tugas agama trabuh rah

14
 BAB II PEMBAHASAN 2.1 TABUH RAH BUKAN TAJEN Yo'himsakaani bhuutaani hinas. tyaatmasukheaschayaa. Sa jiwamsca mritascaiva na. Kvacitsukhamedhate. (Manawa Dharmasastra V.45) Maksudnya: Ia yang menyiksa mak hluk hid up yan g ti dak ber bahaya dengan maksud unt uk mendapa tkan kepua san nafs u unt uk diri sendir i, orang itu ti dak akan per nah merasakan kebahagiaan. Ia selalu berada dalam keadaan tidak hidup dan tidak pula mati. Penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan hanya untuk kesenangan adalah dosa. Orang yang melakukan hal itu tidak akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ini maupun di masa kelahiran berikutnya. Dalam Lontar Siwa Tattwa Purana maupun dalam Lontar Yadnya Prakerti dinyat akan upa cara Tabuh Rah bol eh dil angsungkan sebagai kel engkapa n saa t upac ara Mecaru ata u Bhuta Yadnya pada hari Til em. Dal am kehidupa n upac ara yadnya dalam agama Hindu memang ada proses menaburkan lima warna zat cair yang disebut matatabuhan atau matabuh. Ada berwarna putih dengan tuak, berwarna kuning dengan arak, berwarna hitam dengan berem, berwarna merah dengan taburan darah binatang dan ada dengan warna brumbun dengan mencampur empat warna tersebut. 3

Upload: ary-cloncink

Post on 11-Jul-2015

259 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II PEMBAHASAN 2.1 TABUH RAH BUKAN TAJEN Yo'himsakaani bhuutaani hinas. tyaatmasukheaschayaa. Sa jiwamsca mritascaiva na. Kvacitsukhamedhate. (Manawa Dharmasastra V.45)

Maksudnya: Ia yang menyiksa makhluk hidup yang tidak berbahaya dengan maksud untuk mendapatkan kepuasan nafsu untuk diri sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Ia selalu berada dalam keadaan tidak hidup dan tidak pula mati. Penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan hanya untuk kesenangan adalah dosa. Orang yang melakukan hal itu tidak akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ini maupun di masa kelahiran berikutnya.

Dalam Lontar Siwa Tattwa Purana maupun dalam Lontar Yadnya Prakerti dinyatakan upacara Tabuh Rah boleh dilangsungkan sebagai kelengkapan saat upacara Mecaru atau Bhuta Yadnya pada hari Tilem. Dalam kehidupan upacara yadnya dalam agama Hindu memang ada proses menaburkan lima warna zat cair yang disebut matatabuhan atau matabuh. Ada berwarna putih dengan tuak, berwarna kuning dengan arak, berwarna hitam dengan berem, berwarna merah dengan taburan darah binatang dan ada dengan warna brumbun dengan mencampur empat warna tersebut.3

Matabuh dengan lima zat cair adalah simbol untuk mengingatkan agar umat manusia menjaga keseimbangan lima zat cair yang berada dalam Bhuwana Alit. Kalau lima zat cair itu berfungsi dengan baik maka orang pun akan hidup sehat dan bertenaga untuk modal mengabdi dalam hidupnya ini. Lima zat cair yang disimbolkan adalah darah merah, darah putih, kelenjar perut yang berwarna kuning, kelenjar empedu warnanya hitam dan air itu sendiri simbol semua warna atau brumbun. Air itu bening berwarna netral. Perpaduan fungsi lima zat cair dalam tubuh inilah yang akan membuat hidup sehat. Matabuh dengan warna merah dengan darah inilah yang dimanipulasi dengan menyabung ayam dalam bentuk tajen lengkap dengan berjudinya. Menaburkan darah ayam ini hanyalah alasan, tetapi yang dipentingkan adalah judiannya. Ini mungkin pada zaman kerajaan dahulu juga sangat marak dilakukan oleh masyarakat. Pada saat itu raja sebagai penguasa mengeluarkan pembatasan dalam bentuk Prasasti Batur Abang tahun 933 Saka dan Prasasti Batuan tahun 944 Saka. Prasasti tersebut hanya boleh menyabung ayam tiga pasang pertarungan untuk upacara Tabuh Rah bukan judian tajen. Dalam ketentuan upacara yadnya pun menyabung ayam dalam tabuh rah tidak mutlak. Sabungan ayam yang disebut perang sata itu dapat diganti dengan sarana lain. Misalnya dengan mengadu telor, tingkih atau kelapa gading. Itu hanyalah pilihan. Pada zaman Kali ini sebaiknya perang sata itu diganti dengan salah satu sarana pengganti tersebut. Tajen dengan kedok tabuh rah itu suatu perbuatan dosa dan melanggar hukum negara. Kitab suci Rg Weda Mandala X. Sukta 34. Mantra 3,10 dan 13 dengan tegas melarang orang berjudi. Berjudi itu dapat menyengsarakan keluarga. Kerjakanlah sawah ladang dan cukupkan dan puaskanlah penghasilan itu. Demikian antara lain isi Mantra Veda tersebut.

