tugas kelompok polin

43
MDGs DALAM MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Millennium Development Goals (MDGs) dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuan Pembangunan Milenium, yang merupakan sebuah peningkatan kerjasama global untuk mencapai perbaikan kehidupan sosial ekonomi penduduk dunia. Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu: I. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan II. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, III. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, IV. Menurunkan Angka Kematian Anak,

Upload: ramadhanixiahticassiopeiaktf-elfshawol-beautykissmightiam

Post on 22-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kelompok Polin

MDGs DALAM MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT

MENULAR LAINNYA DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

Millennium Development Goals (MDGs) dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuan

Pembangunan Milenium, yang merupakan sebuah peningkatan kerjasama global untuk

mencapai perbaikan kehidupan sosial ekonomi penduduk dunia. Semua negara yang

hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai

bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian

terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan

kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini

merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global

yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:

I. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan

II. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,

III. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan,

IV. Menurunkan Angka Kematian Anak,

V. Meningkatkan Kesehatan Ibu,

VI. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya,

VII. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan

VIII. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.

Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing sejumlah

indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tahun 2015.

Pencapaian delapan sasaran pembangunan dalam MDGs ini adalah sebagai satu paket

tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Secara global

ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara glonal ditetapkan 48 indikator

Page 2: Tugas Kelompok Polin

namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan

pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat

kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara.

Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara

negara-negara berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk

melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana kegiatan MDGs di

Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-

negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya

keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Dan Pencapaian tujuan MDGs bukan

hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh pemangku kepentingan

termasuk masyarakat luas. Pada pembahasan kali ini, penulis akan membahas salah satu

dari delapan tujuan MDGs, yaitu tujuan ke enam ‘Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan

Penyakit Menular lainnya.’

1.1 HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA

Sering kali HIV/AIDS tertulis dan disebut sebagai satu istilah. akan tetapi HIV

dan AIDS mempunyai arti yang berbeda. HIV merupakan singkatan dari “Human

Immunodeficiency Virus”. Virus ini merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS.

Jika anda terinfeksi HIV, anda akan dikatakan sebagai HIV positif1. Virus yang

menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. HIV berada

terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV

adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang

tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata

dan lain-lain2. Didiagnosa menderita HIV bukan berarti seseorang memiliki AIDS atau

mereka akan meninggal. Perawatan akan memperlambat kerusakan pada sistem

kekebalan tubuh sehingga orang dengan HIV dapat tetap baik, hidup sehat dan

memuaskan.

1 Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Diakses dari: http://www.mhahs.org.au/index.php?option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=1

2 HIV/AIDS Diakses dari: http://www.aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS

Page 3: Tugas Kelompok Polin

HIV hanya dapat ditularkan melalui:

Seks tanpa pengaman (seks tanpa kondom)

Pemakaian bersama jarum dan peralatan lain untuk menyuntik obat.

Tindik atau tattoo yang tidak steril.

Ibu dan anak selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui.

Transfusi darah dan atau produk darah di beberapa negara lain. Di

Australia, transfusi darah dan produk darah termasuk aman.

HIV tidak dapat ditularkan melalui:

Batuk

Bersin

Meludah

Berciuman

Menangis (air mata)

Alat-alat makan dan piring

Seprei dan sarung bantal

Toilet dan kamar mandi

Melalui kontak sosial biasa.

Serangga, seperti nyamuk misalnya.

Sementara Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit

Plasmodium dan dan dapat ditularkan melalui nyamuk. Orang dengan malaria seringkali

mengalami demam dan meggigil dan jika tidak diobati, penderita disa mengalami

komplikasi berat dan meninggal. Seseorang dapat terkena malaria antara lain melalui

Gigitan nyamuk betina Anopheles, Transfusi darah yang terkontaminasi, dan Suntikan

dengan jarum yang sebelumnya telah digunakan oleh penderita malaria3. Nyamuk

Anopheles penyebab penyakit malaria ini banyak terdapat pada daerah dengan iklim

3 http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html

Page 4: Tugas Kelompok Polin

sedang khususnya di benua Afrika dan India. Termasuk juga di Indonesia. Setiap

tahunnya, sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit malaria.

Demikian menurut data terbaru yang dimuat dalam jurnal kesehatan Inggris, The

Lancet. Angka yang dilansir itu jauh lebih tinggi dari perkiraan WHO tahun 2010 yakni

655.000.

Banyak yang mengira penyakit malaria sama dengan demam berdarah karena

punya gejala yang mirip dan sama-sama ditularkan oleh nyamuk. Namun perlu

diketahui bahwa keduanya berbeda. Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles yang

membawa parasit plasmodium, sementara demam berdarah disebabkan oleh nyamuk

Aedes Aegypti yang membawa virus Dengue. Mereka yang memiliki imunitas rendah

terhadap malaria memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka

yang tinggal di daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria.

Mereka yang berisiko mengalami malaria antara lain: Anak-anak dan bayi, Pelancong

yang datang dari wilayah tanpa malaria, Wanita hamil dan janinnya.

Tidak ada vaksin yang efektif untuk melawan malaria. Pada negara-negara

endemik cara pencegahannya adalah dengan menjauhkan nyamuk dari manusia dengan

memakai obat nyamuk atau jaring nyamuk. Namun, biasanya pemerintah melakukan

foging (pengasapan) di tempat-tempat endemik malaria. Kemudian Penyakit menular

adalah penyakit yang disebabkan ketika seorang individu terinfeksi oleh organisme

patogen, baik virus, bakteri, jamur, ragi, protozoa atau parasit lain. Penyakit menular

dapat dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu pertama penyakit menular yang masuk

katagori Millenium Development Goal (MDC) seperti TBC, Malaria, HIV/AIDS ,

kedua beberapa penyakit yang potensial menjadi wabah seperti yang akhir-akhir ini

terjadi pada masyarakat seperti Chikungnya , Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

SARS.

