tugas analisis jurnal juni
DESCRIPTION
tugas analisis jurnal JuniTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bayi Prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang normal (37
minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan penampilan fisik. Prematuritas dan
berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan
badan 1500 gr atau kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya
peningkatan mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap sebagai periode
kehamilan pendek (Nelson 1988 dan Sacharin 1996). Bayi prematur karena sistem
imunnya belum matur maka sering mengalami penyakit infeksi termasuk infeksi
nosokomial
Infeksi nosokomial adalah penyebab signifikan morbiditas dan kematian pada bayi
prematur. Pada bayi, infeksi perinatal telah dikaitkan dengan hasil yang merugikan
neurologis. Selain itu, infeksi nosokomial telah dikaitkan dengan peningkatan biaya
yang berhubungan dengan perpanjangan hari rawat di rumah sakit, hal ini akan
mempengaruhi terhadap sosial ekonomi. Beberapa penyakit infeksi pada bayi
premature dapat dicegah dengan profilaktik probiotik.
Probiotik adalah bakteri non patogen yang menguntungkan yang hidup berkoloni
dalam usus halus dan dapat menyebabkan perubahan mikroflora usus dan
mempengaruhi aktivitas metabolik dengan hasil yang menguntungkan bagi host.
Probiotik telah banyak dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit
gastroenteritis seperti diare (Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007 ; Tabbers dan
Benninga, 2007; Collado et al., 2009 ), menstimulasi sistem kekebalan (immune)
tubuh (Isolauri et al., 2001 ; Isolauri dan Salminen, 2008), menurunkan kadar
kolesterol (Pereira et al., 2003; Yulinery et al., 2006; Belviso et al., 2009; Lee et al.,
2010), pencegahan kanker kolon dan usus (Brady et al., 2000; Pato, 2003; Liong,
2008), penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al., 2008; Torii et
al., 2010), menanggulangi penyakit irritable bowel syndrome (Malinen et al., 2010;
Lyra et al., 2010), penatalaksanaan alergi (Vanderhoof, 2008), pencegahan dan
penanganan penyakit infeksi (Wolvers et al., 2010). Oleh karena itulah penulis
tertarik untuk menganalisis jurnal yang berjudul “Prophylactic Probiotics to Prevent
Death and Nosocomial Infection in Preterm Infants”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis jurnal penelitian keperawatan anak yaitu: “ Prophylactic Probiotics
to Prevent Death and Nosocomial Infection in Preterm Infants”
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan analisis jurnal internasional hasil penelitian yang telah dilakukan
penelitian
b. Memberikan saran terkait dengan penerapan hasil jurnal penelitian yang dapat
diaplikasikan di Indonesia
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari BAB I pendahuluan, BAB II ,
tinjauan teori, BAB III Analisis Jurnal Penelitian, serta BAB IV pembahasan, BAB V
penutup.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Infeksi Nosokomial
1. Definisi
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dalam sistem
pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran sumber pelayanan
kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, maupun sumber lain.
2. Tujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :
a. Melindungi pasien
b. Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung
c. Mencapai cost effective
3. Sumber Infeksi Nosokomial
Beberapa sumber penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :
a. Pasien. Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menularkan infeksi ke
pasien laimnya, petugas kesehatan, pengunjung.
b. Petugas Kesehatan. Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui
kontak langsumg yang dapat rnenularkan berbagai kuman ke tempat lain.
c. Pengunjung. Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke
dalam lingkungan rumah sakit atau sebaliknya, yang didapat dari dalam rumah
sakit ke luar rumah sakit.
d. Sumber Lain. Sumber lain yang dimaksud di sini adalah iingkungan rumah
sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau
alat yang ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas
kesehatan kepada pasien, dan sebaliknya.
4. Jenis-jenis infeksi nosokomial
a. Bakteriemia
Bakteriemia adalah keadaan pasien dengan menunjukkan demam tinggi setelah
3x24 jam dirawat di rumah sakit dengan suhu mencapai 38,5C. Dikatakan
bakteriemia nosokomial apabila terjadi tindakan invasif di rumah sakit seperti
pemasangan infus, lumbal fungsi dan kateterisasi.
b. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terjadi setelah dilakukan tindakan keteterisasi buli-buli
dan tindakan invasif pada system reproduksi.
c. Infeksi luka operasi
Infeksi luka operasi dikatakan infeks nosokomial bila keadaan pra bedah dan
selama pembedahan terjadi infeksi pada luka operasi.
d. Infeksi hepatitis akut
Timbul setelah 2 minggu dirawat inap atau atau 6 bulan setelah keluar dari
rumah sakit. Dengan tanda-tanda klinik yang khas yaitu kenaikan SGOT,
SGPT dan billirubin.
e. Infeksi saluran cerna
Infeksi saluran cerna yang terjadi diruang rawat inap dengan tanda dan gejala
seperti mencret dengan atau tanpa muntah, nyeri perut, dan disertai demam.
f. Infeksi saluran napas bagian bawah
Infeksi ini terjadi setelah 3x24 jam sejak mulai dirawat gejala demam 38,8C,
lekositosis, batuk dengan dahak dan ditemukan ronki basah.
5. Tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi :
a. Asepsis atau teknik aseptik
sepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan
menyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkan
jumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga
tingkat aman.
b. Antisepsis
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
c. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan
medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap
benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
d. Mencuci dan membilas
Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran)
dari kulit atau instrumen.
e. Disinfeksi
Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir
semua mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau
instrumen.
f. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara
merebus atau cara kimiawi.
g. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrumen.
