tugas biokimia
DESCRIPTION
asasssTRANSCRIPT
ANALISIS PROTEIN SECARA KUALITATIF
1. REAKSI XANTOPROTEIN
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi
yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif
untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. REAKSI HOPKINS COLE
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-
Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk
magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan
perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian
akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. REAKSI MILLON
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat
berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol,
karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. REAKSI NATRIUMNITROPRUSIDA
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan
protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat
memberikan hasil positif.
5. REAKSI SAKAGUCHI
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini
memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung
arginin dapat menghasilkan warna merah.
ANALISIS PROTEIN SECARA KUANTITATIF
1. METODE KJELDAHL
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann
Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat
ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian
dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi
untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung
kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per
gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap
protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode
Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
Prinsip kerjanya adalah :
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan
pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan),
natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga
(Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi). Digesti mengubah
nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan
unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam
karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga
yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima
(receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan
penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti
masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu
penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi
ion borat:
NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3
-
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan
asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk
menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara
dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3). Persamaan berikut dapat
digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM
untuk titrasi.
Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul
untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel
untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar
nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
% Protein = F x %N.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain.
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu
asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.
2. METODE TITRASI FORMOL
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat
dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat
diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi
perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. METODE LOWRY
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A :
Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam
larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 μg/ml (Li). Buat seri konsentrasi
dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit,
kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca
absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung
reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan
penambahan amonium sulfat Kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu
sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap
dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang
merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal
sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva
baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan
spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau
membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein
untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di
balik masing-masing uji ini serupa. Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau
turbiditas) vs kadar protein disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah
diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada
panjang gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan
utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi
elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat
protein. Sejumlah metode UV-visibe untuk penetapan kadar protein sebagi berikut :
Prinsip :
a. Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm. Kandungan tryptophan
dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan sehingga serapan larutan protein pada 280 nm
dapat digunakan untuk menentukan kadarnya. Keuntungan metode ini karena sederhana untuk
dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus. Kerugian utama : asam nukleat
juga mengabsorbi kuat pada 280 nm dan sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada
dalam kadar yang bermakna. Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk mengatasi
masalah ini, antara lain : dengan pengukuran serapan pada dua panjang gelombang yang
berbeda.
b. Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptida dalam
suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang diperlukan untuk
analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan
15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm. Keuntungan utama dari teknik ini
adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih
rendah. Teknik ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan
ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
c. Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau
phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini
menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas
yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang
dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih
sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret.
d. Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih pada larutan
protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan positif (misalnya
dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak larut dengan pewarna karena
interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa pewarna tak terikat yang larut. Pewarna
anionik berikatan dengan gugus kationik dari residu asam amino basa (histidine, arganine dan
lysine) dan pada gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang tersisa
setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan
pengukuran serapan. Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah
pewarna yang terikat :
e. Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan penambahan senyawa
kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi
keruh, sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan
(turbiditas).
Keuntungan dan kerugian:
Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitif terhadap protein
dengan konsentrasi rendah.
Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih, serta tidak
mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau memantulkan cahaya pada
panjang gelombang di mana protein akan dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka
makanan harus mengalami sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti
homogenisasi, ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga.
Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari jenis makanan
tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana protein menjadi agregat
atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan tergantung
pada jenis protein (karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino yang
berbeda pula).
5. SPEKTOFOTOMETRI UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang
mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang
untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang
kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan
untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi
kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada
260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260
menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
Alat Spektrofotometer:
ANALISIS KARBOHIDRAT
1. ANALISIS KADAR GULA PEREDUKSI DAN TOTAL GULA
monosakarida mempunyai kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Apabila
monosakarida mengalami polimerisasi, maka sifat mereduksinya akan berkurang atau hilang.
Metode oksidasi ini didasarkan pada peristiwa tereduksinya kupri okisida menjadi kupro oksida
karena adanya andungan senyawa gula reduksi pada bahan.
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi.
Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan
maltosa. Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal Amerika, Stanley Rossiter
Benedict (17 Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di Cincinnati dan studi di
University of Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale University untuk mendalami
Physiology dan metabolisme di Department of Physiological Chemistry.
Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid
dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah
gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah
menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi
benedict. Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram
sodium carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II) sulphate
pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter. Untuk mengetahui adanya
monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample makanan dilarutkan dalam air,
dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam waterbath selamaa 4-10 menit.
Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau,
kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi).
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua
monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa
sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak
bersifat pereduksi. Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan
glukosa. Urine yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali
urine diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan
jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang mengindikasikan
penyakit diabetes.
2. ANALISIS JENIS-JENIS GULA
Uji Barfoed
Uji Barfoed ini bertujuan untuk membedakan antara monosakarida dan disakarida.
Pereaksi ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, Reaksi positif pada uji ini
ditandai dengan terbentuknya endapan Cu2O berwarna merah bata apabila larutan tersebut
merupakan monosakarida sedangkan golongan disakarida menghasilkan warna selain merah
bata. Hal ini disebabkan karena gula reduksi monosakarida lebih cepat mereduksi ion Cu+2 (dari
pereaksi barfoed) dalam suasana asam dibanding dengan disakarida. Pada percobaan ini, larutan
diuji pada suasana asam karena adanya asam asetat yang bersifat asam yang terkandung dalam
pereaksi barfoed.
Uji Osazon
Tujuan dari uji ini, yaitu untuk membedakan bermacam-macam karbohidrat dari gambar
kristalnya. Pada uji ini saat sukrosa dan glukosa direaksikan dengan fenilhidrazin-hidroklorida
dan Kristal natrium asetat serta dipanaskan tidak memperlihatkan adanya kristl yang terbentuk,
namun pada larutan galaktosa serta maltose terdapat Kristal meskipun hanya sedikit dan terlihat
di bawah mikroskop. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Osazon dari disakarida larut dalam air
mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan. Namun sukrosa tidak membentuk osazon
karena gugus aldehida atau keton yang terikat pada monomernya sudah tidak bebas. Sebaliknya
osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Uji Asam Musat
Uji asam musat yang bertujuan untuk membedakan antara glukosa dan galaktosa ini
memiliki hasil yang disertai dengan gambar Kristal karbohidrat yang diamati melalui mikroskop.
Dari hasil percobaan yang didapatkan laktosa dan galaktosa larut dalam asam musat sedangkan
glukosa dan sukrosa tidak larut dalam asam musat. Hal ini dikarenakan pada proses oksidasi oleh
asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang
larut dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa.
Begitupun pada sukrosa, yang juga hanya menghasilkan asam sakarat, yang berasal dari glukosa
yang dikandungnya. Seperti yang dikethui, bilamana sukrosa dihidrolisis akan terurai menjadi
glukosa dan fruktosa. Pembentukan asam musat ini dapat dijadikan cara identifikasi galaktosa
tadi, karena Kristal asam musat mudah dimurnikan dan diketahui bentuk Kristal maupun titik
leburnya. Hasil positif pada uji ini ditandai dengan Kristal yang diamati di bawah mikroskop
yang tidak terlalu rapat atau renggang apabila dibandingkan dengan glukosa yang struktur
kristalnya rapat, sehingga membuktikan hasil negatif.
3. ANALISIS KADAR PATI
Untuk sampel berupa makanan yang telah mengalami pengolahan :
Dilakukan dengan cara pengeringan, pengendapan kemudian dilarutkan kembali dalam
larutan etanol 80% yang dipanaskan.
Monosakarida dan oligosakarida bersifat larut dalam etanol sementara pati tidak larut.
Dengan demikian maka pati dapat dipisahkan dari komponen gula lainnya dengan cara
penyaringan atau sentrifugasi.
Jika sampel mengandung pati semi kristalin maka sampel dilarutkan dalam air sambil
dipanaskan hingga pati tergelatinisasi (> 65 oC)
Penambahan asam perklorat atau kalsium klorida dapat dilakukan untuk meningkatkan
kelarutan pati yg sulit larut
Penambahan enzim spesifik untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa. Konsentrasi pati
dihitung berdasarkan konsentrasi glukosa yang terukur.
Penambahan Iodine untuk membentuk kompleks patiiodium yang tidak larut kemudian
dapat ditentukan secara grafimetrik atau secara titrimetrik yaitu dengan menentukan
jumlah yodium yang diperlukan untuk mengendapkan seluruh pati.
