tugas epidemiologi fisioterapi

19
“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)” OLEH : KELOMPOK 10 ANGGOTA : 1. RYANI DAENG TAMMI (C131 13 005) 2. RIZKY ADANI TALIB (C131 13 320) 3. FERAYA MELINDA FARZA (C131 13 321) 4. DWI NILAMSARI (C131 13 324) 5. ARLIA B MUSARROFA (C131 13 327) 6. MUHAMMAD SYAIFUL (C131 13 311) PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI PROFESI FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: ryanitammi

Post on 30-Jan-2016

261 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

EssayEpidemiologiOA

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)”

OLEH :

KELOMPOK 10

ANGGOTA :

1. RYANI DAENG TAMMI (C131 13 005)2. RIZKY ADANI TALIB (C131 13 320)3. FERAYA MELINDA FARZA (C131 13 321)4. DWI NILAMSARI (C131 13 324)5. ARLIA B MUSARROFA (C131 13 327)6. MUHAMMAD SYAIFUL (C131 13 311)

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

Page 2: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari penyakit mulai dari awal timbul, factor

penyebab timbulnya penyakit, perjalanan penyebaran penyakit sampai cara pencegahan dan

solusi penanggulangan serangan penyakit. Epidemiologi tidak hanya membahas wabah pada

penyakit menular saja tetapi juga penyakit tidak menular yang entah itu penyakit degeneratif,

penyakit jiwa maupun yang lainnya. Epidemiologi tidak membahas terjangkitnya penyakit pada

satu tubuh individu saja melainkan segala macam kejadian yang mengenai suatu kelompok

penduduk atau suatu populasi penduduk, hal ini menekankanbahwa epidemiologi mengarah pada

distribusi atau penyebaran suatu penyakit yang disebabkan oleh factor resiko serta frekuensi

seberapa sering suatu penyakit pernyerang suatu populasi atau kelompok masyarakat tertentu,

mendeskripsikan pola kolektif penyakit yang terbentuk oleh kumpulan kasus-kasus tersebut,

mendeteksi kecenderungan (trends) insidensi penyakit, merunut perubahan karakter penyakit,

mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, dan menaksir besarnya beban penyakit.

Pada epidemiologi segala bentuk penyakit atau segala bentuk insidensi terjadinya

penyakit akan benar-benar didalami untuk mendapat solusi terbaik demi mencegah dan

menghentikn penyebaran penyakit untuk masa kedepannya bagi suatu populasi masyarakat.

Penyakit merupakan suatu penyimpangan dari suatu kesehatan normal, yang diikuti dengan suatu

rangkaian tanda-tanda dan gejala yang keras disebabkan oleh suatu agent penyebab penyakit

tertentu.

Penyakit pada populasi tidak terjadi secara kebetulan, melainkan berhubungan dengan

faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit, disebut determinan penyakit. Kedua, faktor yang

mempengaruhi terjadinya penyakit dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian

dan pencegahan penyakit pada populasi.

Secara teoretis variasi distribusi penyakit pada berbagai populasi tidak hanya ditentukan

oleh paparan langsung agen kausal penyakit. Sebab individu-individu merupakan mahluk hidup

dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik, sosial, ekonomi, maupun kultural. berjalannya

mekanisme kausal karena paparan oleh kausa dekat tergantung dari faktor-faktor lingkungan

Page 3: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

fisik, sosial, ekonomi, kultural, dan politik. Penyebaran penyakit dimulai dari munculnya

paparan disuatu populasi yang secara tiba-tiba dan tidak diketahui penyebabnya, namun hal ini

dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dari masyarakat mengenai alasan terjadinya paparan

penyakit, dari situ muncul pemikiran kemungkinan yang bisa terjadi dan mempengaruhi suatu

paparan penyakit sampai dapat menemukan cara untuk menghindari paparan suatu penyakit.

Penyebaran penyakit dideskripsikan menurut orang, waktu, tempat, jenis kelamin, jenis

pekerjaan, umur, dll.

Banyak faktor yang menyebabkan munculnya atau terpaparnya suatu penyakit terhadap

suatu populasi, salah satunya factor eksternal yang biasanya sulit dikontrol karena lingkungan

eksternal tiap populasi berbeda.

