tugas akhir biokimia
DESCRIPTION
Isolasi gula padaTRANSCRIPT
LAPORAN TUGAS AKHIRPraktikum Biokimia
“HIDROLISIS TEPUNG BERAS KETAN DENGAN AMILASE DAN
ANALISISNYA”
Oleh :
Gina puspita rahmania (1106066845)
Servita Caroline (1106066901)
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus
tergantung pada proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian,
rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya
tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya
tepung tulang dan tepung ikan. Selain itu tepung juga ada jenis ketan, yaitu tepung yang
berasal dari beras ketan.
Pada percobaan yang dilakukan mengenai hidrolisis tepung dengan amilase dan
analisisnya ini dilakukan dengan menggunakan tepung beras ketan sebagai bahan utamanya.
Tepung ketan merupakan bahan pokok pembuatan kue di Indonesia yang banyak digunakan
sebagaimana juga hal dengan tepung beras. Tepung ketan saat ini sangat mudah untuk
mendapatkannnya karena banyak dijual dipasaran dalam bentuk tepung yang halus dan
kering. Selain itu, hidrolisis tepung beras ketan ini dilakukan secara enzimatik dengan
menggunakan glukoamilase dan α-amilase. Enzim merupakan molekul polimer yang
beragam yang dihasilkan sel hidup. Keragaman tersebut tidak hanya dalam bentuk dan
ukurannya tapi juga dalam peranannya. Enzim itu sendiri merupakan golongan protein yang
mempunyai peranan penting sebagai katalisator reaksi biokimia.
Percobaan yang dilakukan berjudul hidrolisis tepung beras ketan dengan amilase dan
analisisnya. Hal yang dilakukan antara lain yaitu hidrolisis pati secara enzimatik dengan
teknik likuifikasi, sakarifikasi dan filtrasi. Selain itu juga dilakukan penentuan Ekivalen
Dekstrosa (DE) dengan titrasi Luff Schoorl.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara hidrolisis tepung beras ketan secara enzimatik ?
2. Bagaimana cara menentukan ekuivalen dekstrosa (DE) ?
3. Teknik apa saja yang digunakan serta apa saja fungsinya ?
1.3 Tujuan Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hidrolisis tepung beras ketan
secara enzimatik dan menentukan ekuivalen dekstrosa (DE) yang ada dari hasil hidrolisis
tepung beras ketan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung beras ketanTepung ketan memiliki amilopektin yang lebih besar dibandingkan dengan
tepung-tepung lainnya. Amilopektin inilah yang menyebabkan tepung ketan (beras ketan)
lebih pulen dibandingkan dengan tepung lainnya. Makin tinggi kandungan amilopektin
pada pati maka makin pulen pati tersebut.
2.2 Enzim
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa
yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.
Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain
yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu
kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar
dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang
ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan
senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi
aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia
dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya
dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan
struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya
dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,
keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat
keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja
enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan
aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak
obat dan racun adalah inihibitor enzim.
2.3 α-amilaseAmilase merupakan karbohidrase yaitu enzim yang mampu menghidrolisis ikatan
α-1,4-glikosidik dari pati (oligo-dan polisakarida) dengan cara mentransfer gugus glikosil
(donor) ke H2O (akseptor) (Naz, 2002). α-amilase merupakan suatu endo-enzim yang
hanya menyerang α-1,4-glikosidik secara acak di bagian dalam molekul, baik pada
amilosa maupun pada amilopektin. Pengaruh konsentrasi α-amilase terhadap kecepatan
reaksi hidrolisis perlu diketahui untuk mendapatkan produk dengan spesifikasi yang
diinginkan. Dalam aplikasinya di indust ri, dengan mengetahui konsentrasi yang tepat
untuk menghasilkan produk yang diinginkan dapat menghindari pemborosan biaya akibat
penggunaan enzim yang berlebihan. Konsentrasi substrat mempengaruhi kecepatan reaksi
awal pada tingkat konsentrasi enzim yang sama. Menurut hukum keseimbangan reaksi,
bila konsentrasi salah satu pereaksi diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke
arah produk. Namun sampai batas tertentu penambahan substrat akan menurunkan
kecepatan reaksi. Oleh karena itu perlu diketahui tingkat penerimaan substrat terhadap
enzim sehingga jumlah produk yang dihasilkan optimal. Jumlah produk dalam penelitian
ini dinyatakan sebagai persentase gula reduksi yang dihasilkan.
