tugas filsafat

4
Nama : Ratih Kusumawardani NPM : 1006734092 Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Geografi Tema : Revolusi dan Paradigma Geografi Intisari yang dapat diperoleh dari bahan bacaan berjudul “Paradigms and Revolutions” bahwa selama periode tahun 1950 -1970an terjadi perbedaan cara pandang pemikiran tentang ilmu geografi. Sebagai contoh Hartshorne dan Yates memiliki perbedaan dalam metode, namun mereka memiliki kesamaan dalam konsentrasi keilmuannya, yaitu fokus pada berbagai variasi fenomena yang terjadi dipermukaan bumi. Hartshorne menggambarkan geografi sebagai ilmu yang memberikan perhatian untuk menyediakan deskripsi yang akurat, teratur, dan rasional tentang berbagai variabel dari karakter yang ada di permukaan bumi , sedangkan Yeates mengatakan geografi menjadi ilmu yang memberikan perhatian kepada pengembangan dan pengujian rasional terhadap berbagai teori yang menjelaskan dan memprediksikan tentang distribusi ruang ( spatial ) dan lokasi dari berbagai karakteristik yang ada di atas permukaan bumi. Taffer menyatakan secara tidak langsung bahwa geografi mengalami perubahan pada tahun 1970 yaitu perubahan dari idiographic menjadi ilmu nomothetic. Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolut dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Menurut Kuhn, pengembangan ilmu pengetahuan terdiri dari beberapa fase diantaranya periode praparadigma (the pre-paradigm period), periode professional (professional station), fase paradigma 1(paradigm phase 1), fase krisis dengan revolusi (crisis phase with revolution), fase paradigma 2 (paradigm phase 2), fase krisis (chrisis phase), fase paradigma (paradigm phase), krisis dengan revolusi (crisis phase with revolution), fase paradigma 3 (paradigm phase 3). Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun sekitar paradigma dasar. Paradigma itu memungkinkan seorang ilmuan untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak

Upload: ratih-kusumawardani

Post on 27-Jun-2015

89 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas filsafat

Nama : Ratih Kusumawardani

NPM : 1006734092

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Geografi

Tema : Revolusi dan Paradigma Geografi

Intisari yang dapat diperoleh dari bahan bacaan berjudul “Paradigms and Revolutions” bahwa selama periode tahun 1950 -1970an terjadi perbedaan cara pandang pemikiran tentang ilmu geografi. Sebagai contoh Hartshorne dan Yates memiliki perbedaan dalam metode, namun mereka memiliki kesamaan dalam konsentrasi keilmuannya, yaitu fokus pada berbagai variasi fenomena yang terjadi dipermukaan bumi. Hartshorne menggambarkan geografi sebagai ilmu yang memberikan perhatian untuk menyediakan deskripsi yang akurat, teratur, dan rasional tentang berbagai variabel dari karakter yang ada di permukaan bumi, sedangkan Yeates mengatakan geografi menjadi ilmu yang memberikan perhatian kepada pengembangan dan pengujian rasional terhadap berbagai teori yang menjelaskan dan memprediksikan tentang distribusi ruang (spatial) dan lokasi dari berbagai karakteristik yang ada di atas permukaan bumi. Taffer menyatakan secara tidak langsung bahwa geografi mengalami perubahan pada tahun 1970 yaitu perubahan dari idiographic menjadi ilmu nomothetic.

Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolut dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Menurut Kuhn, pengembangan ilmu pengetahuan terdiri dari beberapa fase diantaranya periode praparadigma (the pre-paradigm period), periode professional (professional station), fase paradigma 1(paradigm phase 1), fase krisis dengan revolusi (crisis phase with revolution), fase paradigma 2 (paradigm phase 2), fase krisis (chrisis phase), fase paradigma (paradigm phase), krisis dengan revolusi (crisis phase with revolution), fase paradigma 3 (paradigm phase 3). Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun sekitar paradigma dasar. Paradigma itu memungkinkan seorang ilmuan untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya dan menuntut adanya revolusi paradigmatic terhadap ilmu tersebut.

Kuhn menggunakan paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih tersisa.  Paradigma merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. Secara singkat pengertian pradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.

