tugas geologi kelautan

8
TUGAS GEOLOGI KELAUTAN Perkembangan Penelitian Geologi Kelautan Nama : EDWIN DELTA NPM : 270110110097 KELAS : GEOLOGI D FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013/2014

Upload: edwin-delta-tambunan

Post on 25-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

TUGAS GEOLOGI KELAUTANPerkembangan Penelitian Geologi Kelautan

Nama:EDWIN DELTANPM:270110110097KELAS:GEOLOGI D

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGIUNIVERSITAS PADJADJARAN2013/2014GEOLOGI LAUTPenyelidikan geologi di Indonesia telah mencapai lebih dari satu seperempat abad dimulai pada tahun 1850. Penyelidikan geologi di Indonesia dalam lingkup peristiwa dibagi menjadi empat masa penting, yaitu Masa Pendudukan Belanda, Masa Pendudukan Jepang, Masa Perang Kemerdekaan dan Masa Mengisi KemerdekaanMasa Pendudukan BelandaPada tahun 1850 oleh Pemerintah Belanda didirikan Dinas Pertambangan yang pada waktu itu diberi nama Dienst van het Mijnwezen di nusantara. Setahun sebelumnya, pertambangan yang pertama dibuka di nusantara adalah di daerah Pengaron, Kalimantan, yaitu pertambangan batubara Orange Nassau. Inilah sebenarnya yang menjadi patok dimulainya kegiatan penyelidikan geologi di Indonesia. Jauh sebelumnya, pada tahun 1705 telah terbit sebuah catatan geologi dari seorang penyelidik terkenal G.E Rumphius yang melakukan penelitian geologi di daerah Maluku berisi mengenai berita gempabumi, letusan gunungapi, dan keberadaan mineral di daerah tersebut.Pada akhir abad ke-19 penyelidikan geologi masih terfokus pada dunia ilmu pengetahuan dan bukan semata-mata untuk kepen-tingan komersial dan dimanfaatkan. Tercatat seorang peneliti bernama R.D.M. Verbeek dan R.D. Verbeek yang melakukan penyelidikan geologi di seluruh Sumatera. Penye-lidikan fosil juga dilakukan oleh E. Dubois di Jawa dan Sumatera yang menghasilkan penemuan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus yang kemudian diumumkan pada tahun 1894.Awal abad ke-20 kegiatan penyelidikan geologi meningkat dengan pesat sehingga didirikan cabang geologi dalam dinas pertambangan. Ahli geologi pun tidak lagi didominasi oleh orang Belanda tetapi juga terdapat ahli geologi dari negara lain yang ikut melakukan penyelidikan di nusantara. Brouwer (1925) dan Rutten (1927) melakukan sintesa dari penyelidikan-penyelidikan sebelumnya di seluruh nusantara dengan menerbitkan buku Geology of the Netherlands East Indies dan Voordrachten over de Geologie van Nederlands Oost Indie (ceramah-ceramah mengenai geologi Hindia Belanda Timur).Pada tahun 1929 ditandai dengan pembukaan museum geologi dan diterbitkannya 13 lembar (quadrangle) peta bersistem Pulau Jawa dengan skala 1:100.000, 13 lembar peta Pulau Sumatera dengan skala 1:200.000 serta 12 lembar peta regional berskala 1:1.000.000. Pada tahun yang sama penyelidikan di Kalimantan Barat dan Tengah akhirnya diakhiri dengan penerbitan hasil penyelidikan pada tahun 1939. Ekspedisi-ekspedisi ilmiah oleh lembaga lain juga tercatat pada periode ini yaitu Ekspedisi Snellius oleh ahli geologi P.H. Kuenen pada tahun 1929-1930, penyelidikan gaya berat oleh F.A. Vening Meinesz dengan menggunakan kapal selam Nederland K-XIII pada tahun 1929-1930, ekspedisi Sulawesi Tengah oleh H. Brouwer pada tahun 1929, ekspedisi puncak Carstenz pada tahun 1936 yang berhasil menemukan endapan tembaga Ertsberg dan pengumpulan fosil manusia purba oleh von Koenigswald.Sintesa dari penyelidikan-penyelidikan geologi tersebut dilakukan oleh H. Stauffer dalam The Geology of the Netherlands Indies, Franz Weidenreich dalam The Puzzle of Pithecanthropus dan Alexander D. Ter Braake dalam Volcanology in the Netherlands Indies. Kesemua karya tulis tersebut terdapat dalam buku Science and Scientists in the Netherlands Indies yang diterbitkan di New York pada tahun 1945. Sintesa penyelidikan geologi selama 100 tahun dilakukan oleh R.W. van Bemmelen dalam bukunya yang paling spektakuler berjudul Geology of Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1949. Penggunaan nama Indonesia telah dilakukan karena penerbitan buku ini terjadi setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945. Buku ini menjadi sebuah maha karya besar dan menjadi dasar penyelidikan geologi dan pencarian sumberdaya alam pada saat ini.

Masa Pendudukan JepangMasa pendudukan Jepang hampir tidak ada kegiatan penyelidikan geologi yang berarti. Pada masa ini tercatat hanya penggantian nama dari dinas pertambangan Dienst van het Mijnwezen menjadi Sangyobu Chisitsu Chosajo. Chisitsu Chosajo diambil alih oleh Indonesia pada hari dikeluarkannya perintah perebutan kekuasaan pada bulan September 1945 dan diganti menjadi Djawatan Tambang dan Geologi.