2.4 GlukoamilaseGlukoamilase adalah salah satu enzim kelas 15 yang berperan dalam proses
sakarifikasi pati (sejenis karbohidrat). Serupa dengan enzim beta-amilase, glukoamilase
dapat memecah struktur pati yang merupakan polisakarida kompleks berukuran besar
menjadi molekul yang berukuran kecil. Pada umumnya, enzim ini bekerja pada suhu 45-
60 °C dengan kisaran pH 4,5-5,0. Glukoamilase akan memotong ikatan alfa-1,4 pada
molekul pati. Enzim ini juga dapat memecah ikatan alfa-1,6, tetapi pada frekuensi yang
lebih rendah. Hasil utama pemecahannya adalah glukosa, suatu bentuk sederhana dari
molekul karbohidrat berjumlah atom C6.
2.5 Teknologi2.5.1 Likuifikasi
Proses likuifikasi merupakan proses hidrolisis atau pencairan pati menggunakan
enzim α-amilase, yang bertujuan untuk melarutkan pati secara sempurna, mencegah
isomerisasi gugus pereduksi dari glukosa dan mempermudah kerja enzim α-amilase
untuk menghidrolisis pati. Pada proses hidrolisis pati akan terjadi gelatinisasi yang
mempermudah enzim memecah rantai polisakarida pati (Howling, 1979), sedangkan
menurut Slominska et al. (2003), hidrolisis pati yang digelatinisasi akan menghasilkan
nilai ekivalen dekstrosa (DE) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa gelatinisasi.
Laju hidrolisis enzim dapat dikendalikan dengan mengatur dosis enzim dan waktu
hidrolisis, dengan demikian reaksi enzimatis dapat dikontrol dan dapat dihentikan bila
derajat konversi yang diinginkan telah tercapai (Olsen, 1995). Pada proses likuifikasi,
suhu 95˚C merupakan hasil terbaik. Menurut Whitaker (1996), hubungan kecepatan
reaksi dengan konsentrasi enzim bersifat linier, bila factor yang lain dipertahankan
konstan. Makin tinggi konsentrasi enzim yang digunakan maka kecepatan reaksi
meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ditandai dengan makin banyaknya produk yang
terbentuk dan jumlah substrat yang terus berkurang.
2.5.2 SakarifikasiProses sakarifikasi adalah proses hidrolisis dekstrin menjadi gula. Pati yang telah
terdegradasi menjadi dekstrin selanjutnya diturunkan suhunya dari 95˚C menjadi 50-
60˚C, kemudian dilakukan penambahan enzim glukoamilase. Enzim-enzim tersebut
berfungsi untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis pada ikatan α-1,4-glukosidik dan α-1,6
glukosidik dari pati non-pereduksi, pati serta oligosakarida untuk membentuk α-D-
glukosa (Sauer et.al., 2000). Kerja enzim dikondisikan pada pH 4,0-4,6 yaitu pada pH
kondisi asam. Jika pH yang dihasilkan pada proses sakarifikasi lebih besar dari nilai yang
diharapkan maka ditambahkan HCl. Proses sakarifikasi tersebut maksimal 72 jam, tetapi
waktu tersebut dapat dipersingkat sesuai dengan waktu yang diharapkan dengan
penambahan lebih banyak enzim ke dalam suspensi tersebut sampai mencapai nilai
Ekuivalen dekstrosa (DE) minimal 98 %. Konsentrasi enzim yang tinggi dengan waktu
sakarifikasi yang lebih lama akan meningkatkan produk (gula reduksi).
2.5.3 FiltrasiFiltrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan
terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga
pemisahan yang kompleks. Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas, aliran
yang lolos dari saringan mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Terkadang justru
limbah padatnya yang harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang.
Pada percobaan yang dilakukan pada hidrolisis tepung, penambahan arang aktif
dilakukan sebelum melakukan proses filtrasi. Hasil yang terbaik (warna bening)
dihasilkan dari perlakuan penambahan arang aktif. Semakin tinggi arang aktif warna
larutan gula cenderung kehitaman. Penggunaan arang aktif dalam proses ini adalah untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan warna yang tidak dikehendaki atau untuk
penjernihan. Arang aktif mempunyai kemampuan adhesi yang sangat kuat sehingga
mampu untuk mengikat, menggumpalkan dan mengendapkan komponen-komponen
anorganik maupun organik. Daya serap ini dapat disebabkan karena arang aktif
mempunyai pori-pori dalam jumlah besar dan adanya perbedaan energi potensial antara
permukaan arang dan zat yang diserap. Kemampuan daya serap bertambah dengan
naiknya tekanan dan temperatur serta turunnya pH.