1.2 INTERAKSI HIV-MALARIA

Timbulnya penyakit malaria dapat dicegah dengan profilaksis. Semakin banyak

bukti menunjukkan bahwa penggunaan kotrimoksazol setiap hari adalah efektif untuk

mengurangi penyakit malaria. Odha dengan CD4 di bawah 200 seharusnya memakai

kotrimoksazol setiap hari untuk mencegah penyakit PCP dan tokso, jadi yang sudah

Page 5: Tugas Kelompok Polin

memakai profilaksis ini juga menerima manfaat terhadap malaria. Karena malaria

disebabkan oleh parasit, infeksi ini menular dengan cara yang berbeda dengan HIV

sebagai virus. Jadi kenyataan bahwa malaria menular melalui gigitan nyamuk bukan

berarti HIV juga dapat menular melalui cara yang sama. HIV tidak dapat menular

melalui gigitan nyamuk atau serangga lain. Malaria tidak dianggap sebagai infeksi

oportunistik. Pada 1998, peninjauan terhadap bebagai penelitian klinis mengambil

kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara kedua infeksi, selain peningkatan pada

angka malaria plasenta di antara perempuan hamil yang HIV-positif. Namun selama

beberapa tahun terakhir ini, ada semakin banyak bukti bahwa HIV mempengaruhi

malaria dan sebaliknya.

Ada semakin banyak data mengenai interaksi antara HIV/AIDS dan malaria.

Dampak dari interaksi ini terutama penting untuk kesehatan reproduksi. Perempuan

hamil yang terinfeksi HIV dan malaria bersamaan berisiko tinggi untuk anemia dan

infeksi malaria pada plasenta. Oleh karena itu, sebagian yang cukup tinggi dari anak

yang terlahir oleh ibu dengan HIV dan malaria mempunyai berat badan yang rendah

saat lahir, dan lebih mungkin meninggal pada masa kanak-kanak. Belum jelas apakah

malaria waktu hamil meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi, karena

penelitian yang menyelidiki hal ini memberi hasil yang ragu. Di antara orang dewasa,

HIV/AIDS mungkin meningkatkan risiko penyakit malaria, terutama pada mereka

dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat rusak. Di daerah dengan penularan malaria

yang tidak stabil, orang dewasa terinfeksi HIV mungkin lebih berisiko mengembangkan

malaria yang berat. Orang dewasa HIV-positif dengan jumlah CD4 yang rendah

mungkin lebih rentan kegagalan pengobatan dengan obat antimalaria. Lagi pula,

peristiwa malaria akut meningkatkan penggandaan (replikasi) virus secara sementara,

yang jelas meningkatkan viral load HIV. Sebagai penyebab penting anemia, malaria

sering mengakibatkan kebutuhan akan transfusi darah, dan hal ini juga berpotensi

menularkan HIV dan infeksi lain

Agar mengurangi dampak berbahaya dari infeksi ganda HIV dan malaria,

program pencegahan dan pengobatan kedua penyakit harus saling melengkapi dan

menguatkan. Ada potensi besar untuk sinergi (dampak dari keduanya lebih daripada

jumlah pengaruh masing-masing satu per satu), terutama pada saat adanya komiten

politis dan keuangan semakin besar yang disediakan untuk mengurangi beban

Page 6: Tugas Kelompok Polin

HIV/AIDS, malaria dan TB. Yang berikut adalah contoh tindakan yang diusulkan oleh

WHO:

Karena Odha di daerah rawan malaria terutama rentan terhadap malaria,

penyediaan pelindungan dengan kelambu diresapi insektisida (obat pembasmi

nyamuk) harus diberikan prioritas yang tinggi.

Perempuan HIV-positif yang berisiko penularan malaria selalu harus dilindungi

dengan kelambu diresapi insektisida, dan sebagai tambahan – tergantung pada

stadium penyakit HIV – harus menerima pengobatan pencegahan sekali-kali

(sedikitnya tiga dosis) dengan sulfadoksin-pirimetamin atau profilaksis

kotrimoksazol setiap hari.

Program penanggulangan kedua penyakit harus bekerja sama untuk memastikan

pemberian layanan secara terpadu, terutama dalam rangka layanan kesehatan

reproduksi, serta pada tingkat puskesmas, yang harus diberikan alat diagnosis

yang lebih baik untuk kedua infeksi, beserta terapi antiretroviral dan obat

antimalaria yang lebih efektif dalam rangkaian bekerja sama.

Penelitian lanjutan mengenai interaksi antara obat antiretroviral dan antimalaria

sangat mendesak4.

1.3 HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNNYA DI

INDONESIA

HIV/AIDS

Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa

seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di

beberapa provinsi. Sampai akhir September 2003 tercatat ada 1.239 kasus AIDS dan

2.685 kasus HIV1 yang telah dilaporkan. Para ahli memperkirakan bahwa hingga saat

ini terdapat antara 90.000–130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV . Sehingga

dengan menggunakan perhitungan angka kelahiran sebesar 2,5 persen, diperkirakan

terdapat 2.250–3.250 bayi yang mempunyai risiko terlahir dengan infeksi HIV. Pola

4 http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu

Page 7: Tugas Kelompok Polin

penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian

diikuti dengan penularan melalui penggunaan napza suntik.

Berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di Indonesia sejak

1987 sampai 2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur khususnya

remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukkan adanya kenaikan infeksi HIV pada

pengguna napza suntik dari 15 persen pada 1999 menjadi 47,9 persen pada 2002. AKI

di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negaranegara anggota

ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65,

dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Penyebab kematian ibu adalah

perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus

lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan

dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian

besar kasus perdarahan dalam masa nifas.

Selain itu, kelompok berisiko lainnya yang rentan akan virus ini di Indonesia

adalah:

Pekerja seks. Industri seks diperkirakan melibatkan 150.000 pekerja

seks komersial wanita. Penderita HIV pada wanita berisiko tinggi ini

cukup tinggi. Di Merauke, misalnya, 26,5 persen pekerja seks komersial

wanita telah terinfeksi HIV. Infeksi ini juga terjadi cukup tinggi pada

lembaga pemasyarakatan. Di salah satu lembaga pemasyarakatan di

Jakarta, misalnya, 22 persen narapidana telah terinfeksi HIV.

Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir dilakukan oleh

sekitar 41 persen pekerja seks komersial. Diperkirakan ada 7–10 juta

pelangan seks pria di Indonesia, namun survei di tiga kota menunjukkan

hanya sekitar 10 persen dari pelanggan yang menggunakan kondom

secara konsisten untuk melindungi dirinya dari risiko penularan saat

melakukan transaksi seks secara komersial. Survei lainnya di 13 provinsi

pada pekerja seks komersial3 menunjukkan bahwa penggunaan kondom

pada hubungan seks seminggu terakhir antara 18,9 persen di Karawang

dan 88,4 persen di Merauke.

