tugas genetika inangparasit

10
RANGKUMAN GENETIKA INANG , PARASIT , DAN PATOGEN 1. Interaksi Inang-Patogen 1.1. Myxomatosis pada kelinci CSIRO melepaskan galur virus myxoma yang bersifat virulent ke dalam populasi kelinci. Karena belum pernah kemasukan virus, kelinci-kelinci tersebut menjadi sangat rentan; liabilitas terhadap myxomatosis sangat tinggi-- hampir 100% kelinci yang terinfeksi mati.; myxomatosis menyebar sangat cepat, dan ribuan kelinci mati. Tapi keberhasilan awal tentang kombinasi tersebut tidak terjadi lagi dalam jangka panjang. Jika tidak ada variasi genetik untuk liabilitas terhadap myxomatosis pada populasi kelinci, seleksi alam yang sangat kuat ini tidak akan berpengaruh. Tapi ada variasi genetik (heritabilitas untuk liabilitas terhadap myxomatosis sekitar 35%), dan hewan yang memiliki gen penyandi liabilitas rendah mempunyai peluang lebih besar bertahan hidup untuk bereproduksi karena menurunkan gen ‘resistensinya’ kepada keturunannya. Oleh karenanya, tidak mengherankan munculnya galur kelinci yang memiliki resistensi meningkat terhadap virus NAMA : ZUMARA MUFIDA HIDAYATI NIM : 1409005001

Upload: zumara-mufida-hidayati

Post on 11-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

genetics

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas genetika inangparasit

RANGKUMAN GENETIKA

INANG , PARASIT , DAN PATOGEN

1. Interaksi Inang-Patogen

1.1. Myxomatosis pada kelinci

CSIRO melepaskan galur virus myxoma yang bersifat virulent ke dalam populasi

kelinci. Karena belum pernah kemasukan virus, kelinci-kelinci tersebut menjadi sangat

rentan; liabilitas terhadap myxomatosis sangat tinggi--hampir 100% kelinci yang

terinfeksi mati.; myxomatosis menyebar sangat cepat, dan ribuan kelinci mati. Tapi

keberhasilan awal tentang kombinasi tersebut tidak terjadi lagi dalam jangka panjang.

Jika tidak ada variasi genetik untuk liabilitas terhadap myxomatosis pada populasi

kelinci, seleksi alam yang sangat kuat ini tidak akan berpengaruh. Tapi ada variasi

genetik (heritabilitas untuk liabilitas terhadap myxomatosis sekitar 35%), dan hewan

yang memiliki gen penyandi liabilitas rendah mempunyai peluang lebih besar bertahan

hidup untuk bereproduksi karena menurunkan gen ‘resistensinya’ kepada keturunannya.

Oleh karenanya, tidak mengherankan munculnya galur kelinci yang memiliki

resistensi meningkat terhadap virus dengan derajat bervariasi, dan galur virus yang

memiliki virulent menurun dengan derajat bervariasi.

Galur baru virus yang bersifat virulent dikembangkan di laboratorium dan telah

dilepaskan. Hasilnya sangat efektif sejak awal pelepasannya. Tapi sekali lagi,

keberhasilan galur baru virus tersebut menjadikan seleksi alam yang sangat kuat untuk

penurunan sifat virulent pada virus dan peningkatan resistensi pada inang, dengan

hasilnya semakin sedikit kelinci yang mati.

1.2. Penyakit Prion

Ada sekelompok penyakit yang disebut spongioform encephalopathies, yang

merupakan penyakit neurologis fatal yang telah diketahui selama beberapa tahun pada

domba dan kambing (penyakit ini disebut scrapie), dan pada manusia (disebut penyakit

kuru, penyakit Creutzfeldt-Jacob, dan sindrom Gerstmann-Straussler–Scheinker).

NAMA : ZUMARA MUFIDA HIDAYATI

NIM : 1409005001

KELAS : B

Page 2: Tugas genetika inangparasit

Penyebab penyakit tersebut adalah suatu bentuk termodifikasi dari protein yang disandi

oleh gen di dalam inang.