2.5.4 TitrasiTitrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan
dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena pengukuran
volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan
analisis volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian utama dari kimia
analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia.
Analisis cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti: aA + tT → hasil dengan
keterangan: (a) molekul analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T. Pereaksi T,
disebut titran, ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah buret, dalam
bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang disebut belakangan
disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses standardisasi.
Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen dengan A telah
ditambahkan. Maka dikatakan bahwa titik ekivalen titran telah tercapai. Agar mengetahui
bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat kimia, yang
disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan perubahan
warna. Indikator asam basa terbuat dari asam atau basa organik lemah, yang mempunyai
warna berbeda ketika dalam keadaan terdisosiasi maupun tidak. Perubahan warna ini
dapat atau tidak dapat trejadi tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator
berubah warna disebut titik akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir
ada sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik
berimpitan (atau mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu
aspek penting dari analisis titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk mengukur
volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-tahun
istilah analisis volumetrik sering digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari
segi yang ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum tidak
perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisis tertentu misalnya, orang dapat mengukur volum
gas.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai
"indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah
muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi,
larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa
peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat
munculnya warna merah muda yang pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam
larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang
sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat
mengubah nilai pH secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam
indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator
dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan
indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan.
Pada percobaan ini, teknik titrasi yang digunakan adalah titrasi Luff Schoorl.
Titrasi Luff Schoorl ini merupakan jenis analisa kuantitatif untuk gula pereduksi. Pada
dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan
menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses
iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat
zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam
penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan
membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator.
I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan
membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam
suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik
ekivalen. Titrasi itu dihentikan bila telah terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi
putih.
BAB III
METODE PENELITIAN
Tahap-tahap yang dilakukan pada percobaan ini adalah hidrolisis pati secara enzimatik,
penentuan ekuivalen dekstrosa (DE) dengan terlebih dahulu membuat larutan-larutan yang
menjadi reagen dalam percobaan ini, penentuan ekuivalen dekstrosa (DE) ini menggunakan
titrasi Luff Schoorl.
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat
- Beaker gelas 250 mL
- Hotplate
- Kertas Saring Whatman
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet Ukur 5mL dan 10mL
- Ph meter
- Alat Timbang
- Labu ukur 100mL
- Labu ukur 50mL
- Labu ukur 250 mL
- Termometer
- Tabung Folin-Wu
- Spektrofotometerspectronic genesys 20 (single beam) + kuvet
- Sentrifuge
- Magnetic stirer
- Erlemeyer 250 ml
- Buret dan statif
- Waterbath
- Kertas pH universal
- Blender
3.1.2 Bahan
- Tepung (30 gram)
- Enzim α- amilase
- Aquades
- Glukosa PA 50 mg
- HCl 0.1 M / NaOH 0.1 M (secukupnya)
- HCl 0.5 M / NaOH 0.5 M (secukupnya)
- Larutan tembaga alkali (Cu-Alkali)
- Asam Fosfomolibdat
- Karbon aktif
- Pereaksi Ba(OH)2
- Larutan ZnSO4
- Pereaksi arsenomolibdat
- Glukoamilase
- Pereaksi Iodine
- Larutan KIO3 0,1 N
- Larutan Na2S2O3 0,1 N
- Pereaksi Luff Schoorl
- Larutan HCl 0,75 N
- Larutan CH3COOH 0,4 N
- Pembuatan Larutan I2 0,1 N
- Larutan Kanji 1%
- Na2CO3
- CuSO4
- KI
- Glukosa
3.2 CARA KERJA
3.2.1 Hidrolisis Pati Secara Enzimatik
a. Pati dibuat suspensi 25% w/w dengan cara melarutkan 90 gram tepung di dalam 310 ml
air dalam
b. pH suspensi diatur sebesar 5,5 dengan penambahan HCl dan NaOH, lalu ditambahkan
enzim α-amilase 1 ml.
c. Liquifikasi : pemanasan 100˚C (sampai amilum habis), setiap 10 menit, tes menggunakan
uji iodine, tentukan waktu optimum (waktu saat amilum habis).
d. Campuran dibagi menjadi dua untuk melakukan sakarifikasi
Campuran 1 : pemanasan pada temperature 55-58˚C dengan pH diatur menjadi
4,5 selama 4-15 menit atau 2-30 menit, lalu penambahan karbon aktif dan
melakukan filtrasi.
