tugas akhir hukum pidana
DESCRIPTION
MATERI HUKUM PIDANATRANSCRIPT
Pengertian Alasan Penghapusan Pidana (APP) diatur di dalam BAB III Buku I KUHP yang
menghapuskan, mengurangkan dan memberatkan.
a. Yang dapat mengurangkan Pidana
1. Pasal 54 → percobaan tindak pidana →dikurangi 1/3 dari maksimal pidana
pokoknya.
2. Pasal 56 & 57 → pembantuan tindak pidana (memberikan sarana, bantuan) →
dikurangi 1/3.
b. Yang dapat memberatkan pidana → perbarengan tindak pidana → melakukan lebih
dari 1 perbuatan pidana.
Pembagian APP dibagi di dalam 2 peraturan yaitu MvT dan kepustakaan hukum pidana.
Dalam MvT disebutkan APP berasal dari dalam diri pelaku dan di luar diri pelaku. Sedangkan
dalam kepustakaan hukum pidana disebutkan yang pertama adalah APP umum dan APP
khusus, yang kedua APP alasan pembenar dan alasan pemaaf. Berikut penjelasannya :
a. Alasan Penghapus Pidana di Dalam dan di Luar Diri Pelaku
- APP di dalam diri pelaku perbuatan pidana → tidak mampu bertanggung jawab
(Pasal 44 KUHP).
- APP di luar diri pelaku perbuatan pidana yaitu Daya Paksa (Pasal 48 KUHP),
Pembelaan Terpaksa (Pasal 49 KUHP), Melaksanakan UU (Pasal 50 KUHP),
Melaksanakan Perintah Jabatan (Pasal 51 KUHP)
b. Alasan Penghapus Pidana Umum dan Khusus
- APP Umum → berlaku untuk semua perbuatan pidana yang diatur di dalam
maupun di luar KUHP. APP umum meliputu Pasal 44 dan Pasal 48-51 KUHP.
- APP Khusus → berlaku hanya untuk perbuatan pidana tertentu yang dirumuskan
dalam pasal-pasal UU Pidana yang bersangkutan, contoh : Pasal 166 KUHP dan Pasal
310 ayat 3 KUHP tentang pencemaran nama baik. Pasal ini hanya berlaku bagi Pasal
310 ayat 1 dan 2, tidak berlaku bagi pasal yang lain.
c. Adanya Alasan Pembenar dan Pemaaf
- Alasan Pembenar → alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya
perbuatan pidana (Pasal 49 ayat 1, Pasal 50 dan Pasal 51 ayat 1 KUHP).
- Alasan Pemaaf → alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku perbuatan pidana
(Pasal 44, Pasal 49 ayat 2 dan Pasal 51 ayat 2 KUHP).
- Catatan : belum ada kesatuan pendapat tentang daya paksa (Pasal 48 KUHP)
sebagai alasan pembenar / pemaaf.
Putusan Perkara Pidana
Pidana → terbukti melakukan tindak pidana dan adanya kesalahan.
Bebas → tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Lepas → terbukti melakukan tindak pidana tetapi di dalamnya ada alasan penghapus
pidana atau terbukti melakukan perbuatan tetapi bukan merupakan tindak pidana.
Alasan Penghapus Pidana
- UU No 12/drt/1951 → Bahan Peledak dan Senjata Api (Senjata Tajam)
a. Pasal 2 (1) → jika terbukti mempunyai senjata tidak sesuai dengan peruntukkan,
diancam pidana penjara 10 tahun.
b. Pasal 2 (2) → merupakan alasan penghapus pidana untuk Pasal 2 ayat 1.
- UU No 36 Tahun 2009 → tentang Kesehatan
a. Pasal 75 ayat 1 → pelarangan aborsi.
b. Pasal 75 ayat 2 → aborsi boleh dilakukan jika ada indikasi kedaruratan
Teori yang dianut
Monisitis → menggabungkan perbuatan dengan pertanggung jawaban.
Individualistis → memisahkan perbuatan dengan pertanggung jawaban.
