tug as

46
PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH KOMPRES DINGIN DAN OBAT ANALGETIK TERHADAP PENURUNAN EFEKTIFITAS NYERI OLEH : KELOMPOK II : 1. SITI AWALIAH (102010904) 2. HIDAYATUL WASLIYAH (102010905) 3. NI MADE MASRI ANGRENI (102010906) 4. RIZAL WICAKSONO (102010914) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: siti-awaliyah

Post on 05-Jul-2015

403 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tug As

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KOMPRES DINGIN DAN OBAT ANALGETIK TERHADAP PENURUNAN

EFEKTIFITAS NYERI

OLEH :

KELOMPOK II :

1. SITI AWALIAH (102010904)

2. HIDAYATUL WASLIYAH (102010905)

3. NI MADE MASRI ANGRENI (102010906)

4. RIZAL WICAKSONO (102010914)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )

JEMBRANA TAHUN 2011

Page 2: Tug As

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “PENGARUH

KOMPRES DINGIN DAN OBAT ANALGETIK TERHADAP PENURUNAN

EFEKTIFITAS NYERI” . proposal ini sebagai salah satu tugas yang diberikan

dalam mata kuliah Metodelogi penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Di samping itu proposal ini disusun untuk

memberikan gambaran secara tertulis tentang kegiatan penelitian yang akan

dilakukan.

Untuk itu dengan hati yang ikhlas pekenankanlah penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. I Made Agus Widiatmika selaku dosen pengajar mata kuliah Metodelogi

penelitian yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan

dalam penyusunan proposal ini.

2. selaku koordinator mata kuliah Metodelogi penelitian.

3. Teman-teman Ilmu Keperawatan semester III, yang telah memberikan

bantuan, dukungan, maupun saran-saran dalam penyelesaian proposal ini.

Semoga atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis senantiasa

mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan Yang Maha esa.

Mengingat penulisan proposal ini, masih jauh dari kesempurnaan, maka

penulis membuka diri untuk memberikan berbagai kritik dan saran yang bersifat

membangun sehingga penulisan proposal ini kelak menjadi lebih sempurna dan

bermanfaat.

Negara,10 juni 2011

Penulis

Page 3: Tug As

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL...........................................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................

KATAPENGANTAR.....................................................................................

DAFTARISI...................................................................................................

LATARBELAKANG.....................................................................................

MASALAH PENELITIAN............................................................................

TUJUAN PENELITIAN................................................................................

A.TUJUAN UMUM ...............................................................................

B.TUJUAN KHUSUS.............................................................................

MANFAAT PENELITIAN............................................................................

1.MANFAAT TEORITIS.......................................................................

2.MANFAAT PRAKTIS........................................................................

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................

KERANGKA BERFIKIR..............................................................................

HIPOTESIS PENELITIAN............................................................................

METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

Page 4: Tug As

A. LATAR BELAKANG

Pasien dengan masalah nyeri merupakan perasaan yang sangat

subyektif dan paling ditakutkan banyak orang (Long, 1998). Rasa nyeri

merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana

individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan

respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum,

wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan, dan apabila nafas

makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan

respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat

mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan

respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri

(Corwin, 1998).

Pasien yang dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri akan

menjalani observasi dan bedrest serta prosedur–prosedur diagnostik yang

diperlukan dalam upaya menentukan terapi dan tindakan selanjutnya. Selama

masa menunggu keluhan nyeri harus diminimalkan sekecil mungkin

(Long,1998). Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk

menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan

diagnosa (Sjamsuhidajat, 1998).

Perawat berperan dalam mengidentifikasikan kebutuhan – kebutuhan

pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan

tersebut termasuk dalam managemen nyeri ( Husin, 1998). Secara garis besar

ada dua managemen untuk mengatasi nyeri yaitu managemen farmakologi

dan managemen non farmakologi. Managemen nyeri dengan melakukan

Tehnik relaksasi merupakan tindakan external yang mempengaruhi respon

internal individu terhadap nyeri. Managemen nyeri dengan tindakan relaksasi

mencakup latihan pernafasan diafragma, tehnik relaksasi progresif, guide

imagery, terapi musik dan meditasi.

Penggunaan musik menenangkan dan menghibur pasien. Saat

pembedahan, musik akan dianggap sebagai kebutuhan pasien disetiap Rumah

Sakit, untuk menutupi atau mengurangi rasa sakit dalam perawatan gigi dan

pembedahan. Pasien dapat mendengarkan musik klasik sementara menjalani

pembiusan lokal sebelum pembedahan. Orang-orang memilih bentuk terapi

Page 5: Tug As

musik ini kurang mengalami komplikasi dan pulih lebih cepat. Mereka

hampir tidak mendengarkan bunyi berisik alat-alat operasi. (Black, 1998).

Terapi musik ini mempunyai tujuan membantu mengekspresikan

perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap

kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan memori, serta menyediakan

kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan

emosional. Dengan demikian, terapi musik juga diharapkan dapat membantu

mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan,

2006). Kepasifan pasien dalam mendengarkan musik itulah terapi musik bisa

menjadi salah satu intervensi yang ideal bagi pasien dengan penyakit kritis

dan energi yang rendah untuk bergerak (Black, 1998).