Page 8: Tugas Kelompok Polin

Adapun penyebab mudahnya virus HIV/AIDS ini menyebar adalah:

1. Pengetahuan tentang HIV/AIDS. Persentase anak muda usia 15–24

tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS.

dapat diestimasi menggunakan pendekatan indikator dari survei. Pada

2002-2003, 65,8 persen wanita dan 79,4 persen pria usia 15–24 tahun

telah mendengar tentang HIV/AIDS. Pada wanita usia subur usia 15–49

tahun, sebagian besar (62,4 persen) telah mendengar HIV/AIDS, tapi

hanya 20,7 persen yang mengetahui bahwa menggunakan kondom setiap

berhubungan seksual dapat mencegah penularan HIV/AIDS, dan 28,5

persen mengetahui bahwa orang sehat dapat terinfeksi HIV/AIDS.

Sebuah penelitian pada 2002 menunjukkan bahwa 38,4 persen dari

pelajar sekolah menengah atas usia 15–19 di Jakarta secara benar

menunjukkan cara mencegah penularan HIV dan menolak konsepsi yang

salah tentang penularan HIV. Penelitian lain di Jawa Barat, Kalimantan

Selatan, dan NTTmenunjukkan bahwa 93,3 persen anak muda usia 15–

24 tahun mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan

seksual, tapi hanya 35 persen yang mengetahui bahwa penggunaan jarum

suntik bersama dapat menularkan HIV dan 15,2 persen masih percaya

bahwa kontak sosial biasa juga dapat menularkan HIV.

2. Meningkatnya Penggunaan Napza Suntik, perilaku berisiko seperti

penggunaan jarum suntik bersama, tingginya penyakit seksual menular

pada anak jalanan.

3. Keengganan Pelanggan Seks Pria Untuk Menggunakan Kondom

4. Tingginya Angka Migrasi Dan Perpindahan Penduduk

5. Kurangnya Informasi Pencegahan HIV/AIDS5.

MALARIA

5 Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari: http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

Page 9: Tugas Kelompok Polin

Seperti yang telah dijelaskan diatas, hampir separuh populasi Indonesia—

sebanyak lebih dari 90 juta orang—tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada

30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 persennya saja yang

mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit malaria ini

ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan penyakit

endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar JawaBali juga merupakan daerah

risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang

muncul kembali (re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada

2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan

angka yang tertinggi 20 persen di Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian

spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per

100.000 untuk perempuan.

Persentase penduduk yang menggunakan cara pencegahan yang efektif untuk

memerangi malaria. Upaya pencegahan difokuskan untuk meminimalkan jumlah kontak

manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu (bed nets) dan penyemprotan

rumah. Manajemen lingkungan dan pembasmian jentik-jentik nyamuk dapat dipakai

dalam lingkungan ekologi tertentu, tergantung spesies vektor. Pemakaian kelambu yang

direndam insektisida merupakan cara efektif untuk mencegah malaria, terutama untuk

kelompok yang paling rawan, yaitu ibu hamil dan anak di bawah lima tahun. Secara

nasional, hanya satu dari tiap tiga anak di bawah lima tahun yang tidurnya

menggunakan kelambu (32,0 persen), proporsi yang lebih tinggi, yaitu 40,1 persen

untuk bayi di bawah umur satu tahun. Kira-kira 0,2 persen anak tidur dalam kelambu

yang direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan pemakaian dari kelambu secara

massal adalah masalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk membeli kelambu.

Selain itu, persentase penduduk yang mendapat penanganan malaria secara

efektif. Di antara anak di bawah lima tahun (balita) dengan gejala klinis malaria, hanya

sekitar 4,4 persen yang menerima pengobatan malaria, sementara balita yang menderita

malaria umumnya hanya menerima obat untuk mengurangi demam (67,6 persen). Di

Indonesia, pengobatan sendiri merupakan hal penting tetapi terabaikan yang

memerlukan penguatan melalui penyuluhan kesehatan.

Page 10: Tugas Kelompok Polin

Penyakit malaria ini juga sangat berdampak buruk terhadap perekonomian

Indonesia. Kehilangan pendapatan individu akibat malaria diperkirakan sebesar US$

56.5 juta setiap tahunnya,belum termasuk kehilangan pendapatan akibat hilangnya

investasi bisnis dan pariwisata daerah endemik malaria. Malaria dihubungkan dengan

kemiskinan sekaligus sebagai penyebab dan akibat. Malaria sangat mempengaruhi

kondisi penduduk miskin di daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pelayanan

kesehatan. Lingkungan alam seperti air sungai yang tergenang, aliran air selama musim

kering, atau genangan air hujan di hutan sangat mempengaruhi tempat perkembang-

biakan dan penyebaran malaria melalui nyamuk Anopheles, sementara lingkungan yang

tidak sehat juga terjadi akibat lubang-lubang bekas penggalian pasir atau pertambangan,

dan kolam-kolam budidaya udang dan ikan yang tidak terpelihara, serta rawa bekas

hutan bakau yang menyebabkan meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor.

Selain itu, tingginya wabah penyakit malaria di Indonesia disebabkan oleh

beberapa faktor di bawah ini:

1. Ketidakstabilan politik, bencana alam, dan perpindahan penduduk ikut

mengakibatkan terjadinya wabah (outbreak) dan munculnya daerah-

daerah endemik baru.

2. Bencana akibat ulah manusia juga berkontribusi pada memburuknya

malaria di antara komunitas pengungsi.

3. Tingginya mobilitas penduduk menyebabkan tingginya wabah malaria di

daerahdaerah yang sebelumnya telah dideklarasikan sebagai daerah

bebas malaria.

4. Tingginya kepadatan penduduk ikut mendorong penduduk berpindah ke

hutan atau tepian hutan di mana di daerah itu malaria adalah endemik.

5. Bisnis swasta yang terbengkalai atau tidak terurus selama masa krisis

ekonomi seperti budidaya udang dan ikan merupakan tempat yang subur

untuk perkembang-biakan nyamuk Anopheles sundaicus atau Anopheles

subpictus (akibat sejenis algae yang terdapat di atas permukaan air).

Kecenderungan tekanan ekonomi dan gejolak sosial akan berpengaruh

terhadap upaya pemberantasan malaria.

Page 11: Tugas Kelompok Polin

Sumber daya manusia secara jumlah dan kualitas yang terbatas juga merupakan

salah satu penyebab tingginya penderita malaria di Indonesia. Sejak krisis ekonomi

(1997), banyak petugas kesehatan yang pensiun tanpa adanya penggantian petugas yang

baru. Di Jawa dan Bali, jumlah Juru Malaria Desa (JMD) menurun. Hal ini

mengkhawatirkan karena peran mereka sangat penting dalam deteksi dini dan

pengobatan malaria. Di daerah-daerah dengan kejadian malaria yang tinggi yang

merupakan sentra-sentra pembangunan ekonomi, tambahan jumlah JMD diperlukan

untuk direkrut untuk mengintensifkan deteksi dan pengobatan malaria. Pelatihan

penyegaran kembali pun menjadi kegiatan yang sangat penting untuk dilanjutkan.