Tidak Mampu Bertanggung Jawab
Pasal 44 → tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya cacat dalam tubuhnya karena
suatu penyakit.
Pasal 45 → terhadap orang yang masih ada di bawah umur, tidak dapat dipertanggung
jawabkan perbuatannya. Sehingga hakim tidak bisa menjatuhkan pidana pada yang
bersangkutan.
Pasal 45, 46, 47 sudah dicabut dan diganti dengan UU No 3 tahun 1997 tentang
perlindungan anak. Seorang anak dapat diadili menggunakan pengadilan anak jika :
Sudah 8 tahun tetapi belum 18 tahun dan belum menikah → jika melakukan tindak
pidana sebelum umur 8 tahun, anak tersebut tidak bisa diproses ke pengadilan. Anak
tersebut hanya bisa dikembalikan kepada orang tuanya atau kepada negara.
Pokok → penjara,kurungan,
Sebelum 13 tahun, dapat dipidana denda dan tindakan
Putusan MK bulan Februari tahun 2011 → batas minimal umur anak untuk dapat di
adili di pengadilan anak setelah berumur 12 tahun → sebelum 18 tahun dan belum
menikah.
UU No 11 tahun 2012 → sistem peradilan pidana anak yang menyatakan tidak
berlaku UU No 3 tahun 1997. UU tersebut diberlakukan setelah 2 tahun yang berarti
baru berlaku efektif tahun 2014 Dikaitkan dengan tempus delictinya. Selama anak belum
berumur 21 tahun, dapat diadili dengan pidana anak → jika si anak melakukan tindak
pidana pada saat umur 17 tahun tetapi ditangkap pada saat umur 18/19 tahun.
Catatan-Catatan :
- Orang yang dapat bertanggung jawab (waras) → orang tersebut mampu menghayati
atau menyadari apa yang dilakukan.
- Vis Absoluta (overmacht absolut), ciri-cirinya :
1. Paksaan Fisik
2. Paksaan Mutlak
3. Tidak dapat ditahan atau dilawan
4. Penyebabnya bisa manusia atau alam, contohnya : kesurupan, gempa bumi,
kebakaran.
- Vis Compulsiva (overmacht relatif), cirinya :
1. Paksaan psikis
2. Paksaan tidak mutlak
3. Orang tersebut masih bisa menghindari
4. Penyebabnya bisa dari manusia atau bisa juga dari keadaan tertentu
- Kepentingan hukum (dilindungi oleh hukum)
1. Nyawa manusia
2. Harta benda
3. Kesusilaan, kehormatan
- Kewajiban hukum harus dilakukan, jika tidak, akan dikenakan sanksi pidana
1. Saksi
2. Dokter yang melanggar sumpah jabatan
3. Memasuki rumah orang lain tanpa izin
Asas Subsidaritas pengorbanan kepentingan atau kewajiban yang lebih rendah nilainya
dapat mencegah agar kepentingan atau kewajiban yang lebih tinggi tidak sampai ikut
dikorbankan.
Asas Proporsionalitas diungkapkan oleh Van Bemmelem.
Noodweer Pembelaan Terpaksa dibagi menjadi 2 yaitu Serangan dan pembelaan
Seketika :
1. Serangan sudah dimulai tetapi belum selesai.
2. Sebelum serangan dimulai tetapi jika sudah ada ancaman serangan, pembelaan
sudah bisa dilakukan perluasan.
3. Serangan yang baru akan terjadi di masa mendatang pembatalan.
Pasal 49 ayat (2) pembelaan terpaksa yang melebihi batas dilakukan karena ada
goncangan jiwa seseorang atas ancaman dari orang lain.
Pasal 51 KUHP tidak bisa digunakan sebagai alasan penghapus pidana yaitu kejahatan
terhadap kemanusiaan dan genosida yang merupakan pelanggaran HAM berat.