Untuk sebagian besar penyakit, jika individu dengan penyakit klinis tidak diberi

pengobatan yang tepat, maka individu akan masuk ke dalam tahap akhir penyakit, di mana

proses patologis klinis akan diekspresikan ke dalam manifestasi yang lebih berat, berupa

kronisitas, komplikasi, kecacatan, sekulae, rekurensi, atau kematian.

Pengetahuan tentang risiko penyakit atau prognosis akibat penyakit pada populasi dalam

suatu periode waktu dapat digunakan untuk memprediksi jumlah dan distribusi penyakit atau

kematian pada populasi maupun memprediksi risiko terjadinya penyakit atau kematian pada

individu (epidemiologi klinik) dalam suatu periode waktu di masa mendatang, serta berguna

untuk menentukan intervensi yang tepat untuk mencegah dan mengendalikan paparan penyakit

pada suatu populasi dengan cara mengeliminasi, menghindari atau mengubah factor penyebab

dari penyakit tersebut.

Metode yang digunakan dalam epidemiologi adalah Epidemiologi deskriptif

mendeskripsikan distribusi penyakit dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi.

Epidemiologi deskriptif berguna untuk memahami distribusi dan mengetahui besarnya masalah

kesehatan pada populasi. Epidemiologi analitik mempelajari determinan/ faktor risiko/ kausa

penyakit. Epidemiologi analitik berguna untuk memahami kausa penyakit, menjelaskan dan

Page 4: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

meramalkan kecenderungan penyakit, dan menemukan strategi yang efektif untuk mencegah dan

mengendalikan penyakit.

Setiap paparan penyakit penting untuk dikaji dari segi epidemiologi nya, meskipun bukan

termasuk penyakit menular yang dapat mewabah dengan sangat cepat, penyakit degneratif

seperti Hernia nucleus pulposus juga sangat penting untuk di hentikan paparannya terhadap

populasi masyarakat karena akan mempengaruhi keadaan dan kemampuan fisik suatu kelompok

dalam jangka panjang.

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai

peredam kejut, menyebarkan gaya pada kolumna spinal dan juga memungkinkan gerakan antar

vertebra. Namun dengan bertambahnya usia terjadi degenerasi diskus yang ditandai dengan

perubahan ukuran dan bentuk diskus. Dimulai dari dekade ke tiga, nukleus polpusus secara

gradual akan mengalami sedikit dehidrasi dan kadar proteoglikan akan menurun sehingga

menyebabkan diskus bertambah kaku dan bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus

secara asimetris, akibatnya bisa cedera atau robekan pada anulus dan nukleus bisa herniasi.

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh dari

nukleus pulposus mengalami penonjolan kedalam kanalis spinalis.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula

disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab

tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang. Hernia Nucleus

Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang

(soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau

lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus

fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf.

Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera. Cidera dapat terjadi karena terjatuh tetapi

lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi gerakan tulang belakang

yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila

beban yang mendorong cukup besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin

yang melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia

Page 5: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien

tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus minoris

resistentiae).

Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra karena salah

posisi, mengangkat, pembentukan osteofit, degenerasi dan dehidrasi dari kandungan tulang

rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan

herniasi dari nucleus hingga annulus. Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan

menyempitnya atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang

merenggang, sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang. Hanya prolapsus discus

intervertebralis yang terdorong ke belakang yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian

belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus

discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat

menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah.

Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus bersama

beberapa bagian annulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis. Karena

ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada ligamentum longitudinalis posterior,

maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut

biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus,

walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus ligamentum

longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan

morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari

korpus vertebra di dekatnya.

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena

adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan

radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi

pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika

hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.

Page 6: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di

atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan

sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan

terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis

atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia.

Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan

radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu

terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang terkena jika tempat

herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah tidak terdapat medula spinalis

lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna

anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua

korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. Kemampuan menahan air dari nucleus

pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi

perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai

berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.