Sejumlah Rumah Sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi musik

pada pasiennya yang mengalami nyeri dan ketidak nyamanan selama dirawat.

Berbagai fakta juga menunjukkan tentang manfaat musik untuk kesehatan.

Bahkan bagi orang yang sedang sakit, musik bisa menjadi alternatif terapi

yang diharapkan bisa mengarahkan dan mempercepat pemulihan tubuh

Perawat berusaha melaksanakan penanganan nyeri sesuai pengalaman dan

pegetahuan yang didapat waktu kuliah. Ada sebagian perawat yang

melakukan tindakan penanganan nyeri dengan terapi musik. Karena masalah

ketidaknyamanan sangat penting segera diatasi dengan tehnik nonfarmakologi

yang mudah dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri.

(Atmanta,2006).

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007). Nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual

maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

(International Assosiation for Study of Pain).

Menurut Tanra (Tahun 2007), Telah Dilaporkan, bahwa jumlah

penderita mengalami pembedahan di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang

pertahun. Dari jumlah ini, mayoritas mereka masih mengalami penderitaan

nyeri pasca bedah karena pengelolaannya yang belum adekuat. Pengelolaan

Page 6: Tug As

nyeri pasca bedah, bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan

klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya. Telah terbukti bahwa

tanpa pengelolaan nyeri pasca bedah yang adekuat penderita akan mengalami

gangguan fisiologis maupun psikologis yang pada gilirannya secara bermakna

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.

Salah satu tindakan pengobatan nyeri tanpa obat untuk bisa membantu

mengurangi nyeri setelah operasi adalah diberikan kompres dingin pada area

operasi.Terapi es dapat menurunkan prostaglandin,dengan menghambat

proses inflamasi (Lukman, 2008).

Menurut Tamsuri, 2007 Stimulasi kulit dalam hal ini pemberian

kompres dingin dipercaya dapat meningkatkan pelepasan endorfin yang

memblok transmisi stimulus nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf

berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan transmisi implus nyeri

melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C.

Banyaknya keuntungan dari penggunaan kompres dingin pada pasien

yang mengalami nyeri, menyebabkan perlunya pengkajian lebih lanjut

tentang kompres dingin pada pasien. Berdasarkan uraian tersebut, maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh kompres dingin terhadap

penurunan sensasi nyeri pada pasien.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kompres dingin berpengaruh terhadap penurunan efektifitas nyeri?

2. Apakah obat analgetik berpengaruh terhadap penurunan efektifitas nyeri?

3. Apakah secara bersama-sama kompres dingin dan obat analgetik berpengaruh terhadap penurunan efektifitas nyeri?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk membandingkan penggunaan kompres dingin dan obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.

Page 7: Tug As

2. Tujuan Khusus

2.1 Mengidentifikasi penggunaan kompres dingin terhadap penurunan efektifitas nyeri.

2.2 Mengidentifikasi pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.

2.3 Manganalisa perbedaan pengaruh penggunaan kompres dingin dan pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan pengetahuan terhadap institusi pendidikan keperawatan dalam penggunaaan kompres dingin dan pemberian obat analgetik terhadap penurunan nyeri secara efektif.

2. Manfaat Praktis

2.1 Memberikan informasi bagi masyarakat umum tentang tindakan yang benar terhadap penurunan efektifitas nyeri dengan penggunaan kompres dingn dan bekerja sama dengan pemberian obat analgetik sehingga berpengaruh terhadap penurunan nyeri.

2.2 Memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan perawat dalam penggunaan kompres dingin dam pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Kompres Dingin

Memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk tujuan terapeutik ( Eni Kusyati, 2006).

2. Pengertian Obat analgetik

Analgetik adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran ( SMF, 2001).

3. Identifikasi Nyeri

Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai suatu

rasa yang tidak nyaman baik ringan maupun berat. Nyeri

Page 8: Tug As

dapat dibedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Priharjo,

1993).

Nyeri juga merupakan mekanisme protektif bagi

tubuh, yang timbul bila jaringan rusak dan menyebabkan

individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri

tersebut. Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan

emosional yang tidak menyenagkan yang dihubungkan

dengan kerusakan jaringan yang telah atau akan terjadi

yang digambarkan dengan kata-kata kerusakan jaringan

( Torrance, 1997).

F. KERANGKA BERFIKIR

1. Kompres Dingin

1.1 Pengertian

Memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk tujuan terapeutik ( Eni Kusyati, 2006 ).