Dana untuk penanggulangan program malaria yang tidak mencukupi pun

menjadi sangat berpengaruh dalam pemberantasan penyakit ini. Perubahan dalam peran

dan tanggung jawab yang diasosiasikan dengan desentralisasi dapat menghambat

kegiatan pemberantasan malaria. Lebih lagi untuk kegiatan kesehatan masyarakat

seperti kegiatan pengawasan penyakit dan pemberantasan nyamuk—di mana kelambu

dan insektisida untuk penyemprotan rumah secara relatif masih mahal6.

Tuberkulosis (TB)

Survei prevalensi TB dilaksanakan di sembilan lokasi antara 1964 dan 1986 di

Indonesia dengan menggunakan test tuberculin. Survei prevalensi pertama kali (1964–

1965) dilakukan di daerah pedesaan Jawa timur dengan hasil angka prevalensi

tuberkulosis 11,7 persen, dan risiko infeksi tahunan 1,64 persen. Pada survei

selanjutnya, pada 1984–1986, median risiko tahunan infeksi sebesar 2,3 persen, dengan

kisaran antara 0,7–3,9 persen. Survei pada 1965 dan 1986 yang dilaksanakan dengan

lokasi yang berbeda mendapatkan median risiko tahunan infeksi sebesar 2,5 persen.

Dengan menggunakan data survei prevalensi yang telah dilaksanakan, WHO pada 1998

memperkirakan prevalensi nasional sebesar 786 per 100.000 penduduk (kasus baru dan

lama), di mana 44 persen adalah kasus BTA posistif (SS+) menular (350 per 100.000).

Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia,

dengan sekitar 582.000 kasus baru setiap tahun, 259.970 kasus di antaranya adalah

6 Ibid

Page 12: Tugas Kelompok Polin

tuberkulosis paru dengan BTA positip (SS+). Artinya, 271 kasus baru per 100.000

penduduk, dan 122 BTA positif per 100.000 penduduk.

Pada 2002, jumlah total kasus tuberkulosis yang dilaporkan (semua bentuk)

adalah 155.188, naik dari 92.792 kasus pada 2001. Dari jumlah itu pada 2002 kasus

BTA positif dilaporkan 76.230 atau 37,5 per 100.000 penduduk. Berdasarkan perkiraan

kasus BTA positif baru, dapat diperhitungkan bahwa sekitar 29,3 persen kasus yang

dideteksi. Menggunakan extrapolasi kasar dari perkiraan nasional tentang kejadian tiap

provinsi, case detection rate (CDR) tertinggi adalah di Gorontalo dengan 88,5 persen

dari perkiraan jumlah kasus, dibandingkan dengan angka 8,4 persen di Maluku Utara.

Berdasarkan notifikasi case rate, jumlah kasus BTA positif baru per 100.000 penduduk

antara 11,5 di Maluku Utara hingga 109,0 di Gorontalo. Sesuai dengan kesepakatan

internasional, target angka penemuan kasus baru BTA posistif adalah 70 persen pada

2005. Melihat kecenderungan yang ada, kemungkinan target baru bisa dicapai pada

2013. Karena itu, perlu adanya suatu percepatan peningkatan CDR7.

Tembakau

Penggunaan tembakau merupakan salah satu penyumbang utama sakit di antara

penduduk termiskin di Indonesia. Pada 2001 besarnya prevalensi merokok penduduk

Indonesia adalah 31.5 persen dengan prevalensi terbesar perokok adalah pria. Prevalensi

pada laki-laki sebesar 62.2 persen, dengan tingkat yang lebih tinggi di daerah pedesaan

(67,0 persen).23 Di tingkat provinsi, proporsi perokok pria yang tertinggi adalah di

Gorontalo (69 persen) dan yang terendah adalah di Bali (45,7 persen).

Di Indonesia dirasakan bahwa orang memperoleh informasi yang cukup untuk

menentukan pilihan untuk merokok atau tidak. Akan tetapi, sekitar 70 persen dari

perokok di Indonesia mulai merokok ketika berusia 19 tahun, yaitu pada saat mereka

mungkin belum bisa mengevaluasi risiko merokok dan sifat nikotin yang sangat adiktif.

Fakta-fakta menyimpulkan bahwa bayi dan anak yang terpapar asap rokok

menunjukkan kenaikan tingkat terkena infeksi saluran napas bagian bawah, penyakit

telinga bagian tengah, gejala penyakit saluran napas kronik, asma, menurunnya fungsi

paru yang berkaitan dengan menurunnya tingkat pertumbuhan paru; dan meningkatkan

7 Ibid

Page 13: Tugas Kelompok Polin

terjadinya sindrom kematian mendadak (sudden infant death syndrome atau SIDS).

Dengan sebagian besar (91,8 persen) perokok yang berumur 10 tahun ke atas

menyatakan bahwa mereka melakukan kebiasaan merokok di dalam rumah ketika

sedang bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya, diperkirakan jumlah perokok

pasif anak-anak adalah 43 juta orang.

Pada tingkat sosial, tembakau bukan hanya berpengaruh pada biaya-biaya

perawatan kronik bagi mereka yang menderita kanker paru dan penyakit-penyakit

lainnya yang berhubungan dengan tembakau, namun juga menurunkan produktivitas

para pekerja yang merokok. Kelompok miskin adalah yang paling dirugikan karena

penggunaan tembakau itu sendiri. Pada 2001, mereka yang ada di kelompok penduduk

termiskin menggunakan 9,1 persen dari pengeluaran bulanan untuk tembakau,

sedangkan pada kelompok kaya 7,5 persen. Membelanjakan sumber pendapatan rumah

tangga yang sedikit untuk produk-produk tembakau lebih banyak daripada pengeluaran

untuk makanan atau keperluan penting lainnya berdampak sangat besar pada kesehatan

dan gizi keluarga miskin. Kelompok miskin juga lebih kecil kemungkinannya untuk

dapat menjangkau biaya asuransi kesehatan serta perawatan kesehatan untuk kondisi

kronik yang berhubungan dengan penggunaan tembakau, seperti kanker paru, penyakit

kardiovaskuler, dan hipertensi.