Percobaan dan Penyertaan
Article 53 WvS unsur-unsur percobaan :
1. Voornemen niat
2. Begin van uitvoering permulaan pelaksanaan
3. Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak si pelaku
Percobaan Pasal 53 dan 54 KUHP di Buku I KUHP Ketentuan Umum
Kesalahan : Dolus (kesengajaan) dan Culpa (kealpaan)
Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila kapan percobaan melakukan kejahatan itu terjadi
atau dengan kata lain Pasal ini hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-
syaratnya :
1. Adanya niat/kehendak dari pelaku
2. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu
3. Pelaksanaan tidak selesai bukan karena kehendak pelaku
Niat adalah sikap batin seseorang yang memberi arah kepada perbuatan. Ada dua (2) hal
untuk mengetahui niat seseorang, yaitu ucapan dan perbuatan.
Pengertian percobaan dari beberapa ahli hukum pidana
- Jan Remmelink upaya tanpa keberhasilan.
- Pompe suatu tindakan yang diikhtiarkan untuk mewujudkan apa yang oleh
undang-undang dikategorikan sebagai kejahatan, namun tindakan tersebut tidak
berhasil mewujudkan tujuan yang semula hendak dicapai.
- Menurut Jonkers ada 2 alasan bagi pembuat UU untuk memberi pidana pada
percobaan melakukan tindak pidana pada umumnya, yaitu :
1. Pemberantasan kehendak yang jahat yang ternyata dalam perbuatan-
perbuatan.
2. Perlindungan terhadap barang hukum, yang diancam dengan bahaya.
Kejahatan yang termasuk delik percobaan tetapi tidak dipidana :
- Pasal 184 ayat (5) perkelahian tanding
- Pasal 302 ayat (4) penganiayaan terhadap hewan karena ada unsur
kemanfaatan
- Pasal 351 ayat (5) penganiayaan ringan
Adanya permulaan pelaksanaan yang meliputi :
1. Persiapan
2. Permulaan
3. Pelaksanaan
Teori Subjektif sikap, watak atau batin yang berbahaya dari si pembuat
Teori Obyektif bentuk perbuatan
Percobaan pidana pokok – 1/3
Penyertaan
Apabila dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari 1 orang, sehingga harus dicari
pertanggungjawabkan dan peranan masing-masing peserta dalam peristiwa tersebut.
Hubungan antar peserta dalam menyelesaikan tindak pidana tersebut, adalah:
1. Bersama-sama melakukan kejahatan
2. Seseorang mempunyai kehendak dan merencanakan suatu kejahatan sedangkan
ia mempergunakan orang lain untuk melaksanakan tindak pidana tersebut
3. Seorang saja yang melaksanakan tindak pidana, sedangkan orang lain membantu
melaksanakan tindak pidana tersebut.
Pasal 55 dan 56 penyertaan menurut KUHP. Penyertaan dibagi menjadi dua
pembagian besar, yaitu :
Pembuat/Dader (Pasal 55)
- Pelaku (pleger)
- Yang menyuruh melakukan (doen pleger)
- Yang turut serta (mede pleger)
- Penganjur (uitlokker)
Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56 dan 57 KUHP)
- Pembantu pada saat kejahatan dilakukan
- Pembantu sebelum kejahatan dilakukan
1. Pelaku : orang yang memenuhi rumusan delik. Di dalam penyertaan, pelaku lebih dari
1 orang (Pasal 55 ayat 1). Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang
memenuhi rumusan delik dan dipandang paling bertanggungjwaba atas kejahatan
2. Orang yang menyuruh melakukan : adalah orang yang melakukan perbuatan dengan
perantaraan orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan
demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministralauctor physicus) dan
pembuat tidak langsung (manus dominalauctor intellectualis)
3. Orang yang turut serta.
Menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau tururt
mengerjakan terjadinya sesuatu. OKI kualitas masing-masing peserta tindak pidana
adalah sama. Syaratnya :
- Ada kerjasama secara sadar. Kerjasama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama
dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang
- Ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik yang
bersangkutan
4. Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak
pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh UU secara limitatif,
yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,
kekerasan, ancaman atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan (Pasal 55 ayat 1 angka 2)
5. Pembantuan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP pembantuan ada dua jenis
:
- Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak
disebutkan dalam KUHP. Ini mirip dengan medeplegen (turut serta), namun
poerbedaannya terletak pada :
a. pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang sedang
pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan.
b. pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan
harus kerja sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri.