1.2 Tujuan

1.2.1 Menurunkan suhu tubuh

1.2.2 Mencegah peradangan meluas

1.2.3 Mengurangi kongesti

1.2.4 Mengurangi perdarahan lokal

1.2.5 Mengurangi rasa sakit lokal

1.2.6 Agar luka menjadi bersih

1.3 Indikasi pemberian kompres dingin

1.3.1 Klien dengan suhu tubuh yang tinggi

1.3.2 Klien dengan batuk dan muntah darah

1.3.3 Pascatonsilektomi

1.3.4 Radang, memar

Page 9: Tug As

1.3.5 Luka tertutup atau terbuka

1.4 Jenis pemberian kompres dingin

1.4.1 Kompres dingin basah

1.4.2 Kompres dingin kering

1.5 Alat-alat pemberian kompres dingin

1.5.1 Kompres Dingin Basah

a. Baki berisi

1. Mangkok bertutup steril.

2. Cairan yang diperlukan ( PK 1:4000/Rivanol 1:1000-1:3000/Betadin).

b. Baki steril berisi

1. Pinset anatomis 2 buah.

2. Beberapa potong kain kasa sesuai kebutuhan.

3. Pembalut ( jika perlu ).

4. Perlak kecil dan alas.

5. Sampiran ( jika perlu ).

1.5.2 Kompres Dingin Kering

a. Baki berisi

1. Eskap atau eskrag dengan sarungnya.

2. Baskom berisi potongan-potongan kecil es dan satu sendok teh garam ( agar es tidak cepat mencair).

3. Air dalam baskom.

4. Perlak kecil dan alasnya.

1.6 Prosedur Pelaksanaan

1.6.1 Kompres Dingin Basah

a. Berikan penjelasan kepada klien mengenai perasat yang akan dilakukan.

b. Bawa alat-alat ke dekat klien.

Page 10: Tug As

c. Pasang sampiran.

d. Cuci tangan.

e. Pasang alat dibawah bagian yang akan dikompres.

f. Kocok obat/ cairan kompres jika terdapat endapan.

g. Tuangkan cairan kedalam mangkok steril.

h. Masukkan kasa ke dalam cairan kompres.

i. Peras kain kasa menggunakan 2 pinset.

j. Bentangkan dan letakkan kasa diatas bagian yang akan dikompres, lalu balut.

k. Tutup/ pasang busur selimut, jika perlu.

l. Rapikan klien jika perasat sudah selesai.

m. Cuci tangan.

n. Dokumentasi.

1.6.2 Kompres Dingin Kering

a. Berikan penjelasan kepada klien mengenai perasat yang akan di lakukan.

b. Bawa alat-alat kedekat klien.

c. Cuci tangan.

d. Masukkan potongan es dalam baskom air agar pinggir es tidak tajam.

e. Isi kirbat es/ eskrag dengan potongan es sebanyak ½ bagian.

f. Keluarkan udara dari eskap/ eskrag dengan melipatkan bagian yang kosong, lalu tutup rapat.

g. Periksa eskap/eskrag apakah bocor atau tidak.

h. Keringkan eskap/eskrag dengan lap dan masukkan ke dalam sarung eskrag/eskap.

i. Buka area yang akan diberi kompres dan atur posisi klien sesuai kebutuhan.

Page 11: Tug As

j. Pasang pengalas pada bagian tubuh yang akan dikompres.

k. Letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres. Untuk leher : letakkan eskrag diatas leher dan ikatkan dibelakang leher.

l. Kaji keadaan klien setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa, dan suhu tubuh ( jika perlu).

m. Angkat eskap/eskrag jika sudah cukup atau sudah selesai.

n. Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman.

o. Bereskan alat-alat dan simpan ketempat semula.

p. Cuci tangan.

q. Dokumentasi.

2. Obat Analgetik

Obat analgetik digolongkan menjadi 3 kelompok :

a. Analgetik opioid ( narkotik )

secara kimia analgetik opioid berhubungan dengan morfin.

morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium,

walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian

lainnya dibuat di laboratorium. analgetik opioid sangat efektif

dalam mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek

samping. semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis

yang lebih tinggi. selain itu sebelum pemakaian jangka panjang

dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk

mengurangi gejala-gejala putus obat. berbagai kelebihan dan

kekurang dari analgetik opiod:

1. Morfin, merupakan prototipe dari obat ini, yang tersedia dalam

bentuk suntikan, per-oral (ditelan) dan per-oral lepas lambat.

sediaan lepas lambat memungkinkan penderita terbebas dari rasa

nyeri selama 8-12 jam dan banyak digunakan untuk mengobati

nyeri menahun.

Page 12: Tug As

2. Analgetik opioid seringkali menyebabkan sembelit, terutama

pada usia lanjut. pencahar (biasanya pencahar perangsang,

contohnya senna atau fenolftalein) bisa membatu mencegah atau

mengatasi sembelit.

3. Opioid dosis tinggi sering menyebabkan ngantuk. untuk

mengatasinya bisa diberikan obat-obat perangsang (misalnya

metilfenidat).