6. Dampak Infeksi Nosokomial
a. Bagi pasien
1) LOS lebih panjang
2) Cost / pembiayaan meningkat
3) Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit dasarnya
4) GDR meningkat
b. Bagi staff: medis dan non medis
1) Beban kerja bertambah
2) Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaan
3) Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek
7. Peran Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial
a. Bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga kesalamatan kerja
dilingkungan. wajib mematuhi intruksi yang dibeikan dalam rangka kesehatan
dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan lingkungan bersih dan
aman.
b. Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi, dan
mematuhinya dalam pekerjaan sehari-hari.
c. Tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan resiko
penularan infeksi, baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya, sebaiknya
tidak merawat pasien secara langsung.
d. Sebagai contoh misalnya, pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim,
bernanah, harus menutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air, bila
tidak memungkinkan maka tenaga kesehatan tersebut sebaiknya tidak merawat
pasien.
e. Bagi tenaga kesehatan yang megidap HIV mempunyai kewajiban moral untuk
memberi tahu atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan
pekerjaan status serologi tersebut dapat menjadi resiko pada pasien, misalnya
tenaga kesehatan dengan status HIV positif dan menderita eksim basah.
(Depertemen Kesehatan, 2003).
B. Konsep Bayi Prematur
1. Pengertian
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan
37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Donna L Wong 2004)
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelu minggu ke 37, dihitung dari mulai hari
pertama menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan memendek.
(Nelson. 1998 dan Sacharin, 1996)
Prematoritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama
diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan
dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.
2. Etiologi
Penyebab dari kelahiran prematur menurut Surasmi, Handayani, & Kusuma (2003)
faktor-faktor yang berpengaruh meliputi:
a. Faktor ibu merupakan kelainan atau penyakit yang diderita ibu pada sebelum
kehamilan maupun saat hamil, seperti: toksemia gravidarum yaitu preeklamsi dan
eklamsi; kelainan bentuk uterus; tumor; penyakit akut dengan gejala panas tinggi
mis. tifus abdominalis, malaria dan kronis; serta trauma pada masa kehamilan baik
trauma fisik (misal jantung) maupun psikologis (misal stress).
b. Faktor janin seperti kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat
bawaan, infeksi, (misal rubeolla, sifilis, toksoplasmosis), insufisiesi plasenta,
inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor Rhesus, golongan darah ABO)
c. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta dan plasenta previa
Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
a. Kehamilan
Malformasi Uterus, Kehamilan ganda, TI. Servik Inkompeten, KPD, Pre eklamsia,
Riwayat kelahiran premature, Kelainan Rh
b. Penyakit
Diabetes Maternal, Hipertensi Kronik, UTI, Penyakit akut lain
c. Sosial Ekonomi
Tidak melakukan perawatan prenatal, status sosial ekonomi rendah, mal nutrisi,
kehamilan remaja.
Faktor Resiko Persalinan Prematur :
a. Resiko Demografik
Ras, Usia (<> 40 tahun), Status sosio ekonomi rendah, Belum menikah,Tingkat
pendidikan rendah
b. Resiko Medis
Persalinan dan kelahiran premature sebelumnya, Abortus trimester kedua (lebih dari
2x abdomen abortus spontan atau elektif), Anomali uterus, Penyakit-penyakit medis
(diabetes, hipertensi), Resiko kehamilan saat ini :
Kehamilan multi janin, Hidramnion, kenaikan BB kecil, masalah-masalah plasenta
(misal : plasenta previa, solusio plasenta), pembedahan, infeksi (misal : pielonefritis,
UTI), inkompetensia serviks, KPD, anomaly janin
c. Resiko Perilaku dan Lingkungan
Nutrisi buruk, Merokok (lebih dari 10 rokok sehari), Penyalahgunaan alkohol dan zat
lainnya (mis. kokain), Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal
d. Faktor Resiko Potensial
Stres, Iritabilitas uterus, Perestiwa yang mencetuskan kontraksi uterus, Perubahan
serviks sebelum awitan persalinan, Ekspansi volume plasma yang tidak
adekuat, Defisiensi progesterone, Infeksi. (Bobak, Ed 4. 2005)
3. Patofisiologi
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau
minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali, Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple,
hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan
preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau
bila ada 2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita selekta,
2000 : 274)
4. Klasifikasi pada bayi premature :
a. Bayi prematur digaris batas
37 mg, masa gestasi, 2500 gr, 3250 gr, 16 % seluruh kelahiran hidup, Biasanya
normal
Masalah : Ketidak stabilan, Kesulitan menyusu, Ikterik, RDS mungkin muncul
Penampilan : Lipatan pada kaki sedikit, Payudara lebih kecil, Lanugo
banyak, Genitalia kurang berkembang
b. Bayi Prematur Sedang
31 mg – 36 gestasi, 1500 gr – 2500 gram, 6 % - 7 % seluruh kelahiran hidup
Masalah : Ketidak stabilan, Pengaturan
