tugas geografi sabti
DESCRIPTION
yfyfhj,TRANSCRIPT
NAMA : SABTI ASTUTI
KELAS : XII IIS2
TUGAS : GEOGRAFI
SMA NEGERI 8 PONTIANAK
2015
TATA GUNA DAN PENGGUNAAN LAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang berkesinambungan sejak
dari tahap survey sampai dengan tahap pengamatan, karena memerlukan peninjauan
ulang atau pengkajian agar mencapai hasil yang diharapkan untuk masa yang akan
datang. Hal ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memajukan tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan program pembangunan nasional itu
sendiri dilakukan dalam tahap lima tahun (repelita), yang oleh pemerintah dijadikan
sebagai bahan acuan perencanaan dari berbagai sektor unggulan dalam kehidupan
masyarakat yang intinya meliputi sektor ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan tingkat
perkembangan dan pertumbuhan tergantung pada potensi yang ada baik itu potensi
penduduk, alam, sosial dan ekonomi yang didukung oleh aspirasi dan partisipasi
masyarakat.
Dengan adanya keterkaitan antara potensi dan keadaan alam yang dimiliki suatu
daerah tersebut maka akan tumbuh interaksi yang saling mendukung antara komponen
itu sendiri dan untuk mencapai perubahan dan hasil yang maksimal, di setiap daerah
harus memanfaatkan potensi sumber daya alamnya ,maupun potensi sumber daya
manusia yang ada.
Perbedaan tingkat pertumbuhan dan perkembangansuatu daeah akan selalu
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mengolah sumber daya alam tersebut,apabila
didaerah tersebut memiliki kondisi alam dengan potensi yang tinggi dan pengolahan
yang baik maka otomatis daerah tersebut akan mampu menciptakan interaksi yang
bersifat mutualisme sahingga akan cenderung memiliki angka pertumbuhan yang tinggi
pula, dan apabila daerah tersebut memiliki suatu potensi yang khusus yang tidak
dimiliki oleh daerah yang lain maka daerah tersebut akan semakin tinggi dalam hal
tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Oleh karena itu sangat diperlukan identifikasi suatu wilayah untuk mengetahui
tingkat perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah dimasa yang akan datang, yang
pada akhirnya pembangunan yng ditujukan untuk memenuhi segala macam bentuk
kebutuhan baik itu sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang dapat dipenuhi
sehingga pembanguna mempunyai arah yang sangat besar bagi peningkatan kehidupan
masyarakat disuatu daerah.
Dari beberapa uraian diatas dapat diketahui betapa pentingnya pelaksanaan
perencanaan pengembangan pembangunan baik dimasa sekarang dan masa yang akan
datang, sehingga dari sini kami mencoba menguraikan tentang “Dampak Pengembangan
Di Wilayah Pedesaan” secara singkat dan sistematik, dalam bentuk sebuah makalah
agar dapat menjadi gambaran, acuan dan pelajaran bagi penulis dan para pembaca
nantinya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengatasi berbagai permasalan fisik, ekonomi, dan sosial agar
pengembangan wilayah pedesaan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan
nasional.
2. Perlu adanya pengelolaan ruang atau lahan di wilayah-wilayah pedesaan
sehingga penataan pengembangan wilayah tersebut akan memenuhi kebutuhan
ruang seefisien mungkin.
3. Perlu adanya arahan dan rencana yang matang dalam pelaksanaan
pengembangan agar terlaksana dengan baik dan memenuhi segala kebutuhan
masyarakat.
1.3. Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari makalah Dampak Pengembangan Di Wilayah Pedesaan memperluas
pengetahuan penulis dalam suatu pengembangan pedesaan serta dampak positif dan
negatif sehingga penulis dapat mengambil intisari serta menjadi pedoman untuk
kedepannya.
1.3.2 Sasaran
Sasaran yang ingin dacapai dari makalah Dampak Pengembangan Di Wilayah
Pedesaan ini yaitu:
1. Mempelajari kondisi wilayah pedesaan dalam hal rencana penataan ruang
terencana dan sistematis.
2. Menganalisa seberapa jauh dampak pengembangan pedesaan terhadap
masyarakat.
1.4. Sistematika Pembahasan
Sistematika laporan studio proses perencanaan ini adalah sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Menelaah latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan sasara studi dan
sistematika pembahasan.
BAB II. PEMBAHASAN
Menganalisa tata guna, manajemen,
pengembangan dan dampak-dampak
pengembangan lahan di wilayah
pedesaan
BAB
III.PENUTUP
Berisi kesimpulan dari semua
pembahasan yang terangkat dan
saran dari penulis terkait masalah-
masalah yang terdapat dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. TATA GUNA LAHAN DI WILAYAH PEDESAAN
Tata Aturan Penggunaan Lahan
Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang cukup luas. Pengembangan
sistem informasi dan pemantauan sumberdaya sangat diperlukan dalam pembangunan.
Pengelolaan sumberdaya harus dilakukan secara efektif dan efisien. Berkaitan dengan
pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pemerintah telah menentukan
arah kebijakannya (UU RI No. 25 Tahun 2000 tentang program pembangunan nasional
tahun 2000-2004), sebagai berikut:
a. Mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
b. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan
teknologi dengan membangun keunggulan komparatif sebagai Negara maritime dan
agraris sesuai kompetisi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian
dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil
dan kerajinan rakyat.
Arah kebijakan program pembangunan tersebut dijalankan melalui salah
satu program nasional berupa pengembangan dan peningkatan akses informasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Adapun pelaksanaannya di lapangan
ditetapkan melalui indicator kinerja sebagai berikut:
Terinventarisasi dan terevaluasinya potensi sumberdaya dan lingkungan hidup.
Terkajinya neraca sumberdaya alam.
Terdatanya kawasan ekosistem rentan.
Terkajinya iptek bidang sisem informasi sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
Meningkatnya akses informasi kepada masyarakat.