Dengan beban kesehatan yang begitu besar, pendanaan untuk mendukung

pengendalian terhadap tembakau relatif masih kecil. Di luar dukungan analitis penting

oleh WHO dan Bank Dunia, tidak ada donor utama yang mendukung upaya

pengendalian tembakau di Indonesia, dan sumber-sumber pemerintah untuk menangani

masalah kesehatan utama ini belum cukup berarti8.

8 Ibid.

Page 14: Tugas Kelompok Polin

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 UPAYA PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN TUJUAN KE-6 MDGs

(MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA, DAN PENYAKIT MENULAR

LAINNYA) DI INDONESIA.

Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan

komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Pemerintah Daerah

sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga ikut serta

mendukung komitmen pemerintah tersebut, dengan melaksanakan program dan

kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDG’s.

Penanggulangan kemiskinan di Pemerintah Daerah (Pemda) selaras dengan

“Grand Strategy” dilaksanakan melalui 5 (lima) pilar yaitu :

1. Perluasan kesempatan, ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan

ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin

dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan

peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.

2. Pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan

sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas

Page 15: Tugas Kelompok Polin

partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan

publik yang menjamin kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-

hak dasar.

3. Peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan

dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat

memanfaatkan perkembangan lingkungan.

4. Perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa

aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir

miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda (penyandang

cacat) dan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, yang

disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis

ekonomi, dan konflik sosial.

5. Kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang

hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna

mendukung pelaksanaan keempat strategi di atas.

Strategi penanggulangan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja,

pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan, perlindungan sosial

serta kemitraan regional dan antar daerah telah menjadi agenda dan prioritas utama

pembangunan serta telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang.

Pembangunan bidang pendidikan di daerah selama ini telah dilakukan melalui

upaya pengembangan dan relevansi pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan

Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan kebutuhan pasar kerja, dengan

memerhatikan sistem pendidikan nasional yang berjalan dan juga sasaran komitmen-

komitmen internasional di bidang pendidikan seperti Sasaran Pembangunan Milenium

(MDG’s).

Angka kematian bayi mendapat perhatian secara khusus melalui berbagai

program dan kegiatan untuk menekan terjadinya gizi buruk pada balita, beberapa

indikator keberhasilan bidang kesehatan ditunjukkan dengan indikator mortalitas yaitu

Angka Kematian Bayi (AKB). Sedangkan meningkatnya angka kesehatan ibu ditandai

Page 16: Tugas Kelompok Polin

dengan semakin turunnya angka kematian ibu karena proses persalinan serta masih tetap

dilaksanakannya program keluarga berencana, hal tersebut tercermin dengan

menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI).

Berbagai upaya untuk memerangi merebaknya HIV/AIDS dan penyakit menular

lainnya terus dilaksanakan, antara lain dengan mengoptimalkan peran dan fungsi

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dengan mengintegrasikan lintas sektor dan

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli AIDS, mengurangi stigma dan

diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA), mempercepat pencegahan dan

penanggulangan HIV/AIDS pada kelompok resiko tertular, ibu dan anak, memudahkan

ODHA untuk memperoleh obat Anti Retroviral (ARV) melalui pelayanan di Klinik

Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan perawatan, dukungan serta pengobatan

(Care, Support and Treatment), baik di rumah sakit maupun di komunitas.

Kerjasama sinergis pengelolaan potensi merupakan tantangan pembangunan

perwilayahan ke depan yang secara konsisten terus dilaksanakan, hal tersebut

mengingat semakin terbatasnya sumber daya alam dan adanya arus perdagangan bebas

yang semakin kuat sehingga kawasan strategis perlu didorong dan diperkuat

eksistensinya.

A. HIV/AIDS

Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta

membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat mengatakan

telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di Indonesia

keadaannya tidak terkendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini, namun untuk itu

diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan baik di tingkat nasional.

Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya kesadaran tentang isu-isu HIV dan AIDS

serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan. Selain itu, kurangnya

pengalaman kita untuk menanganinya dan anggapan bahwa ini hanyalah masalah

kelompok risiko tinggi ataupun mereka yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat

menganggap bahwa HIV hanya akan menular pada orang-orang tidak bermoral.

Menjadi sebuah tantangan untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah

yang perlu dihadapi bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan

dengan respon terhadap penyakitpenyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC),

Page 17: Tugas Kelompok Polin

dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan diskriminasi

terhadap penyakitpenyakit tersebut.

Namun selama 8 tahun terakhir, perkembangan terus dilakukan dalam upaya

pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, mulai dari

Inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction

pada tahun 2006;

Pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010;

Penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011;

Pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat

Puskesmas pada tahun 2012;

Hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA)

dimulai pada pertengahan tahun 2013.

Tahun 2006, epidemi HIV/AIDS di Indonesia paling banyak terdapat di

kalangan pengguna narkoba suntik. Maka, penanganan utama saat itu adalah bagaimana

mengurangi dampak buruk pada pengguna narkoba suntik (Penasun). Untuk itu, mulai

awal tahun 2007 dilaksanakan pengurangan dampak buruk penularan melalui jarum

suntik atau harm reduction. Program dilakukan melalui pemberian alat suntik steril,

sebagai cara untuk memutus rantai penularan di antara Penasun. Pada saat sama,

diselaraskan dengan pemberian layanan Methadone agar secara perlahan, para Penasun

tersebut terbebas dari jeratan obat-obatan terlarang. Ini merupakan suatu terobosan yang

luar biasa. Karena inovasi tersebut mengubah cara pandang masyarakat yang semula

kriminalisasi penasun menjadi upaya pencegahan penularan.

Selanjutnya, tahun 2010 prevalensi penasun sudah mulai menurun secara

bermakna, namun mulai muncul kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai

diintensifkan upaya pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Upaya

tersebut diiintegrasikan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 (integrasi

dalam RPJMN) dengan fokus pada populasi kunci di 141 Kab/Kota prioritas.

Page 18: Tugas Kelompok Polin

Sementara itu, tahun 2011, penularan kepada ibu rumah tangga dan mulai terjadi

peningkatan penularan dari Ibu positif HIV kepada bayi-bayi yang dilahirkan. Oleh

karena itu, Kemenkes melakukan akselerasi peningkatan cakupan dan layanan

Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), dengan tujuan utama untuk memutus

rantai penularan dari orang tua ke bayinya. Hingga akhir tahun 2013, telah terdapat

layanan PPIA di 91 RS dan di 23 Puskesmas.