4

Manawa Dharmasastra IX, Sloka 221 s.d. 228 menegaskan tentang pelarangan orang berjudi dan minuman keras yang disebutkan sebagai pencurian tersamar. Dalam kitab Manawa Dharmasastra tersebut ada dua istilah yang disebutkan yaitu Dyuta artinya judian dan Samahwaya artinya pertaruhan. Kalau bermain dengan benda mati seperti dengan uang disebut berjudi (Dyuta). Kalau menggunakan benda hidup sebagai taruhan berjudi seperti ternak disebut Samahwaya. Dalam Sloka 221 kitab Manawa Dharmasastra tersebut di atas disebutkan: Hendaknya perjudian dan bertaruh supaya benar-benar dilarang di wilayah pemerintahan, karena kedua hal itu sebagai penyebab hancurnya negara dan merosotnya generasi muda. Dalam Sloka 222 disebutkan perjudian dan pertaruhan menimbulkan pencurian karena itu pemerintah (raja) harus melarang kedua kegiatan itu. Sloka 224 menyebutkan hendaknya pemerintah (raja) memberikan hukuman badan pada mereka yang berjudi. Sloka 225 menyebutkan judi dan pertaruhan, orangorang kejam dan penjual minuman keras harus segera dijauhkan dari wilayah kerajaan (negara). Sloka 226 menegaskan bahwa berjudi dan bertaruh itu sebagai pencuri tersamar. Kebiasaan buruk itu segera akan mengganggu dan mempengaruhi penduduk yang baik-baik. Sloka 227 menegaskan bahwa judi itu selalu sebagai sumber permusuhan, karena itu orang yang baik hendaknya menjauhi judian itu meskipun hanya untuk hiburan belaka. Judian tajen juga melakukan penyiksaan binatang untuk permuasan hawa nafsu belaka. Menyiksa binatang seperti itu pun juga dosa sebagaimana dinyatakan dalam kutipan Sloka diatas.

5

2.2 PENGERTIAN TABUH RAH. Tabuh rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya). Tabuh rah juga disebut juga dengan Penyambleh dan Perang satha. Penyambleh adalah penaburan darah binatang korban dengan jalan memotong leher binatang itu atau menikamnya dengan keris. Di zaman Majapahit diistilahkan dengan "Menetak gulu ayam ". Sedangkan Perang satha adalah pertarungan ayam yang diadakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya). Dalam hal ini dipakai adalah ayam sabungan, dilakukan tiga babak. ( telung perahatan) yang mengandung makna arti magis bilangan tiga yakni sebagai lambang dari permulaan tengah dan akhir. Hakekatnya perang adalah sebagai symbol daripada perjuangan (Galungan) antara dharma dengan adharma. Tabuh rah bukanlah tajen karena dalam pelaksaannya tabuh rah tidak memerlukan izin dari polisi. Tabuh rah memiliki dasardasar antara lain: 1. Prasasti Bali Kuna (Tambra prasasti). 1. Prasasti Sukawana A l 804 aka. 2. Prasasti Batur Abang A 933 aka. 3. Prasasti Batuan 944 aka. 2. Lontar- lontar antara lain : 1. Siwatattwapurana. 2. Yadnyaprakerti. Bunyi dan arti dari prasasti- prasasti dan lontar-lontar tersebut dijelaskan dibawah.

6

2.3 DASAR- DASAR PENGGUNAAN TABUH RAH. Dasar- dasar penggunaan tabuh rah tercantum di dalam : Prasasti Batur Abang A l. tahun 933 aka ............... mwang yan pakaryyakaryya, masanga kunang wgila ya manawunga makantang tlung parahatan, ithaninnya, tan pamwita, tan pawwata ring nayakan saksi............. .............. lagi pula bila mengadakan upacaraupacara misalnya tawur Kasanga patutlah mengadakan sabungan ayam tiga sehet (babak) di desanya, tidaklah minta ijin tidaklah membawa (memberitahu.) kepada yang berwenang...........