Concursus Realis ada beberapa kejahatan yang dilakukan dan itu berdiri sendiri.
Contoh perbuatan pencurian, pemerkosaan dan pembunuhan.
APP Putatif kesalahpahaman
Melakukan perbuatan yang sudah terlanjur dilakukan karena kesalahpahaman, yang
tujuannya untuk melindungi kepentingan hukum orang lain padahal tidak ada kepentingan
yang dilindungi atau diselamatkan.
Putatief Overmacht terpaksa melanggar hukum untuk melindungi kepentingan orang lain
walaupun hal tersebut merupakan kesalahpahaman.
.
Alasan Penghapus Penuntutan Buku I Bab 8
Pengertian : tidak ada dalam KUHP, Doktrin hal – hal yang menurut hukum dapat
menyebabkan hak untuk menuntut suatu perkara pidana menjadi gugur.
Alasan eksepsi :
1. Pengadilaan tidak berhak/berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
2. Dakwaan yang dibuat oleh PU tidak jelas atau tidak cermat (obscuur libel)
dakwaan tidak memenuhi syarat materiil dinyatakan batal demi hukum.
3. Perkaranya sudah nebis in idem atau daluarsa.
Jika eksepsi nebis in idem diterima, diputus dengan putusan sela dan putusannya
dakwaan dapat diterima. Karena perkara nebis in idem sudah tidak layak untuk diteruskan
proses persidangannya.
Pasal 156 KUHAP eksepsi/keberatan
Jika diputus dengan putusan sela, upaya hukumnya verzet karena belum masuk pokok
perkara. Jika sudah masuk pokok perkara, upaya hukumnya banding.
Ruang Lingkup
Di dalam KUHP :
1. Nebis in idem (Pasal 76)
2. Meninggal Dunia
3. Daluarsa
4. Penyelesaian di luar acara
5. Tidak adanya pengaduan
Di luar KUHP
1. Abolisi
2. Amnesti
Nebis in Idem tidak atau jangan 2x yang sama.
Sistem anglosaxon double jeopardy
- Dalam KUHPer (Pasal 1917 BW mengatur mengenai nebis in idem)
- Syarat suatu perkara di katakan nebis in idem (Pasal 76) :
1. Maknanya ada putusan hakim yang berkekuatan tetap (inkracht van
gewijsde)
a. Terhadap putusan tersebut sudah tidak ada upaya hukum lagi, dalam
hal upaya hukum biasa (banding/kasasi).
b. Harus dimaknai/sudah menyangkut pokok perkaranya sehingga
putusannya bebas, lepas/pemidanaan.
c. Putusan ini berlaku pada ranah pidana.
d. Putusan hakim disini berlaku bagi hakim di Indonesia/luar negeri.
2. Dilihat dari segi subyeknya/subjektif orang yang dituntut kedua kali adalah
sama dengan yang pernah di putus terdahulu.
3. Dilihat dari segi obyeknya/obyektif perbuatan yang dituntut kedua kali
adalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu.
Concursus Idealis perbarengan peraturan (jika diajukan atau dituntut
kembali, itu nebis in idem.
Realis perbarengan perbuatan, yang dalam 1 rangkaian
tetapi suatu perbuatan dipandang berdiri sendiri. Jika diajukan
atau dituntut kembali, itu bukan nebis in idem.
Delik tertinggal Pasal 71 KUHP (diperhitungkan) jika sudah maksimal 20 tahun, tidak
dapat diputus lebih.
PENGANIAYAAN
Penganiayaan Biasa Pasal 351 KUHP
Unsur (ayat 1) :
1. Sengaja
2. Perbuatan
3. Akibat : menimbulkan sakit/luka pada tubuh, merusak kesehatan.
Sanksi : Pidana penjara 2 tahun 8 bulan
Penganiayaan biasa ini bersifat spontan. Tetapi perbuatan ini tidak dimaksudkan timbulnya
luka berat. Namun dimungkinkan dari perbuatan ini bisa berakibat luka berat.
