tugas hub sebab akibat dalam pmh

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran kausalitas mempunyai sejarah panjang dalam dunia hukum. Meski sebelumnya ajaran kausalitas lebih popular dalam ranah ilmu pengetahuan alam dan filsafat, kepopuleran kausalitas merentang dalam lintas disiplin ilmu terutama ilmu hukum. Berbeda dengan ilmu alam yang melihat kausalitas secara umum, hukum melihat hubungan kausalitas dari segi partikularistik. Hukum berkonsentrasi apakah A mengkibatkan terjadinya kebakaran terhadap B, dan bukan apakah A mengkibatkan kebakaran saja. Dalam ilmu ekonomi dan hukum perdata, ajaran kausalitas dipergunakan dalam membahas limitasi pertanggung jawaban atas kejahatan yang mengandung ketidakpastian kausal (kausal uncertainty). Sebelum hukum pidana mengenal ajaran kausalitas (abad 19), masyarakat memandang bahwa melukai sebagai satu-satunya penyebab matinya orang. Kemudian muncul pendapat yang lebih kritis yang mengatakan tidak semua tindakan melukai dapat mengkibatkan kematian tetapi harus dilihat dulu apakah luka itu menurut sifatnya dapat mengkibatkan matinya orang. Tidak disangkal lagi, bahwa suatu kejadian atau peristiwa selalu ada penyebabnya. Apabila ditelusuri penyebab-penyebabnya dari suatu kejadian, dengan menjadikan penyebab yang terdekat (kepada kejadian) menjadi “kejadian” yang harus dicari lagi penyebabnya maka tidak akan habis-habisnya.

Upload: bprcjp

Post on 28-Mar-2016

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

BAB IPENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Ajaran kausalitas mempunyai sejarah panjang dalam dunia hukum.

Meski sebelumnya ajaran kausalitas lebih popular dalam ranah ilmu pengetahuan alam dan filsafat, kepopuleran kausalitas merentang dalam lintas disiplin ilmu terutama ilmu hukum. Berbeda dengan ilmu alam yang melihat kausalitas secara umum, hukum melihat hubungan kausalitas dari segi partikularistik. Hukum berkonsentrasi apakah A mengkibatkan terjadinya kebakaran terhadap B, dan bukan apakah A mengkibatkan kebakaran saja. Dalam ilmu ekonomi dan hukum perdata, ajaran kausalitas dipergunakan dalam membahas limitasi pertanggung jawaban atas kejahatan yang mengandung ketidakpastian kausal (kausal uncertainty).

Sebelum hukum pidana mengenal ajaran kausalitas (abad 19), masyarakat memandang bahwa melukai sebagai satu-satunya penyebab matinya orang. Kemudian muncul pendapat yang lebih kritis yang mengatakan tidak semua tindakan melukai dapat mengkibatkan kematian tetapi harus dilihat dulu apakah luka itu menurut sifatnya dapat mengkibatkan matinya orang.

Tidak disangkal lagi, bahwa suatu kejadian atau peristiwa selalu ada penyebabnya. Apabila ditelusuri penyebab-penyebabnya dari suatu kejadian, dengan menjadikan penyebab yang terdekat (kepada kejadian) menjadi “kejadian” yang harus dicari lagi penyebabnya maka tidak akan habis-habisnya.

Apabila diteliti dari hakekat- hakekat penyebab tersebut, akan ternyata bahwa penyebab- penyebab itu pada suatu saat dapat berupa suatu perbuatan tertentu, pada saat yang lain berupa kehendak, suatu keadaan, suatu dorongan dan lain sebagainya. Pencarian penyebab tidak terbatas untuk semua kejadian/ peristiwa.

Page 2: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

B.         Rumusan masalah 1.  Bagaimana Pengertian dan macam-macam Ajaran kausalitas dalam

Hukum Pidana?2.  Bagaimana Pengertian dan macam-macam Ajaran sifat melawan

hukum dalam Hukum Pidana?

C.       Tujuan penulisan 1.  Mengetahui Pengertian dan macam-macam Ajaran kausalitas dalam

Hukum Pidana.2.  Mengetahui Pengertian dan macam-macam Ajaran sifat melawan

hukum dalam Hukum Pidana.