Tersedianya infrastruktur data spasial sumberdaya alam dan lingkungan hidup
matra darat, laut, maupun udara (UU RI No. 25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional tahun 2000-2004).
Indikator kerja tersebut pada dasarnya ditujukan pada masalah pamantauan dan
evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem pemantauan dan evaluasi yang
sederhana, efektif dan efisien sangat dibutuhkan pada wilayah yang luas dan memiliki
kondisi fisik dan sosial yang majemuk.
Untuk melaksanakan peran pemerintah tersebut secara efektif dan efisien
diperlukan adanya instrument manajemen publik yang meliputi siklus:
1. Perumusan atau pembuatan kebijakan
2. Perencanaan program
3. Pembiayaan dan anggaran
4. Pelaksanaan
5. Pengawasan dan pengendalian/monitoring (Depdagri, 2002)
Salah satu unsur sumberdaya dan lingkungan yang penting untuk diperhatikan
adalah lahan dengan berbagai penggunaannya. Lahan adalah ruang dengan berbagai
unsurnya seperti iklim, topografi, tanah, vegetasi, air, dan lain-lain. Lahan dengan
berbagai unsur tersebut dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lahan dengan berbagai sumberdaya yang ada dieksploitasi dan dikelola untuk tujuan-
tujuan tertentu (Sitorus, 1985).
Perkembangan kebudayaan manusia mengakibatkan perubahan dalam
kebutuhannya. Pola pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan
dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang dimilikinya.
Manusia menggunakan teknologi dan pengetahuannya untuk mengubah lingkungan
guna memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Ketergantungan manusia terhadap kondisi
fisik alam semakin berkurang dengan adanya perkembangan pengetahuan dan
teknologi tersebut. Dengan perkembangan tersebut berarti pola pemanfaatan lahan
akan cenderung terus berubah.
Pengelolaan lahan perlu dilakukan secara berhati-hati. Kesalahan dalam
pengelolaan lahan akan mengakibatkan dampak yang merugikan pada waktu dekat atau
masa yang akan datang. Kesalahan pengelolaan dapat diakibatkan oleh kurangnya
informasi mengenai berbagai perkembangan yang terjadi atas suatu perubahan.
Kurangnya informasi dapat mengakibatkan munculnya kesalahan penafsiran yang
mengakibatkan kesalahan dalam melakukan analisis serta pengambilan keputusan.
Perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi terus menerus perlu dikelola sebaik-
baiknya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai dampak yang mungkin
muncul dalam pemanfaatan lahan tersebut di masa yang akan datang. Pemantauan dan
analisis penggunaan lahan merupakan bagian dari pengelolaan lahan itu sendiri.
Dengan adanya perubahan yang terus menerus tersebut berarti pemantauan dan
analisis penggunaan lahan juga harus dilakukan secara kontinyu dan
berkesinambungan. Hal ini berarti membutuhkan sebuah sistem yang dapat melakukan
tugas ini secara terus menerus. Dengan demikian peril dikembangkan sebuah sistem
pemantauan dan analisis penggunaan lahan yang hemat, sederhana dan efisien.
Proses analisis spasial yang ditujukan untuk analisis penggunaan lahan pada saat
ini banyak dilakukan dengan menggunakan program pengolah data spasial. Salah satu
program pengolah data spasial tersebut adalah arc view GIS dan arc info. Proses
perolehan informAsi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan
dua atau lebih peta pengunaan lahan dengan tahun yang berbeda. Hasil perbandingan
tersebut memberikan informasi ada atau tidaknya perubahan penggunaan lahan.
Penggunaan Lahan dalam Satuan Persil
Penggunaan lahan terjadi pada berbagai skala pemetaan. Pemanfaatan lahan
dengan melihat hak perorangan dilakukan pada lahan dalam satuan persil. Menurut
RUU tentang pokok-pokok bina kota (1) tahun 1970, persil merupakan sebidang tanah
yang dibebani sesuatu hak perorangan atau badan hukum (Soedjono, 1978). Dalam hal
ini lahan dipandang berdasar pada hak pemilikan seseorang atas lahan. Atribut pokok
yang melekat pada lahan tersebut adalah siapa yang berhak atas lahan tersebut.
Pada lahan-lahan dalam satuan persil, pengunaan lahan oleh masyarakat terkait
dengn adanya hak atas lahan tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria
disebutkan beberapa jenis hak yang berlaku atas suatu lahan. Hak-hak atas lahan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. hak milik
2. hak guna usaha
3. hak guna bangunan
4. hak pakai
5. hak sewa
6. hak membuka tanah
7. hak memungut hasil hutan. (pasal 16 UUPA tahun 1960 dalam Boedi Harsono, 1981)
Masing-masing bidang lahan memiliki status hak yang dipegang oleh individu,
keluarga, atau sekelompok masyarakat. Suatu lahan tidak memiliki status hak ganda.
Masing-masing lahan hanya memiliki satu jenis status.
Selanjutnya untuk mengatur hak-hak tersebut di atas perlu ditentukan mengenai
batas-batas luas penguasaan lahan pada suatu wilayah tertentu. Batas-batas tersebut
berupa batas maksimal atau batas minimal penguasaan lahan. Batas-batas maksimal
atau minimal tersebut merupakan batas-batas luas lahan yang boleh dikuasai oleh
individu atau kelompok masyarakat di wilayah tersebut (pasal 17 UUPA tahun 1960
dalam boedi harsono, 1981). Batas maksimal merupakan batas terluas dari suatu lahan
yang boleh dikuasai oleh satu individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Jika satu
individu, keluarga atau masyarakat memimliki dengan luas lebih dari batas maksimal
yang ditentukan maka lahan tersebut harus dipecah dan dikuasakan kepada individu,
keluarga atau kelompok masyarakat lain. Batas minimal adalah batas terkecil dari luas
lahan yang boleh dikuasai oleh individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Dalam hal
ini, lahan hanya boleh dikuasai dengan luas lebih dari batas minimal tersebut. Jika
terdapat individu, keluarga, atau kelompok masyarakat yang memiliki hak penguasaan
lahan dengan luas kurang dari batas minimal, maka status penguasaan tersebut
haruslah dilakukan penggabungan dengan lahan lain. Penggabungan lahan ini dilakukan
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Batas-batas maksimal atau minimal penguasaan lahan tidak sama pada satu
wilayah dengan wilayah lainnya. Penentuan batas-batas maksimal dan minimal ini
tergantung pada tingkat kepadatan penduduk, lokasi daerah, dan kepentingan daerah
yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Pada umumnya suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai
alternative kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila
suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu pada swaktu yang sama
tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu dapat terjadi persaingan, bahkan
konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan yang dapat
menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian
dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa
pertambangan (daud, 2001).