Masa Perang KemerdekaanPerkembangan Tambang dan Geologi yang terbentuk dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dengan menterinya pada waktu adalah Abikusno. Susunan djawatan yang baru dibentuk itu meliputi empat bagian yaitu Bagian Urusan Umum oleh Slamet Pambudi, Bagian Perusahaan oleh A.F. Lasut, Bagian Geologi oleh R. Soenoe Soemosoesastro dan Bagian Laboratorium oleh R. Ali Tirtosuwirjo.Djawatan ini kemudian mengalami berbagai perubahan dan perpindahan kementerian dari Kementerian Pekerjaan Umum dipindahkan ke Kementerian Kemakmuran dan kemudian ke Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Pada akhirnya berada di bawah Kementerian Kemakmuran pada tahun 1947. Tidak hanya induk dari djawatan yang berganti-ganti tetapi pimpinan djawatan tersebut juga mengalami pergantian terus-menerus hingga akhirnya diputuskan pemimpin djawatan tersebut adalah A.F. Lasut dan R.S. Soemosoesastro tetap memimpin Bagian Geologi.Belanda yang membonceng sekutu membentuk pemerintah federal di Indonesia yang serta-merta mendirikan kembali Dienst van den Mijnbouw dengan pusat di Jakarta. Dengan demikian pada waktu itu terdapat dua lembaga yang mengerjakan penyelidikan geologi di Indonesia.Perang revolusi meletus menyebabkan djawatan harus melakukan pengungsian dan perpindahan terus-menerus yang mengakibatkan tercecernya arsip-arsip berharga penyelidikan-penyelidikan geologi. Beberapa arsip tersebut musnah akibat pemboman dan kebakaran dan pada akhirnya hanya kalkir Pulau Jawa yang dapat diselamatkan.Kegiatan penyelidikan geologi tidak banyak yang dapat dilakukan pada periode ini. Kegiatan geologi yang dilakukan pada periode ini adalah usaha untuk menghidupkan kembali penambangan-penambangan yang telah ada sebelumnya di daerah Purwakarta dan di daerah Tulungagung. Pimpinan djawatan sempat pula meninjau kegiatan pertambangan di Sumatera.Berita yang cukup mengejutkan adalah tertangkap dan terbunuhnya kepala djawatan A.F. Lasut oleh pihak Belanda pada tanggal 7 Mei 1949 di Yogyakarta bertepatan dengan ditandatanganinya perjanjian Roem-Royen.

Masa Mengisi KemerdekaanDengan terbentuknya kembali negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950, Djawatan Pertambangan dan Geologi dipindahkan ke Jakarta dan mempunyai cabang di Bandung yang pada tahun 1952 berubah menjadi Pusat Djawatan Geologi. Pusat Djawatan Geologi kemudian menjadi Djawatan Geologi dan pada tahun 1963 menjadi Direktorat Geologi. Selanjutnya Direktorat Geologi dikembangkan pada tahun 1978 menjadi Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat Vulkanologi dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pada tahun 1984 Direktorat Jenderal Pertambangan Umum dipecah menjadi Direktorat Jenderal Pertambangan Umum dan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral yang menaungi keempat unit tersebut dengan ditambah satu unit baru yaitu Pusat Pengembangan Geologi Kelautan.Pengkaderan para ahli geologi tidak luput dipikirkan oleh pemerintah Indonesia yang baru dengan dibukanya sekolah geologi pertama pada 1 Desember 1946 yaitu Sekolah Pertambangan Geologi Rendah dan Laboran, Sekolah Pertambangan Geologi Menengah dan Sekolah Tinggi Pertambangan Geologi. Sesudah perang usai dibukalah Kursus Ahli Praktek Geolgi dan Pertambangan yang kemudian berubah menjadi Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP).Prof. Th. H.F. Klompe pada tahun 1950 mendirikan bagian geologi di Institut Teknologi Bandung (ITB) kemudian disusul oleh Universitas Padjajaran (UNPAD) pada tahun 1959 dan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1960 dan selanjutnya dibuka bagian-bagian geologi pada sekolah tinggi lainnya.Pada periode 1960-1965 para ahli geologi Indonesia sudah cukup banyak dan beberapa ekspedisi dilakukan diantaranya adalah Ekspedisi Cenderawasih yaitu pendakian Puncak Carlstenz di Irian Barat yang diikuti oleh ahli geologi dari Direktorat Geologi, Ekspedisi Laut Baruna I dan II di Indonesia Timur yang diikuti oleh ahli geologi dari Direktorat Geologi dan Universitas dan penyelidikan berkala lainnya yang diselenggarakan oleh Direktorat Geologi maupun Universitas. Pada periode tersebut tepatnya tahun 1960 para ahli geologi Indonesia mendirikan Ikatan Ahli Geologi Indonesian (IAGI).Dengan perkembangan teknologi ilmu pengetahuan kebumian dan kemampuan ahli geologi Indonesia yang berkembang pesat, penyelidikan geologi di Indonesia saat ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan yang sangat besar seperti halnya penyelidikan terdahulu yang mampu menciptakan buku yang spektakuler Geology of Indonesia (van Bemmelen, 1949).