Page 3: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

BAB IIPEMBAHASAN

A.       HUBUNGAN SEBAB AKIBAT (KAUSALITET) 1.           Pengertian Hubungan Sebab Akibat

Hubungan kausalitas dalam hukum pidana biasanya banyak dibahas dalam ajaran kausalitas (ajaran mengenai sebab dan akibat). Ajaran kausalitas ini adalah ajaran yang mempermasalahkan hingga seberapa jauh sesuatu tindakan itu dapat dipandang sebagai penyebab dari sesuatu keadaan atau hingga berapa jauh sesuatu keadaan itu dapat dipandang sebagai suatu akibat dari sesuatu tindakan, dan sampai dimana seseorang yang telah melakukan tindakan tersebut dapat diminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana.1[1]

Penentuan sebab suatu akibat dalam hukum pidana merupakan suatu masalah yang sulit dipecahkan. Kitab Undang-Undang dan Hukum Pidana sendiri tidak memberikan petunjuk tentang cara penentuan sebab suatu akibat yang melahirkan delik. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya menentukan dalam beberapa pasal, bahwa untuk delik-delik tertentu diperlukan adanya suatu akibat tertentu guna menjatuhkan pidana terhadap pembuatnya.2[2] Apabila dilihat dari cara merumuskannya, maka tindak pidana dapat dibedakan antara (1) tindak pidana yang dirumuskan secara formil, disebut dengan tindak formil (formeel delicten), dan (2) tindak pidana yang dirumuskan secara materiil, disebut dengan tindak pidana materiil (Materiel delicten).3[3]

Tindak pidana materiil mensyaratkan adanya akibat tertentu. Sedangkan tindakan pidana materiil, ialah tindak pidana yang dirumuskan 1

2

3

Page 4: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

dengan melarang menimbulkan akibat tertentu disebut akibat terlarang. Titik beratnya larangan pada menimbulkan akibat terlarang ( unsure akibat konstitutif). Contohnya mewujudkan tingkah laku menghilangkan nyawa, misalnya dengan wujud konkritnya: menusuk (dengan pisau) tidaklah dengan demikian melahirkan tindak pidana pembunuhan, apabila dari perbuatan menusuk itu tidak melahirkan akibat matinya korban.4[4] Dalam hal terwujudnya tindak pidana materiil secara sempurna diperlukan 3 syarat esensial, yaitu:1. Terwujudnya tingkah laku2. Terwujudnya akibat 3.  Ada hubungan kausal antara wujud tingkah laku dengan akibat

konstitutif Tindak pidana formil merupakan lawan dari tindak pidana materiil.5[5]

Mensyaratkan adanya perbuatan belaka, tidak mensyaratkan adanya suatu akibat. Misalnya penghasutan (Pasal 150, KUHP), Pencurian (Pasal 362 KUHP), sumpah Palsu ()Pasal 242 KUHP) dan pemalsuan surat (pasal 263 KUHP).

Dalam hubungannya dengan penentuan pertanggung jawab pidana, tidaklah mudah untuk menentukan factor yang manakah yang menyebabkan akibat tindak pidana.dalam menghadapi persoalan mencari dan menetapkan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibatnya, ajaran kausalitas menjadi penting. Ajaran kausalitas adalah suatu ajaran yang berusaha untuk mencari jawaban dari masalah akibat tindak pidana.ajaran kausalitas dapat membantu para praktisi hukum terutama hakim dalam mencari dan menentukan ada atau tidak adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat yang timbul.

2.           Macam- macam ajaran kausalitas

4

5

Page 5: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

Banyaknya rangkaian sebab-sebab yang jumlahnya tak mungkin untuk ditentukan karena selalu berubah menurut pandangan orang yang akan menentukannya, maka teori-teori tersebut dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:a.  Teori Ekivalensi (aquivalenz-theorie) atau Bedingungstheorie atau Teori

Condition Sine Qua Non dari Von BuriVon Buri mengawali diskursus tentang ajaran kausalitas dengan teorinya conditio sine qua non yang secara literal berarti syarat mana tidak (syarat mutlak). Teori ini tidak membedakan antara syarat dan sebab yang menjadi inti dari lahirnya berbagai macam teori dalam kausalitas. Menurut Buri, rangkaian syarat yang turut menimbulkan akibat harus dipandang sama dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian proses terjadinya akibat. Rangkaian syarat itulah yang memungkinkan terjadinya akibat, karenanya penghapusan satu syarat dari rangkaian tersebut akan menggoyahkan rangkaian syarat secara keseluruhan sehingga akibat tidak terjadi. Karena kesetaraan kedudukan setiap sebab, teori ini dinamakan juga dengan teori ekuivalen. Dengan demikian, setiap sebab adalah syarat dan setiap syarat adalah sebab.6[6]