Campuran 2 : pemanasan pada temperature 55-58˚C dan penambahan
glukoamilase 1 ml dengan pH diatur menjadi 4,5 selama 4-15 menit atau 2-30
menit, lalu penambahan karbon aktif dan melakukan filtrasi.
3.2.2 Penentuan Ekuivalen Dekstrosa (DE)
a) Pembuatan Larutan KIO3 0,1 N
KIO3 sebesar 0,2 gram dipanaskan pada temperatur 110˚C selama 10 menit dan
didinginkan di dalam desikator sampai temperature kamar.
KIO3 sebanyak 0,18 ± 0,1 mg dilarutkan di dalam 5 ml akuades.
Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan akuades sampai
tanda batas.
b) Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N
Na2S2O3 sebanyak 12,41 gram ditimbang lalu dilarutkan di dalam 37,5 ± 25 ml
akuades yang telah dididihkan.
Na2CO3 sebesar 0,05 gram ditambahkan ke dalam larutan.
Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labuukur 500 ml lalu
ditambahkan air bebas CO2 sampaitanda batas.
Larutan dibiarkan selama 4 hari sebelum distandarisasi.
c) Pembuatan Pereaksi Luff Schoorl
Na2CO3 sebesar 14,4 gram ditimbang dan dilarutkan di dalam gelas piala dengan
40 ml akuades secara perlahan-lahan.
CuSO4 sebesar 2,5 gram ditimbang dan dilarutkan di dalam gelas piala dengan 15
ml akuades lalu diaduk perlahan-lahan sampai larut.
Asam sitrat sebesar 5 gram ditimbang dan dilarutkan dalam gelas piala 100 ml
dengan 10 ml akuades sampai larut.
Larutan Na2CO3 dan larutan CuSO4 dicampurkan dan diaduk sampai larut
kemudian ditambahkan larutan asam sitrat secara perlahan-lahan sambil diaduk.
d) Pembuatan Larutan HCl 0,75 N
Labu ukur 250 ml diisi dengan akuades secukupnya.
HCl 37 % dipipet sebesar 15,5 ml ke dalam labu ukur lalu ditambahkan akuades
sampai tanda batas.
e) Pembuatan Larutan CH3COOH 0,4 N
Labu ukur 250 mldenan akuades secukupnya.
CH3COOH absolute dipipet sebesar 5,72 ml ke dalam labu ukur lalu ditambahkan
akuades sampai tanda batas.
f) Pembuatan Larutan I2 0,1 N
I2 ditimbang sebesar 3,2 gram dan KI sebesar 5 gram lalu dicampurkan di dalam
gelas piala.
Akuades ditambahkan sebesar 0,5-1,25 ml ke dalam gelas piala dan diaduk.
Akuades ditambahkan sebesar 1,25 ml secara kontinyu sampai volume larutan
mencapai 12,5-15 ml selama pengadukan.
Larutan dibiarkan minimum selama 1 jam sambil diaduk sekali-sekali.
Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml lalu ditambahkan akuades
sampai tanda batas.
Larutan disimpan di tempat gelap.
g) Pembuatan Larutan Kanji 1 %
Pati sebesar 1 gram ditambahkan dengan 5-10 ml akuades dingin untuk membuat
pasta kemudian ditambahkan 25 ± 5 ml akuades selama pengadukan.
Larutan dipindahkan ke dalam 1 L akuades mendidih sambil terusdiaduk.
Larutan dididihkan selama 4-5 menit.
Larutan disiapkan segar sebelum digunakan.
3.3 Titrasi Luff Schoorl
1. Contoh glukosa ditimbang sebesar 1-1,3 gram.
2. Contoh dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml lalu ditambahkan
akuades sampaitanda batas.
3. Larutan dipipet sebesar 10 ml ke dalam Erlenmeyer tutup asah dan ditambahkan 15 ml
akuades dan 25 ml larutan Luff.
4. Larutan dididihkan dengan alat refluks selama 10 menit lalu didinginkan dengan cepat.
5. Larutan CH3COOH 0,4 N (50 ml), I2 0,1 (25 ml) dan HCl 0,75 N (55 ml) ditambahkan
ke dalam laruta lalu dikocok sampai endapan larut sempurna.
6. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna hijau muda lalu
ditambahkan beberapa tetes larutan kanji 1 % sebagai indicator dan titrasi dilanjutkan
sampai larutan berwarna biru muda.
7. Titrasi dikerjakan secara duplo dan dibuat blanko.
DE= fp ×mg glukosa×100 %mg contoh×Ts
Keterangan :
fp = factor pengenceran
Ts = Brix – (0,01 x g contoh)
mg glukosa diperoleh dari penyetaraan selisih ml Na2S2O3 antara blanko dan contoh
glukosa.
3.4 Standarisasi Larutan
a) Larutan Na2S2O3 0,1 N
o Larutan KIO3 0,1 N sebesar 25 ml dipipet ke dalam Erlenmeyer 250 ml.
o KI sebesar 2 g dan 5 ml HCl pekat ditambahkan ke dalam larutan kemudian
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warnakuning larutan menjadi samar.
o Larutan kanji 1 % ditambahkan sebagai indicator dan diteruskan titrasi sampai
warna biru hilang.
o Rumus :
V1.N1 = V2.N2
Keterangan : V1 = ml larutan KIO3
V2 = ml larutan Na2S2O3
N1 = normalitas larutan KIO3
N2 = normalitas larutan Na2S2O3
b) Larutan I2 0,1 N
o Larutan I2 dipipet sebesar 25 ml ke dalam Erlenmeyer 250 ml.
o Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning larutan menjadi
samar.
o Beberapa tetes larutan kanji 1 % ditambahkan sebagai indicator dan dilanjutkan
titrasi sampai warna biru hilang. Batas N larutan I2 yang boleh digunakan antara
0,09001 – 0,10999.
o Rumus :
V1.N1 = V2.N2
Keterangan : V1 = ml larutan I2
V2 = ml larutan Na2S2O3
N1 = normalitas larutan I2
N2 = normalitas larutan Na2S2O3
BAB IVDATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
d.1 Data Pengamatan
1. HIDROLISIS TEPUNG BERAS KETAN DENGAN AMILASE
a. Pemanasan (pemekatan) tepung
b. Tabung untuk mengambil sampel tepung yang sedang dipekatkan tiap 10 menit
dengan menguji keberadaan amilum, hingga amilum habis.
c. Uji iodin : (lihat dari kiri ke kanan)*10 menit pertama (tabung pertama) larutan masih berwarna ungu.*10 menit kedua (tabung 2) larutan masih berwarna cokelat keunguan*10 menit ketiga (tabung 3) larutan berwarna putih*lalu memastikan bahwa amilum telah habis dengan dipanaskan 5 menit lagi dan larutan berwarna cokelat serta tak ada lagi amilum. Jadi total waktu pemekatan = 35 menit
d. Setelah pemekatan selama 35 menit, larutan tepung menjadi lebih kental
e. Penambahan karbon aktif, baik bagi larutan tepung tanpa glukoamilase dan yang ditambahkan glukoamilase.
F. Filtrasi (penyaringan)
G. Berat Erlenmeyer berisi filtrat hasil penyaringanDengan glukoamilase : 114,18 gram dan Tanpa glukoamilase : 109,96 gram
H. Berat Erlenmeyer kosong Dengan glukoamilase : 74,38 gram dan Tanpa glukoamilase : 75,63 gram
I.Jadi, hasil filtrat yang diperoleh :a. filtrat dengan glukoamilase : 39,8 gram b. filtrat tanpa glukoamilase : 34,33 gram
2. PENENTUAN EKIVALEN DEKSTROSA (DE)
a.Pembuatan reagen-reagen yang akan digunakan :
Pereaksi Iodine , Larutan KIO3 0,1 N, Larutan Na2S2O3 0,1 N, Pereaksi Luff
Schoorl, Larutan HCl 0,75 N, Larutan CH3COOH 0,4 N dan Larutan I2 0,1N
3. TITRASI LUFF SCHOORL
a. Filtrat hasil penyaringan (baik yang ditambahkan glukoamilase maupun tidak)
dipipet sebanyak 10 ml dengan ditambah akuades 15 ml serta larutan Luff schrool 25 ml
yang berwarna biru.