Dinamika pengunaan lahan sesuai dengan nilai kegiatan ekonomi pada suatu
saat, seperti dari hutan ke perladangan, dari perladangan ke perkebunan, dari
perkebunan ke persawahan, dari persawahan ke perumahan dan seterusnya
(brahmana, 2002). Lahan memiliki nilai ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan
pada lokasi lahan tersebut. Pada daerah perkotaan nilai ekonomis lahan dikaitkan
dengan kemudahan aksesibilitas mencapai lahan tersebut. Dengan demikian lahan-
lahan yang berada pada tepi jalan akan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi
dibandingkan lahan-lahan yang berada jauh dari jalan. Faktor lain adalah jauh dekatnya
lahan dengan pusat-pusat kegiatan seperti pusat pemerintahan, pasar, sekolah, dan
sarana kesehatan. Pada daerah pedesaan, factor utama penentu nilai ekonomis lahan
adalah tingkat kesuburan tanah pada lahan tersebut. Dengan demikian nilai lahan dapat
bernilai rendah bila kesuburannya rendah, tetapi dapat pula menjadi tinggi apabila
letaknya strategis untuk maksud-maksud ekonomi non pertanian (hadi sabari yunus,
2001).
Pemilihan penggunaan lahan oleh pemilik lahan sering dipengaruhi oleh nilai
ekonomis lahan tersebut. Lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung akan
digunakan untuk berbagai penggunaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomis
seperti perdagangan dan jasa. Sedangkan lahan yang memiliki nilai ekonomis rendah
cenderung akan digunakan sebagai lahan permukiman.
Proses perubahan pengunaan lahan atau dalam skala persil disebut dengan
konversi lahan mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk formal dan bentuk informal.
Bentuk formal adalah konversi lahan pedesaan yang dilakukan secara teratur dan
formal oleh pemerintah. Bentuk konversi informal adalah bentuk perubahan
penggunaan lahan oleh individu atau orang-orang pemilik lahan tersebut dengan
sendiri-sendiri tanpa pengawasan oleh pemerintah. Bentuk konversi lahan secara
formal merupakan bentuk yang secara ideal dapat mengarahkan penataan
pembangunan fisik yang terencana dan terkendali. Konversi lahan secara informal
dapat memunculkan perkembangan fisik kota yang tidak teratur dan mahalnya biaya
pembangunan infrastruktur kota . Konversi lahan secara informal banyak terjadi dalam
masyarakat pada Negara sedang berkembang seperti Indonesia (Achmad, 1999).
Konversi lahan secara faktual memunculkan bentuk perubahan sebagai berikut:
Perubahan pemilik lahan dengan tanpa diikuti perubahan pengunaan lahannya.
Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahannya.
Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahan pada sebagian
lahan tersebut.
Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan pada
lahan tersebut.
Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan pada
sebagian lahan tersebut.
Dari perubahan proses tersebut, dapat ditarik dasar perubahan adalah pada
atribut pemililkan dan penggunaan atas lahan tersebut.
Desa merupakan suatu lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat
heterogen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah tergantung
pada topografi yang ada. Pola tata ruang merupakan pemanfaatan ruang atau lahan di
desa untuk keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan berguna bagi
kelangsungan hidup penduduknya.
Pemanfaatan lahan di desa dibedakan atas dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi sosial adalah untuk perkampungan desa.
2. Fungsi ekonomi adalah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi seperti , sawah,
perkebunan, pertanian dan peternakan
Dalam penataan ruang desa maupun kota diperlukan empat komponen, yaitu :
1. Sumberdaya alam,
2. Sumberdaya manusia,
3. IPTEK dan
4. Spatial (keruangan)
Pola tata ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi
pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar, setiap
rumah mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan.
Pada desa yang sudah berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu
adanya perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional,
tempat ibadah rapi, sarana dan prasarana pendidikan serta balai kesehatan. Semakin
maju daerah pedesaan, bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata dengan baik.
Pola persebaran dan pemukiman desa menurut R Bintarto (1977) sebagai
berikut:
1. Pola Radial
2. Pola Tersebar
3. Pola memanjang sepanjang pantai
4. Pola memanjang sepanjang sungai
5. Pola memanjang sepanjang jalan
6. Pola memanjang sejajar dengan jalan kereta api
Bentuk dan pola tata ruang kota, dalam penataannya tidak terlepas
memperhatikan corak kehidupan penduduk, karena penduduk kota sudah memiliki
corak ragam kehidupan yang heterogen, sehingga pola pola tataguna lahan untuk ruang
di kota sudah dirancang dengan baik terutama memperhatikan pengadaan sarana
perkotaan dengan baik dan terpadu yang meliputi :
1. Penyediaan air bersih
2. Drainase yang baik
3. Pengelolaan sampah
4. Sanitasi lingkungan
5. Perbaikan kampung
6. Pemeliharaan jalan kota
7. Perbaikan prasarana fungsi pasar.
2.2. MANAJEMEN LAHAN DI WILAYAH PEDESAAN
Pada dasarnya daerah pedesaan (rural) manajemen tata guna lahan lebih banyak
mengarah ke sektor pertanian. Dengan terpetakannya curah hujan, iklim, kondisi tanah,
ketinggian, dan keadaan alam, akan membantu penentuan lokasi tanaman, pupuk yang
dipakai, dan bagaimana proses pengolahan lahannya. Pembangunan saluran irigasi agar
dapat merata dan minimal biayanya dapat dibantu dengan peta sawah ladang, peta
pemukiman penduduk, ketinggian masing-masing tempat dan peta kondisi tanah. Hal
tersebut dimaksudkan agar fungsi desa adalah sebagai penopang sumber pangan untuk
daerah-daerah perkotaan disekitarnya.