4. Analgetik opioid bisa memperberat mual yang dirasakan oleh

penderita. untuk mengatasinya diberikan obat anti muntah, baik

dalam bentuk peroral, supositoria maupun suntikan (misalnya

metoklopramid, hikroksizindan proklorperazin). opioid dosis

tinggi bisa menyebabkan reaksi yang serius, seperti

melambatnya laju pernafasan dan bahkan koma. efek ini bisa

dilawan oleh nalokson, suatu penawar yang diberikan secara

intravena.

b. Analgetik Non- Opioid

semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen)

merupakan obat anti peradangan non-steroid (nsaid, nonsteroidal

anti-inflammatory drug). Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:

1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang

bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.

2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang

seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.

Aspirin merupakan prototipe dari nsaid, yang telah digunakan

selama lebih dari 100 tahun.

Pertama kali disarikan dari kulit kayu pohon willow. Tersedia

dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6

jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa

menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi

kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga

menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan diseluruh

tubuh. Pada dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan

gangguan pernafasan. salah satu pertanda dari overdosis aspirin

adalah telinga berdenging (tinitus).

Page 13: Tug As

Mula kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-

beda, dan respon setiap orang terhadadap NSAID juga berbeda-

beda. Semua NSAID bisa mengiritasi lambung dan menyebabkan

ulkus peptikum, tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID

bersamaan dengan makanan dan antasid bisa membantu mencegah

iritasi lambung. Obat misoprostol bisa membantu mencegah iritasi

lambung dan ulkus peptikum;tetapi obat ini bisa menyebabkan

diare. Asetaminofen berbeda dari aspirin dan NSAID. Obat ini

bekerja pada sistem prostaglandin tetapi dengan mekanisme yang

berbeda. Asetaminofen tidak mempengaruhi kemampuan

pembekuan darah dan tidak menyebabkan ulkus peptikum maupun

perdarahan. Tersedia dalam bentuk per-oral atau supositoria,

dengan masa efektif selama 4-6 jam. Dosis yang sangat tinggi bisa

menyebabkan efek samping yang sangat serius, seperti kerusakan

hati.

c. Analgetik Ajuvan

Analgetik ajuvan adalah obat-obatn yang biasanya

diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa

meredakan nyeri. contohnya, beberapa anti-depresi juga

merupakan analgetik non-spesifik dan digunakan untuk mengobati

berbagai jenis nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian

bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obat-obat anti kejang

(misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral (misalnya

meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik.

3. Identifikasi Nyeri

3.1 Proses Terjadinya Nyeri

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf

–saraf perifer. Zat kimia (substansi p bradikinin,

prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf

perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari area yang

Page 14: Tug As

terluka ke otak, dan menyusun tahap untuk penyembuhan

(respon inflamasi). Sinyal nyeri dari area yang terluka

berjalan sebagai impuls electrokimia disepanjang nervus

kebagian dorsal spinal cord (area pada spinal yang menerima

sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke

thalamus, pusat sensoris di otak dimana sensasi seperti panas,

dingin, nyeri dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan

lalu dihantarkan ke cortex, dimana intensitas dan lokasi nyeri

dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai sinyal

dari otak kemudian turun kespinal cord. Dibagian dorsal, zat

kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri

diarea yang terluka (Carol dan Priscilla,1997).

Didalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka

atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan

dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup, stimulasi saraf

sensoris dengan menggaruk secara perlahan didekat area

nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi

impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang,

misalnya perasaan sembuh dapat mengurangi dampak atau

beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia dan Walker, 1995).

Nyeri mempunyai fungsi protektif, anak-anak belajar

untuk tidak mengulangi perilaku tertentu yang akan

menyebabkan mereka terluka dan mengalami nyeri lagi

misalnya menyentuh benda yang panas atau tajam. Nyeri

hebat pada salah satu bagian tubuh bisa menyebabkan

penderitanya mencari bantuan kesehatan untuk mengatasi

penyebabnya. Profesi kesehatan menggunakan timbulnya

nyeri akut sebagai alat diagnostik, asal dan lokasinya pada

beberapa kamus menunjukan kondisi khusus. Perubahan

derajat nyeri bisa menjadi indikasi meningkat atau

menurunnya penyebab nyeri. Keterampilan perawat dalam

Page 15: Tug As

mengobservasi bisa membantu manajemen yang efektif

(Patricia dan Stanley, 1995).

3.2 Patofisiologi Nyeri

Menurut Husni Tanra tahun 1997, penelitian

laboratorium menunjukan bahwa menyusul suatu trauma

atau operasi maka input nyeri dari perifer ke sentral akan

mengubah ambang reseptor nyeri baik diperifer maupun

disentral ( Kornu posterior medulla Spinalis). Kedua

reseptor nyeri tersebut diatas akan menurun ambang

nyerinya, sesaat setelah terjadi input nyeri.

Perubahan ini akan menghasilkan suatu keadaan

yang disebut sebagai hipersensitifitas baik perifer maupun

sentral. Perubahan ini dalam klinik dapat dilihat, dimana

daerah perlukaan dan sekitarnya akan berubah menjadi

hiperalgesia. Daerah tepat pada perlukaan akan berubah

menjadi allodini artinya dengan stimuli lemah, yang normal

tidak menimbulkan rasa nyeri, kini dapat menimbulkan

nyeri, daerah ini disebut juga sebagai hiperalgesia primer.