Prasasti Batuan yang berangka tahun 944 aka .............. kunang yan manawunga ing pangudwan makantang tlung parahatan, tan pamwita ring nayaka saksi mwang sawung tunggur, tan knana minta pamli............... ................... adapun bila mengadu ayam di tempat suci dilakukan 3 sehet (babak) tidak meminta ijin kepada yang berwenang, dan juga kepada pengawas sabungan tidak dikenakan cukai :.........

Lontar iwa Tattwa Purana Muah ring tileming Kesanga, hulun magawe yoga, teka wang ing madhyapada magawe tawur kesowangan, den hana pranging satha, wnang nyepi sadina ika labain sang Kala Daa Bhumi, yanora samangkana rug ikang ning madhyapada Lagi pula pada tilem Kasanga Aku (Bhatara iwa) mengadakan yoga, berkewajibanlah orang di bumi ini membuat persembahan masing- masing, lalu adakan pertarungan ayam, dan Nyepi sehari (ketika) itu beri korban (hidangan) Sang Kala Daa Bhumi, jika tidak celakalah manusia di bumi .....

Lontar Yajna Prakerti ........... rikalaning reya- reya, prang uduwan, masanga kunang wgila yamanawunga makantang tlung parahatan saha upakara dena jangkep...... ............... pada waktu hari raya, diadakan pertarungan suci misalnya pada bulan Kasanga, patutlah mengadakan pertarungan ayam tiga sehet lengkap dengan upakaranya...............7

2.4 PELAKSANAAN TABUH RAH

1. Tabuh Rah dilaksanakan dengan "penyambleh", disertai Upakara Yadnya. 2. Tabuh Rah dalam bentuk "perang sata" adalah suatu dresta yang berlaku di masyarakat yang pelaksanaannya boleh diganti dengan "penyambleh". 3. Apabila akan melakukan "perang sata", harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Upacara Bhuta Yadnya yang boleh disertai "perang sata" adalah : Caru Panca Kelud (Pancasanak madurgha). Caru Rsi Ghana. Caru Balik Sumpah. Tawur Agung. Tawur Labuh Gentuh. Tawur Pancawalikrama. Tawur Eka Dasa Rudra.

b. Pelaksanaannya dilakukan di tempat upacara pada saat mengakhiri upacara itu. c. Diiringi dengan adu tingkih, adu pangi, adu taluh, adu kelapa, andel- andel serta upakaranya. d. Pelaksanaannya adalah sang Yajamana dengan berpakaian upacara, dan pada waktu perang satha disertakan toh dedamping yang maknanya sebagai pernyataan atau perwujudan dari keikhlasan Sang Yajamana beryadnya, dan bukan bermotif judi. e. Perang sata maksimum dilakukan "tiga parahatan" (3 sehet) tidak disertai taruhan apapun. f. Perang satha atau tabuh rah tidak menggunakan uang asli namun menggunakan uang kepang atau pis bolong.8

4. Selain dari yang tersebut dalam butir, 1, 2, 3, di atas adalah merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran huku

2.5 Foto-Foto Pelaksanaan Tabuh Rah

9

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Dari pembahasan yang saya lakukan tersebut saya dapat menimpulkan bahwa tabuh rah tersebut bukanlah tajen, karena tabuh rah memiliki dasar yang mendasari pelaksanaannya tersebut antara lain lotar-lontar dan prasasti-prasasti yang saya sebutkan didepan. Dalam pelaksanaannya tabuh rah diiringi dengan adu tingkih, adu pangi, adu taluh, adu kelapa, andel- andel serta upakaranya, dan ang tak kalah pentingnya adalah dalam pelaksanaannya tebuh rah tidak menggunakan uang asli namun uang kepeng atau pis bolong.

3.2

SARAN Saran saya adalah kita sebagai seorang mahasiswa yang hidup di tengahtengah masarakat patut ikut serta dalam membangun desa pakraman, karena desa pakraman merupakan lembaga yang berfungsi sosial religius. Sebagai lembaga religius, desa pakraman berfungsi mengajegkan ajaran-ajaran agama. Saran saya yang kedua sekaligus harapan saya adalah janganlah anda melaksanakan tabuh rah yang bermotif judi,jika memang ingin melaksanakan tabuh rah, lakukan lah tabuh rah yang memang benar-benar tabuh rah, agar nantinya tidak menodai kesucian pura.