Tetapi adakalanya fungsi pedesaan tidak kalah sibuknya dengan perkotaan,
contohnya desa yang berfungsi sebagai penopang pemukiman warga kota, desa sebagai
lahan industrial pinggiran kota dan desa wisata.
2.3. PENGEMBANGAN LAHAN DI WILAYAH PEDESAAN
2.3.1. Pengembangan Sektor Pertanian
Pengembangan sumber daya lahan di pedesaan merupakan konsekuensi dari
usaha untuk mempertahankan kemampuan lahan dalam mendukung produktifitas
tanaman. Kondisi tersebut erat kaitannya dengan dua hal penting, yaitu; produktifitas
lahan dan produktifitas petani. Potensi produktivitas apabila dikelola dengan pola yang
tepat, dan sebaliknya usaha kelola pertanian/usahatani akan memperoleh optimalisasi
hasil, apabila didukung oleh kondisi lahan yang potensial.
Faktor eksternal lingkungan yang merupakan gejala alam yang sulit diatasi,
sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan proses produksi pertanian. Gejala umum
yang sering terjadi dan menjadi kendala dalam produksi pertanian adalah terjadinya
kemarau panjang atau kekeringan. Daerah yang relatif sering mengalami kekeringan
adalah wilayah timur Indonesia (terutama NTT dan NTB). Selain itu, penggunaan lahan
secara terus menerus, tanpa memperhatikan kebutuhan dan kemampuan lahan
tersebut akan mengakibatkan semakin marjinalnya tanah tersebut.
Kemampuan petani dalam mengelola usahataninya, pada saat ini cenderung
semakin menurun, akibat dari dampak krisis ekonomi yang hingga kini masih
dirasakan, sehingga pembiayaan bagi penyediaan sarana produksi dan proses produksi
semakin menurun, dan selanjutnya menjadikan produktifitas padi semakin menurun
akibatnya akan mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan petani. Petani dan
masyarakat pedesaan yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia adalah
golongan yang paling berkompeten untuk segera mendapatkan perhatian dan
dukungan dari seluruh pihak, terutama melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi
produktifitas pertanian, agar memperoleh peningkatan pendapatan dan
kesejahteraannya. Secara umum permasalahan dalam pengembangan sumber daya
lahan di kawasan perdesaan adalah:
1. Rendahnya produktifitas lahan di daerah lahan kering yang rawan terhadap
kekeringan di kawasan perdesaan.
2. Tingginya pengaruh negatif penurunan produktifitas lahan di kawasan perdesaan.
3. Semakin rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan terutama
di daerah lahan kering.
Beberapa contoh pengembangan pedesaan melalui sektor pertanian.
1. Sistem irigasi modern.
2. Kredit penyediaan alat-alat berat pendukung pertanian.
3. Distribusi bahan-bahan pertanian menjangkau setiap desa.
2.3.2. Pengembangan Sektor Industri
Jenis desa industry sudah banyak ditemui di Indonesia contohnya saja desa-desa
didaerah Kabupaten Karawang. Sebagian besar desa-desa tersebut sudah beralih fungsi
sebagai fasilitator bagi pabrik-pabrik bonafit dari dalam negeri maupun cabang pabrik
dari luar negeri salah satunya ASTRA yaitu pabrik yang memproduksi suku cadang
motor terbesar di Indonesia.
2.3.3. Pengembangan Sektor Pemukiman
Lahan perkotaan yang semakin sempit karena pembangunan berbagai fasilitas
maupun perkantoran serta penumpukan penduduk di satu titik wilayah perkotaan
menyebabkan desa yang berada bersebelahan dengan kota tersebut dirasa menjadi
lahan yang strategis untuk dijadikan pemukiman.
Bisa kita ambil contoh dari Desa Meninting Kabupaten Lombok Barat, pada saat
ini sudah banyak berdiri perumahan-perumahan yang dibangun oleh para
pengembangan. Banyak lahan yang tadinya merupakan lahan pertanian bagi
masyarakat sekitar kini merupakan kawasan pemukiman. Perumahan-perumahan
tersebut dimasudkan untuk menopang kepadatan penduduk yang berada di sekitar
Kota Mataram.
2.3.4. Pengembangan Sektor Wisata
Untuk meningkatkan pendapatan daerah banyak ditemukan desa-desa yang
dikembangkan sebagai lokasi wisata oleh pemerintah pemda yang dibiayai pemerintah
daerah sendiri maupun dari pihak swasta. Tentunya pengembangan sektor wisata ini
memerlukan beberapa kriteria cocok atau tidaknya suatu desa untuk dijadikan lokasi
wisata. Selain keeksotisan sebuah desa yang dinilai perlu juag dipertimbangkan iklim,
cuaca, keamanan maupun akses masuk ke desa tersebut.
2.4. DAMPAK PENGEMBANGAN LAHAN DI WILAYAH PEDESAAN
Pembangunan pedesaan tentunya menimbulkan dampak-dampak bagi manusia
dan lingkungan, sehingga kita dapat memilah apa yang dirasa dapat meningkat taraf
hidup manusia yang seimbang dengan kelestarian alam disekitar kita.
2.4.1 Dampak Positif
Pengembangan Sektor Pertanian :
Meningkatnya produktifitas pertanian.
Meningkatnya pendapatan perkapita.
Dengan menggunakan alat berat pertanian sebagian besar bekerjaan menjadi
ekonomis dan efisien.