glukosa, RDS, Ikterik, Anemia, Infeksi, Kesulitan menyusu
Penampilan : Seperti pada bayi premature di garis batas tetapi lebih parah, Kulit
lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak
c. Bayi Sangat Prematur
24 mg – 30 mg gestasi, 500 gr – 1400 gr, 0,8 % seluruh kelahiran hidup
Masalah : semua
Penampilan :Kecil tidak memiliki lemak, Kulit sangat tipis, Kedua mata mungkin
berdempetan (Bobak. Ed 4. 2005)
5. Karakteristik Bayi Prematur :
a. Ekstremitas tampak kurus dengan sedikit otot dan lemak sub kutan
b. Kepala dan badan disporposional
c. Kulit tipis dan keriput
d. Tampak pembuluh darah di abdomen dan kulit kepala
e. Lanugo pada extremitas, punggung dan bahu
f. Telinga lunak dengan tulang rawan min dan mudah terlipat
g. Labia dan clitoris tampak menonjol
h. Sedikit lipatan pada telapak tangan & kaki
6. Kondisi yang menimbulkan masalah bayi prematur :
a. Sistem Pernapasan
Otot-otot pernapasan susah berkembang, Dinding dada tidak stabil, Produksi
surfaktan penurunan, Pernafasan tidak teratur dengan periode apnea dan
ajanosis, Gag reflek dan batuk
b. Sistem Pencernaan
Ukuran Lambung Kecil, Enzim penurunan, Garam Empedu Kurang, Keterbatasan
mengubah glukosa menjadi glikogen, Keterbatasan melepas insulin, Kurang
koordinasi reflek menghisap dan menelan
c. Kestabilan Suhu
Lemak subkutaneus sedikit, simpanan glikogen & lipid sedikit, Kemampuan
menggigil menurunan, Aktivitas kurang, Postur flaccid, permukaan terexpose
meningkat
d. Sistem Ginjal
Ekskresi sodium meningkat, Kemampuan mengkonsentrasi & mengeluarkan urin
menurun, Jumlah tubulus glomerulus tidak seimbang untuk protein, as. Amino &
sodium
e. Sistem Syaraf
Respon untuk stimulasi lambat, Reflek gag, menghisap & menelan kurang, Reflek
batuk lemah, Pusat kontrol pernafasan, suhu & vital lain belum berkabung
f. Infeksi
Pembentukan antibodi kurang, Tidak ada imunoglobulin M, Kemotaksis
terbatas, Opsonization penurunan, Hypo fungsi kel. axrenal
g. Fungsi Liver
Kemampuan mengkonyugasi bilirubin kurang, Penurunan Hb setelah lahir
7. Permasalahan yang sering terjadi pada bayi premature
Masalah yang terjadi pada bayi prematur menurut Bobak, Lowdermilk, & Jensen
(2004), pada bayi prematur digaris batas memiliki masalah yang sering muncul
meliputi adanya ketidakstabilan tubuh, kesulitan menyusu, ikterik, respiratory
distress syndrome (RDS) mungkin muncul. Dan pada bayi prematur sedang
mengalami masalah adanya ketidakstabilan tubuh, pengaturan glukosa, RDS, ikterik,
anemia, infeksi, kesulitan menyusu. Serta hampir semua bayi sangat prematur
memiliki masalah komplikasi yang berat. Menurut Priyono (2010), bayi prematur
tidak memiliki perlindungan yang cukup dalam menghadapi suhu luar yang lebih
dingin dibanding suhu di dalam rahim ibu. Selain itu pengontrolan suhu tubuh bayi
prematur belum mampu bekerja sempurna sehingga walaupun didalam ruangan yang
bersuhu normal, bayi sering mengalami kedinginan. Diperjelas menurut Farrer
(1999), masalah pada bayi prematur salah satunya adalah hipotermia. Suhu rektal
bayi di bawah 35 °C diartikan sebagai keadaan hipotermia, tapi dalam prakteknya
setiap suhu yang lebih rendah dari 36 °C sudah memerlukan perhatian khusus dan
pelaksanaan prosedur untuk mempertahankan panas tubuh. Bayi yang paling berisiko
untuk mengalami hipotermia salah satunya adalah bayi-bayi prematur. Bayi yang
menderita hipotermia tampak lemah dan letargik, tidak mau menghisap susu dan
terasa dingin ketika disentuh. Jika tidak diatasi, keadaan hipotermia dapat
menimbulkan neonatal cold injury di mana terjadi edema yang padat (sklerema),
‘marble baby’, yaitu suatu keadaan serius yang seringkali fatal. Sedangkan menurut
Hull, & Johnston (2008), masalah yang terjadi pada bayi prematur adalah sebagai
berikut :
a. Kesulitan pernapasan
Akibat imaturitas, banyak bayi prematur mengalami kesulitan dalam
mengembangkan paru dan kerja pernapasan sangat meningkat karena sindrom gawat
napas idiopatik. Gerakan pernapasan juga bervariasi. Hal ini tampak pada pola
pernapasan periodik yang dapat menjadi masalah jika menjurus pada serangan apneu
yang lama.
b. Perdarahan intraventricular haemorrhage (IVH)
Perdarahan kecil dalam lapisan germinal ventrikel leteral otak sering dijumpai pada
pemeriksaan ultrasonografi bayi prematur, terutama yang mengalami asfiksia atau
masalah pernapasan yang berat. Perdarahan ini meluas ke dalam sistem ventricular
dan sebagian bayi akan menderita hidrosefalus. Tetapi, sebagian besar bayi hanya
mengalami perdarahan kecil dan akan pulih tanpa pengaruh jangka panjang yang
serius.
c. Imaturitas hati
Ikterus fisiologi sering menjadi lebih nyata dan lebih lama pada bayi prematur.
Namun, dengan perawatan yang cermat, pemberian minum sejak dini serta
penggunaan fototerapi, transfuse tukar jarang diperlukan. Diduga bahwa otak bayi
prematur mempunyai risiko kerusakan yang lebih besar akibat kadar bilirubin yang
tinggi.
d. Infeksi
Akibat kulit yang tipis dan daya imunitas yang terbatas, bayi prematur lebih rentan
terhadap infeksi. Karena daya tahan yang lemah, mereka tidak memperhatikan gejala
dan tanda seperti yang terjadi pada bayi yang lebih tua. Keadaan klinis mereka
berubah dengan cepat dari bakteremia menjadi septikemia dan akhirnya kematian.