b. Setelah dididihkan selama 10 menit
c. Setelah penambahan larutan CH3COOH, I2, dan HCl. Lalu dilakukan pengocokan hingga endapan larut sempurna.*Erlenmeyer sebelah kiri : tanpa glukoamilase*Erlenmeyer sebelah kanan : dengan glukoamilase
d. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berwarna hijau muda1. Erlenmeyer kiri : Tanpa glukoamilase ( v = 14,5 ml )2. Erlenmeyer kanan : Dengan glukoamilase ( v = 13,4 ml )
e. Setelah dititrasi dengan hingga berwarna hijau, lalu ditambahkan kanji dan dititrasi kembali hingga berwarna kebiruan.1. Erlenmeyer kiri : Dengan glukoamilase ( v = 16,9 ml)2. Erlenmeyer kanan : Tanpa glukoamilase ( v = 18,3 ml)
d.2 Pengolahan Data
d.2.1 Standarisasi Larutan
Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N
V1 N1 = V2 N2
12,5 ml . 0,1 N = 13 ml . X
X = 0,0962 N ~ 0,1 N
Standarisasi Larutan I2 0,1N
V1 N1 = V2 N2
12,5 ml . 0,1 N = 12,7 ml . X
X = 0,0984 N ~ 0,1 N
d.2.2 Penentuan Nilai DE dari titrasi Luff Schoorl
Vol Na2S2O3 Blanko = 20 ml
Vol Na2S2O3 sampel (glukoamilase) = (13,4 + 14,5)ml/2 = 13,95 ml
Vol Na2S2O3 sampel (tanpa glukoamilase) = (15,3 + 16,9 )ml/2 = 16,1 ml
DE= fp ×mg glukosa×100 %mg contoh×Ts
DE (glukoamilase )= 100 ×14,7 ×100 %1000×(27,6−(0,01−1 )) = 5,14 %
DE (tanpa glukoamilase )= 100 ×9,7 × 100 %1000 ×(27,6−( 0,01−1 )) = 3,39 %
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan hidrolisis (pati) tepung dengan enzim amilase dan
analisisnya. Tahap-tahap yang dilakukan pada percobaan ini adalah hidrolisis pati secara
enzimatik, penentuan ekuivalen dekstrosa (DE) dengan terlebih dahulu membuat larutan-larutan
yang menjadi reagen dalam percobaan ini, penentuan ekuivalen dekstrosa (DE) ini menggunakan
titrasi Luff Schoorl.
Adapun pati yang digunakan untuk analisis pada praktikum kali ini bermacam-macam
terdiri dari tepung beras, tepung tapioca dan tepung beras ketan. Pati merupakan senyawa
polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan kimia (1,4)-
glikosidik, yaitu ikatan yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen
terhadap sesamanya. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa
glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari glukosa sebagai
monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilosa merupakan
polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun
pati. Dalam masakan, amilosa memberi efek "keras" atau "pera" bagi pati atau tepung . Amilosa
adalah bagian dari pati yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan terutama pada padi-padian, biji-
bijian dan umbi-umbian. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur
pera atau tidaknya nasi, cepat atau tidaknya mengeras, lengket atau tidaknya nasi, warna dan
kilap. Pada beras, semakin kecil kandungan amilosa, nasi yang dihasilkan akan semakin pulen.
Semakin tinggi kadar amilosa volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan
mengempes, hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogadasi yang lebih besar.
Berdasarkan kadar amilosa, beras diklasifikasikan menjadi ketan atau beras beramilosa sangat
rendah (<10%), beras beramilosa rendah (10-20%), beras beramilosa sedang (20-24%), dan beras
beramilosa tinggi (>25%) (Munarso 1993).
Hidrolisis adalah proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip hidrolisis pati adalah
pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Dalam prakteknya,
hidrolisis pati menjadi gula pereduksi dapat dilakukan dengan cara, yakni hidrolisis asam dan
enzimatis. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis
secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara
kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan
memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis dapat digolongkan
menjadi hidrolisis murni, hidrolisis asam (penambahan katalisator asam) dan hidrolisis enzim
(BeMiller dan Whistler, 2009). Hidrolisis dilakukan dengan ketiga tepung tersebut dengan enzim
amilase diterapkan pada praktikum kali ini. Namun yang akan dianalisis lebih jauh dalam
laporan kali ini adalah analisis hidrolisis tepung beras ketan. Enzim adalah biomolekul berupa
protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis
bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat
perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk dalam bentuk gula sederhana seperti
glukosa, froktosa, dan galaktosa. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat
untuk menghasilkan senyawa intermediet melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan
energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan
energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama (BeMiller dan Whistler, 2009). Hasil
dari kedua hidrolisis ini adalah Hidrolisat pati, hidrolisat pati ini dihasilkan dari proses hidrolisis
pati. Hidrolisat pati mempunyai total nilai gula pereduksi dekstrosa (DE) yang bervariasi.
