tugas analisis dan kritisi undang

Upload: hanafi-dwi-atmojo

Post on 10-Jul-2015

131 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS DAN KRITISI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

Undang-undang

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang penanaman Modal lahir untuk

mengikuti perkembangan zaman dimana peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Akan tetapi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dirasakan memiliki beberapa kejanggalan dan sepertinya bertentangan dengan ketentuan lainnya. Dan hal ini tidak terdapat dalam hanya dalam beberapa pasal dan ayat. akan tetapi banyak sekali. Berikut adalah pasal-pasal dan ayat-ayat yang dirasa janggal : Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang ini dimana tertulis : 4. Penanam Modal adalah perseorangan 5. Penanam Modal Dalam Negeri adalah Pada ketentuan diatas memiliki keterkaitan satu sama lain, dimana pada ketentuan di Pasal 1 angka 5 merupakan bagian dari ketentuan Pasal 1angka 4. Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 dapat kita lihat bahwa penanam modal hanya perseorangan atau badan usaha baik dalam negeri maupun asing, dan pada ketentuan Pasal 1 angka 5 dijelaskan maksud dari penanam modal dalam negeri yaitu perseorangan, badan usaha, negara atau daerah Indonesia yang berinvestasi di wilayah negara Republik Indonesia. Kejanggalan yang dirasakan adalah dimana pada ketentuan Pasal 1 angka 5 menyebutkan negara dan daerah sebagai salah satu penanan modal dalam negeri, padahal di dalam Pasal 1 angka 4, negara dan daerah tidak termasuk ke dalam subyek yang dimaksud sebagai penanam modal, karena negara dan daerah bukan termasuk ke dalam kategori perseorangan maupun kategori badan usaha, tetapi merupakan badan atau lembaga negara yang berdiri sendiri, dengan maksud disini adalah pemerintah. Tidak hanya pada ketentuan ini saja, tetapi kejanggalan seperti ini juga terdapat di ketentuan Pasal 1 angka 6 yang menjelaskan mengenai penanam modal asing, yang juga menyebutkan pemerintah asing

sebagai salah satu penanam modal asing yang dimaksud tersebut. Kasusnya sama seperti yang ada pada ketentuan Pasal 1 angka 5, karena pada ketentuan Pasal 1 angka 4, penanam modal yang dimaksud dapat berupa dari dalam negeri maupun asing. Kemudian Kelemahan kedua dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 2 UndangUndang Penanaman Modal yang berbunyi ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam penjelasan Undang- Undang ini yang dimaksud penanaman modal di semua sektor di wilayah Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung (fortofolio), namun tidak ditentukan apa yang dimaksud dengan penanaman modal langsung dan tidak langsung tersebut. Sehingga setiap orang dimungkinkan untuk menafsirkan sendiri dan hal ini tentunya dapat menimbulkan permasalahan dalam penentuan syarat penanaman modal. Pasal 8 ayat (1) UUPM Pemerintah memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap penanam modal dari negara manapun, kecuali bagi penanam modal dari suatu negara yang memang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. Pasal 8 ayat (1) UUPM mengatakan bahwa penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.Namun sekali lagi, ada ketidak-jelasan yang mengarah kepada ketidakpastian hukum, yakni perihal pengertian aset yang tidak diberi penjelasan lebih lanjut sehingga membuka kemungkinan adanya multi tafsir.Pasal 8 ayat (2) UUPM hanya menjelaskan bahwa aset yang dimaksud tersebut tidak termasuk aset yang dikuasai negara. Kemudian Mahkamah Konsitusi (MK) menyatakan bahwa sebagian ketentuan Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) bertentangan dengan konstitusi. Hal tersebut disampaikan dalam sidang pengucapan putusan perkara 21-22/PUUV/2007. Bagian dari Pasal 22 UU PM yang bertentangan dengan UUD 1945, yaitu Pasal 22 ayat (1) sepanjang menyangkut kata-kata di muka sekaligus dan berupa: a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun; b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka

sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun. Selain itu, Pasal 22 ayat (2) sepanjang menyangkut kata-kata di muka sekaligus dan Pasal 22 ayat (4) sepanjang menyangkut katakata sekaligus di muka juga dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.