Pengembangan Sektor Industri :
Membuka lapangan pekerjaan baru.
Meningkatnya pendapatan perkapita.
Meningkatnya pendapatan daerah (sektor pajak).
Pengembangan Sektor Pemukiman :
Tersedianya lahan pemukiman bagi masyarakat.
Penumpukan kepadatan yang terjadi disatu titik dapat ditanggulangi.
Pengembangan Sektor Wisata :
Membuka lapangan pekerjaan baru.
Meningkatnya pendapatan perkapita.
Meningkatnya pendapatan daerah (sektor pariwisata).
2.4.2 Dampak Negatif
Pengembangan Sektor Pertanian :
Meningkatnya pengangguran karena dengan menggunakan alat berat suatu
pekerjaan yang awalnya harus dilakukan oleh orang banyak kini hanya memerlukan
1 atau 2 orang saja.
Meningkatnya kriminalitas.
Pengembangan Sektor Industri :
Berkurangnya lahan pertanian yang berfungsi sebagai sumber pangan bagi daerah
maupun sekitarnya.
Pencemaran lingkungan.
Pencemaran udara.
Pengembangan Sektor Pemukiman :
Berkurangnya lahan pertanian yang berfungsi sebagai sumber pangan bagi daerah
maupun sekitarnya.
Meningkatnya pengangguran.
Meningkatnya kriminalitas.
Pengembangan Sektor Wisata :
Berkurangnya lahan pertanian yang berfungsi sebagai sumber pangan bagi daerah
maupun sekitarnya.
Meningkatnya kriminalitas.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Suatu pembangunan daerah tentunya menimbulkan pro dan kontra serta
dampak positif dan negatif.
3.2. SARAN
Perlu adanya perhitungan yang tepat guna meminimalisir segi-segi negatif dari
pembangunan kedepannya, pemahaman aspek-aspek kehidupan dan kebudayaan agar
pembangunan benar-benar berfungsi sebagai penunjang kehidupan manusia,
pemenuhan sumber daya manusia yang mampu dan professional serta memiliki
ediologi dan beretikat profesi yang mulia.
Semua itu diharapkan mampu menciptakan pembangunan daerah yang selaras,
serasi dan seimbang bagi kehidupan manusia, alam dan lingkungan.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRANSPORTASI
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRANSPORTASI
Oleh : Syani Rachman | DKV - 4 | 51912113
1. PENDAHULUAN
Teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk
hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban
sebenarnya telah ada Teknologi, meskipun istilah “teknologi belum digunakan.
Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke
tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan
angkutan dimulai, ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan diakhiri. Peranan
transportasi sangat penting untuk saling menghubungkan daerah sumber bahan baku, daerah
produksi, daerah pemasaran dan daerah pemukiman sebagai tempat tinggal konsumen.
Beberapa pendapat tentang transportasi :
1. Steenbrink (1974), transportasi adalah perpindahan orang atau barang dengan
menggunakan alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah secara
geografis.
2. Menurut Morlok (1978),transportasi didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan atau
mengangkut sesuatudari suatu tempat ketempat lain.
3. Bowersox (1981),transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu
tempat ketempat lain, dimana produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Dan
secaraumum transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan sesuatu (barang dan/
ataubarang) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana.
2. PEMBAHASAN
Teknologi transportasi adalah teknologi yang mampu mendukung pemindahan manusia
atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan
yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan
manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Istilah “teknologi” berasal dari “techne “
atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan
pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga
seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh,
panca indera dan otak manusia.
Menurut Jaques Ellul (1967: 1967 xxv) memberi arti teknologi sebagai” keseluruhan
metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang
kegiatan manusia.
Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan, berevolusi
dengan terjadi perubahan sedikit-demi sedikit, yang sebenarnya diawali dengan perjalan
jarak jauh berjalan kaki pada jaman paleolithic. Sejarah manusia menunjukkan bahwa selain
berjalan kaki juga dibantu dengan pemanfaatan hewan yang menyeret suatu muatan yang
tidak bisa diangkat oleh manusia dan penggunaan rakit di sungai. Beberapa rekaman
mengenai transportasi terekam dalam relief yang dipahat dibatu pada daerah Mesir Kuno
dan daerah sekitarnya seperti ditunjukkan dalam gambar.
1. Perkembangan transportasi sebelum jaman industrialisasi
Transportasi diawali dengan penemuan roda pada sekitar 3500 tahun sebelum masehi
yang digunakan untuk mempermudah memindahkan suatu barang. Pada tabel berikut
ditunjukkan perkembangan didalam transportasi dari jaman ke jaman. Tetapi sebelumnya
tentu ada pergerakan manusia ke Benua Australia yang diperkirakan terjadi 40.000 sampai
45.000 tahun yang lalu menggunakan suatu bentuk transportasi maritim.
Tahun Temuan
3500
SM
Penemuan roda, sebagai cikal bakal transportasi modern
3500
SM
Kapal pertama sekali dikembangkan
2000
SM
Kuda digunakan oleh manusia untuk transportasi
770 Sepatu kuda digunakan untuk pertama sekali
1492 Leonardo Davinsi membuat lebih dari 100 gambar rancangan pesawat terbang
1620 Cornelis Drebbel membuat kapal selam pertama
1662 Blaise Pascal menciptakan bus angkutan umum pertama yang ditarik kuda
melayanai trayek tetap, berjadwal dan penerapan sistem tarif
1769 Mobil pertama yang digerakkan dengan mesin uap
1783 Kapal uap praktis pertama dikembangkan oleh Marquis Claude Francois de
Jouffroy d'Abbans - yang menggunakan roda kayuh
1790 Sepeda pertama sekali ditemukan dan digunakan
Dari gambaran diatas jelas terlihat dalam kehidupan manusia kuda merupakan salah satu
moda transportasi yang paling penting, dan penggunaannya masih tetap saja masih kita
lihat dalam kehidupan modern kita. Kuda banyak tercatat dalam sejarah dalam bentuk
tunggangan ataupun kereta kuda yang banyak ditemukan dalam relief-relif yang merupakan
fakta sejarah.