Menurut teori ini, tidak membedakan mana faktor syarat dan yang mana faktor penyebab, segala sesuatu yang masih berkaitan dalam suatu peristiwa sehingga melahirkan suatu akibat adalah termasuk menjadi penyebabnya. Contoh: Seorang bapak mengendarai motor hendak menyeberang, mengambil jalur yang lain dengang berbelok ke kanan tanpa memperhatikan kendaraan dari arah belakang, dan ketika itu ada sebuah mobil yang melaju dari arah belakang. Pengendara mobil mengerem dengang kencang hingga menimbulkan suara yang keras (akibat gaya gesek ban dengan jalan) sehingga menyebabkan bapak tadi terkejut, walaupun mobil tidak sampai menabrak bapak, akan tetapi bapak jatuh dari motor dan pingsan. Dilarikan ke RS, setengah jam kemudian meninggal dunia.

6

Page 6: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

Segala faktor yang menyebabkan terjadinya akibat terlarang merupakan penyebab dalam teori ini. semua faktor dinilai sama pengaruhnya atau andil atau peranannya terhadap timbulnya akibat yang dilarang. Tanpa salah satu atau dihilangkannya salah satu dari rangkaian faktor tersebut tidak akan terjadi akibat menurut waktu, tempat, dan keadaan senyatanya dalam peristiwa itu. Sehingga teori ini juga dinamakan teori ekuivalensi, yaitu karena menurut pendiriannya, setiap syarat adalah sama nilainya (equivalent).7[7]

Kelemahan ajaran ini ialah pada tidak membedakan antara faktor syarat dengan faktor penyebab, yang dapat menimbulkan ketidak adadilan. Pada contoh tadi, si pengemudi mobil dipertanggung jawabkan atas kematian bapak tadi, dipandang tidak adil, karena pada dirinya tidak ada kesalahan dalam hal terjadinya peristiwa kematian bapak tadi, dan artinya bertentangan dengang asas hukum pidana tiada pidana tanpa kesalahan (geenstraf zonder schuld)

Walaupun teori ini memiliki kelemahan yang mendasar, tetapi dalam praktik di negeri Belanda pernah juga dianut oleh Hoge Raad dalam pertimbangan suatu putusan yang menyatakan bahwa “untuk dianggap sebagai sebab daripada suatu akibat, perbuatan itu tidak perlu bersifat umum atau normal” (Satochid: 451). Bersifat umum atau normal maksudnya ialah bahwa faktor yang dinilai sebagai penyebab itu tidaklah perlu berupa faktor yang menurut perhitungan yang wajar dan kebiasaan yang berlaku dapat menimbulkan akibat, asalkan ada kaitannya dalam rangkaian peristiwa yang menimbulkan akibat- semuanya adalah faktor penyebab.

b.  Teori yang menggeneralisirTeori yang menggeneralisir ialah teori yang dalam mencari sebab dari

rangkaian faktor yang berpengaruh/ berhubungan dengan timbulnya akibat adalah dengan melihat dan menilai pada faktor mana yang secara

7

Page 7: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

wajar dan menurut akal serta pengalaman pada umumnya dapat menimbulkan suatu akibat. Jadi mencari faktor penyebab dan menilainya tidak berdasarkan pada faktor setelah peristiwa terjadi beserta akibatnya, tetapi pada pengalaman pada umumnya menurut akal dan kewajaran manusia atau disebut secara abstracto, tidak secara inconcreto.8[8]

Contoh: karena jengkel kepada bawahannya yang berbuat salah, bawahannya itu ditempelengnya dengan tangan kosong yang secara wajar menurut akal dan pengalaman orang pada umumnya tidak akan menyebabkan kematian, tetapi kemudian korban pingsan dan meninggal.