HNP lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, dengan perbandingan 4 : 1

menyerang pada usia 30-50 tahun. Prosentase kasus HNP terjadi pada lumbal sebesar 90%, pada

servikal sebesar 5-10% dan sisanya mengenai daerah thorakal. Pada daerah lumbal banyak

terjadi pada L5-S1 dan L4-5. Hampir 51,6% terjadi pada L5-S1 dan 21,8% terjadi pada L4-L5.

Pada penelitian ini kejadian HNP lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan

perempuan, hasil ini sesuai dengan Survey Finnish di Inggris. HNP paling sering terjadi pada

laki-laki dewasa dengan insiden puncak pada umur 40 dan 50 tahunan. Insiden HNP lumbalis

pada penderita dengan nyeri punggung bawah pada sebuah survey besar di Inggris oleh Finnish

adalah 5% pada laki-laki dan 4% pada perempuan. HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai

diskus intervertebralis L5-S1.

HNP yang terbanyak ditemukan pada diskus intervertebra L4-L5 (94%), kemudian L5-S1

(62%), L3-L4 (58%), jarang pada L2-L3 (16%) dan L1-L2 (3%). Hal ini sesuai bahwa HNP yang

paling sering (90%) ditemukan pada diskus L4-L5,L5-S1. HNP paling sering dijumpai pada

Page 7: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler pada 1.431

pasien dengan herniasi diski lumbales, memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara

bermakna lebih tua dibanding dengan pasien HNP L4-L5. HNP pada tingkat yang lebih atas

dihubungkan dengan morbiditas dan kegagalan operasi yang lebih tinggi.

Batuk, bersin dan mengejan akan menyebabkan kontraksi otot rangka. Kontraksi ini akan

menyebabkan intrabdominal dan tekanan intrathoracal meningkat yang berakibat terjadi

pendesakan pada pembuluh darah seluruh tubuh. Pemindahan seluruh darah dari perifer ke

jantung dan paru akan menyebabkan curah jantung meningkat 5/6 kali sehingga tekanan arteri

meningkat sebesar 20%-60%. Venous return yang terganggu ini menyebabkan reabsorpsi cairan

cerebrospinalis ke aliran darah terhambat sehingga mengakibatkan kenaikan tekanan CSS

(Cairan Serebro Spinal) dengan agak cepat. Peningkatan tekanan CSS ini akan diteruskan ke

rongga leptomeningeal spinal. Oleh karena pada HNP terjadi penonjolan annulus kedalam

canalis spinalis yang menekan radiks spinalis maka batuk, bersin dan mengejan dapat

memprovokasi timbulnya nyeri radikuler.

Menjelang usia 30, mulailah terjadi perubahan-perubahan pada annulus fibrosus dan

nucleus pulposus. Pada beberapa tempat, serat-serat fibroelastic terputus dan sebagian rusak

diganti dengan jaringan kolagen. Proses ini terjadi terus-menerus sehingga dalam annulus

fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nucleus pulposus akan melakukan infiltrasi ke dalam rongga-

rongga tersebut dan juga mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air. Jadi terciptalah

suatu keadaan dimana di satu pihak volume materi nucleus pulposus berkurang dan di pihak lain

volume rongga antar vertebra bertambah sehingga terjadilah penurunan tekanan intradiskal.

Faktor fisik atau pekerjaan berpengaruh pada saat para pekerja mengangkat dan

membawa beban dan membungkuk serta memutar menunjukkan adanya keterkaitan dengan

cidera tulang belakang. Kebanyakan pekerjaan yang terdiri dari kombinasi mengangkat dan

pergerakan lainnya seperti mengangkat dan memutar memiliki resiko yang besar. NIOSH

menyatakan bahwa ada bukti yang kuat untuk terjadinya cidera pada tulang belakang dengan

pekerjaan yang mengangkat dan pergerakan yang memaksa. Mereka juga menyatakan bahwa ada

bukti yang terkait postur janggal, seperti pekerjaan fisik yang berat yang dikaitkan dengan cidera

pada tulang belakang. Faktor pekerjaan secara umum termasuk juga force full excertion (gerakan

yang di luar jangkauan), postur janggal, dan gerakan yang berulang. Seperti: mengangkat atau

Page 8: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

memindahkan pasien yang berat, gerakan yang dipaksakan atau spontan, mengangkat pasien

pada saat ia terjatuh di lantai. Postur atau posisi janggal pada saat bekerja seperti membungkuk,

memutar dan menjangkau di luar jangkauan dapat menyebabkan terjadinya nyeri pada leher,

pada bahu dan bagian belakang. Membungkuk ketika mengangkat pasien dapat menimbulkan

beban pada otot, diskus, dan ligamen pada bagian belakang bawah. Karena tekanan pada diskus

pada bagian belakang bawah meningkat, pusat atau nukleus dari diskus dipaksa untuk keluar.