2. Perkembangan Transportasi setelah jaman industrialisasi
Perkembangan transportasi setelah jaman industrialisasi berjalan dengan sangat cepat,
inovasi berkembang sangat cepat demikian juga penggunaan transportasi berjalan dengan
sangat cepat, dimulai dengan penerapan mesin uap untuk angkutan kereta api dan kapal
laut, kemudian disusul dengan ditemukannya mesin dengan pembakaran dalam. Penemuan
selanjutnya yang sangat mempengaruhi sistem transportasi adalah dengan
dikembangkannya mesin turbin gas, yang kemudian menjadi turbo jet yang digunakan pada
pesawat terbang. Di transportasi laut penemuan yang spectakuler adalah dengan
pengembangan bahan bakar nulir, banyak digunakan untuk kapal selam. Pada Tabel berikut
ditunjukkan perkembangan sistem transportasi.
Tahu
n
Temuan
1801 Lokomotif uap pertama yang ditemukan oleh Richard Trevithick yang kemudian
disempurnakan oleh George Stephensen
1858 Jean Lenoir mengembangkan mobil pertama yang digerakkan dengan mesin dengan
pembakaran dalam
1867 Sepedamotor pertama yang digerakkan dengan bahan bakar
1879 Werner von Siemens merancang dan mengembangkan kereta api listrik yang pertama
1885 Bens membuat kendaraan produksi pertama
1899 Ferdinan von Zeppelin menerbangkan pesawat balon udara pertama
1903 Orville and Wilbur Wright. pada tanggal 17 Desember 1903, Wright bersaudara
membuat penerbangan pertama
1908 Henry Ford menerapkan sistem produksi ban berjalan untuk pembuatan mobil secara
massal
1926 Roket berbahan bakar cair pertama diluncurkan
1932 Pemerintah Jerman membangun Autobahn/Jalan Bebas Hambatan pertama
1939 Pesawat terbang jet pertama Jerman diterbangkan atas dasar desain turbin yang
dibuat Hans von Ohain ditahun 1936
1942 Helicopter yang didisain dan di produksi oleh Igor Sikorsky
1947 Pesawat supersonik pertama dterbangkan
1953 Kapal yang digerakkan dengan nuklir pertama diluncurkan
Permasalahan yang kemudian timbul dengan perkembangan transportasi diera
industrialisasi adalah jumlah penggunaan energy yang luar biasa dimana hampir seluruh
moda angkutan menggunakan energi fosil. Pembakaran energi fosil pada transportasi
modern pada gilirannya akan mengeluarkan emisi gas buang dimana sebagian besar dari
emisi gas buang tersebut berupa gas rumah kaca yang pada gilirannya mengakibatkan
pemanasan global. Oleh karena itu belakangan ini diupayakan untuk mencari enerji
alternatif yang tidak mencemari lingkungan, mengalihkan transportasi kepada transportasi
yang ramah lingkungan.
Transportasi udara baru berkembang pada zaman industrialisasi dimana tercatat dalam
sejarah Orville and Wilbur Wright pada tanggal 17 Desember 1903, berhasil membuat
penerbangan pertama, perkembangan transportasi udara kemudian berkembang pesat, dan
sekarang ini digunakan untuk transportasi jarak menengah dan panjang. Keunggulah utama
transportasi udara adalah kecepatan tinggi, sehingga waktu bertransportasi menjadi lebih
pendek, namun biaya dan penggunaan bahan bakarnya tinggi sehingga hanya feasible untuk
penumpang dan barang dengan nilai tinggi ataupun dibutuhkan dalam waktu yang cepat.
Beberapa teknologi transportasi yang sudah berkembang di Indonesia dan diantaranya
transportasi darat di Pulau Jawa, yang menjadi pusat perkembangan peradaban Nusantara
sejak abad ke-4, jalur perhubungan yang berkembang adalah jalur darat, transportasi air di
Indonesia sebagai negara bahari perahu dan kapal merupakan alat transportasi dan
komunikasi penting sejak awal peradaban Nusantara, transportasi udara di Indonesia
terkait dengan sejarah kemerdekaan.
A. Kendaraan bermotor di Indonesia
Mobil
Kendaraan bermotor pertama hadir di Indonesia (Hindia Belanda) tahun 1893. Orang
pertama yang memiliki kendaraan bermotor di Indonesia adalah orang Inggris, John C
Potter, yang bekerja sebagai Masinis Pertama di Pabrik Gula Oemboel, Probolinggo, Jawa
Timur. Potter memesan langsung sepeda motornya ke pabriknya, Hildebrand und
Wolfmuller, di Muenchen, Jerman. Potter pun satu-satunya orang yang menggunakan
kendaraan bermotor di Indonesia pada saat itu.
Industri otomotif Indonesia dimulai tahun 1920 ketika General Motors (GM) mendirikan
pabrik perakitan Chevrolet di Tanjoeng Priok (halaman 89), lalu pada tahun 1955,
Pemerintah Indonesia mendatangkan mobil dari luar negeri untuk mendukung pelaksanaan
Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, 18-24 April. Mobil-mobil
itu adalah Plymouth Belvedere, Opel Kapitan, dan Opel Kadett.
Toyota Kijang bak terbuka dipamerkan di paviliun Toyota di arena Jakarta Fair pada
tahun 1975, dan Toyota Kijang generasi pertama diluncurkan tahun 1977, bertahan hingga
empat tahun. Pada tahun 1981, lahir pula Toyota Kijang generasi kedua, dan pada tahun
1986 lahir Toyota Kijang generasi ketiga, sedangkan Toyota Kijang generasi keempat
muncul tahun 1996.