Jika tidak ada komponen lain dalam larutan yang akan mengganggu analisis, maka
konsentrasi pati dapat ditentukan dengan menggunakan metode fisik, misalnya, densitas,
indeks bias atau polarimetry. Konsentrasi amilosa dan amilopektin dalam sampel
ditentukan dengan menggunakan metode yang sama seperti yang dijelaskan untuk pati
setelah amylose telah dipisahkan dari amilopektin yaitu dengan penambahan bahan kimia
yang dapat membentuk kompleks yang tidak larut dengan salah satu komponennya
misalnya beberapa jenis alkohol dapat mengendapkan amylase tetapi tidak pada
amilopektin.
Metode sebelumnya tidak dapat menentukan pati resisten dalam sampel sehingga jika
ingin menentukan kadarnya diperlukan langkah penambahan dimethylsulfoxide (DMSO)
untuk melarutkan pati resisten sebelum melakukan analisis.
Analisis Kualitatif Pati: Reaksi dengan Iodin
Pati yang berikatan dengan iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat
digunakan untuk menganalisis adanya pati. Pati akan berwarna biru bila pati tersebut berupa
polimer glukosa yang lebih besar dari 20 unit, misalnya molekul amilosa. Bila polimernya
kurang dari 20 (seperti amilopektin), maka akan dihasilkan warna merah. Sedang dekstrin
dengan polimer 6 – 8 unit, akan membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari 5 unit,
tidak menghasilkan warna.
4. ANALISIS KADAR DEKSTRIN
Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menajdi gula oleh
panas, asam dan atau enzim. Maltosa, sukrosa dan laktosa adalah disakarida yang memiliki
rumus empiris sama (C12H22O11) tetapi berbeda dalam struktur. Dekstrin dan pati memiliki
rumus umum yang sama , – [Cx(H2O)y)]n - (y = x – 1), yang mana unit glukosa bersatu dengan
yang lainnya membentuk rantai (polisakarida) tetapi dektrin memiliki ukuran lebih kecil dan
kurang kompleks dibandingkan pati. Dektrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan
alkohol. Dektrin memiliki sifat seperti pati. Beberapa dekstrin bereaksi denngan iodin
memberikan warna biru dan larut dalam alkohol 25% (disebut amilodekstrin) sedang yang
lainnya berwarna coklat-kemerahan dan larut dalam alkohol 55% (disebut eritrodekstrin) dan
yang lainnya tidak membentuk warna dengan iodin serta larut dalam alkohol 70 (disebut
akhrodekstrin), yang juga diidentifikasi sebagai desktrosa ekuivalen (DE) . DE yang tinggi
menunjukkan adanya depolimerisasi pati yang besar. Maltodekstrin adalah produk dengan DE
rendah.
Tahap Hidrolisis.
Pada tahap pertama asam dan air ditambahkan dalam granula pati kering yang akan
memecah polimer pati dalam reaksi hidrolisis dan molekul air ditambahkan ke dalam polimer
pati. Sebagai hasil hidrolisis maka viskositas pati akan berkurang.Derajad hidrolisis tergantung
pada jumlah asam yang ditambahkan dan lamanya waktu pencampuran dengan pati
Tahap Kondensasi.
Dalam tahap kedua pati yang dihidrolisis dikeringkan dengan panas dan vakum sampai
kelembabapn di bawah 3%. Pada saat pengeringan mencapai level ini maka hidrolisis dihentikan
dan air dibebaskan dari polimer pati. Viskositas pati akan meningkat selama proses kondensasi
ini. Kemudian terjadi transglukosidasi atau dekstrinisasi yang merupakan pembentukan kembali
glukosa dalam ikatan glukosa dengan dan antar polimer. Ikatan alfa 1-4 dan alfa 1-6 dapat
bertukar. Selama trnasglukosidasi viskositas desktrin secara substansi tidak berubah.
Dekstrin kemudian didinginkan dan pH dekstrin dapat dinetralkan dengan
menambahkan amonia. Netralisasi akan menjadikan dekstrin lebih stabil dalam
penyimpanan. Dekstrin larut dalam air dingin dalam berbagai derajat tergantung pada
kekuatan hidrolisisnya. Desktrin ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan.Dektrin
dapat dibuat dari berbagai sumber pati seperti tapioka dan kentang ataupun jagung. Sifat
viskositas yang rendah dari dekstrin menjadikan dekstrin sering dipakai dalam pembuatan
jelli sebagai sumber padatan yang menstabilkan tekstur permen.