Jika diskus membengkak atau robek, ini dapat merusak saraf di sekitarnya.

Faktor psikososial dan lingkungan kerja yang buruk termasuk salah satu faktor yang

mempunyai pengaruh terhadap nyeri pada tulang belakang. Seperti, faktor psikologi yang

biasanya berperan pada orang-orang yang mengeluh nyeri atau sakit. Dalam hal nyeri pada

spinal, tingkat pendidikan yang rendah, status ekonomi sosial yang rendah, intelegensi yang

rendah, dan persepsi dari kinerja pekerjaan yang menurutnya tidak penting semuanya dapat

mempengaruhi untuk absen atau tidak masuk kerja di karenakan nyeri pinggang. Selain itu faktor

lingkungan kerja seperti pencahayaan yang ada di lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi

postur tubuh seseorang. Seperti posisi orang tersebut untuk memperbaiki penglihatannya.

Mereka bekerja lebih dekat ketika tingkat iluminasinya rendah dan berasumsi melihat sudut yang

mengurangi refleksi.

Nyeri pada tulang belakang meningkat seiring bertambahnya usia sekitar umur 50 sampai

60 tahun. Mengangkat beban yang berat yang dikombinasikan dengan rotasi dan postur

membungkuk dapat menimbulkan resiko yang besar jika diskus telah mengalami degenerasi.

Kandungan air di dalam diskus akan berkurang secara alamiah akibat bertambahnya usia.

Hernia Nucleus Pulposus lebih banyak terjadi pada laki-laki karena perbedaan pekerjaan

dan tugas-tugas. Kelebihan berat badan juga dapat memperparah keadaan tulang belakang yang

terkena Hernia Nucleus Pulposus.

Gejala pada Hernia Nucleus Pulposus adalah kejang otot, kelemahan pada otot atau

bagian arthropy, nyeri yang menyebar ke daerah pantat, betis dan kaki, nyeri diperparah jika

batuk, ketawa, terjadi nyeri pada tulang belakang, kekakuan pada kaki dan betis, dan juga pada

saat duduk pada waktu yang lama. Nyeri akan berkurang saat istrahat dan biasanya penderita

Page 9: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

sering kali mengeluh kesemutan atau parasthesia atau baal atau bahkan kekuatan otot menurun

sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.

Studi populasi di daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria

dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya sekitar

5,4 – 5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun. Populasi pada penyakit hernia nukleus

pulposus ini biasa mengenai masyarakat dengan kesamaan umur atau populasi umur tertentu atau

kelompok umur tertentu yang biasanya rentan dengan degeneratif sendi artinya mengenai

populasi umur >50 tahun, dan bisa juga mengenai komunitas pekerja tertentu misalnya pekerja

angkat berat, pekerja kantoran yang mengharuskan posisi duduk dalam waktu yang lama dan lain

sebagainya.

Distribusi atau penyebaran penyakit Hernia nucleus pulposus ini berbeda-beda disetiap

populasi, karena berbeda faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya. Factor eksternal lebih

sering menjadi factor resiko terjadinya Hernia nucleus pulposus, seperti halnya kebiasaan

masyarakat pada populasi yang memang hidup di lingkungan dengan pekerjaan yang berat dan

lama. Sikap kerja yang salah juga menjadi factor pendukung terjadinya resiko terkena hernia

nucleus pulposus. Selain itu sebuah factor yang mempengaruhi suatu penyakit tidak harus

merupakan factor sebab akibat yang terlihat langsung, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak

factor-faktor yang istilahnya hanya sebagai factor pendukung namu sangat bermanfaat untuk

mencari tahu penanganan dari penyakit tersebut. Seperti halnya merokok dan kelebihan berat

badan yang secara tidak langsung mendukung factor resiko terjadinya hernia nucleus pulposus,

baik itu dengan posisi kerja yang salah yang membuat diskus tertekan dan semakin tertekan oleh

beratnya beban tubuh yang ditanggung yang memperparah derajat cedera.