Gen inang tersebut dinamakan gen protein prion (PrP), yang adalah bagian

normal dari genom mamalia dan ayam. Produk polipeptidanya, disebut PrPC, adalah

protein yang terjadi secara alami yang menempel pada permukaan luar neuron dan,

pada limfosit dan sel-sel lain. Sumber infeksi sebenarnya, disebut PrPSc, tampaknya

merupakan bentuk termodifikasi dari PrPC, tetapi masih mempunyai sekuen asam

amino yang sama. Satu dari teori-teori yang paling banyak diterima untuk penyebaran

infeksi adalah bahwa saat molekul PrPSc memasuki inang yang sebelumnya tidak

terinfeksi, mereka mengubah molekul PrPC yang terjadi secara alami, yang dihasilkan

oleh gen PrP inang, ke dalam partikel terinfeksi, yang pada akhirnya menyebabkan

gejala klinis pada ternak tersebut, dan yang juga dapat menyebar ke ternak lain.

Pada domba, periode inkubasi setelah infeksi oleh agen scrapie diklasifikasi

sebagai periode pendek (100–500 hari sebelum gejala klinis muncul) atau periode

panjang (lebih dari 900 hari), dan variasi periode inkubasi ini dikendalikan oleh dua

alel pada lokus Sip (scrapie incubation period). Alel untuk periode inkubasi pendek

(sA) adalah alel untuk sifat rentan terhadap scrapie; dan alel untuk periode inkubasi

panjang (pA) adalah alel untuk sifat resistensi (ekspresi tertunda). Yang menarik, ada

bukti tidak langsung bahwa lokus Sip kenyataannya adalah lokus PrP.

1.3. African trypanosomiasis

Penyakit ini disebabkan oleh berbagai spesies protozoa yang disebut tripanosoma

yang terutama ditularkan melalui lalat tsetse.

Ciri paling menarik dari infeksi tripanosoma adalah bahwa infeksi ini ditandai

oleh fluktuasi jumlah tripanosoma pada inang yang terinfeksi, yang berkisar antara nol

sampai kira-kira 1.500/ml darah. Alasan fluktuasi tersebut merupakan suatu fenomena

yang disebut variasi antigen, yaitu terjadinya sekuens varian antigen yang berbeda yang

semuanya timbul dari populasi pathogen tunggal yang awalnya memasuki inang.

Saat populasi tripanosoma memasuki inang, seluruh anggota populasi tersebut

menunjukkan antigen dasar, yang merupakan satu diantara tipe antigen yang seringkali

terjadi. Inang tersebut meningkatkan respon imun kuat, yang menghasilkan antibodi

yang diarahkan untuk melawan antigen dasar ini. Akibatnya, sebagian besar

tripanosoma yang memasuki inang tersebut dihancurkan. Tapi saat itu, beberapa

tripanosoma telah ‘menon- aktifkan’ gen penyandi antigen dasar, dan ‘mengaktifkan‘

Page 3: Tugas genetika inangparasit

gen penyandi antigen lain, yang berbeda rangkaian asam aminonya dengan antigen

dasar. Tripanosoma yang membawa antigen kedua ini menggandakan diri secara cepat

sampai sistem respon imun inang menghasilkan antibodi untuk melawan antigen kedua

ini. Pada tahap ini beberapa tripanosoma juga menghasilkan antigen lain yang

sebelumnya belum ketemu inang. Dan oleh karena itu fluktuasi jumlah tripanosoma

terus berlanjut selama beberapa siklus, dengan pathogen yang secara teratur ‘mengubah

tempatnya’ untuk tetap selangkah ke depan dari sistem respon imun inang.

2. Resistensi pada Inang

2.1. Resistensi terhadap neonatal scours pada babi

Penyebab utama neonatal scours pada babi adalah galur E. coli yang mempunyai

antigen pada permukaan sel yang disebut K88. Tapi tidak semua anak babi rentan

terhadap E. Coli K88. Secara khusus, hanya anak-anak babi dengan reseptor K88 pada

dinding ususnya yang menjadi rentan; anak babi yang tidak punya reseptor akan

resisten. Resistensi terhadap scours E. Coli pada babi berada di bawah kontrol dua alel

pada lokus tunggal, dengan resistensi bersifat resesif terhadap kerentanan.

2.2. Resistensi terhadap penyakit Marek pada ayam

Penyakit Marek pada ayam adalah penyakit neoplastik dimana terjadinya

pertumbuhan dari sel-sel tumor disebabkan oleh virus DNA.