Untuk menentukan bahwa suatu sebab itu pada umumnya secara wajar dan menurut akal dapat menimbulkan suatu akibat maka timbul 2 pendirian:1)    Pendirian yang subjektif ( Teori Adequat Subjectif)

Teori Adequat Subjectif dipelopori oleh J. Von Kries, yang menyatakan bahwa faktor penyebab adalah faktor yang menurut kejadian yang normal adalah adequat (sebanding)/ layak dengan akibat yang timbul, faktor yang diketahui dan disadari oleh si pembuat yang akan menimbulkan akibat tersebut. Jadi dalam teori ini faktor subjektif atau sikap batin sebelum si pembuat berbuat adalah amat penting dalam menentukan adanya hubungan kausal, sikap batin mana berupa pengetahuan (sadar) bahwa perbuatan yang akan dilakukan itu adalah adequat untuk menimbulkan akibat yang timbul, dan kelayakan ini harus didasarkan pada pengalaman manusia pada umumnya.Contoh: meninggalnya bapak pengidap penyakit jantung tadi, menurut

teori ini, pengendara mobil tidak dipersalahkan atas kematiaanya, karena faktor menginjak rem yang menimbulkan suara keras tidak dapat dibayangkan pada umumnya sehingga menimbulkan kematian bapak yang hendak menyeberang jalan

2)    Pendirian objektif (Adequat Objectif)8

Page 8: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

Pada ajaran adequat objektif ini, tidak memperhatikan bagaimana sikap batin si pembuat sebelum berbuat, akan tetapi pada faktor- faktor yang ada setelah (post factum) peristiwa senyatanya beserta akibatnya terjadi, yang dapat dipikirkan secara akal (objektif) faktor-faktor itu dapat menimbulkan akibat. Tentang bagaimana alam pikiran/sikap batin si pembuat sebelum ia berbuat tidaklah penting, melainkan bagaimana kenyataan objektif setelah peristiwa terjadi beserta akibatnya, apakah faktor tersebut menurut akal dapat dipikirkan untuk menimbulkan akibat.

Contoh: meninggalnya pasien yang diminumkan obat oleh perawat, yang sebelumnya telah dicampuri racun oleh orang yang ingin membunuh pasien, walaupun tidak diketahui oleh perawat, perbuatan perawat meminumkan obat yang mengandung racun adalah adequat terhadap matinya pasien, karena itu ada hubungan kausal dengan akibat kematian pasien (Moeljanto, 1983:111)

c.    Teori yang mengindividualisirTeori yang mengindividualisir ialah teori yang dalam usahanya mencari faktor penyebab dari timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada faktor yang ada atau terdapat setelah perbuatan dilakukan, dengan kata lain setelah peristiwa itu beserta akibatnya benar- benar terjadi secara konkrit (post factum). Teori ini memilih secara post actum (inconcreto), artinya setelah peristiwa kongkrit terjadi, dari serentetan faktor yang aktif dan pasif dipilih sebab yang paling menentukan dari peristiwa tersebut; sedang faktor-faktor lainnya hanya merupakan syarat belaka.9[9]Faktor penyebab itu adalah hanya berupa faktor yang paling berperan atau dominan atau mempunyai andil yang paling kuat terhadap timbulnya suatu akibat, sedangkan faktor lain adalah dinilai sebagai faktor syarat saja dan

9

Page 9: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

bukan faktor penyebab.10[10] Pendukung teori yang mengindividualisir ini antara lain Birkmeyer dan Karl Binding. Contoh: meninggalnya orang yang awalnya ditempeleng oleh atasannya, menurut teori ini, peristiwa tersebut harus dicari dan dinilai diantara rangkaian faktor yang berkaitan dengan kematian itu. Kiranya faktor “serangan jantung” yang paling dominan peranannya terhadap kematian itu.11[11]

B.         SIFAT MELAWAN HUKUM 1.           Pengertian

Sifat melawan hukum yang dalam bahasa belanda disebut wederrechtelijk oleh para ahli hukum diberikan arti yan berbeda – beda. Van Hamel mengelompokkannya menjadi dua, yaitu :a.    Paham Positif

Paham positif mengartikan wederrechtelijk sebagai instridj met het recht (bertentangan dengan hukum) atau sebagai met krenking van eens anders recht (dengan melanggar hak orang lain). Pendapat pertama dinyatakanakan oleh Simons dan yang kedua disebutkan oleh Noyon.