Dilain pihak daerah sekitar perlukaan yang masih Nampak

normal juga berubah menjadi hiperalgesia, artinya dengan

suatu stimuli yang kuat, untuk cukup menimbulkan rasa

nyeri, kini dirasakan sebagai nyeri yang lebih hebat dan

berlangsung lebih lama, daerah ini juga disebut sebagai

hiperalgesia sekunder.

Menurut Husni Tanra tahun 1997, kedua perubahan

tersebut diatas, baik hiperalgesia primer maupun sekunder

merupakan konsekwensi terjadinya hipersensitivitas perifer

dan sentral menyusul suatu input nyeri akibat suatu trauma

Page 16: Tug As

atau operasi, ini berarti bahwa susunan saraf sentral dapat

berubah sifatnya menyusul suatu input nyeri yang kontinyu.

a. Respon Lokal

Akibat terjadinya kerusakan sel dalam jaringan.

Maka akan terlepas substansi nyeri. Substansi nyeri ini

berasal dari tiga tempat yakni, pertama dari kerusakan sel

itu sendiri yang akan melepas histamin, kalium, asetilkolin,

serotonin, dan ATP. Selain itu terjadi sintesa prostaglandin

dari metabolisme asam arakhidonat dengan bantuan

siklooksigenase. Yang kedua, substansi nyeri berupa

bradikinin dilepaskan dari plasma darah melalui pembuluh

darah yang berubah permeabilitasnya. Yang ketiga,

substansi nyeri yang dilepaskan dari ujung-ujung saraf

sendiri yang disebut substan P.

Akibat dari terlepasnya substansi nyeri tersebut

diatas menyebabkan perubahan-perubahan lokal yang oleh

Celcius, seorang dokter jaman Romawi, menyebutkan

sebagai tanda-tanda inflamasi berupa kemerahan (rubor),

hangat (Calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan

gangguan fungsi (functio laesa). Dalam klinik, perubahan

itu tampak sebagai gejala hiperalgesia atau allodini.

(Handerworker dan Wolt 1991 dalam Husni Tanra tahun

1997). Gejala hiperalgesia dan allodini ini menjadi penting

dalam klinik, sebab sekali terjadi hal ini dibutuhkan dosis

obat analgesik yang lebih tinggi untuk menghilangkannya.

b. Respon Segmental

Input nyeri perifer yang dibawa oleh serabut saraf A

delta dan serabut C selain akan mengaktifkan kornu

posterior medulla spinalis, juga mengaktifkan kornu

anterior dan lateralis dari medulla spinalis yang pada

Page 17: Tug As

gilirannya akan memberikan respon berupa spasme otot,

yang terjadi pada gilirannya menjadi sumber stimuli yang

baru sehingga meningkatkan rasa nyeri dan mengakibatkan

terjadinya spasme otot yang lebih hebat lagi, jadi

merupakan siklus visiousus.

Demikian pula halnya dengan terjadinya spasme

pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan hipoksia

setempat, yang menimbulkan asidosis. Asidosis pada

gilirannya menurunkan ambang nyeri sehingga rasa nyeri

makin meningkat dan seterusnys. Selain itu, akibat input

nyeri dari kulit, akan merangsang timbulnya refleks

kutaneo visceral yang menyebabkan menurunnya aktivitas

(peristaltic usus), usus yang mengandung terjadinya ileus

pasca bedah. Oleh karena itu tanpa pengelolaan nyeri pasca

bedah, penderita cenderung mengalami ileus paralitikus

hebat dari tertekannya aktivitas usus, sehingga puasa pasca

bedah lebih lama dan proses penyembuhan memenjang

(Bonica 1978 dalam Husni Tanra, 1997).

c. Suprasegmental

Menurut Husni Tanra tahun 1997, respon

suprasegmental ini bersumber dari stimulasi dan pusat saraf

di hypothalamus yang pada gilirannya menimbulkan

hiperventilasi atau takipnu dan meningkatkan aktivitas saraf

simpatis yang pada gilirannya akan meningkatkan denyut

jantung, isi sekuncup jantung, dan curah jantung semenit.

Selain itu meningkatkan aktivitas simpatis menyebabkan

vasokontriksi dan pelepasan hormon steroid dari glandula

suprarenal yang pada gilirannya menimbulkan gejala

hipertensi.

d. Respon Kortikal

Page 18: Tug As

Respon kortikal merupakan respon psikodinamik

seseorang terhadap suatu pembedahan. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya mekanisme psikodinamik yang

akan menghasilkan perasaan cemas, takut dan gelisah. Hal

ini akan mengundang umpan balik yang pada gilirannya

menurunkan ambang nyeri penderita, sehingga penderita

akan merasa lebih nyeri lagi ( Bonica JJ tahun 1991 dalam

Husni Tanra, tahun 1997).