Meningitis yang menyertai dapat mudah terlewatkan. Oleh karena itu, pada bayi
yang dicurigai mengalam infeksi perlu dilakukan skrining sepsis meliputi biakan
darah, urin, cairan serebrospinal serta memulai terapi antibiotik spektrum luas
sebelum hasil skrining tiba.
e. Leukomalasia periventrikular (LPV)
Iskemia parenkim otak dapat menjurus pada perubahan yang pada mulanya dikenal
sebagai ‘flare’ pada pemeriksaan ultrasonografi kranial. Kadang-kadang kelainan ini
menghilang, tetapi pada bayi lain kerusakan otak ini berubah bentuk menjadi kista.
Leukomalasia perivertrikular kistik mempunyai prognosis jauh lebih buruk
dibanding perdarahan yang hanya terbatas pada ventrikel, yaitu sekitas 9 dari 10 bayi
akan menderita palsi serebral spastik.
f. Enterokolitis nekrotikans (EKN)
Enterokolitis nekrotikans merupakan keadaan serius yang mempengaruhi usus dalam
3 minggu pertama. Hal ini lebih sering terjadi pada bayi prematur yang paling kecil.
Penyebabnya belum diketahui, tapi cedera hipoksia pada dinding usus mungkin
berhubungan dengan keteterisasi vena umbilikalis, serangan apneu, septokemia, dan
kolonisasi usus oleh organisme tertentu mungkin merupakan faktor presipitasi.
g. Retinopathy of prematurity (ROP)
Bayi prematur yang menghirup gas campuran dengan konsentrasi oksigen yang
tinggi, mempunyai risiko terjadinya vaskularisasi abnormal dibelakang mata.
Walaupun telah dilakukan pengendalian kadar oksigen secara ketat, beberapa bayi
yang sangat imatur mengalami retinopathy of prematurity dan sebagian akan
menjadi buta parsial ataupun buta komplet.
h. Defisiensi nutrisi
Segera setelah bayi prematur beradaptasi dengan kehidupan ekstrauteri dan makanan
telah diberikan, bayi prematur dapat tumbuh dengan laju yang serupa dengan
pertumbuhan yang akan dicapai in utero. Laju pertumbuhan yang tinggi ini dapat
menimbulkan defisiensi vitamin, sehingga perlu diberikan suplemen vitamin.
i. Bahaya lain
Bayi prematur sering lahir tanpa diduga dan punya risiko lebih besar untuk
mengalami asfiksia selama kelahiran dan cedera pada jaringan yang rentan. Bayi
prematur yang rentan juga mudah cedera akibat prosedur perawatan dan prosedur
medis.
8. Penatalaksanaan Bayi Prematur
Penatalaksanaan bayi prematur bertujuan untuk memberikan lingkungan, nutrisi dan
dukungan yang memungkinkan bayi tersebut mengatasi semua cacat/kekurangannya
akibat kelahiran prematur beserta segala komplikasinya. Menurut Priyono (2010), bayi
yang lahir prematur akan diletakan dalam alat khusus, yaitu inkubator. Inkubator
merupakan alat yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban udara agar bayi
selalu hangat. Bayi yang berat badannya dibawah 2000 gram, suhu dalam inkubator
berkisar antara 32°C. Bila berat badan <2500 gram, suhu inkubator 30°C. Menurut
Surasmi, Handayani, & Kusuma (2003), bayi prematur atau berat lahir rendah, fungsi
sistem organnya belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungan. Berikut ini merupakan penatalaksanaan pada bayi prematur:
a. Mengupayakan suhu lingkungan netral
Untuk mencegah akibat buruk dari hipotermi karena suhu lingkungan yang rendah atau
dingin harus dilakukan upaya untuk merawat bayi dalam suhu lingkungan yang netral,
yaitu suhu yang diperlukan agar konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal.
Keadaan suhu inti bayi dapat dipertahankan 36,6 °C- 37,5 °C.
b. Bantuan pernapasan
Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring dibersihkan dengan isapan
yang lembut. Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan
terus menerus tekanan oksigen darah arteri antara 80-100 mmHg. Untuk memantau
kadar oksigen secara rutin dan efektif dapat digunakan elektroda oksigen melalui kulit.
c. Pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi sangat penting karena akan memperburuk keadaan bayi
yang sudah bermasalah. Bayi prematur dan berat badan lahir rendah mudah menderita
sakit. Yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi, yaitu: mengunjungi
bayi harus mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, baik perawat maupun
pengunjung menggunakan masker, pakaian penutup khusus yang disediakan, sarung
tangan.
c. Makanan bayi prematur
Menurut Wiknjosastro (dalam penelitian Nani & Utami, 2012) alat pencernaan bayi
prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang,
sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg berat badan dan kalori 110 Kal/kg berat badan,
sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minuman kepada bayi
dilakukan sekitar 3 jam setelah kelahiran dan didahului dengan menghisap cairan
lambung. Refleks menghisap masih lemah, sehingga pemberian minuman sebaiknya
sedikit demi sedikit, tetapi frekuensi yang lebih sering. Air Susu Ibu (ASI) merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan. Bila kurang,
maka ASI dapat diperas dan diminumkan perlahan-lahan atau memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50–60 cc/kg BB/hari dan terus dinaikkan
sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/hari.