b.     Paham NegatifWederrechtelijk diartikan pada paham negatif sebagai niet steunend op het recht (tidak berdasarkan hukum) atau zonder bevoegdheid (tanpa hak). Pendapat demikian dinyatakan oleh Hoge Raad. 12[12]

10

11

12

Page 10: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

Melihat perdebatan yang terjadi mengenai pemberian arti wederrechtelijk, Lamintang mencoba untuk mememberiikan arti kata wederrechtelijk ke bahasa Indonesia tidak secara harfiah. Lamintang mengartikan wederrechtelijk sebagai suatu perbuatan “secara tidak sah”.

Menurut Lamintang, frasa “secara tidak sah” lebih tepat digunakan karena mencakup keseluruhan arti yang diberikan oleh para pakar. Instridj met het recht (bertentangan dengan hukum) atau met krenking van eens anders recht (dengan melanggar hak orang lain) atau niet steunend op het recht (tidak berdasarkan hukum) atau zonder bevoegdheid (tanpa hak) jelas merupakan perbuatan yang dilakukan secara tidak sah.

2.         Paham – Paham Wederrechtelijk a.    Sifat melawan hukum dalam arti formal (formele wederrechtelijk).

Paham ini menyebutkan bahwa suatu perbuatan hanya bisa dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang – undang, maka disitu ada kekeliruan. Letak melawan hukumnya perbuatan sudah tercantum dalam sifat melanggar ketentuan undang-undang kecuali jika perbuatan tersebut termasuk pengecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang.13[13]b.      Sifat melawan hukum dalam arti material (materieele wederrechtelijk).

Paham ini menganggap bahwa belum tentu semua perbuatan yang mencocoki undang-undang bersifat melawan hukum. Bagi mereka, yang dinamakan hukum bukan hanya undang – undang yang tertulis saja, karena ada pula hukum tidak tertulis berupa norma – norma dan kenyataan – kenyataan yang berlaku dalam masyarakat.

13

Page 11: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

3.           Unsur sifat melawan hukum di dalam rumusan perundang- undangan.

Sifat melawan hukum dinyatakan dalam rumusan tindak pidana dengan pelbagai istilah, yaitu :a.    Secara tegas menyebut “melawan hukum”.

Adapun aturan perundang-undangan yang secara tegas menyebutkan kata “melawan hukum” dapat dijumpai pada pasal 362, 368, 369, 372, dan 378 KUHP sebagai berikut :Pasal 362Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 368(1)    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Pasal 369(1)    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum. dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau

Page 12: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 372Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 378Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

b.   Tanpa hak, tidak berhak, atau tanpa wenang (zonder daartoe gerichtigd te zijn).Adapun aturan perundang-undangan yang memberikan makna “melawan hukum” dengan kata “tanpa hak, tidak berhak, atau tanpa wenang (zonder daartoe gerichtigd te zijn)” dapat dijumpai pada pasal 548 dan 549 KUHP sebagai berikut:

Pasal 548Barang siapa tanpa wenang membiarkan unggas ternaknya berjalan di kebun, di tanah yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.

Pasal 549

Page 13: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

(1)   Barang siapa tanpa wenang membiarkan ternaknya berjalan di kebun, di padang rumput atau di ladang rumput atau di padang rumput kering, baik di tanah yang telah ditaburi, ditugali atau ditanami atau yang hasilnya belum diambil, ataupun di tanah kepunyaan orang lain oleh yang berhak dilarang dimasuki dan sudah diberi tanda larangan yang nyata bagi pelanggar, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.

c.   Tanpa izin (zonder verlof).Adapun aturan perundang-undangan yang memberikan makna

“melawan hukum” dengan kata “tanpa izin (zonder verlof)” dapat dijumpai pada pasal 496 dan 510 dalam KUHP sebagai berikut :

Pasal 496Barang siapa tanpa izin kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu, membakar barang tak bergerak kepunyaan sendiri, diancam dengan pidana denda paling tinggi tujuh ratus lima puluh rupiah.