Biasanya, masyarakat yang terkena penyakit hernia nucleus pulposus menganggap bahwa

penyakit ini hanyalah sekedar nyeri punggung biasa yang terjadi karena kelelahan, tapi lama-

kelamaan karena kondisi dan gejalanya tidak kunjung membaik menyebabkan masyarakat mulai

mencari tahu jenis penyakit apa yang dialaminya dana hal apa yang menyebabkan timbulnya

penyakit ini.

Page 10: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

Metode yang digunakan dalam epidemiologi penyakit hernia nucleus pulposus yaitu

metode deskriptif dan metode analitik, dimana pertama-tama dideskrisikan distribusi penyakit

dan kecenderungan frekuensi penyakit mengenai suatu populasi umur dan pekerjaan serta

lingkungan tertentu kemudian ditentukan seberapa besar kemungkinan penyakit tersebut

menyebar, setelah itu diamati factor resiko penyakit hernia nucleus pulposus seperti factor

degenerative, factor pekerjaan tertentu yang akan dijakian dasar dalam mencari solusi untuk

mengurangi resiko terjadinya hernia nucleus pulposus pada populasi yang lebih besar lagi. Dan

biasanya dilakukan penelitian perbandingan suatu kelompok dengan kelompok lain untuk

mengkaji kecenderungan terjadinya penyakit ini dan kelompok mana yang memiliki resiko tinggi

terkena penyakit tersebut, sehingga dapat ditemukan intervensi terbaik untuk mengurangi

paparan penyakit hernia nucleus pulposus pada populasi masyarakat tersebut.

Fisioterapi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan penting terhadap

gangguan musculoskeletal, neuropskiatri dan lain-lain serta keadaan yang mengganggu

fungsional gerak dan aktifitas keseharian masyarakat. Semua tenaga kesehatan termasuk

fisioterapi sangat perlu dalam mengetahui epidemiologi suatu penyakit karena darisitu data-data

riwayat terjadinya penyakit didapat sehingga Intervensi yang tepat bisa diberikan guna

mempersempit penyebaran penyakit. Pada penyakit hernia nucleus pulposus, peran fisioterapi

sangat dibutuhkan untuk mencegah meluasnya distribusi penyakit akibat factor resiko terjadinya,

modalitas fisioterapi yang cocok adalah terapi latihan dan elektroterapi, selain itu pemberian

edukasi tentang factor resiko Hernia nucleus pulposus juga berguna untuk tidak terjadinya

terjadinya pengulangan wabah yang sama dipopulasi yang sama.

Page 11: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

DAFTAR PUSTAKA

Autio, Reijo 2006. ‘MRI Of Herniated Nucleus Pulposus Correlation With Clinical Findings, Determinants Of Spontaneous Resorption And Effects Of Anti-Inflammatory Treatments On Spontaneous Resorption’. Skripsi. Findland: Faculty of Medicine, University of Oulu.

Borru Chytumeang, Sarry 2015, ‘Jurnal HNP’, Kesesuaian Derajat Penekanan Radiks Saraf Pada MRI Lumbosakral Berdasarkan Pfirmann Dengan Derajat Nyeri Skiatika Berdasarkan VAS Pada Penderita Hernia Nukleus Pulposus,4-5.

Cukke, M.H 2010, Kesesuaian Antara Tanda-tanda Degenerasi Diskus pada Foto Polos dengan Magnetik Resonance Im aging Lumbosakral Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah, 1-2.

DeF, Alan 1944, ‘A Study of One Hundred Cases Treated by Operation’, Herniation Of The Nucleus Pulposus, 26(4).

Grotle, Margreth 2014, ‘Eur Spine J’, Public and private health service in Norway: a comparisonof patient characteristics and surgery criteria for patients with nerve root affections due to discus herniation, 23, 1984-1985.