C. Konsep Probiotik
1. Definisi
Probiotik adalah mikroorganisme hidup, yang jika diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan memberi keuntungan menyehatkan pada individu.
Probiotik adalah bakteri non patogen yang menguntungkan yang hidup berkoloni
dalam usus halus dan dapat menyebabkan perubahan mikroflora usus dan
mempengaruhi aktivitas metabolik dengan hasil yang menguntungkan bagi host.
2. Manfaat
Bakteri probiotik memberikan efek yang menguntungkan bagi keseimbangan
mikroba usus host dan dapat memperbaiki atau meningkatkan sistem imun.
L.Reuteri, satu dari spesies lactobacillus, sudah digunakan secara luas selama
beberapa tahun sebagai suplemen makanan. Beberapa studi menunjukkan efek
positif pada gangguan pencernaan sperti diare dan konstipasi.
Lactobacillus dan bifidobacterium secara umum merupakan bakteri non patogen,
karena mereka secara alami ada di dalam usus. Efikasi dari beberapa probiotik
tergantung dari genus, spesies dan strain. Tidak semua bakteri tahan asam
mempunyai efek probiotik.Probiotik multipel strain lebih efektif daripada single
strain.
Lactobacillus GG yang diisolasi dari manusia, stabil terhadap asam lambung dan
empedu, dan mempunyai kemampuan berkolonisasi di usus manusia. Bahan
antimicrobial yang diproduksi oleh Lactobacillus GG dapat mengontrol proliferasi
dari organisme gram negatif dan gram positif. Bahan antimikrobial ini tidak
menghambat aktivitas lactobacillus lainnya. Strain ini sudah digunakan dengan
sukses dalam terapi terhadap Colitis yang relaps akibat clostridium difficile.
Pemberian makan disertai susu fermentasi yang mengandung lactobacillus casei atau
lactobacillus acidophilus dapat memproduksi imunostimulasi pada host dengan
mengaktivasi makrofag dan limfosit. Hal ini berhubungan dengan bahan yang
diproduksi oleh organisme-organisme ini selama proses fermentasi yaitu beberapa
bahan metabolit, peptide dan enzim.
Pada anak dengan malnutrisi, diare akut menyebabkan perubahan keseimbangan
mikroflora secara drastis, pada kasus ini pemberian produk yang difermentasi dapat
membantu rekolonisasi.
Tambahan probiotik pada makanan sehari-hari merupakan cara yang efektif untuk
mengurangi demam, flu dan angka kejadian batuk, serta menurunkan durasi dari
pemggunaan antibiotik, pada usia 3-5 tahun.
Kondisi-kondisi lain yang dapat diatasi dengan probiotik antara lain diare kronik,
inflammatory bowel disease, irritable bowel syndrome dan alergi makanan, dan
dapat mencegah kondisi yang lebih buruk, dari travelers diare dan NEC menjadi
infeksi urogenital, penyakit atopik dan karies gigi. Vanderhoff dan peneliti lain
menilai adanya kemungkinan penggunaan pada bayi dan anak sehat.
Susu formula bayi yang mengandung Bifidobacterium lactis atau Lactobacillus
reuteri, dapat menurunkan resiko diare, gejala gangguan saluran pernapasan, demam
dan parameter kelainan lainnya. Anak-anak yang mempunyai resiko terhadap
penyakit ini seperti anak-anak di TPA, dapat diberikan formula probiotik profilaksis
secara teratur. Beberapa penulis melaporkan adanya penurunan episode penyakit dan
jumlah hari kesakitan akibat diare dan demam.
Pada suatu studi jangka panjang menunjukkan bahwa probiotik yang digunakan
selama beberapa bulan pada bayi adalah aman dan ketika digunakan selamam
beberapa tahun pada populasi umum, dilakukan skrining terhadapa bakteremia
karena bakteri probiotik. Weizman dkk membandingkan 2 probiotik dan placebo
yang berbeda dapat menunjukkan tingkat keuntungan yang berbeda pula pada
berbagai kondisi. Hal ini mungkin terjadi, karena kondisi lingkungan yang kompleks
pada usus manusia, probiotik dengan multipel strain dapat lebih efektif daripada
single strain.
3. Mekanisme
Pada saluran cerna manusia, probiotik menginduksi kolonisasi dan dapat tumbuh
secara in situ di lambung, duodenum dan ileum. Pada epitel ileum manusia,
mikroorganisme ini dapat menginduksi aktivitas immunomodulatory, termasuk
pengambilan CD4+ T Helper cells. Probiotik menginduksi sistem imun, produksi
musin, down regulation dari respon inflamasi, sekresi bahan antimikroba, pengaturan
permeabilitas usus, mencegah perlekatan bakteri patogen pada mukosa, stimulasi
produksi immunoglobulin dan mekanisme probiotik lainnya. Enzim akan
memproduksi bakteri asam laktat yang dapat mempengaruhi proses metabolisme
host. Yogurt mempunyai aktivitas laktase yang tinggi, yang dapat membantu
keadaan malabsorbsi laktosa. Selama proses fermentasi susu, secara umum,
mikroorganisme akan menggunakan laktosa sebagai substrat. Hasilnya, konsentrasi
laktosa dalam yogurt akan lebih rendah daripada susu yang tidak difermentasi.
Malabsorbsi laktosa dapat mempengaruhi mekanisme diare dengan memproduksi
tekanan osmotic intraluminal sehingga mendorong air dan elektrolit ke dalam lumen
usus, akibatnya karbohidrat yang tidak diabsorbsi dapat menyebabkan kolonisasi
bakteri di usus kecil.