Hidrolisat pati yang dibuat memiliki total nilai gula pereduksi hingga 35 - 40% (Alexander R.J,
1992).
Amilase merupakan karbohidrase yaitu enzim yang mampu menghidrolisis ikatan α-1,4-
glikosidik dari pati (oligo-dan polisakarida) dengan cara mentransfer gugus glikosil (donor) ke
H2O (akseptor) (Naz, 2002). Menurut Wang (2002), α-amilase merupakan suatu endo-enzim
yang hanya menyerang α-1,4-glikosidik secara acak di bagian dalam molekul, baik pada amilosa
maupun pada amilopektin.
Proses hidrolisis dilakukan pertama-tama tepung beras ketan disuspensikan terlebih
dahulu dan diatur pH nya hingga 5,5 (larutan bersifat asam) lalu ditambahkan enzim α-amilase
(α-1-4-glucan-4-glucanohydrolase) . Larutan dilikuifikasi dengan melakukan pemanasan kepada
larutan suspensi tersebut dalam water bath pada suhu 100˚C hingga amilumnya habis . Proses
likuifikasi merupakan proses hidrolisis atau pencairan pati menggunakan enzim α-amilase, yang
bertujuan untuk melarutkan pati secara sempurna, mencegah isomerisasi gugus pereduksi dari
glukosa dan mempermudah kerja enzim α-amilase untuk menghidrolisis pati. Pada proses
hidrolisis pati akan terjadi gelatinisasi yang mempermudah enzim memecah rantai polisakarida
pati (Howling, 1979), sedangkan menurut Slominska et al. (2003), hidrolisis pati yang
digelatinisasi akan menghasilkan nilai dextrosa ekivalen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanpa gelatinisasi. Pada saat pemanasan, larutan dipekatkan tiap 10 menit dengan menguji
keberadaan amilum. Larutan mengalami perubahan dalam pengamatan tiap 10 menit setelah di
uji iodin. Perubahan yang terjadi mulai dari larutan berwarna ungu kemudian berubah menjadi
cokelat keunguan dan terakhir menjadi warna putih. Hal tersebut menandakan kadar amilum
dalam larutan lama-lama berkurang hingga habis karena terhidrolisis semua dalam waktu 35
menit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gula reduksi yang tertinggi untuk semua perlakuan
konsentrasi enzim dicapai pada menit ke-35. Larutan tersebut kemudian disakarifikasi dan
dilanjutkan proses filtrasi.
Proses sakarifikasi adalah proses hidrolisis dekstrin menjadi gula. Pati yang telah
terdegradasi menjadi dekstrin selanjutnya diturunkan suhunya dari 100oC menjadi 55-58oC,
kemudian dilakukan penambahan enzim glukoamilase. Proses sakarifikasi ini membagi larutan
menjadi 2, ada yang ditambahkan glukoamilase dan ada pula yang tidak ditambahkan
glukoamilase. ada yang ditambahkan glukoamilase dan ada pula yang tidak ditambahkan
glukoamilase. Enzim-enzim tersebut berfungsi untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis pada ikatan
α-1,4-glukosidik dan α-1,6 glukosidik dari pati non-pereduksi, pati serta oligosakarida untuk
membentuk α-D-glukosa (Sauer et.al., 2000). Kerja enzim dikondisikan pada pH 4,5.
Kemudian kedua larutan tersebut difiltrasi dengan penambahan karbon aktif hingga
warna larutan keduanya berubah menjadi bening kemudian diukur massa erlenmeyer berisi filtrat
dan massa erlenmeyer ketika kosong. Penggunaan karbon aktif dalam proses ini adalah untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan warna yang tidak dikehendaki atau untuk penjernihan.
Karbon aktif mempunyai kemampuan adhesi yang sangat kuat sehingga mampu untuk mengikat,
menggumpalkan dan mengendapkan komponen-komponen anorganik maupun organik. Daya
serap ini dapat disebabkan karena karbon aktif mempunyai pori-pori dalam jumlah besar dan
adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Kemampuan
daya serap bertambah dengan naiknya tekanan dan temperatur serta turunnya pH.