Dari keempat respon tubuh diatas dapat disimpulkan

bahwa respon tubuh terhadap suatu pembedahan atau nyeri

yang akan menghasilkan reaksi endokrin, dan

immunologik, yang secara umum disebut sebagai respon

stres. Respon stres ini sangat merugikan penderita karena

selain akan menurunkan cadangan dan daya tahan tubuh,

meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung,

mengganggu fungsi respirasi dengan segala

konsekwensinya, juga akan mengundang resiko terjadinya

tromboemboli yang pada gilirannya meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pasca bedah. (Kehelt 1998 dalam

Husni Tanra, 1998).

3.3 Faktor yang mempengaruhi persespsi Nyeri

Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor

yang dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan dan

bagaimana cara mereka meresponnya. Faktor tersebut

antara lain :

a. Etnik dan Nilai Budaya

Karena norma budaya mempengaruhi sebagian

besar sikap, perilaku, dan nilai keseharian kita, wajar jika

dikatakan budaya mempengaruhi reaksi individu terhadap

Page 19: Tug As

nyeri.Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya

mungkin ditunjukan oleh budaya yang lain (Taylor, 1997)

b. Umur

Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan

variable penting yang akan memengaruhi reaksi dan

ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak

cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang

mereka rasakan dibandingkan dengan orang dewasa, dan

kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk

mereka. Disisi lain prevalensi nyeri pada individu lansia

lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka

derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena

penuaan.( Perry & Potter, 1997 ).

c. Lingkungan dan dukungan orang terdekat

Banyak orang yang merasakan, lingkungan

pelayanan kesehatan yang asing khususnya cahaya,

kebisingan, aktivitas yang sama diruang perawatan

intensive, dapat menambah nyeri yang dirasakan. Beberapa

klien menggunakan nyerinya untuk memperoleh perhatian

khusus dan pelayanan dari keluarganya.(Perry & Potter,

2007).

d. Kecemasan dan stressor lain

Nyeri biasanya bertambah parah saat cemas, otot

menegang dan kelelahan muncul. Studi menunjukan bahwa

klien yang diajarkan sebelum operasi tentang apa yang

dihadapi setelah operasi, tidak membutuhkan analgetik

sebanyak orang-orang yang menjalani prosedur operasi

yang sama tapi tidak diberikan pendidikan sebelum operasi.

(Carol dan Priscilla, 1997).

Page 20: Tug As

e. Pengalaman Nyeri Yang Lalu

Beberapa klien yang tidak pernah mengalami nyeri

hebat, tidak menyadari seberapa hebatnya nyeri yang akan

dirasakan nanti, umumnya, orang yang sering mengalami

nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya

nyeri yang lebih hebat (Carol dan Priscilla, 1997).

f. Nilai Agama

Pada beberapa agama ,individu menganggap nyeri

dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa.

Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan

menjadikan sebagai sumber kekuatan (Taylor ,1997).

3.4 Sensasi Nyeri

Yang dimaksud dengan nyeri dalam penelitian

adalah tingkat nyeri yang didapat dari klien dengan

mengobservasi dan mengukur dengan cara skala analog

(Smeltzer 2007). Nyeri yang diukur sebelum dan setelah

tindakan kompres dengan kriteria evaluasinya :

1 = Tidak nyeri

2 = Nyeri ringan

3 = Nyeri sedang

4 =Nyeri Berat

5 = Sangat Berat

Dikatakan ada pengaruh jika terjadi penurunan satu poin

dari nyeri yang dirasakan sebelum dilakukan kompres, dan

dikatakan tidak ada pengaruh jika nyeri tetap atau terjadi

peningkatan pada saat setelah dilakukan kompres.

Page 21: Tug As

3.5 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa

parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas

nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan

nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda

oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu

sendiri .( Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer, S.C bare B.G

(2002) adalah sebagai berikut :

1. Skala intensitas nyeri deskriktif

2. Skala identitas nyeri numeric

3. Skala Analog Visual

4. Skala Nyeri menurut Bourbanis

0: Tidak Nyeri

1-3 : Nyeri Ringan (Secara objektif klien dapat

berkomunikasi dengan baik)

4-6 : Nyeri Sedang (Secara objektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah

dengan baik.

7-9 : Nyeri Berat (Secara objektif klien terkadang tidak

dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap

tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi.

10 : Nyeri Sangat Berat ( Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.

Page 22: Tug As

Skala Deskriktif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi

verbal, merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga

sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak

yang sama disepanjang garis.Pendeskripsi ini diranking dari

“tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta

klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia

rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri

terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa

paling tidak menyakitkan. Skala analog visual (Visual

analog scale,VAS) tidak melebel subsidi. VAS adalah suatu

garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan mendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.

Skala ini member klien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena

klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian.

(Potter, 2005)

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut

mudah digunakan dan tidak mengkonsumsi banyak waktu

saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca

dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih

akurat. Skala deskriktif bermanfaat bukan saja dalam upaya

mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi

perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan

setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau

menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau

peningkatan (Potter, 2005).