Ada kaitan erat antara MHC histoglobulin B21 dan resistensi terhadap penyakit

Marek. Kenyataannya, banyak perubahan pada liabilitas dalam galur seleksi yang

dijelaskan di atas adalah akibat perubahan frekuensi alel B21. Ini adalah satu diantara

kasus-kasus pertama dimana gen yang berkontribusi terhadap adanya variasi

multifaktor dalam resistensi inang telah diidentifikasi.

3. Resistensi terhadap Parasit dan Patogen

3.1. Resistensi terhadap insektisida pada blowfly domba

Sekarang telah diketahui bahwa blowflies menjadi resisten pada setiap bahan

kimia karena seleksi alam yang sangat kuat memilih alel untuk resistensi pada satu atau

lebih lokus pada blowfly. Alel resisten ini biasanya bekerja dengan mengkode enzim

yang mampu mendetoksifikasi insektisida, atau dengan mengkode varian enzim yang

dihadapi insektisida, sehingga varian tersebut masih mampu berfungsi dengan adanya

insektisida. Beberapa dari alel resistensi ini terletak pada lokus yang menyandi enzim

sitokrom P-450, yang, seperti kita lihat pada Bab 9, memainkan peran kunci dalam

mendetoksifikasi obat. Sebelum dikenalkan bahan kimia tertentu, alel resistensi

Page 4: Tugas genetika inangparasit

biasanya dipertahankan pada frekuensi rendah dalam seluruh populasi lalat melalui

keseimbangan antara mutasi dan seleksi, yang timbul karena alel resistensi, dengan

tidak adanya bahan kimia, biasanya tidak bermanfaat. Adanya insektisida baru

menghasilkan perubahan cepat pada fitness relatif tiga genotip RR, RS, dan SS (dimana

R adalah alel resisten dan S adalah alel rentan), dengan hasil bahwa RR sekarang

mempunyai fitness tertinggi dan SS terendah. Konsekuensi yang tidak dapat dihindari

dari perubahan pada fitness adalah peningkatan frekuensi alel R: populasi lalat menjadi

lebih resisten.

3.2. Resistensi terhadap anthelmintic

Resistensi disebabkan oleh alel tertentu dengan efek cukup besar pada lokus

tunggal. Misalnya, sebagian besar variasi resistensi terhadap levamisole pada

Trichostrongylus colubriformis disebabkan oleh alel resesif terpaut jenis kelamin.

Walaupun demikian, pada kasus lain, resistensi tampaknya bersifat multifaktor, yang

terutama ditentukan oleh alel-alel dengan efek cukup kecil pada sejumlah lokus yang

tidak diketahui.

3.3. Resistensi terhadap antibiotic

Pemunculan resistensi antibiotik pada bakteri secara cepat dan meluas disebabkan

terutama oleh kemampuan bakteri mentransfer gen secara horizontal (antar individu-

individu dalam generasi yang sama) juga secara vertikal (antar generasi).

Ada tiga metode yang digunakan bakteri untuk mentransfer gen-gen secara

horizontal. Ketiga metode itu adalah transformasi (pelepasan DNA dari satu sel, dan

direspon oleh sel lain), transduksi (transfer DNA dari satu sel ke sel lainnya oleh

bakteriofag), dan konjugasi (transfer DNA dari satu sel ke sel lainnya, mengikuti

penggabungan—perkawinan--dari dua sel).

Transfer resistensi secara horizontal muncul karena ada sejumlah besar bakteri

dalam linkungan eksternal dan internal manusia maupun ternak. Penggunaan antibiotik

membuat lingkungan sesuai untuk hidupnya galur yang memiliki faktor R. Galur ini

kemudian bertindak sebagai cadangan untuk transfer faktor R ke galur lain (termasuk

galur pathogen) yang selalu ada dari waktu ke waktu.

4. Pengendalian terhadap Parasit dan Pathogen

4.1. Lalat screw-worm

Ada dua jenis lalat screw worm: lalat Dunia lama (Chrysomya bezziana) dan lalat

Dunia Baru (Cochliomyia hominivorax). Keduanya parasit pada hewan berdarah panas.

Page 5: Tugas genetika inangparasit

Kerugian yang mereka sebabkan muncul dari kegemarannya berada di luka yang

terbuka pada fase larva.