Sepeda motor
Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama milik Sunan
Solo (merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia. Hal itu menjadikan J.C. Potter sebagai
orang pertama di Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu, ada hal
yang menarik apabila kita mengamati tahun kedatangan sepeda motor tersebut. Sedang
sepeda motor pertama di dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885 oleh Gottlieb
Daimler dan Wilhelm Maybach tetapi belum dijual untuk umum. Tahun 1893, sepeda motor
pertama yang dijual untuk umum dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und
Wolfmüller di Muenchen, Jerman.
Sepeda motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik wagon
yaitu sepeda motor Minerva buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga dipesan dan
digunakan pada merk motor lain sebelum bisa membuat mesin sendiri, diantaranya adalah
Ariel Motorcycles di Inggris.
PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan pelopor industri sepeda motor di Indonesia.
Didirikan pada 11 Juni 1971 dengan nama awal PT Federal Motor, yang sahamnya secara
mayoritas dimiliki oleh PT Astra International. Saat itu, PT Federal Motor hanya merakit,
sedangkan komponennya diimpor dari Jepang dalam bentuk CKD (completely knock down).
Pabrik sepeda motor Yamaha mulai beroperasi di Indonesia sekitar tahun 1969, sebagai
suatu usaha perakitan saja, semua komponen didatangkan dari Jepang, baru pada tanggal 6
Juli tahun 1974 berdiri secara resmi PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing.
B. Pelayaran di Indonesia
Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu,
diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Menurut naskah Lontarak I
Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera
Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri
Tiongkok yang bernama We Cudai. Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan
memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok,
Sawerigading kembali kekampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu.
Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga
yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut
kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan
Pinisi.
Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah
colonial Belanda yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninkelijitke Paketvaart Maattscappi)
dan merupakn satu-satunya perusahaan yang oleh pemerintah Belanda diberikan hak
mnopoli di Bidang pelayaran di Indonesia disamping kewenangan administrasi
pemerintahsampai batas tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.
Sejarah berdirinya PT PELNI bermula dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama
(SKB) antara Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum tanggal 5 September
1950 yang isinya mendirikan Yayasan Penguasaan Pusat Kapal-kapal (PEPUSKA).
Latar belakang pendirian Yayasan PEPUSKA diawali dari penolakan pemerintah Belanda
atas permintaan Indonesia untuk mengubah status maskapai pelayaran Belanda yang
beroperasi di Indonesia, N.V. K.P.M (Koninklijke Paketvaart Matschappij) menjadi Perseroan
Terbatas (PT). Pemerintah Indonesia juga menginginkan agar kapal-kapal KPM dalam
menjalankan operasi pelayarannya di perairan Indonesia menggunakan bendera Merah
Putih. Pemerintah Belanda dengan tegas menolak semua permintaan yang diajukan oleh
pemerintah Indonesia.
Dengan modal awal 8 (delapan) unit kapal dengan total tonage 4.800 DWT (death
weight ton), PEPUSKA berlayar berdampingan dengan armada KPM yang telah
berpengalaman lebih dari setengah abad. Persaingan benar-benar tidak seimbang ketika itu,
karena armada KPM selain telah berpengalaman, jumlah armadanya juga lebih banyak serta
memiliki kontrak-kontrak monopoli.
Akhirnya pada 28 April 1952 Yayasan Pepuska resmi dibubarkan. Pada saat yang sama
didirikanlah PT PELNI dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
M.2/1/2 tanggal 28 Februari 1952 dan No. A.2/1/2 tanggal 19 April 1952, serta Berita
Negara Republik Indonesia No. 50 tanggal 20 Juni 1952. Sebagai Presiden Direktur
Pertamanya diangkatlah R. Ma'moen Soemadipraja (1952-1955).
C. Penerbangan di Indonesia
Pesawat terbang jenis Antoinette diangkut ke Surabaya menggunakan kapal laut. 18
Maret 1911 Gijs Kuller (orang Belanda) mendemonstrasikan pesawat tersebut terbang di
Pasar Turi Surabaya, menjadi penerbangan pesawat bermotor pertama di Indonesia.
Demonstrasinya dilanjutkan ke Semarang, Yogya dan Medan. Beberapa waktu kemudian
Batavia dan Solo menyusul.
Jan Hilgers (Orang Belanda keturunan Indonesia) mendemonstrasikan pesawat Fokker
Skin terbang di Surabaya. P.A Koezminski (orang Rusia) juga mendemonstrasikan pesawat
Bleriot XIa terbang di Batavia. Keduanya melanjutkan demonstrasi di Semarang. Fokker
Skin jatuh di Semarang 2 Maret 1913, kecelakaan pesawat terbang pertama di Indonesia. Jan
Hilgers selamat. Beberapa penerbangannnya tidak mulus, tidak cocok dgn iklim tropis di
Indonesia:
Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun militer di Indonesia,
maka pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik maskapai
penerbangan Belanda mencoba melakukan penerbangan dari Bandara Schippol Amsterdam
ke Batavia (sekarang Jakarta). Penerbangan yang penuh petualangan tersebut
membutuhkan waktu selama 55 hari dengan berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di
Batavia dan berhasil mendarat di Cililitan yang sekarang dikenal dengan Bandar Udara
Halim Perdanakusuma.
Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah berdiri sebuah perusahaan patungan
KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang terbentuk atas
kejasama Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia
Belanda dan perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai kepentingan di
Indonesia. Dengan mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM membuka rute
penerbangan tetap Batavia-bandung sekali seminggu dan selanjutnya membuka rute
Batavia-Surabaya (pp) dengan transit di Semarang sekali setiap hari. Setelah perusahaan ini
mampu mengoperasikan pesawat udara yang lebih besar seperti Fokker-F 12 dan DC-3
Dakota, rute penerbangan pun bertambah yaitu Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan
bahkan sampai ke Singapura seminggu sekali.
Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda ke Jakarta, masih diperlukan lima
tahun lagi untuk dapat memulai penerbangan berjadwal. Penerbangan tersebut dilakukan
oleh perusahaan penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) menggunakan
pesawat Fokker F-78 bermesin tiga yang dipakai untuk mengangkut kantong surat.