Page 23: Tug As

4. Pengaruh Penggunaan Kompres Dingin dan Obat Analgetik terhadap

Penurunan Efektifitas Nyeri

X1=Kompres Dingin

a. Kompres Dingin Basah

b. Kompres Dingin Kering

X2=Obat Analgetik

a. Analgetik Opioid

b. Analgetik Non-Opioid

c. Analgetik Ajuvan

Y=Penurunan efektivitas Nyeri

Faktor Pendorong

1. Dosis Obat Analgetik Yang Diberikan

2. Waktu Pemberian Obat.

3. Suhu Air Untuk Kompres

4. Jenis Kompres Yang Diberikan

Page 24: Tug As

Gambar 4.1.Kerangka konsep hubungan pemberian kompres dingin dan

pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektivitas nyeri.

Efek dari kompres dingin dapat menyebabkan refleks vasodilatasi.

Sel tidak mampu untuk menerima aliran darah dan nutrisi secara adekuat

sehingga menimbulkan iskemik. Hal ini diawali dengan kulit yang

kemerahan diikuti kebiruan dan kekakuan karena dingin, sebagian tipe

nyeri yang dirasa seperti terbakar. (Potter dan Perry, 1997). Kompres

dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan

menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga

memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan kompres

dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau truma,

mencegah kongesti kepala, memperlambat denyutan jantung,

mempersempit pembuluh darah dan mengurangi arus darah local. Tempat

yang diberikan kompres dingin tergantung lokasinya. Selama pemberian

kompres, kulit klien diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat

ditoransi oleh kulit diberikan selama 20 menit.

Dari semua golongan obat analgetik mempunyai indikasi yaitu

meredakan nyeri, tetapi masing-masing golongan obat analgetik memiliki

kontra indikasi dan efek samping obat tersendiri.

Jadi, apabila pemberian obat analgetik dikombinasikan dengan

pemberian kompres dingin maka akan dapat menurunkan efektifitas nyeri.

G. HIPOTESIS PENELITIAN

1. Ada pengaruh penggunaan kompres dingin terhadap penurunan efektifitas

nyeri.

2. Ada pengaruh pemberian obat analgetik terhadap penurunan efektifitas

nyeri.

3. Ada hubungan antara penggunaan kompres dingin dan pemberian obat

analgetik terhadap penurunan efektifitas nyeri.

H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Page 25: Tug As

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang bertjuan untuk

mengungkapkan hubungan sebab-akibat antar variabel dengan melakukan

manipulasi variabel bebas, dimana variabel dependent muncul sebagai

akibat dari manipulasi variabel independent.

2. Populasi dan Sampel

1.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari

manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,

nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang

memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Dwi

Agus Sudjimat,2004:39).

1.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil

dengan menggunakan cara-cara tertentu (Dwi Agus Sudjimat,

2004:41).

3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

a. Definisi Operasional Variabel

Mendefinisikan variabel berdasarkan karakteristik yang diamati, yakni

yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang

kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Dwi Agus

Sudjimat :2004:34).

1. Kompres Dingin

Yang dimaksud dengan kompres dingin adalah meletakkan

kompres diarea sekitar luka dengan menggunakan kantong es yang

suhunya berkisar antara 12 - 18 derajat celcius, diberikan pada 12 -

24 jam pertama pada daerah sekitar luka operasi. selama 15 – 20

menit perhari dengan cara : Membuat butiran- butiran es batu yang

Page 26: Tug As

dimasukkan kedalam handuk tipis kemudian masukan dalam

plastik tertutup.

2. Sensasi Nyeri

Yang dimaksud dengan nyeri dalam penelitian adalah tingkat

nyeri yang didapat dari klien dengan mengobservasi dan mengukur

dengan cara skala analog (Smeltzer 2007). Nyeri yang diukur

sebelum dan setelah tindakan kompres dengan kriteria

evaluasinya :

1 = Tidak nyeri

2 = Nyeri ringan

3 = Nyeri sedang

4 =Nyeri Berat

5 = Sangat Berat

Dikatakan ada pengaruh jika terjadi penurunan satu poin

dari nyeri yang dirasakan sebelum dilakukan kompres, dan

dikatakan tidak ada pengaruh jika nyeri tetap atau terjadi

peningkatan pada saat setelah dilakukan kompres.

b. Variabel Penelitian

Konsep yang apabila diukur akan mempunyai bermacam-macam nilai

(Dwi Agus Sudjimat, 2004:32). Variabel yang terlibat dalam

penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (independent variabel) adalah variabel yang di

duga sebagai sebab munculnya variabel yang lain ( variabel

tergantung ), (Dwi Agus Sudjimat:2004:33). Variabel bebas nya

Page 27: Tug As

adalah : Pengaruh penggunaan kompres dingin dan pemberian

obat analgetik.

2. Variabel Tergantung (dependent variabel) adalah variabel yang

muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel bebas (Dwi Agus

Sudjimat:2004:33). Variabel tergantung nya adalah : penurunan

efektifitas nyeri.