Upaya yang dilakukan untuk pemberantasan lalat screw-worm dari USA, yaitu

penggunaan kontrol biologi yang dikenal sebagai metode pelepasan serangga steril

(Steril Insect Release Method/SIRM). Metode ini meliputi pemeliharaan sejumlah besar

larva pada dua jenis kelamin di laboratorium, dan penyinaran radiasi dosis tinggi

terhadap pupa tahap-akhir agar lalat menjadi steril. Lalat steril ini kemudian dilepaskan

dari pesawat terbang pada luasan antara 1.600 dan 4.000 per mil-persegi per minggu.

Prinsip metode ini adalah bahwa jika lalat steril ini dilepas, sebagian besar (dan lebih

disukai semuanya) lalat liar akan kawin dengan lalat steril daripada kawain dengan

sesame lalat liar (fertil). Ini tentu saja terjadi hanya jika lalat steril yang dilepas

berjumlah banyak.

4.2. Serangga lain

Seluruh insekta jantan yang dipelihara bersifat heterozigot untuk translokasi

tersebut, dan akibatnya menunjukkan pengurangan kesuburan yang merupakan ciri

terjadinya pengaturan kromosom tersebut. Jika autosom yang terlibat dalam translokasi

mengandung alel normal (wild-type) pada semua lokus, dan jika translokasi tersebut

dimasukkan ke dalam populasi laboratorium yang bersifat homozigot untuk alel resesif

yang merusak (deleterious)(seperti warna mata atau cacat pada sayap) pada suatu lokus

di autosom yang sama, insekta jantan bertahan hidup (sebab mereka mempunyai satu

tipe alel normal pada autosom yang tertranslokasi, selain bersifat homozigot untuk alel

cacat pada autosom normalnya) tapi insekta betina tidak, sebab, tidak mempunyai

kromosom Y, mereka tidak punya autosom tertranslokasi dan oleh karena itu tidak

mempunyai alel normal.

Kombinasi antara kesuburan yang berkurang dan resesif cacat berpotensi untuk

mempunyai potensi untuk pengendalian secara biologis terhadap serangga. Hal ini dan

kemungkinan lain belum mencapai tahap untuk mengganti SIRM konvensional. Tapi

ada peluang bahwa beberapa diantaranya akan terbukti sukses di masa yang akan

datang.

4.3. Cacing

Peternak harus memberantas cacing setuntas mungkin, melalui drenching.

Page 6: Tugas genetika inangparasit

4.4. Bakteri

Satu tahap yang dapat diambil untuk memudahkan tekanan seleksi untuk bakteri

resisten adalah membatasi penggunaan antibiotik, misalnya, dengan melarang

penggunaan antibiotik sebagai tambahan (additive) pada pakan ternak.

5. Meningkatkan Level Resistensi pada Inang

5.1. Seleksi untuk resistensi pada inang

Penciri DNA dapat digunakan untuk mengeksploitasi variasi genetic yang ada

untuk resistensi pada inang.

5.2. Penciri DNA untuk resistensi pada inang

Tantangan besar saat ini adalah mencari penciri DNA untuk resistensi, yaitu

polimorfisme DNA yang mudah dideteksi yang terpaut erat ke, atau bagian dari, gen

yang berkontribusi pada variasi genetik untuk resistensi. Jika penciri tersebut bisa

diidentifikasi, seleksi bisa dilakukan berdasar tes sampel darah (yakni dengan

melakukan genotyping ternak pada lokus penciri), tanpa perlu mengekspos ternak ke

pathogen atau parasit.

5.3. Transgenesis

Dengan mengembangkan hewan yang mengekspresikan bagian dari selubung

protein pathogen atau enzim yang secara khusus diarahkan melawan parasit. Tidak

diragukan lagi, pendekatan transgenik lain untuk resistensi akan dikembangkan.

5.4. Implikasi praktis dari interaksi inang-pathogen

Jika anda mengubah satu sisi (yakni tingkat resistensi pada inang), sisi lain

(pathogen atau parasit) secara otomatis dihadapkan pada seleksi alam untuk mengatasi

perubahan apapun yang terjadi. Idealnya, perubahan pada inang seharusnya cukup

memberikan hambatan pada pathogen atau parasit. Tantangannya adalah menentukan

perubahan yang mana pada inang yang sebaiknya diambil untuk menciptakan hambatan

tersebut. Arah mana yang diambil, kita sebaiknya jangan merasa puas dengan kekuatan

seleksi alam merespon tantangan yang akan diberikan oleh perkembangan dari resistensi

yang meningkat pada inang.