Kemudian pada tahun 1931 jenis pesawat yang dipakai diganti dengan jenis Fokker-12 dan
Fokker-18 yang dilengkapi dengan kursi agar dapat mengangkut penumpang.
Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr. Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan
melapor kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan
diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan
meminta presiden memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan
membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu. Menanggapi hal
tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak
bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik
ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku adalah
Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas
kepulauanmu") Maka pada tanggal 28 Desember 1949, terjadi penerbangan bersejarah
pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair yang membawa Presiden
Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran,Jakarta untuk pelantikan sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama baru, Garuda Indonesian Airways,
pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan pertama ini.
D. Perkeretaapian di Indonesia
Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda
Tahun 1840 sampai dengan saat ini 2010, kita rasakan bersama belum mencapai pada tahap
yang membanggakan. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun jumlah
maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi. Hal ini
secara signifikan menyebabkan penurunan peran dari moda ini dalam konteks
penyelenggaraan transportasi nasional. Padahal dari sisi efisiensi energi dan rendahnya
polutan (karbon) yang dihasilkan, moda kereta api sangat unggul dibandingkan dengan
moda yang lain. Artinya jika diselenggarakan dengan baik dan tepat, moda ini pasti mampu
menjadi leading transportation mode khususnya sebagai pembentuk kerangka atau lintas
utama transportasi nasional.
Secara historis penyelenggaraan kereta api dimulai sejak zaman Pemerintah kolonial
Hindia Belanda (1840-1942), kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Jepang (1942-
1945) dan setelah itu diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia (1945 – sekarang). Pada
pasca Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) setelah terbentuknya Djawatan Kereta Api
Republik Indonesia (DKARI) pada tanggal 28 September 1945 masih terdapat beberapa
perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam SS/VS (Staatsspoorwagen/Vereningde
Spoorwagenbedrijf atau gabungan perusahaan kereta api pemerintah dan swasta Belanda)
yang ada di Pulau Jawa dan DSM (Deli Spoorweg Maatschappij) yang ada di Sumatera Utara,
masih menghendaki untuk beroperasi di Indonesia. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat
(2), angkutan kereta api dikategorikan sebagai cabang produksi penting bagi negara yang
menguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu pengusahaan angkutan kereta api
harus dikuasai negara. Maka pada tanggal 1 Januari 1950 dibentuklah Djawatan Kereta Api
(DKA) yang merupakan gabungan DKARI dan SS/VS.
Pada tanggal 25 Mei 1963 terjadi perubahan status DKA menjadi Perusahaan Negara
Kereta Api (PNKA) berdasarkan PP No. 22 Tahun 1963. Pada tahun 1971 berdasarkan PP
No. 61 Tahun 1971 terjadi pengalihan bentuk usaha PNKA menjadi Perusahaan Jawatan
Kereta Api (PJKA). Selanjutnya pada tahun 1990 berdasarkan PP No. 57 tahun 1990, PJKA
beralih bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan terakhir pada tahun
1998 berdasarkan PP No. 12 Tahun 1998, Perumka beralih bentuk menjadi PT.KA (Persero).
Dalam perjalanannya PT. KA (Persero) guna memberikan layanan yang lebih baik pada
angkutan kereta api komuter, telah menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di
bidang usaha non angkutan penumpang membentuk anak perusahaan PT. KAI Commuter
Jabodetabek berdasarkan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No.
S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008.
Dari sejarah transformasi kelembagaan, dapat disarikan bahwa penyelenggaraan
perkeretaapian dimulai dari swasta (pada jaman Belanda), nasionalisasi republik,
perusahaan negara (BUMN), dan sekarang dengan regulasi yang mendorong keterlibatan
swasta dalam penyelenggaraan infrastruktur (Perpres No. 67 Tahun 2005), perkeretaapian
diarahkan untuk dapat diselenggarakan oleh swasta.
3. KESIMPULAN
Dengan demikian dapat ditarik dua buah kesimpulan mengenai patokan perkembangan
transportasi pada zaman sebelum industrialisasi hingga zaman setelah industrialisasi.
Pada tahun-tahun sebelum industrialisasi, kemajuan proses transportasi dimulai pada saat
ditentukannya penemuan roda, sebagai cikal bakal transportasi modern. Perkembangan
selanjutnya adalah dipergunakannya kuda oleh manusia untuk transportasi. Dan dibuatlah
sepeda pada zaman sebelum industrialisasi maka banyaklah yang mempergunakan sepeda
sampai dimulainya zaman setelah industrialisasi.
Sedangkan untuk periode modern, meskipun ditemukannya lokomotif uap pertama
oleh Richard Trevithick yang kemudian disempurnakan oleh George Stephensen. Dan Jean
Lenoir mengembangkan mobil pertama yang digerakkan dengan mesin dengan pembakaran
dalam. Trasnportasi udara juga mulai diperkembangkan dengan pesawat terbang jet
pertama Jerman diterbangkan atas dasar desain turbin yang dibuat Hans von Ohain ditahun
1936.
PENGERTIAN MITIGASI
Mitigasi yaitu usaha untuk mengurangi dan / atau meniadakan korban dan kerugian
yang mungkin timbul, terutama kegiatan penjinakan / peredaman(mitigasi). Dan
padaprinsipnya mitigasi harus dilakukan untuk segala jenis bencana(baik bencana alam
(naturalal disaster ) maupun bencana akibat manusia). Sedangkan bencana adalah
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat baik disebabkan dari factor alam maupun non alam yang memuculkan korban
jiwa, kerusakan lingkungan, dan kerugian harta benda.
Macam-macam bencana:
1. Kebakaran 7. Dll
2. Gempa bum
3. Banjir
4. Tanah longsor
5. Gunung meletus
6. Tsunami
Tujuan mitigasi adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi resiko penduduk (korban jiwa, kerusakan SDM)
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
3. Sebagai landasan (pedoman) perencanaan pembangunan.