4. Dosis Penggunaan
Tergantung perkiraan populasi normal bakteri tersebut. Menurut Mitsuoka (ahli
probiotik dari Jepang), lactobacilli populasinya adalah 10 pangkat 6, sedangkan
bifidobacteria adalah 10 pangkat 8. Namun memang para produsen melebihkan
jumlahnya 2 - 3 log (pangkat 10) untuk mengantisipasi kerusakan akibat melalui
saluran cerna bagian atas (lambung).
Dosis probiotik yang dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9.
Rekomendasi dari Mitsuoka untuk bakteri Lactobacillus memang sekitar 10
pangkat 6. Jika kita memberikan kurang dari itu, maka proses keseimbangan tidak
tercapai yang berarti tidak bisa disebut probiotik. Oleh karena itu, preparat
probiotik Lactobacillus umumnya diberikan pada dosis 10 pangkat 7 hingga
pangkat 9.Untuk Dialac® yang mengandung heat-killed bacteria, memang agak
berbeda. Perbedaannya, jumlah yang dihitung tersebut (10 pangkat 10) adalah pada
saat fermentasi dan preparasi sel Tyndallized. Selain itu karena bakteri sudah
dimatikan, maka tidak akan berproliferasi hingga mencapai target. Berbeda dengan
bakteri yang hidup yang masih bisa bertambah jumlahnya pada saat mencapai sel
target. Tentu hal ini juga sudah memperhitungkan adanya sebagian bakteri yang
mati pada perjalanan sebelum mencapai target.
Sebuah penelitian di Bangladesh merekomendasikan penggunaan Lactobacillus
paracasei strain ST 11, dalam bentuk Lypholized ST 11 (5 x 109 colony forming
units) 2 kali sehari selama 5 hari, disertai dengan pemberian ORS (oral rehydration
solution). Hung-Chih dan kawan-kawan, menggunakan Bifidobacterium bifidum
dan Lactobacillus acidophilus yang ditambahkan ke dalam ASI atau susu formula
untuk mencegah terjadinya NEC(Necrotizing Enterocolitis) pada bayi dengan berat
badan sangat rendah <1500 gram, yaitu dalam bentuk Infloran (L.acidophilus 109
colony forming units dan B.bifidum 109 colony forming units) 125mg/kgBB per
dosis, 2 kali sehari selama 6 minggu.
BAB III
RESUME JURNAL DAN ANALISIS JURNAL PENELITIAN
Prophylactic Probiotics to Prevent Death and Nosocomial Infection in Preterm Infants
Mario A. Rojas et al (2012)
abstrak
Latar belakang dan tujuan : ia telah mengemukakan bahwa probiotik dapat menurunkan
angka kematian bayi dan infeksi nosokomial karena kemampuan mereka untuk menekan
kolonisasi dan translokasi bakteri patogen pada saluran pencernaan . Kami merancang
penelitian besar ini menggunakan percobaan control –plasebo dan Lactobacillus reuteri
untuk menguji hipotesis pada bayi prematur .
Metode : Bayi yang memenuhi syarat secara acak selama 48 jam hidup baik probiotik atau
placebo setiap hari . bayi pada kelompok intervensi diberikan secara enteral 5 tetes
probiotik sediaan yang mengandung 10 unit pembentuk koloni L reuteri DSM 17938
sampai meninggal atau sampai pasien pulang di ruang NICU .
Hasil : Sebanyak 750 bayi ≤ 2000 g yang terdaftar . frekuensi dari hasil primer , kematian,
atau infeksi nosokomial , adalah sama pada kelompok probiotik dan plasebo (risiko relatif
0,87 , 95 % confi -Interval dence : 0,63-1,19 ; P = 0,376 ) . Ada kecenderungan yang lebih
rendah tingkat pneumonia nosokomial pada kelompok probiotik ( 2,4 % vs 5,0% ; P
= .06 ) dan tidak signifikan 40 % penurunan necrotizing enterocolitis ( 2,4 % vs 4,0% , P =
.23 ) . Episode intoleransi makan dan durasi rawat inap lebih rendah pada bayi ≤ 1500 g
( 9,6 % vs 16,8%[P=.04 ] ; 32,5 hari vs 37 hari [ P = .03 ] ) .
Kesimpulan : Meskipun L reuteri tampaknya tidak menurunkan tingkat dari hasil
komposit , tren menunjukkan peran pelindung yang konsisten dengan apa yang telah
diamati dalam literatur . intoleransi Feeding dan durasi rawat inap yang menurun pada bayi
prematur ≤ 1500 gram .
Analisis Jurnal Penelitian
N
o
Elemen Kritik
RisetUlasan Kritik Riset
1. Dimensi substansi dan teori
Tingkat kepentingan
masalah
Masalah yang diteliti dalam jurnal ini sangat penting dan
menarik karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui
apakah prophylactic probiotik (Lactobacillus reuteri) dapat
mencegah kematian dan infeksi nosokomial pada bayi
premature karena bayi yang lahir premature sangat rentan
terjadi infeksi.
Kepentingan untuk perawat anak, penelitian ini merupakan
temuan baru dalam intervensi keperawatan pada kasus anak
dengan infeksi nosokomial pada bayi premature
Kekuatan konsep Konsep yang ada pada jurnal sudah cukup kuat menjelaskan
teori yang mendasari penelitian yang mengacu pada infeksi
nosokomial
Kreativitas dan
kelayakan kerangka
konsep teori
Kreativitas dan kelayakan kerangka konsep teori cukup jelas.