Setelah telah perlakuan hidrolisis pati selesai, pada praktikum kali ini dilakukan pula
penentuan ekivalen Dektrosa (DE) untuk mengetahui nilai gula pereduksi yang dihasilkan dari
hidrolisis pati tepung beras ketan melalui teknik titrasi luff school. Pada penentuan ekivalen DE
ini pertama- tama kita mempersiapkan reagen-reagen yang diperlukan terlebih dahulu yaitu
terdiri dari : Pereaksi Iodine , Larutan KIO3 0,1 N, Larutan Na2S2O3 0,1 N, Pereaksi Luff
Schoorl, Larutan HCl 0,75 N, Larutan CH3COOH 0,4 N Larutan I2 0,1N dan Larutan kanji 1%.
Kemudian kita mentitrasi kedua larutan yang telah difiltrasi menggunakan karbon aktif dengan
reagen yang telah disiapkan .Volume titrasi yang diperoleh ketika sebelum larutan ditambahkan
kanji untuk larutan + glukoamilase : 13,4 ml dan larutan tanpa glukoamilase : 15,3 ml dimana
perubahan warna larutan yang terjadi adalah dari merah orange menjadi hijau muda. Sedangkan
volume titrasi setelah ditambahkan larutan kanji untuk larutan + glukoamilase : 14,5 ml dan
larutan tanpa glukoamilase : 16,9 ml, perubahan warna larutan yang terjadi adalah dari hijau
muda menjadi hijau tua/ hijau tosca. Dekstrosa yang dihasilkan pada larutan + glukoamilase
adalah 5,14 % dan dekstrosa pada larutan + tanpa glukoamilase adalah 3,9 %.
BAB VI
KESIMPULAN
6. Kesimpulan
1. Tahap-tahap yang dilakukan pada percobaan ini adalah hidrolisis pati
(tepung beras ketan ) secara enzimatik dan penentuan ekuivalen dekstrosa
(DE) dengan terlebih dahulu membuat larutan-larutan yang menjadi
reagen dalam percobaan ini, penentuan ekuivalen dekstrosa (DE) ini
menggunakan titrasi Luff Schoorl.
2. Hidrolisis adalah proses konversi pati menjadi glukosa dengan pemutusan
rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6),
3. Hidrolisis tepung beras ketan berlangsung pada keadaan optimum yaitu Ph
5,5 dan suhu 1000C
4. Waktu hidrolisis enzimatik optimum pada tepung beras ketan adalah 35
menit.
5. Penentuan dektrosa (DE) pada praktikum kali ini menggunakan metode
titrasi Luff Schoorl.
6. Reagen-reagen yang digunakan pada titrasi luff school terdiri dari :
Pereaksi Iodine , Larutan KIO3 0,1 N, Larutan Na2S2O3 0,1 N, Pereaksi
Luff Schoorl, Larutan HCl 0,75 N, Larutan CH3COOH 0,4 N, Larutan I2
0,1N dan larutan kanji 1 %.
7. Dekstrosa yang dihasilkan pada proses hidrolisis :
1. Glukoamilase : 5,14 %
2. Tanpa Glukoamilase : 3,9 %
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2009. Pati Resistant. http://id.wikipedia.org/wiki/Pati_resistan [17 MEI 2014].
2. Anonim. 2010. amilopektin. http://id.wikipedia.org/wiki/Amilopektin [17 MEI 2014].
3. Behall, K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after consumption of bread varying in amylose content. Eur J Clin Nutr 56 (9):913-920.
4. Dziedzic SZ dan MW Kearsley. 1984. Glucose Syrups: Science and Technology. London: Elsevier Applied Science Publishers.
5. Foster-Powell, .KF., S.H.A. Holt, and J.C.B. Miller. 2002. International Table of Glycemic Index and Glycemic Load Values: 2002. Am J Clin Nutr 76: 5-56
6. Lehninger, A.L. 1982. Principles of Biochemistry (Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, diterjemahkan oleh M. Thenawidjaya). Jakarta: Erlangga.
7. Makfoeld,Djarir.1982.Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati.Agritech.Yogyakarta.
8. Maryati Sri. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Erlangga: Jakarta.
9. Mercier, C. and P. Colonna. 1988. Starch and enzymes : Innovations in the products, process and uses. Biofutur. Chimic. p. 55-60.
10. Olsen, H.S. 1995. Enzymatic Production of Glucose Syrup In S.Z. Dziedzic and M.W. Kearsley (Eds) Handbook of Starch Hydrolysis Product and Their Derivatives. Blackie Academic and professional,London.