Berakibat luka berat (ayat 2). Arti luka berat (Pasal 90 KUHP)
1. Sakit/luka yang tidak ada harapan sembuh
2. Tidak mampu jalankan tugas
3. Kehilangan salah satu panca indera
4. Cacat berat
5. Lumpuh
Hal tersebut merupakan faktor pemberat. Sanksinya pidana penjara 5 tahun..
Berakibat kematian (ayat 3) :
a. Akibat kematian bukan unsur sengaja, tetapi faktor pemberat pidana
b. Sanksinya pidana penjara 7 tahun
Percobaan penganiayaan biasa (ayat 5) tidak dipidana.
Penganiayaan Ringan (Pasal 352), unsurnya :
a. Sengaja
b. Perbuatan
c. Akibat : luka ringan, bukan penganiayaan ringan berencana, bukan terhadap orang-
orang tertentu, tidak timbulkan penyakit yang halangi bekerja.
Percobaan Ringan : tidak dipidana.
Penganiayaan Berencana (Pasal 353)
Rencana : saat waktu untuk menimbang
Doktrin :
- Rencana atau perbuatan oleh pelaku dalam kondisi sehat batin tenang
- Ada tenggang waktu antara pengambilan putusan dengan pelaksanaan perbuatan
Berakibat luka berat dan kematian, merupakan faktor pemberat pidana. Ada rencana :
faktor pemberat pidana.
Penganiayaan Berat (Pasal 354)
Timbulnya luka berat pada korban sudah menjadi niat dari si pelaku tetapi tanpa
rencana. Unsurnya :
a. Sengaja
b. Perbuatan berakibat luka berat
c. Berakibat luka berat
Sengaja ditujukan pada perbuatan dan luka berat. Akibat kematian, merupakan faktor
Pemberat.
penganiayaan berat berencana (Pasal 355)
Bedanya dengan penganiayaan berat, penganiayaan ini dilakukan dengan rencana
terlebih
dahulu. Unsurnya :
a. Rencana
b. Sengaja
c. Perbuatan
d. Berakibat luka berat
Perbuatan dengan akibat luka berat terjadi bersamaan. Berakibat kematian, merupakan
faktor pemberat pidana.
Penganiayaan Terhadap orang-orang tertentu, dengan cara-cara tertentu (Pasal 356)
- Terhadap bapak, ibu, istri, anak.
- Pejabat yang sedang bertugas ex : menghalang-halangi penyidik melakukan
penggeledahan. Tidak hanya menghalangi tetapi juga melakukan penganiayaan.
- Dengan memberi bahan berbahaya bagi kesehatan dan nyawa.
Apabila perbuatan Pasal 352-355 terhadap orang-orang diatas, pidana ditambah 1/3.
Daluarsa
- Pasal 78 KUHP
1. Pelanggaran dan kejahatan percetakan : sesudah 1 tahun
2. Kejahatan diancam pidana denda, kurungan atau penjara maksimum 3
tahun : sesudah 6 tahun
3. Kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun : sesudah 12 tahun
4. Kejahatan yang diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana mati :
sesudah 18 tahun
5. Bagi pelaku yang belum berumur 18 tahun, pidana pokoknya dikurangi 1/3.
Ex : penganiayaan (Ps 351) dilakukan oleh orang berumur 17 tahun, maksimal
pidananya 3 tahun. Daluarsanya 6 tahun, maka 6 tahun dikurangi 1/3 menjadi
2 tahun.
6. Ada tindak pidana yang tidak termakan daluarsa pasal 51 (pelanggaran
HAM yang berat)
Penyelesaian di luar acara
Sering dikenal dengan lembaga hukum penebusan (afkoop) atau lembaga hukum
perdamaian (schikking).
Pasal 82 KUHP (Mekanisme) ketiga syarat yang harus dipenuhi.
1. Perkara pelanggaran yang diancam pidana denda secara tunggal.
2. Pembayaran denda harus sebanyak maksimum ancaman pidana denda serta biaya
lainnya.