Dimana referensi teori yang digunakan banyak dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pertanyaan
memahami
fenomena
Pertanyaan memahami fenomena sudah baik yaitu untuk
mengetahui apakah pemberian profilaksis Lactobacillus
reuteri pada bayi prematur dapat mengurangi kematian atau
kejadian nosokomial Infeksi ( NI ) .
2. Dimensi metodologi
Desain Peneliti menggunakan desain penelitian randomized
controlled trial.
Bayi secara acak dibagi menjadi dua kelompok yaitu ada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Penelitian ini dilakukan pada 9 NICUs pada 4 besar kota di
Kolombia : Bogota , Medellin , Cali, dan Bucaramanga ,
mulai dari 10 Agustus 2008 sampai dengan 3 April 2011
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah bayi premature pada 9
ruang NICUs pada 4 kota besar di Kolombia : Bogota ,
Medellin , Cali, dan Bucaramanga. Sebanyak 750 bayi yang
terdaftar; 372 secara acak ditugaskan untuk kelompok
probiotik dan 378 dengan kelompok plasebo Kriteria Inklusi
adalah yang bayi yang dirawat di ruang NICU , berat lahir
≤ 2000 g , hemodinamik stabil ( tekanan darah yang tidak
memerlukan
bolus atau pressors ) , dan usia bayi ≤ 48 jam. Kriteria
eksklusi adalah Bayi dengan bukti atau kecurigaan usus
bawaan, obstruksi atau perforasi, gastroschisis , omphalocele
besar , hernia diafragma bawaan, cacat jantung bawaan
besar, atau pasien yang diantisipasi akan pindah dari ruang
NICU
Metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
desain uji coba terkontrol secara acak (randomized
controlled trial) dilakukan pada bayi prematur dengan usia ≤
48 jam atau berat badan lahir kurang dari 2000 g antara
tanggal 10 agustus 2008 sampai 3 april 2011, diberikan
profilaktik probiotik (Lactobacillus reuteri) kepada pada
kelompok intervensi dengan dosis 5 tetes diberikan setiap
hari, kelompok control diberikan placebo dengan dosis yang
sama yaitu 5 tetes/hari selama dirawat dirumah sakit sampai
pasien pulang atau sampai pasien meninggal.
Analisis statistik Uji statistik yang digunakan adalah Data demografi dan
klinis
dikumpulkan secara prospektif. Variabel kontinu dievaluasi
normalitas distribusi nya dengan menggunakan Kolmogorov
- Smirnov Z tes , dan kasus di mana normalitas distribusi
dikonfirmasi , hasilnya dibandingkan dengan menggunakan
uji t . Dalam kasus normalitas tidak dikonfirmasi, Wilcoxon
rank sum test digunakan . mutlak variabel dibandingkan
dengan menggunakan x². Tingkat signifikansi P<0,05.
Confidence interval nya 95%. analisis survival dilakukan
untuk mengevaluasi perbedaan waktu dan pemberian
makanan secara penuh. Semua analisis didasarkan pada
prinsip " Niat untuk mengobati " dan dilakukan dengan
menggunakan SAS 9.3
Instrumen Instrument yang digunakan dalam jurnal ini tidak terangkat
atau tidak tercantum secara jelas.
3. Dimensi Etik
Subjek penelitian Bayi prematur usia kurang dari 48 jam dengan berat badan
lahir kurang dari 2000 g yang dirawat di 9 ruang NICUs
pada 4 kota besar di Kolombia : Bogota , Medellin , Cali,
dan Bucaramanga
Dilema etik Pada penelitian ini terjadi dilema etik karena jumlah sampel
tidah sama antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi. Tetapi setiap responden diberikan kebebasan
untuk menjadi respondet atau tidak.
Pencegahan
pelanggaran etik
Setiap responden (orang tua bayi) yang ikut dalam penelitian
ini diberikan kebebasan bersedia atau tidaknya bayinya
menjadi responden dan boleh keluar bila tidak ingin
mengikutinya. Sehingga penelitian ini tidak terjadi adanya
pelanggaran etik selama proses penelitian.
4. Dimensi Interpretasi
Pembahasan Dalam pembahasan cukup mendalam karena disertai teori
yang mendukung dengan hasil penelitian dan terdapat
perbandingan dengan hasil penelitian lain.
Simpulan Kesimpulan disampaikan dengan jelas profilaksis probiotik 5
tetes tidak signifikan dalam mencegah kematian atau
kejadian infeksi nosokomial pada bayi prematur, namun, itu
bisa menurunkan intoleransi makan, dan menurunkan
hospitalisasi
5. Dimensi penyajian dan penulisan hasil riset
Informasi penting
dan jelas
Dalam jurnal ini terdapat informasi yang penting dan cukup
jelas mengenai hasil penelitian. Dalam jurnal diterangkan
dan disertai dengan tabel hasil penelitian sehingga mudah
dipahami oleh pembaca.
Penyusunan baik Secara umum penyusunan jurnal sudah memenuhi kaidah
penulisan jurnal yang terdiri dari abstrak, pendahuluan,
metode, hasil, pembahasan dan kesimpulan.
Gaya tulisan Gaya tulisan dalam jurnal ini sudah baik dan memenuhi
standar ejaan yang baku.
Indikasi bias Indikasi bias dalam penelitian ini kemungkinan ada karena
jumlah sampel pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol tidak sama.