Kuhn mendefinisikan paradigma ilmu geografi yaitu segala sesuatu yang harus diperhatikan berupa metode atau kasus dalam ilmu geografi. Dalam terminology Kuhn, ilmu geografi berada pada fase prapradigma sampai periode Darwin. Sedangkan Kant menyatakan ilmu geografi berkaitan

Page 2: tugas filsafat

dengan ilmu pengetahuan lain. Ritter mengkombinasikan pendekatan teleological dengan model deterministik. Setelah periode Darwin, arah pengembangan ilmu pengetahuan berubah menjadi hypothetic-inductive, yaitu pekerja riset berawal dari pengaturan induktif pengamatan mereka atau dari wawasan intuitif, mencoba untuk merancang sendiri sebuah model struktur apriori.

Dalam sejarah geografi, revolusi kuantitatif adalah salah satu dari empat besar-titik balik dari geografi modern - tiga lainnya adalah determinisme lingkungan, geografi regional dan geografi kritis). Revolusi kuantitatif terjadi selama tahun 1950-an dan 1960-an dan ditandai oleh perubahan pesat dalam metode penelitian geografis. Tuntutan utama bagi revolusi kuantitatif yaitu pergeseran dari deskriptif (idiographic) geografi menjadi hukum empiris (nomothetic) geografi.

Revolusi kuantitatif dimulai pada universitas-universitas di Eropa dengan dukungan dari ahli geografi dan ahli statistik di Eropa dan Amerika Serikat. Pertama muncul di akhir 1950-an dan awal 1960-an, revolusi kuantitatif muncul untuk menanggapi paradigma geografi regional. Revolusi kuantitatif mengarah ke peningkatan penggunaan teknik statistik terkomputerisasi, dalam analisis multivarian khusus penelitian geografis. Beberapa teknik yang melambangkan revolusi kuantitatif meliputi:

Statistik Deskriptif

Statistik inferensia

Dasar persamaan dan model matematis, seperti model gravitasi

Deterministik model, misalnya Von Thünen dan lokasi model Weber

Stochastic model dengan menggunakan konsep probabilitas

Berbagai perubahan paradigma terjadi dalam ilmu geografi, perubahan tersebut dikarenakan bahwa setiap peneliti, atau setiap individu berusaha untuk mengubah tradisi ilmiah disiplinnya dan cenderung menganggap makna yang lebih mendasar untuk temuan mereka sendiri. Stewart menyatakan hubungan antara perilaku sosial dengan ilmu geografi tertuang dalam paper Geographical Review pada tahun 1947. Peniliti geografi diberi pilihan penggunaan paradigma tradisional dan paradigma berbasis model, penelitian geografis banyak menggunakan bantuan metode kuantitatif dan penggunaan komputer untuk mengolah data.

1. Kesimpulan Geografi sebagai ilmu dalam perkembangannya telah memunculkan cara pandang pemikiran yang berbeda tentang metode yang digunakan tetapi mereka mempunyai fokus yang sama yang menjadi konsentrasi utama dari keilmuan geografi.Hal yang lazim dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan, Ilmu Geografi pun telah melampaui fase-fasenya, dari paradigm yang lama menuju paradigm terbaru. Kesemuanya muncul untuk menjawab dan memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya.Salah satu sejarah terpenting dalam ilmu geografi adalah revolusi kuantitatif yang ditandai oleh perubahan pesat dalam metode penelitian geografis yaitu pergeseran dari deskriptif (idiographic) geografi menjadi hukum empiris (nomothetic) geografi. Titik pentingnya adalah peningkatan penggunaan teknik statistik terkomputerisasi, dalam analisis multivarian penelitian geografis seperti statistik deskriptif, statistik inferensia, dasar persamaan dan model matematis, deterministik model, dan stochastic model dengan menggunakan konsep probabilitas.Geografi merupakan disiplin ilmu yang terbuka, memiliki interkoneksi dengan berbagai disiplin ilmu lain. Bidang kajian geografi ekonomi, geografi sosial, geografi budaya, dll merupakan contoh interkoneksi geografi dengan disiplin ilmu lain. Perkembangan ilmu geografi sangat ditentukan oleh kemampuan geograf dalam memperoleh informasi perkembangan bidang ilmu lainnya.