Tahun 2012, mulai ditegaskan agar penanggulangan HIV/AIDS tidak boleh

dipisahkan dari prioritas nasional pencapaian Millenium Development Goals ke-6

(MDGs-6). Sejak itulah, mulai dikembangkan Layanan Komprehensif

Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas. Dimana pelayanan HIV/AIDS mulai

dari upaya pencegahan, tes HIV sedini mungkin, sampai kepada pengobatan dapat

dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Akhirnya, terobosan paling anyar diperkenalkan

pada pertengahan 2013, dinamakan Strategic use of ARV (SUFA). Merupakan

kebijakan baru, yaitu setiap orang yang rentan atau berisiko, ditawarkan untuk

melakukan tes. Dan bila hasilnya positif, akan langsung ditawari pemberian obat

Antiretroviral (ARV). Seperti kita ketahui, semakin dini penderita HIV diberikan

retroviral, maka jumlah virus dalam darahnya menurun dan risiko penularan kepada

orang lain juga berkurang, sehingga mutu hidupnya pun menjadi lebih baik.

Pada tahun 2012 dilakukan estimasi jumlah ODHA di Indonesia dan diperoleh

hasil 591.823 orang dengan penyebaran di seluruh wilayah dan dapat dikatakan tidak

ada satu provinsi pun yang terbebas dari HIV. Data yang dilaporkan Dinas Kesehatan

Provinsi sampai dengan Juni 2014, jumlah kumulatif pengidap HIV sebanyak 143.078

orang dan penderita AIDS sebanyak 54.018 orang. Terdapat dua epidemi HIV/AIDS di

Indonesia, yaitu: 1) Epidemi terkonsentrasi pada kelompok tertentu yang disebut

kelompok berisiko yakni pekerja seks dan pelanggannya, pengguna jarum suntik atau

penasun, lelaki seks dengan lelaki (LSL), gay dan waria; serta 2) Generalized Epidemic

atau epidemi yang sudah tingkat epidemi HIV di sebagian besar provinsi di Indonesia

pada tingkatan epidemi terkonsentrasi kecuali Tanah Papua (Papua dan Papua Barat)

yang mempunyai status epidemi meluas rendah atau low generalized epidemic.

Prevalensi HIV di Indonesia 0.4% sementara untuk Tanah Papua sebesar 2.3%9.

9 INILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI INDONESIA. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8-tahun-pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.html

Page 19: Tugas Kelompok Polin

Menkes menyatakan bahwa upaya pengendalian HIV/AIDS dilakukan dengan

pendekatan Total Football secara Intensif, menyeluruh, komprehensif dan terkoordinasi

(PERPRES 75/2006), melalui upaya-upaya sebagai berikut:

Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, temasuk remaja 15-24 tahun,

Populasi rawan terinfeksi dan ODHA dengan Kampanye Aku Bangga Aku Tahu

(ABAT) bagi Remaja untuk peningkatan pengetahuan HIV/AIDS;

Peningkatan upaya pengobatan dan rehabilitasi penderita AIDS di 322 RS

Rujukan ARV; serta melakukan upaya monitoring, evaluasi dan penelitian10.

Sementara berdasarkan Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan

Pembangunan Milenium Indonesia, terdapat beberapa kebijakan dan Program dalam

mewujudkan Tujuan MDGs yang ke-6 yaitu:

Komitmen nasional dan internasional. Kecepatan penyebaran HIV/AIDS,

terutama pada kelompok risiko tinggi, mendapat perhatian utama dari pemerintah.

Tanggapan nasional terhadap tingginya tingkat penyebaran penyakit ini adalah cermin

dari komitmen internasional, khususnya “Declaration of Commitment” pada UNGASS

HIV/AIDS 2001, Deklarasi ASEAN tentang HIV/AIDS (2001), dan Deklarasi “A

World Fit for Children” (2002). Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terdiri atas

upaya pencegahan; pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup

dengan HIV/AIDS; dan pengawasan.

Pencegahan merupakan upaya prioritas dalam penanggulangan HIV/AIDS. Hal

ini berkaitan erat dengan situasi penularan HIV/AIDS yang ada di masyarakat.

Pencegahan penyakit dilakukan melalui upaya kampanye yang meliputi pemberian

informasi, edukasi, dan komunikasi (KIE) sesuai dengan budaya dan agama setempat.

Ibu hamil didorong untuk melakukan kunjungan antenatal untuk memperoleh informasi

tentang HIV dan konseling. Upaya pencegahan juga ditujukan kepada populasi berisiko

tinggi seperti pekerja seks komersial dan pelanggannya, orang yang telah terinfeksi dan

10MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html

Page 20: Tugas Kelompok Polin

pasangannya, para pengguna napza suntik, serta pekerja kesehatan yang mudah terpapar

oleh infeksi HIV/AIDS.

Pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup dengan

HIV/AIDS dilakukan melalui klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) di sarana

kesehatan yang ada. Upaya ini telah dilaksanakan bukan hanya oleh pemerintah tetapi

juga oleh beberapa fasilitas kesehatan milik swasta serta lembaga nonpemerintah

lainnya. Dalam menjalankan berbagai upaya ini, perlu senantiasa diperhatikan bahwa

melayani orang yang hidup dengan HIV/AIDS harus juga melindungi hak asasi manusia

melalui berbagai upaya untuk mengurangi dan menghilangkan stigma dan diskriminasi.

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlu dilakukan berbagai pelatihan dan

pendidikan bagi para pekerja lapangan, penyediaan obat yang diperlukan, serta petunjuk

pengobatan, dukungan, perawatan, dan konseling.

Pengawasan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual adalah salah satu kunci

dalam strategi pemantauan kecenderungan prevalensi HIV/AIDS. Kegiatan pengawasan

menyangkut pengumpulan, pengolahan, dan analisis data secara sistematik dan

terusmenerus. Kegiatan ini akan memberikan informasi tentang jumlah dan prevalensi

HIV serta penderita infeksi menular seksual, di berbagai kalangan yang ada dalam

masyarakat dengan tingkat risiko yang berbeda, distribusi serta kecenderungannya11.

B. Malaria

Kebijakan dan program

Komitmen internasional. Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui

pendekatan Roll Back Malaria (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi

sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat

dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan

malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting

adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan

kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan promosi kesehatan.

11 Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari: http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

Page 21: Tugas Kelompok Polin

Strategi dalam pemberantasan malaria antara lain adalah dengan sistem

kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar;

intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor

secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara

lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan

malaria, dan membangun kerja sama antarsektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan

Berantas Kembali Malaria atau GEBRAK Malaria yang dimulai pada 2000 adalah

bentuk operasional dari Roll Back Malaria (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan

kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah

penyebaran penyakit malaria.