3. Variabel Moderator adalah variabel yang diukur, dimanipulasi

atau dipilih oleh peneliti karena diduga dapat memodifikasi

hubungan yang ada antara variabel bebas dan variabel tergantung (

Dwi Agus Sudjimat, 2004:33). Variabel moderator nya adalah :

Penggunaan kompres dingin dan pemeberian obat analgetik yang

dipilih suhu air dan ukuran berat obat.

4. Variabel Kontrol adalah variabel yang dikontrol oleh peneliti

untuk dinetralkan pengaruhnya terhadap variabel tergantung (Dwi

Agus Sudjimat, 2004:33). Variabel kontrol nya adalah : Dosis dan

waktu pemberian.

Keterangan :

X1= Variabel bebas 1(satu), yaitu: pemberian kompres dingin.

X2= Variabel bebas 2(dua), yaitu: pemberian obat analgetik.

Y = Variabel tergantung, yaitu: penurunan efektivitas nyeri.

X1=Kompres Dingin

X2=Obat Analgetik

Y=Penurunan Efektivitas Nyeri

Page 28: Tug As

Gambar 3.1 Pola hubungan antara variabel bebas dengan variabel

tergantung. Hubungan pemberian kompres dingin dan pemberian

obat analgetik terhadap penurunan efektivitas nyeri.

4.Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

4.1 Teknik pengumpilan data adalah

a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah Proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil menatap muka antara

sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden

dengan menggunakan alat yang dinamakan Interwiew guide Nov 23,

2009.

b. Teknik Observasi

Observasi adalah sebagai suatu pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

Operasionalisasi teknik observasi ini dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu:

1. Observasi partsipan vs non partsipan

2. Observasi sistemik vs non sistemik

c. Teknik komunikasi

Adalah mengumpulkan data melalui kontak atau hubungan pribadi

antara pengumpulan data dengan sumber data. Dalam

pelaksanaannya dapat dibedakan menjadi dua,yaitu:

1. Teknik komunikasi langsung adalah teknik pengumpulan data

dengan mempergunakan intervieu sebagai alatnya

Page 29: Tug As

2. Taknik komunikasi tidak langsung adalah teknik pengumpulan

data dengan mempergunakan angket atau kuesioner sebagai

alatnya.

d. Teknik pengukuran

Adalah cara untuk mengumpulkan data penelitian yang bersifat

kuantitatif atau menghasilkan angka- angka.alat pengukuran yang

digunakan adalah berupa test, baik test lisan maupun test tertulis

dengan berbagai macam bentuk dan skala pengukurannya.

e. Taknik dokumenter

Adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis,seperti

arsip,buku – buku tentang pendapat, teori, dalil,dan lain- lainnya

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

4.2 INSTRUMEN PENELITIAN

4.2.1 Pengertian Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data penelitian. Sebagai suatu alat pengumpul data

berarti ia sangat menentukan terhadap kualitas data yang dihasilkan.

Artinya, salah-benarnya data, tepat-tidaknya data, atau sahih-tidaknya

data empirik penelitian sangat bergantung kepada kualitas instrumen

penelitian yang digunakan. Suatu instrumen dikatakan berkualitas

apabila instrumen tersebut memenuhi persyaratan validitas dan

reliabilitas.( Dwi Agus Sudjimat,2004:60 ).

4.2.2 Jenis Instrumen Penelitian

Page 30: Tug As

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data berupa

non test dengan demikian alat pengumpulan data yang berupa non test

ini penggunaannya tidak saja terbatas pada manusia tapi pada objek

yang berupa kejadian, keadaan dan lainnya. Dalam proposal ini kami

menggunakan contoh alat pengumpulan data non test yaitu, observasi,

wawancara, kuesioner ( Dwi Agus Sudjimat, 2004:61 ).

5. ANALISIS DATA

Analisis data adalah merupakan kegiatan yang penting dalam kegiatan

ilmiah, analisis data maknanya dari semua data penelitian yang telah

dikumpulkan peneliti. Di mana pelaksanaannya dilakukan secara cermat

berdasarkan tehnik-tehnik statistik yang telah ditetapkan oleh peneliti

( Dwi Agus Sudjimat, 2004:71 ).

Page 31: Tug As

DAFTAR PUSTAKA

Sudjimat, Dwi Agus. 2004. Metodologi Penelitian. Universita PGRI

Adi Buana Surabaya : Malang

Sudjimat, Dwi Agus. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Universitas Negeri Malang : Malang

Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium

Keperawatan Dasar. EGC : Jakarta

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. EGC : Jakarta

Sulastri, (2009). Perbedaan Tingkat Nyeri Antara Kelompok Kontrol

Dan Eksperimen Setelah Diberikan Terapi Musik Pada

Pasien Post Op Fraktur Femur Di Ruang Rawat Inap Bedah

Rumah Sakit Karima Utama Kartasura, Skripsi, Universitas

Muhammadiyah : Surakarta.

Istichomah, (2007). Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap

Perubahan Skala Nyeri Pada Klien Kontusio Di Rsud

Sleman, Seminar Nasional Teknologi,24 November 2007:

Yogyakarta.

Page 32: Tug As