Hanina Ulfah, Fitranda. 2012, ‘Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Low Back Pain Suspect Hernia Nucleus Pulposus Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta’. Naskah Publikasi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hardenbrook, M. 2013, ‘The Internet Journal of Spine Surgery’, Clinical Outcomes of Patients Treated with Percutaneous Hydrodiscectomy for Radiculopathy Secondary to Lumbar Herniated Nucleus Pulposus, 7(1), 2.

Harkani 2013, ‘Korelasi Sudut Lumbosakral Terhadap Derajat Penekanan Radiks Saraf Penderita Hernia Nukleus Pulposus Berdasarkan Pemeriksaan MRI’, Korelasi Sudut Lumbosakral Terhadap Derajat Penekanan Radiks Saraf Penderita Hernia Nukleus Pulposus Berdasarkan Pemeriksaan MRI, 6-7.

Irawati 2011, ‘International Journal of Algebra’, The Generalization of HNP Ring and Finitely Generated Module over HNP Ring, 5, 612-613.

Kesumaningtyas, Ami. 2009. ‘Gambaran Faktor-Faktor Hernia Nukleus Pulposus’. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Lama, Polly 2014, ‘Eur Spine J’, Significance of cartilage endplate within herniated disc tissue, 23, 1869-1870.

Lao, Lifeng 2014, ‘Eur Spine J’, Missed cervical disc bulges diagnosed with kinematic magnetic resonance imaging, 23, 1725.

Page 12: Tugas Epidemiologi Fisioterapi

Leksana, JS 2013, ‘Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung’, Hernia Nukleus Pulposus Lumbal Ringan Pada Janda Lanjut Usia Yang Tinggal Dengan Keponakan Dengan Usia Yang Sama,1(2), 98-100.

Maheswara, A 2013, ‘Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus HNP’, Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus HNP Dengan Modalitas Shortwave Diatermy,Traksi Lumbal Dan Mc. Kenzie Exercise Di Rsud. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, 33-34.

Meredith, Dennis .S. 2010, ‘The Spine Journal’, Obesity increases the risk of recurrent herniated nucleus pulposus after lumbar microdiscectomy, 10(7), 575-576.

Naufal, Rahmat. 2013, ‘Hubungan Antara Intensitas Iskhialgia Dengan Disabilitas Aktivitas Sehari-Hari Pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus (Hnp) Di Rs. Dr Moewardi Surakarta’. Naskah Publikasi. Surakarta : Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pinzon, Rizaldi 2012, ‘Nyeri Punggung Bawah’, Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung BawahAkibat Hernia Nukleus Pulposus, 39(10), 750.

Prihatmoko, Nico Harum. 2012. ‘Perbedaan Efektivitas Antara Terapi Konservatif Dan Operasi Dengan Kekambuhan Nyeri Pada Pasien HNP Lumbosakral Laki-Laki Yang Menjalani Rehabilitasi Medik Di RSPAD Gatot Subroto Periode Oktober 2011 – Februari 2012’. Skripsi. Jakarta. Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

Takada, Eiichi 2001, ‘Journal of Orthopaedic Surgery’, Natural history of lumbar disc hernia with radicular leg pain: Spontaneous MRI changes of the herniated mass and correlation with clinical outcome, 9(1), 6-7.

Uduma 2011, ‘Global Journal of Medical Research’, Uncommon Types of Disc Hernia (A Report of Three Cases and Review of Literature), 11(2), 46-47.

Vinas, Federico. C. 2001, ‘Journal of Clinical Neuroscience’, The spontaneous resorption of herniated cervical discs, 8(6), 542-543.

Widhiana, Dyah Nuraini. 2002. ‘Sensitivitas Dan Spesifisitas Tes Provokasi Batuk, Bersin Dan Mengejan Dalam Mendiagnosis Hernia Nukleus Pulposus Lumbal’.Tesis. Semarang. Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Yeung, Jecky T 2012, ‘Journal of Medical Case Reports’, Cervical disc herniation presenting with neck pain and contralateral symptoms: a case report, 6(166), 1752-1754.

Zweig, Thomas T 2011, ‘BMC Musculoskeletal Disorders’, Influence of Preoperative Nucleus Pulposus Status and Radiculopathy on Outcomes in Mono-segmental Lumbar Total Disc Replacement, 12(1), 276.