10

DAFTAR PUSTAKA

Buku Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV www.google.com

11

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam pelaksanaan upacara Panca Yadnya, umat Hindu di beberapa daerah di Bali selalu dalam akhir kegiatan upacara dilakukan upacara tabuh rah yakni dengan menyemblih binatang atau yang sering dilaksanakan adalah mengadu ayam 3 (tigang) seet ditempat dimana upacara itu dilaksanakan. Namun orang awam memandang bahwa upacara tabuh rah itu diidentikkan dengan kegiatan perjudian sabungan ayam, karena pada kenyataannya pada acara tersebut mengadu ayam lebih dari 3 (tigang) seet serta juga dihadiri oleh orang-orang yang bukan pengempon karya / juga bukan kerabat yang melaksanakan yadnya, dan terlebih-lebih lagi saat ayam diadu selalu disertai taruhan uang rupiah yang cukup besar, bukannya taruhan dengan uang kepeng, sehingga hal itu sudah sangat jauh menyimpang dari arti dan makna upacara tabuh rah itu sendiri. Seperti yang pernah pelaksanaan tabuh rah di desa saya. Di Desa saya pernah diadakan 2 (dua) kali upacara tabuh rah yang pertama pada saat piodalan di pura dalem, pelaksanaan tabuh rah tertsebut memang benar-benar tabuh rah, namun pelaksanaan tabuh rah yang kedua dilaksanakan seusai upacara ngaben masal di desa saya, pelaksanaannya benar-benar menyimpang dari arti sebenarnya dari tabuh rah tersebut, pelaksanaan tabuh rah yang kedua ini dijadikan sebagai ajang perjudian.Banyak orang-orang datang membawa ayam-ayamnya sendiri, pertarungannya lebih dari tiga babak, ayam yang kalah bukan dijadikan caru melainkan diberikan kepada yang menang dalam sabung ayam (tajen) tersebut. Adanya penyimpangan pelaksanaan tabuh rah itu disesabkan karena orang-orang tersebut belum memahami arti, makna dan tujuan tabuh rah itu sendiri dan secara umum orang-orang itu belum mampu ngret indrianya sehingga tidak bisa membedakan tindakannya yang mana seharusnya wujud bhaktinya kehadapan Ida1

Sang Hang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya dengan yang mana tindakannya yang memenuhi kesenangannya secara pribadi. Atas dasar itulah kami akan mencoba memaparkan upacara tabuh rah itu sendiri sesuai apa yang kami ketahui dan kami dapatkan dari beberapa sumber yang ada. 1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah yang dimaksud dengan tabuh rah? 2. Bagaimanakah cara pelaksanaan Tabuh rah yang benar? 3. Apa yang mendasari penggunaan tabuh rah tersebut? 4. Apakah perbedaan dari Tabuh rah dengan tajen?

1.3. TUJUAN 1. untuk mengetahui pengertian dari tabuh rah 2. untuk mengetahui cara pelaksanaan tabuh rah 3. untuk mengetahui dasar-dasar penggunaan tabuh rah 4. agar dapat membedakan antara Tabuh rah dengan Tajen

2

KATA PENGANTAR

Om Swastiastu Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat beliaulah saya dapat menyelesaikan laporan ini yang berjudul Tabuh Rah. Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran kepada masyarakat umum arti sebenarnya dari Tabuh rah tersebut dan agar dapat membedakan antara tajen dengan tabuh rah. Saya menyadari dalam laporan yang saya buat ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan kepada para penbaca agar dapat memberikan kritik dan saran-saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan isi dari makalah ini. Om Santih, Santih, Santih Om

Singaraja, 13 November 2009

Penyusun

i

DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar isi ... ii

Bab I Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang .. 1.2. Rumusan Masalah . 1.3. Tujuan ... Bab II Pembahasan .. 2.1 Tabuh rah bukan tajen. 2.2. Pengertian Tabuh Rah .... 2.3.Dasar-dasar Penggunaan Tabuh Rah . 2.4. Pelaksanaan Tabuh Rah . 2.5. Foto-Foto Pelaksanaan Tabuh Rah Bab III Penutup . 3.1. Kesimpulan . 3.2. Saran ...... Daftar Pustaka .. 1 2 2 3 3 6 7 8 9 10 10 10 11

ii