3. Harus bersifat sukarela atas inisiatif terdakwa sendiri yang sudah cukup umur.
Tidak adanya pengaduan
Berlaku dalam delik aduan delik aduan absolut dan delik aduan relatif.
- Delik aduan absolut tentang perxinahan.
- Delik aduan relatif adalah delik biasa. tumbuh di lingkup keluarga, maka statusnya
atau sifatnya diganti dengan delik aduan relatif. Delik ini umumnya menyangkut
harta benda. Penggelapan dlm keluarga, penipuan dlm keluarga (394 KUHP),
perusakan barang (411 KUHP). KDRT yang dilakukan oleh suamu terhadap istri atau
sebaliknya berubah menjadi delik aduan. Dalam delik ini penuntutan dilakukan
terhadap orang-orangnya.
- Yang berhak mengadu korban yang terkena delik. Tetapi dalam KUHP ada
pengecualiannya :
1. Yang bersangkutan belum 16 tahun atau belum cukup umur atau dibawah
pengampuan.
2. Yang bersangkutan meninggal dunia
- Tenggang waktu pengaduan :
1. Pengajuan 6 bulan dan 9 bulan
2. Penarikan kembali 3 bulan setelah pengajuan
Ketentuan Khusus
- Perzinahan (Pasal 284 KUHP)
1. Yang berhak mengadu : suami/istri yang tercemar.
2. Penarikan pengaduan : dapat dilakukan sewaktu-waktu, selama pemeriksaan
sidang belum dimulai.
- Melarikan Wanita (Pasal 332 KUHP)
1. Belum cukup umur : wanita yang bersangkutan atau orang yang harus
memberi izin bila wanita itu kawin.
2. Sudah cukup umur : wanita ybs atau suaminya
APP di luar KUHP
Abolisi dan Amnesti
Abolisi pernyataan presiden terhadap orang tertentu atau kelompok orang tertentu yang
menjadi terdakwa untuk dihapuskan penuntutan sebelum ada putusan pengadilan. Diajukan
ke DPR.
Amnesti pernyataan presiden terhadap semua terdakwa dan terpidana baik yang dikenal
maupun yang tidak dikenal untuk dihapuskan penuntutan dan pelaksanaan putusan pidana
serta semua akibat hukumnya. Diajukan ke DPR.
Landasan hukum perubahan pertama UUDNRI tahun 1945 dan UU Darurat No 11 tahun
1954.
Alasan Penghapus Pelaksanaan Pidana
- Di dalam KUHP
1. Terpidana meninggal dunia KUHP berpendirian bahwa yang dapat menjadi
subyek hukum hanyalah “orang” dan pertanggung jawaban bersifat pribadi.
Meninggalnya terdakwa menyebabkan hapusnya pelaksanaan pidananya.
2. Daluarsa tenggang waktu daluarsa :
a. Semua pelanggaran : sesudah 2 tahun
b. Kejahatan percetakan : sesudah 5 tahun
c. Kejahatan lainnya : sama dengan daluarsa penuntutan ditambah
sepertiga
Pelaksanaan pidana mati : tidak ada daluarsanya.
Daluarsa dihitung mulai pada keesokan harinya sesudah putusan hakim dapat
Dijalankan. Daluarsa terpidana yang melarikan diri dihitung pada keesokan
harinya setelah melarikan diri.
- Di luar KUHP Amnesti dan Grasi
Grasi : pengampunan dari presiden berupa perubahan, peringanan, pengurangan
atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana. Grasi diprioritaskan bagi
terpidana yang tua renta atau yang masih anak-anak. Tidak semua putusan dapat
dimintakan grasi. Yang boleh mengajukan grasi adalah orang-orang yang divonis
hukuman mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara min 2 tahun. Bisa diajukan
lebih dari 1x.
Landasan Hukum : perubahan pertama UUDNRI 1945, UU darurat no 11 tahun 1954
dan UU no 22 tahun 2002 jo UU no 5 tahun 2010.