yang berupa kejadian, keadaan dan lainnya. Dalam proposal ini kami
menggunakan contoh alat pengumpulan data non test yaitu, observasi,
wawancara, kuesioner ( Dwi Agus Sudjimat, 2004:61 ).
5. ANALISIS DATA
Analisis data adalah merupakan kegiatan yang penting dalam kegiatan
ilmiah, analisis data maknanya dari semua data penelitian yang telah
dikumpulkan peneliti. Di mana pelaksanaannya dilakukan secara cermat
berdasarkan tehnik-tehnik statistik yang telah ditetapkan oleh peneliti
( Dwi Agus Sudjimat, 2004:71 ).
DAFTAR PUSTAKA
Sudjimat, Dwi Agus. 2004. Metodologi Penelitian. Universita PGRI
Adi Buana Surabaya : Malang
Sudjimat, Dwi Agus. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Universitas Negeri Malang : Malang
Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium
Keperawatan Dasar. EGC : Jakarta
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. EGC : Jakarta
Sulastri, (2009). Perbedaan Tingkat Nyeri Antara Kelompok Kontrol
Dan Eksperimen Setelah Diberikan Terapi Musik Pada
Pasien Post Op Fraktur Femur Di Ruang Rawat Inap Bedah
Rumah Sakit Karima Utama Kartasura, Skripsi, Universitas
Muhammadiyah : Surakarta.
Istichomah, (2007). Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap
Perubahan Skala Nyeri Pada Klien Kontusio Di Rsud
Sleman, Seminar Nasional Teknologi,24 November 2007:
Yogyakarta.