Pasal 510(1) Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima

rupiah, barangsiapa tanpa izin kepala polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu:

1. mengadakan pesta lain yang ditunjuk untuk itu:2. mengadakan arak-arakan di jalan umum.

d.      Melampaui kekuasaannya (met overschrijding van zijn bevoegheid).Adapun aturan perundang-undangan yang memberikan makna

“melawan hukum” dengan kata “melampaui kekuasaannya (met

Page 14: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

overschrijding van zijn bevoegheid)” dapat dijumpai pada pasal 430 KUHP sebagai berikut :Pasal 430(1)   Seorang pejabat yang melampaui kekuasaannya, menyuruh

memperlihatkan kepadanya atau merampas surat, kartu pos, barang atau paket yang diserahkan kepada lembaga pengangkutan umum atau kabar kawat yang dalam tangan pejabat telegrap untuk keperluan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

(2)   Pidana yang sama dijatuhkan kepada pejabat yang melampaui kekuasaannya, menyuruh seorang pejabat telepon atau orang lain yang diberi tugas pekerjaan telepon untuk keperluan umum, memberi keterangan kepadanya tentang sesuatu percakapan yang dilakukan denggan perantaraaan lembaga itu.

e.  Tanpa memperhatikan cara yang ditentukan dalam peraturan umum (zonder inachtneming van de bij algemeene verordeening bepaalde vormen).14[14]

Adapun aturan perundang-undangan yang memberikan makna “melawan hukum” dengan kata “tanpa memperhatikan cara yang ditentukan dalam peraturan umum (zonder inachtneming van de bij algemeene verordeening bepaalde vormen)” dapat dijumpai pada pasal 429 KUHP sebagai berikut :

Pasal 429(1)   Seorang pejabat yang melampaui kekuasaan atau tanpa

mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam peraturan umum, memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan terututup yang dipakai oleh orang lain, atau jika berada di situ secara melawan hukum, tidak segera pergi atas permintaan yang

14

Page 15: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

berhak atau atas nama orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

(2)  Diancam dengan pidana yang sama, seorang pejabat yang pada waktu menggeledah rumah, dengan melampaui ke kuasaannya atau tanpa mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam peraturan umum, memeriksa atau merampas surat surat, buku-buku atau kertas-kertas lain.

Page 16: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

BAB IIIPENUTUP

A.     Simpulan 1. Ajaran kausalitas ini adalah ajaran yang mempermasalahkan hingga

seberapa jauh sesuatu tindakan itu dapat dipandang sebagai penyebab dari sesuatu keadaan atau hingga berapa jauh sesuatu keadaan itu dapat dipandang sebagai suatu akibat dari sesuatu tindakan, dan sampai dimana seseorang yang telah melakukan tindaka tersebut dapat diminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana.

2.  Ajaran kausalitas terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:a.  Teori Ekivalensi (aquivalenz-theorie) atau Bedingungstheorie atau

Teori Condition Sine Qua Non dari Von Burib.  Teori yang menggeneralisirc.   Teori yang mengindividualisir

3.  Sifat melawan hukum diartikan berbeda – beda oleh para pakar yang pada intinya adalah perbuatan yang dilakukan secara tidak sah.

4.  Ada dua paham mengenai sifat melawan hukum, yaitu :a.   Sifat melawan hukum dalam arti formal (formele wederrechtelijk).b.   Sifat melawan hukum dalam arti material (materieele

wederrechtelijk).

B.           Saran Bagi lembaga yang berwenang untuk menetapkan undang – undang

hendaknya merumuskan suatu Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang baru agar dapat menyelesaikan masalah secara kontekstual. Bersamaan dengan itu juga memasukkan kejelasan sikap hukum pidana di Indonesia mengenai paham apa yang digunakan dalam penentuan sifat melawan hukum.

Page 17: Tugas hub sebab akibat dalam pmh

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adami Chazawi,, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Rajawali Pers, 2005.

Adami Chazawi,, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta, 2002.

Hukum Online.com, Jawaban Hubungan Kausalitas, oleh Pokrol, diakses tanggal 11 Oktober

2012

Modul Asas- Asas Hukum Pidana, Pusat Pendidikan dan Kejaksaan republic Indonesia, Jakarta,

2010.

Moeljatno, Asas- Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar untuk Mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia,

Bandung: Sinar Baru, 1999.

Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Website

http://suraban-kuliahfakultashukum.blogspot.com/ajaran-sebab-akibat-causaliteit-leer.html,

diakses tanggal 11 Oktober 2012