Kegiatan. Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas

delapan kegiatan, yaitu: diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu

dengan insektisida; penyemprotan; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam

dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti

larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi

galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan

kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan.

Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di

daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

Pengawasan Penyakit. Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari

fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria,

untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei

untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial

dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan

insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk

dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk

memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria.

C. Tuberkulosis (TB)

Gerdunas. Pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian tuberkulosis sebagai

prioritas kesehatan nasional. Pada 1999, Menteri Kesehatan mencanangkan Gerakan

Nasional Terpadu Pemberantasan Tuberkulosis atau Gerdunas. Gerdunas adalah

Page 22: Tugas Kelompok Polin

gerakan inter-sektoral dalam upaya untuk mempromosikan percepatan pemberantasan

tuberkulosis. Gerdunas merupakan pendekatan terpadu, mencakup rumah sakit dan

sektor swasta dan semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyarakat.

Pada 2001 semua provinsi dan kabupaten telah mencanangkan Gerdunas,

meskipun tidak semua beroperasi penuh. Lebih dari itu sudah adanya Rencana Strategis

Program Penanggulangan Tuberkulosis selama lima tahun (2002–2006), yang

membangun fondasi dan pilar-pilar untuk membangun lebih lanjut kegiatan

pemberantasan tuberkulosis nasional.

Komitmen internasional. MDG mendukung komitmen politis yang ada untuk

menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberkulosis pada 2015. Komitmen

internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun 2000, di mana Menteri

Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70 persen angka deteksi kasus pada 2005 dan

keberhasilan pengobatan sebesar 85 persen. Sebagai bukti komitmen ini, Pemerintah

Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis, dan telah

menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obat-obatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini

mencakup 54 persen dari kebutuhan seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta.

D. Tembakau

Mempertahankan harga tinggi pada produk tembakau. Bank Dunia

menyimpulkan bahwa kenaikan harga 10 persen akan menurunkan tingkat permintaan

global terhadap tembakau sebesar 4–8 persen.27 Simulasi-simulasi ini menunjukkan

bahwa kenaikan 10 persen di seluruh dunia (melalui peningkatan cukai) dapat

mencegah paling sedikit 10 juta kematian yang berhubungan dengan tembakau di

seluruh dunia. Karena itu, meningkatkan harga produk tembakau adalah satu-satunya

strategi yang paling efektif untuk mengurangi beban kerusakan kesehatan akibat

penggunaan tembakau. Di Indonesia, rata-rata cukai rokok sebagai persentase dari harga

rokok adalah sekitar 31 persen, yang merupakan cukai terendah di kawasan ini setelah

Larangan menyeluruh terhadap iklan, promosi, dan pemberian sponsor. Iklan

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar karena menciptakan

kondisi di mana penggunaan tembakau dianggap sebagai sesuatu yang normal, wajar,

dan dapat diterima. Hal ini mendorong anak-anak dan remaja untuk mencoba-coba

Page 23: Tugas Kelompok Polin

merokok.28 Peraturan yang ada sekarang hanya hanya melarang iklan televisi pada

siang hari dan sebagian malam.

Peraturan udara bersih. Sebagian besar orang dewasa dan remaja Indonesia tidak

merokok. Peraturan udara bersih diperlukan untuk melindungi mereka yang bukan

perokok, baik dewasa maupun anakanak, dari bahaya asap rokok tembakau.

2.2 PENCAPAIAN TUJUAN KE-6 MDGs.

Salah satu pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan adalah target

Millenium Development Goals (MDGs) di bidang HIV-AIDS, karena hampir di seluruh

wilayah Indonesia, angka temuan kasus infeksi HIV masih meningkat.

T ahun 2012, Indonesia telah menurunkan prevalensi balita dengan berat badan

rendah atau kekurangan gizi (MDG-1); pengendalian penyebaran dan penurunan kasus

baru Tuberkulosis (TB) telah mencapai target (MDG-6); menurunkan Angka Kematian

Bayi dan Balita (MDG-4); mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan kasus

baru malaria (MDG-6)12.

Terkait MDG-6 mengenai HIV/AIDS, data jumlah kasus AIDS sampai dengan

30 Juni 2012, dilaporkan sebanyak 2224 kasus dari 33 provinsi, yang berasal 368

kab/kota. Saat ini, semakin banyak kasus HIV yang dideteksi lebih awal, sehingga kasus

AIDS semakin menurun. Sementara itu, angka kematian akibat AIDS saat ini 2,4%

(2012). Angka ini menurun tajam dari data sebelumnya 40% (2000).

Jumlah test HIV meningkat tiga kali lipat dari 300.000 orang pada 2009,

menjadi hampir 900.000 orang pada 2012. Jumlah ini menandakan bahwa kerjasama

antara Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Kemkes RI, Dinas Kesehatan

di daerah dengan populasi dan jaringan komunitas sudah semakin baik. Menkes

menyatakan bahwa sudah diputuskan bahwa penanggulangan AIDS dilakukan bersama-

sama dengan Tuberkulosis (TB) dan malaria. AIDS kini tidak lagi dipandang sebagai

sebuah penyakit luar biasa yang harus ditangani secara terpisah. Penanggulangan AIDS

merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Karena itu, dibutuhkan

12MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html

Page 24: Tugas Kelompok Polin

dukungan seluruh masyarakat dan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mencapai

target tersebut13.

Tuberkulosis merupakan satu dari tiga penyakit yang merupakan bagian dari

sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, selain AIDS dan Malaria.

Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa capaian Pengendalian Tuberkulosis

(TB) di Indonesia telah mendekati target yang ditetapkan. Angka insidens semua tipe

TB telah turun dari 343 per 100.000 penduduk(1990) menjadi 189 per 100.000

penduduk (2011). Selanjutnya, angka prevalensi TB turun hampir setengahnya dari 423

per 100.000 penduduk (1990) menjadi 289 per 100.000 penduduk (2011). Sementara

angka mortalitas TB menurun lebih dari separuh dari 51 per 100.000 (1990) menjadi 27

per 100.000 penduduk (2011).

Tahun 2013 situasi Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah menunjukkan adanya

penurunan prevalensi dan kematian akibat TB. Selain itu juga angka notifikasi kasus TB

menunjukkan adanya peningkatan meskipun belum maksimal. Prestasi yang paling

menggembirakan adalah trend angka keberhasilan pengobatan menunjukkan konsistensi

di atas 90% selama beberapa tahun ke belakang. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan dalam kualitas pengobatan pasien TB.