Akurat, tulisan jelas,
meyakinkan
Jurnal penelitian ini cukup jelas, dan meyakinkan serta dapat
dipertanggungjawabkan karena dalam jurnal ini dijelaskan
secara rinci prosedur penelitian, akan tetapi jurnal ini kurang
akurat karena jumlah sampel kelompok intervensi dan
kelompok kontrol tidak sama
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis jurnal penelitan diatas dapat dibahas mengenai
kekuatan, kelemahan dan kemungkinan penerapannya di Indonesia terkait dengan
memberian profilaktik probiotik untuk mencegah kematian dan infeksi nosokomial
pada bayi prematur
1. Kekuatan
a. Sampel penelitian adalah bayi premature pada 9 ruang NICUs pada 4 kota
besar di Kolombia : Bogota , Medellin , Cali, dan Bucaramanga. Sebanyak 750
bayi yang terdaftar; 372 secara acak ditugaskan untuk kelompok probiotik dan
378 dengan kelompok placebo. Adapun Kriteria Inklusi adalah bayi yang
dirawat di ruang NICU , berat lahir ≤ 2000 g , hemodinamik stabil ( tekanan
darah yang tidak memerlukan bolus atau pressors ) , dan usia bayi ≤ 48 jam.
Kriteria eksklusi adalah Bayi dengan bukti atau kecurigaan usus bawaan,
obstruksi atau perforasi, gastroschisis , omphalocele besar , hernia diafragma
bawaan, cacat jantung bawaan besar, atau pasien yang diantisipasi akan pindah
dari ruang NICU
b. Desain penelitian menggunakan desain uji coba terkontrol secara acak
(randomized controlled trial). Terdapat kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
c. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian profilaksis probiotik
Lactobacillus reuteri pada dosis 5 tetes/ hari secara signifikan menurunkan
intoleransi makan dan menurunkan durasi rawat inap pada bayi premature ≤
1500 gram.
2. Kelemahan
a. Suplementasi Lactobacillus reuteri pada dosis 5 tetes/ hari tidak signifikan
dalam mengurangi kejadian kematian atau infeksi nosokomial pada bayi
prematur, namun, itu bisa menurunkan intoleransi makan dan menurunkan
durasi rawat inap pada bayi prematur
b. Pada penelitian ini tidak dijelaskan secara rinci intrumen penelitian yang
digunakan. Serta tidak dijelas apakah peneliti melakukan validitas dan
reliabilitas alat ukur yang digunakan.
c. Jumlah sampel dalam penelitian ini tidak seimbang atau sama antara kelompok
intervensi dan kelompok control
3. Kemungkinan dan Strategi Penerapannya di Indonesia
a. Perawat spesialis anak dapat mengaplikasikan pemberian suplementasi
Lactobacillus reuteri pada bayi premature sebagai intervensi keperawatan
untuk menurunkan intoleransi makan atau meningkatkan toleransi makan dan
menurunkan durasi rawat inap bayi prematur
b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada tatanan kinik, dimana pemberian
suplementasi Lactobacillus reuteri pada bayi premature sebagai intervensi
keperawatan untuk meningkatkan toleransi makan dan menurunkan durasi
rawat inap pada bayi premature, sehingga dengan penurunan durasi rawat inap
pada bayi diharapkan akan menurunkan kejadian infeksi nosokomial pada bayi
premature.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil penelitian ini penulis meyakini bahwa probiotik dapat menurunkan angka
kematian bayi dan infeksi nosokomial karena kemampuan mereka untuk menekan
kolonisasi dan translokasi bakteri patogen pada saluran pencernaan , walaupun
perbedaan itu tidak signifikan secara statistik
2. Studi kami menunjukkan bahwa suplementasi Lactobacillus reuteris secara
signifikan menurunkan intoleransi makanan dan menurunkan durasi rawat inap
pada bayi premature.
B. Saran
1. Perawat spesialis anak mampu mengaplikasikan pemberian suplementasi
Lactobacillus reuteri pada bayi premature sebagai intervensi keperawatan untuk
meningkatkan toleransi makan dan menurunkan durasi rawat inap bayi.
2. Pihak rumah sakit perlu menganalisis dan menerapkan pemberian terapi
Lactobacillus reuteri pada bayi prematur sebagai intervensi keperawatan untuk
meningkatkan toleransi makan dan menurunkan durasi rawat inap pada bayi
premature.
3. Perawat anak untuk dapat melanjutkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah
sampel yang sama antara kelompok intervensi dan kelompok control sehingga
didapatkan hasil penelitian yang lebih akurat
DAFTAR PUSTAKA
Boback.( 2004). Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Doenges, Marilynn E.( 2001). Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta : EGC.
Mario A. Rojas et al. (2012). Prophylactic Probiotics to Prevent Death and
Nosocomia Infection in Preterm Infants. Official journal of the American
Academy of Pediatrics: American
Saccharin, Rossa M. (2004). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed. 2. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Jakarta : EGC.
TELAAH JURNAL
PROPHYLACTIC PROBIOTICS TO PREVENT DEATH AND NOSOCOMIAL
INFECTION IN PRETERM INFANTS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar
Keperawatan Anak Kritis
Disusun Oleh :
Jumrotun Ni’mah
215114015
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN ANAK (S2)
STIKES JENDERAL AHMAD YANI
CIMAHI 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena atas pertolongan Nya maka
penulis dapat menyelesaikan tugas mata ajar keperawatan anak kritis ini dengan baik.
Dalam makalah ini penulis mencoba membahas mengenai analisis Jurnal “prophylactic
probiotics to prevent death and nosocomial infection in preterm infants”. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan terdapat dalam makalah ini,
oleh karena itu semua masukan dan perbaikan akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata penulis harapkan, makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terima kasih.
Cimahi, Mei 2015
Penulis