Berbagai terobosan bersejarah telah dilakukan pada Program Nasional

Pengendalian TB di Indonesia, diantaranya 1) Pendekatan Public-Private Mix (PPM)

untuk pelayanan TB dengan pelibatan sektor pemerintah dan swasta, 2) Pengembangan

Pelayanan Pasien TB MDR, 3) Penggunaan Rapid Diagnostic untuk TB Resistan Obat,

4) Penguatan peran pasien dalam pengendalian TB, 5) Disusunnya Exit Strategy untuk

GF ATM, sehingga untuk ke depannya Program Pengendalian TB tidak bergantung

kepada donor.

Selanjutnya, banyak hal yang telah dicapai dalam penanggulangan TB di

Indonesia, diantaranya: Sejak 1995, sebanyak 20 juta orang diselamatkan dan 51 juta

pasien disembuhkan; Sejak 2010, Angka kesembuhan mencapai 87 %; MDG TB telah

13 BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN ZERO STIGMA DISCRIMINATION http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zero-aids-related-death-dan-zero-stigma-discrimination.html

Page 25: Tugas Kelompok Polin

tercapai sebelum waktu yang ditetapkan; serta banyak terobosan seperti pemakaian alat

diagnostik cepat untuk TB dan TB MDR.

Malaria. Eliminasi Malaria adalah komitmen global yang disepakati pada

Sidang Majelis Kesehatan Sedunia atau World Health Assembly (WHA) 2007.

Mengutip data World Malaria Report 2012, dari 104 negara endemis malaria, terdapat

79 negara yang diklasifikasikan berada dalam fase pemberantasan Malaria, 10 negara

dalam fase pre-eliminasi dan 10 negara lainnya sudah berada dalam fase eliminasi.

Indonesia bertekad kuat mencapai eliminasi Malaria. Mulai 2007, Indonesia

secara bertahap akan mencapai eliminasi Malaria. Selambat-lambatnya pada 2030,

Indonesia ditargetkan mencapai tahap eliminasi atau bebas malaria. Tahun 2013, salah

satu wilayah yang telah mencapai tahap bebas Malaria adalah Kabupaten Administratif

Kepulauan Seribu. Menkes sangat mengharapkan kegiatan surveilans Malaria di

Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dapat dilakukan dengan baik, agar status

eliminasi yang sudah tercapai tetap terjaga.

Hal ini juga dibuktikan dalam lima tahun terakhir, Angka Kesakitan Malaria

atau Annual Paracite Incidence (API) telah berhasil diturunkan dari 1,96 per 1000

penduduk (2008) menjadi 1,69 per 1000 penduduk (2012). Upaya keras sangat

dibutuhkan agar Indonesia dapat menurunkan angka API sesuai dengan target

Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu 1 per 1000 penduduk. Data

menunjukkan, sebanyak 17 dari 33 Provinsi yang memiliki nilai API < 1 per 1000

penduduk. Selanjutnya, 10 Provinsi lainnya memiliki nilai API diantara 1-5 per 1000

penduduk. Sementara 6 Provinsi lainnya, memiliki nilai API > 5 per 1000 penduduk,

bahkan ada provinsi yang memiliki nilai API > 50 per 1000 penduduk14.

14MENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI INDONESIA http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkan-sertifikat-eliminasi-malaria-pertama-di-indonesia.html

Page 26: Tugas Kelompok Polin

BAB III

KESIMPULAN

Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan MDGs mencerminkan komitmen

negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan berkontribusi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. MDGs merupakan acuan penting dalam

penyusunan dokumen RPJPN 2005-2025, RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014, RKP

Tahunan, dan APBN. Berdasarkan Pencapaian MDGs dan Tindak Lanjut Pasca 2015,

yang disampaikan oleh Dra. Nina Sardjunani, MA, Deputi Sumber Daya Manusia dan

Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, yang disampaikan dalam Dialog

Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan 2015-2019, dapat diketahui bahwa Capaian

Tujuan MDGs 2013 :

1. Tujuan MDGs yang telah tercapai;

2. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan

diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track);

3. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan namun masih

diperlukan kerja keras.

Pencapaian diatas tentu saja berlaku pada Tujuan ke-6 MDGs yaitu Memerangi

HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya. Dimana Tingkat prevalensi

HIV/AIDS yang cenderung meningkat di Indonesia, terutama pada kelompok risiko

tinggi, yaitu pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang

dilaporkan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Angka

kejadian malaria per 1.000 penduduk menurun dari 4,68 pada tahun 1990 menjadi 1,85

pada tahun 2009 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sampai tahun 2013.

Page 27: Tugas Kelompok Polin

Sementara itu, pengendalian penyakit Tuberkulosis yang meliputi penemuan

kasus dan pengobatan telah mencapai target. Pendekatan untuk mengendalikan

penyebaran penyakit ini terutama diarahkan pada upaya pencegahan dan

pengarusutamaan ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Selain itu,

pengendalian penyakit harus melibatkan semua pemangku kepentingan dan memperkuat

kegiatan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Pencapaian tujuan MDGs memang membutuhkan dana yang sangat besar,

partisipasi dan kerjasama seluruh komponen bangsa baik di tingkat nasional maupun

lokal menjadi penentu MDGs. Masyarakat sipil, kalangan swasta, organisasi

kemasyarakatan, media dan akademisi/perguruan tinggi hendaknya dapat meningkatkan

peran guna membantu pemerintah dalam mendukung pencapaian MDGs, terutama

dalam pengurangan angka kemiskinan. Tanpa MDGs, masyarakat miskin di

perkotaan/di perdesaan termasuk di pelosok Indonesia telah berupaya mencari solusi

hidupnya dengan cara-cara mereka sendiri. Karena itulah MDGs harus

diimplementasikan, bukan sekedar wacana, iklan atau slogan. Melainkan merupakan

bagian yang harus berkelanjutan diperjuangkan oleh pemerintah bersama seluruh

stakeholder yang ada.

Page 28: Tugas Kelompok Polin

DAFTAR PUSTAKA

Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Diakses dari: http://www.mhahs.org.au/index.php?option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=1

BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN ZERO STIGMA DISCRIMINATION http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zero-aids-related-death-dan-zero-stigma-discrimination.html

HIV/AIDS Diakses dari: http://www.aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS

http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html

http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu

INILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI INDONESIA. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8-tahun-pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.html

MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html

MENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI INDONESIA http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkan-sertifikat-eliminasi-malaria-pertama-di-indonesia.html

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari: http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf