tugas kelpk interdisc 2013(2)

55
KOLABORATIF DAN INTERDISIPLINER DI TATANAN PELAYANAN KRITIS TUGAS KELOMPOK INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MK TATA KELOLA KEPERAWATAN KRITIS Dosen : Dr. F SRI SUSILANINGSIH, MN Disusun Oleh : Ayu Ningrum (220120110502) Nunung Nurhayati (220120110511) Roheman (220120110531) PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEPERAWATAN

Upload: autoracing-evr

Post on 01-Dec-2015

267 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

KOLABORATIF DAN INTERDISIPLINER

DI TATANAN PELAYANAN KRITIS

TUGAS KELOMPOK INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS

MK TATA KELOLA KEPERAWATAN KRITIS Dosen : Dr. F SRI SUSILANINGSIH, MN

Disusun Oleh :

Ayu Ningrum (220120110502)

Nunung Nurhayati (220120110511)

Roheman (220120110531)

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2013

Page 2: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan hidayahNya penulisan makalah “Kolaborasi dan Interdisiplin di

Tatanan Pelayanan Keperawatan Kritis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi

penugasan pada Mata Kuliah Tata Kelola Keperawatan Kritis pada Program

Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada Dr.F. Sri Susilaningsih, MN sebagai dosen Mata Kuliah Tata

Kelola Keperawatan Kritis atas masukan dan pengarahan dalam penulisan

makalah ini.

Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka

dari itu Kelompok sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna

kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat berguna bagi

semua pihak. Terima kasih.

Bandung, Maret 2013

Kelompok 2

Page 3: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk

menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu.

Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam

namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama,

berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian

kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang

menjadi essensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint

Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak

ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya

kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut,

pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan

realistis sesuai pentahapannya.

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan ketertiban

dunia yang berdasarkan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadialan sosial. Dalam

rangka mencapai cita-cita tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di

semua bidang dalam satu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan

terarah.

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup

sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan

Page 4: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

sumber dayanya, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna

mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula menitikberatkan pada

upaya penyembuhan penderita secara berangsur-angsur berkembang ke arah

keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh. Oleh karena itu pembangunan

kesehatan, yang menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan

kesehatan (rehabilitasi) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan dan dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Pada saat ini pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk

mewujudkan suatu kondisi masyarakat Indonesia yang sehat baik secara

fisik maupun secara mental. Pemerintah menyadari akan arti penting

masyarakat yang sehat dalam mendukung pembangunan negara.

Pembangunan akan sulit berjalan lancar jika masyarakatnya kurang sehat.

Oleh karena itu pemerintah dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem

pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas sehingga dapat diandalkan

pada saat dibutuhkan tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi

maupun non ekonomi. Hal ini berarti pemerintah perlu membangun pelayanan

kesehatan yang mampu diandalkan sehingga semua lapisan mayarakat baik dari

kalangan bawah sampai dengan kalangan atas dapat memanfaatkannya.

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan

ditatanan keperawatan kritis yang harus diperhatikan adalah manajemen

perawatan pasien, yang dikelola oleh para dokter spesialis, para perawat dan

para tenaga kesehatan lainnya. Dalam pelaksanaan tugas perawatan dengan

pasien kritis para tenaga kesehatan harus berkolaborasi dan menjalin hubungan

interdisiplin yang baik, bekerjasama saling memberikan informasi, koordinasi

dan mempunyai tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien. Setiap tenaga

profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien,

hanya pendekatannya saja yang berbeda disesuaikan dengan profesinya

masing-masing. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka

hubungan kerja sama kolaborasi akan dapat terjalin dengan baik sehingga

pelayanan akan efektif.

Page 5: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Pada tatanan pelayanan keperawatan kritis yang menjadi pasiennya adalah

orang dengan trauma dan penyakit yang mengancam kehidupan. Pada pasien kritis

disamping memiliki masalah yang kompleks juga beresiko mendapatkan multi-

intervensi dari berbagai multi disiplin dan mendapat therapi multi farmasi. Hal

tersebut berpotensi menimbulkan pelayanan yang terkotak-kotak dan akan

mengancam pada keselamatan pasien. Sehingga diperlukan komunikasi,

pengambilan keputusan, dan team work yang baik untuk meningkatkan kualitas

pelayanan yang baik dan holistik.

Intinya kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing

pengetahuan yang direncanakan  dan menjadi tanggung jawab bersama untuk

merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari

kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dengan

ahli medis lainnya. Oleh karena itu kelompok kami akan membahas tentang

Interdisiplin/kolaborasi untuk lebih memahami tetang konsep dan isu tentang

kolaborasi/interdisiplin.

Page 6: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Interdisiplin

Interdisiplin merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada

sejumlah dimensi kunci, termasuk di dalamnya adalah : tujuan yang jelas,

identitas bersama, komitmen bersama, peran yang jelas dari masing - masing

profesi, saling ketergantungan dan integrasi satu sama lain. Interdisiplin

adalah unsur penting untuk mengurangi duplikasi usaha, meningkatkan

koordinasi, meningkatkan keselamatan dan oleh karena itu memberikan

perawatan berkualitas tinggi. Organisasi kesehatan menyadari tentang

pentingnya memiliki informasi dan keterampilan banyak disiplin dalam

rangka mengembangkan solusi yang dapat dipertangung jawabkan dalam

memberikan perawatan yang komprehensif kepada individu dan keluarga.

Diungkapkan oleh Firth-Cozens (1998) berpendapat bahwa: Kerja tim

dipandang sebagai cara untuk mengatasi potensi fragmentasi perawatan,

sebuah sarana untuk memperluas keterampilan; merupakan bagian penting

yang perlu dipertimbangkan menghadapi kompleksitas perawatan modern;

dan cara untuk meningkatkan kualitas bagi pasien. Pelayanan Kesehatan

Nasional Manajemen Eksekutif (1993) di Inggris menyatakan : Hasil terbaik

dan biaya paling efektif untuk pasien dan klien dicapai ketika profesional

bekerja sama, belajar bersama, terlibat dalam audit klinis hasil bersama-sama

dan menghasilkan inovasi untuk memastikan kemajuan dalam praktek dan

pelayanan.

B. Anggota Tim Interdisiplin

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok

profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda

keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota

tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan

meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,

manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki

Page 7: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar

sesama anggota tim.

Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi

pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu

rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal

hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai

anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat

memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung

penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan

mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas

pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering

berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal

pemberian pengobatan.

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia

memeriksa beberapa alterntif pendapat dan perubahan pelayanan. Asertifitas

penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan

keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar

didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu

keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam

pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung

jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu

yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup

kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Koordinasi adalah

efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi

duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan

permaslahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis

profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada

pasien. Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan

Page 8: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan

seseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep

dengan arti yang sama: mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu

hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai

oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.

Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa

rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman,

menghindari dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonomi akan

ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.

Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama

kemitraan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari

vokasional menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perawat

dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangat kompleks.

Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan

atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperawatan. Perlu

ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengenai

tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi

profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar

dapat mengantisipasi perubahan.

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif,

hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan

data kesehatan pasien secara komprehensif sehingga menjadi sumber

informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh

karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang

memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.

Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan

kesenjangan professional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui

pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-

pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.

Page 9: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Mutuality

Assertiveness

Efective collaboration

Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja

dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai

kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab,

komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.

Gambar 1: Elemen Interdisiplin

C. Kolaborasi interdisiplin di tatanan pelayanan keperawatan kritis

Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan kritis

merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim

kesehatan profesional (perawat, dokter, tim kesehatan lainnya maupun

pasien dan keluarga pasien kondisi kritis) yang mempunyai hubungan

yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis,

Autonomy

CommunicationsResponsibility

Common purpose

Coordination

cooperation

Page 10: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada pasien kondisi kritis.

Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota

tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien kondisi

kritis. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter,

fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu

tim kolaborasi interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang efektif,

bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.

Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus

bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk

mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama,

asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi.

Koordinasi ketegasan

1. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk

memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.

2. Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat

mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa

pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.

3. Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh

dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.

4. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk

membagi informasi penting mengenai perawatan pasien kondisi kritis

dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis.

5. Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat

memberikan tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-

aturan yang telah disepakati.

6. Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas

kompetensinya.

7. Koordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam

perawatan pasien kondisi kritis, mengurangi duplikasi dan menjamin

orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.

Page 11: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

8. Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan

memiliki tujuan untuk kesehatan pasien kondisi kritis.

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :

  Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama

  Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya

  Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik

  Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang

tergabung dalam tim.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi

profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.

Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional

untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau

menghindari tangung jawab.

Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan kritis

antara lain :

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan

menggabungkan keahlian unik profesional untuk pasien kondisi kritis

2. Produktivitas  maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas

4. Meningkatnya kohesifitas antar professional

5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar professional

6. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang

lain.

Hambatan dalam melakukan kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan

kritis kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada

banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :

1. Ketidaksesuaian pendidikan

2. Struktur organisasi yang konvensional

3. Konflik peran dan tujuan

4. Kompetisi interpersonal

5. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

Page 12: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

D. Kolaborasi

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk

menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu.

Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam

namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerjasama,

berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Berdasarkan

kamus heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama

khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.

Kolaborasi adalah bentuk 'longgar' dari tim kerja interprofessional.

Ini berbeda dari kerja tim dalam hal identitas bersama dan integrasi individu

yang kurang dianggap penting. Namun, ini mirip dengan kerjasama tim dalam

hal pembagian akuntabilitas bersama antara individu, saling ketergantungan

antar individu, kejelasan peran / tujuan dan tugas tim, namun secara general

kolaborasi digunakan pada setting dimana hanya memiliki sedikit kondisi

unpredictable, urgency dan kompleksitas. Contoh jenis pekerjaan dapat

ditemukan dalam perawatan primer dan umum (Delva et al., 2008)

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika

hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi

itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana

masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua

belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.

Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa

diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran

seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan

secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi

kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan

lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,

pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran

pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien

melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama

Page 13: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja

sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka

berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik

untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney,

2000)

Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini?

Bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan

apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu

menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan

rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para

pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan

dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu

yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang

mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.

Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi

dengan pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian

perawatan dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan

masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf

perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan

menginternalisasi peran.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing

pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab

bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang

lama antara tenaga profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).

Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau

perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan

dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan

supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau

mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan

Page 14: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama

sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup

praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap

orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan

masyarakat.

E. Kolaborasi Perawat – Dokter dan Tenaga Kesehatan Lainnya dan

Pasien.

Komunikasi yang terjadi antara dokter, perawat, dan tim kesehatan

lain dengan pasien dapat dijelaskan melalui praktik kolaborasi sebagai

berikut. Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau dijelaskan dengan mudah.

Kebanyakan definisi menggunakan prinsip perencanaan dan pengambilan

keputusan bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian,

dan tujuan serta tanggung jawab bersama. American Nurses Association

(ANA): Baggs & Schmitt,1988; Evans & Carlson,1992; Shortridge, McLain,

& Gillis1986, (cit. Siegler & Whitney, 1994). et al., (cit. Siegler & Whitney,

1994) menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana

pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan

pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaborasi

menekankan tanggung jawab bersama dalam menajemen perawatan pasien,

dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing

pendidikan dan kemampuan praktisi.

Meskipun definisi ini termasuk yang terbaik, tapi belum dapat

menyampaikan sekian ragam variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam

perawatan kesehatan National Joint Practice Commission (NJPC), (cit.

Siegler & Whitney, 1994). Gambar berikut adalah tiga model/pola praktik

kolaborasi:

Page 15: Tugas kelpk interdisc 2013(2)
Page 16: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Praktik kolaborasi mengganti pendekatan pengelompokan hirarkis

yang mendorong interaksi antara sesama anggota. Gambar 1 – 3.

Membandingkan tiga buah model, satu hirarkis dan dua kolaborasi.

Pola pertama merupakan model hirarkis (gambar 1), menekankan

komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter, dan dokter

merupakan tokoh yang dominan. Pola kedua merupakan model praktik

kolaborasi (gambar 2) menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap

menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara

dokter dan pasien. Model ketiga pada gambar 3 agak mengubah pola tersebut.

Pola ini lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus

saling bekerja sama, juga dengan pasien. Model ini tetap melingkar,

menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tak

ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus.

Page 17: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Model Kolaborasi gambar 3 adalah yang sesuai dengan penelitian ini

karena kolaborasi yang dilakukan dokter, perawat dan tenaga kesehatan

lainnya semuanya berorientasi kepada pasien. Dalam situasi apapun, praktik

kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri secara adekuat pada

setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok dapat mengenal

masalah yang dihadapi pasien, sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan

keputusan.

Masalah kolaborasi adalah komplikasi fisiologis tertentu yang

dipantau perawat untuk mendeteksi awitan atau perubahan dalam status.

Perawat mengatasi masalah kolaboratif dengan menggunakan ketentuan -

dokter dan intervensi yang ditentukan – keperawatan untuk meminimalkan

komplikasi dari kejadian tersebut. Intervensi keperawatan diklasifikasikan

sebagai ditentukan – perawat atau ditentukan – dokter. Intervensi yang

ditentukan – perawat adalah intervensi dimana perawat tersebut dapat secara

legal menentukan bagi staf keperawatan untuk mengimplementasikannya.

Intervensi yang ditentukan perawat mengatasi, mencegah, dan memantau

diagnosa keperawatan. Intervensi yang ditentukan perawat mengatasi dan

memantau masalah kolaboratif. Intervensi yang ditentukan dokter

menunjukan tindakan untuk masalah kolaboratif dimana perawat

melaksanakan dan mengaturnya. Masalah kolaboratif memerlukan baik

intervensi yang ditentukan perawat maupun intervensi yang ditentukan

dokter.

Sedangkan kualitas hubungan perawat-pasien, oleh Burnard (1990)

dalam kajiannya mengenai konsep kehangatan dan ketulusan, mengajukan

argumentasi bahwa sifat-sifat ini adalah sangat subjektif. Persepsi kualitas

pribadi orang lain bersifat individual dan didasarkan pada pengalaman

individu. Orang biasa menganggap dirinya sebagai hangat tetapi belum tentu

orang lain menganggapnya demikian, mungkin ini disebabkan oleh perbedaan

budaya. Bersikap hangat dan tulus bukanlah suatu keterampilan praktis tetapi

suatu kerangka pemikiran. Termasuk di dalamnya adalah sikap penerimaan,

penghargaan dan keunikan setiap pribadi: keunikan perawat bagi pasien yang

Page 18: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

memerlukan perawatan; keunikan pasien bagi perawat yang mempunyai

minat professional yang tulus dalam meningkatkan kesejahteraan pasien.

Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan perawat-pasien,

tidak diperlukan adanya keintiman yang kuat diantara orang orangnya. Yang

diperlukan adalah penciptaan suatu iklim dimana pasien merasa aman;

dimana terjadi saling membagi pemahaman, pendapat dan pikiran.

Pemahaman yang empatik adalah sebuah dimensi khusus dalam

membangun hubungan pengasuhan. Menurut kamus, istilah ini berarti “daya

untuk mengenali diri sendiri secara mental dengan orang atau suatu benda

kontemplasi” Allen (1990). Empati bukanlah simpati untuk situasi atau

dilemma seseorang tetapi sebuah kemampuan untuk merefleksikan secara

objektif perasaan-perasaan dari seorang pasien, yang mungkin tidak

diungkapkan melalui kata-kata. Di dalamnya terlibat penerimaan dan

penghargaan, tanpa prasangka, terhadap keunikan pribadi tanpa gangguan

persetujuan atau ketidaksetujuan, pengakuan atau tidak mengakui; empati

adalah mempersepsikan dunia sebagaimana pasien mempersepsikannya.

Menurut kata-kata Scheler (cit. Kirby dan Slevin, 1992) “empati

adalah merasakan perasaan orang lain, tanpa dengan mengetahuinya ataupun

menilai bahwa orang lain memilikinya; tetapi tidak sama dengan mengalami

sendiri pengalaman itu”. Seorang praktisi yang benar-benar reflektif adalah

seseorang yang mampu menambahkan pemahaman yang empatik ke dalam

kualitas hubungan pengasuhan. Bukan sebagai konselor, karena ini

merupakan pekerjaan khusus dari seseorang yang mendapat pelatihan khusus

untuk hal ini, tetapi menggunakan keterampilan konseling (Ellish, 1992). Kita

juga perlu mempertimbangkan sifat segera dari perasaan-perasaan yang

digambarkan oleh pasien. Sifat segera ini mengacu pada situasi yang sedang

terjadi, bukan pada masa lalu atau masa yang akan datang.

F. Proses Kolaborasi

Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik

kolaborasi. ANA (1980) menjabarkan kolaborasi sebagai ” hubungan rekanan

sejati, dimana masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain,

Page 19: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

dengan mengenal dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab

masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling melindungi

kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua

pihak.” Dari penjabaran sifat kolaborasi dapat disimpulkan bahwa kolaborasi

dapat dianalisis melalui empat buah indikator :

a. Kontrol – kekuasaan

b. Lingkup praktik

c. Kepentingan bersama

d. Tujuan bersama.

a. Kontrol – kekuasaan

Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila

baik dokter maupun perawat terdapat kesempatan sama untuk

mendiskusikan pasien tertentu. Beberapa peneliti telah mengembangkan

instrumen penelitian untuk mengukur kontrol-kekuasaan pada interaksi

perawat-dokter. Feiger dan Schmitt, (1979) mengembangkan model

mengukur komunikasi perawat – dokter untuk menentukan tingkat kontrol

kekuasaan melalui 12 kategori proses berikut ini :

(1) menanyakan informasi, (2) Memberikan Informasi, (3) menanyakan

pendapat, (4) memberikan pendapat, (5) mengemukakan usul, (6)

memberikan pengarahan/perintah ,(7) pengambilan keputusan, (8)

memberi pendidikan, (9) memberi dukungan/persetujuan,(10 )

menanyakan tidak setuju/tidak sependapat, (11) orientasi, dan (12) humor.

Kecuali instrumen, Jones juga meneliti jangka waktu rata-rata pertukaran

komunikasi antara perawat dengan dokter untuk tiga jenis komunikasi

yaitu komunikasi saat mengadakan pemeriksaan keliling, komunikasi saat

tatap muka dan komunikasi melalui telpon.

b. Lingkungan Praktik

Lingkungan praktik menunjukan kegiatan dan tanggung jawab masing

masing pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang

terpisah sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter, tapi ada

tugas-tugas tertentu yang dibina bersama. Weis dan Davis ( 1993 ) telah

Page 20: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

mengembangkan suatu instrumen yang disebut Healt Role Expectation

Index, mengukur persepsi kolaborasi hubungan antara perawat, dokter,

pasien. Sarana yang terdiri dari 16 pokok tersebut dibentuk dari skala

Likert 5 hal yang membentuk 4 skala terpisah : (1) tanggung jawab dokter,

(2) tanggung jawab perawat, (3) tanggung jawab pemakai, (4)

egalitarianisme ( dengan topik : akses sama, kekuasaan sama dan/atau

penghargaan sama). Semakin tinggi skore total semakin besar

kemungkinan pelaksanaan tanggung jawab bersama antara para anggota

perawatan kesehatan.

Weiss dan David mengusulkan agar instrumen tersebut digunakan untuk

(1) menilai kecenderungan seseorang untuk berkolaborasi, (2) menentukan

kesesuaian antara harapan para pemberi perawatan kesehatan dan pasien

yang mereka layani dan (3) mengevaluasai perubahan sikap dan ketepatan

waktu tertentu.

c. Kepentingan Bersama

Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator

kolaborasi antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut

pandang perilaku organisasi. Para teoris ini menjabarkan kepentingan

bersama secara operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing

masing ( usaha untuk memuaskan sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha

untuk memuaskan kepentingan pihak lain ). Thomas dan Kilmann (1974)

telah merancang model untuk mengukur pola managemen penanganan

konflik: (1) bersaing, (2) berkolaborasi, 3) berkompromi, (4) menghindar,

(5 ) mengakomodasi.

d. Tujuan Bersama

Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien

dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat

kaitannya dengan prognosis pasien. Ada tujuan yang sepenuhnya menjadi

tanggung jawab perawat, ada yang dianggap sebagai tanggung jawab

sepenuhnya dari dokter, ada pula tujuan yang merupakan tanggung jawab

bersama antara dokter dan perawat.

Page 21: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

G. Elemen Kunci Efektifitas Kolaborasi

Kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk

memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.

Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka

dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-

benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung

suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam

pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung

jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu

yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup

kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Koordinasi adalah

efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi

duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan

permasalahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi

profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada

pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan

profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan

seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan

konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai

suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang

ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap

anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi.

Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman,

menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonomi akan

ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.

Page 22: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat

digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team yaitu :

a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan

menggabungkan keahlian unik profesional.

b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas

d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional

e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,

f. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami

orang lain.

Page 23: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

BAB III

PEMBAHASAN

A. Issue Interdisiplin dan Solusinya

Kolaborasi membutuhkan pengakuan bahwa pengetahuan dan bekerja

sama secara interdisipliner sangat berkaitan erat. Situasi klinis pada pasien ICU

dengan berbagai macam masalah yang komplek dapat dipecahkan dengan

kolaboratif interdisipliner dengan berbagai didplin ilmu terkait.

Hubungan perawat-dokter dan profesi lainnya adalah satu bentuk

hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan

kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam

prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam

melakukan proses kolaborasi. Hambatan kolaborasi dokter, perawat dan profesi

lain sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status

dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi

pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi/interdisiplin.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat

timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American

Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit

melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan,

tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien (Kramer dan

Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas

hubungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat

profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi

sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam

aplikasi kolaborasi. Dokter dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik

lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih

mendukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter

Page 24: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara

berkomunikasi diantara keduanya.

Inti sesungguhnya dari konflik perawat, dokter dan profesi lain terletak

pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi

diantara keduanya. Selain perawat – dokter, kolaborasi antar tenaga kesehatan

yang lain dalam menangani pasien saat ini juga dirasakan masih kurang. Masing –

masing tenaga kesehatan menangani pasien dengan disiplin ilmunya sendiri –

sendiri tanpa adanya kolaborasi satu dengan yang lainnya sehingga cenderung

akan merugikan pasien. Pendekatan yang dilakukan masih pendekatan

multidisiplin. Padahal seharusnya pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

interdisiplin. Terutama ditatanan pelayanan intensive atau citical care.

Critical Care merupakan bagian yang penting dalam sistem kesehatan

yang modern. Intensive care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah

untuk melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan potensi

“reversible life thretening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk

mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang

kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital

dimana pasien ini berpotensi untuk mendapatkan berbagai macam intervensi dari

berbagai disiplin ilmu baik dari kedokteran, keperawatan, gizi dan disiplin ilmu

lainnya, sehingga hal ni akan menimbulkan permasalahan baru yaitu adanya

pemecahan masalah pasien kritis yang bersifat fragmented dan hal ini akan

berpotensi untuk menimbulkan masalah pada safety pasien yang akan berdampak

pada mutu pelayanan pasien.

Seperti yang dikatakan oleh Manojlovich (2007) bahwa adverse event

merupakan hal yang sering terjadi di tatanan pelayanan critical care dan

komunikasi antara perawat dan dokter menjadi salah satu faktor yang significan

yang berhubungn dengan mortalitas di tatanan pelayanan critical care.

Komunikasi dan koordinasi tim yang efektif diakui sebagai hal penting untuk

meningkatkan kualitas dan keselamatan dalam pengaturan medis akut seperti unit

perawatan intensif (ICU). Studi kegagalan komunikasi dalam tim medis telah

Page 25: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

menunjukkan pengaruh yang hirarkis dan faktor sosial terhadap perilaku staf

medis junior. Kegagalan komunikasi dapat muncul dari anggota tim junior yang

enggan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anggota tim senior karena

takut baik karena tidak kompeten, atau ditolak, malu.

Penelitian sikap di AS menunjukkan bahwa anggota tim ICU memiliki

persepsi yang berbeda perilaku komunikasi mereka, dengan perawat lebih dari

pada dokter melaporkan kesulitan dalam berbicara ke atas tentang masalah dengan

perawatan pasien, dan perawat lebih sedikit pelaporan yang kerja sama antara

perawat dan dokter terkoordinasi dengan baik. Tidak hanya faktor-faktor seperti

meningkatkan kemungkinan kesalahan medis terjadi, tetapi juga sejauh mana

komunikasi di ICU terbuka dapat mempengaruhi sejauh mana tugas perawatan

pasien dipahami. Melalui penggunaan intervensi komunikasi yang membina

kerjasama lintasi batas peran (misalnya ICU harian tujuan lembar), membuat

komunikasi yang lebih inklusif dan eksplisit telah terbukti meningkatkan

pemahaman anggota tim rencana perawatan pasien di ICU.

Beberapa penelitian tentang patient safety menunjukkan bahwa kegagalan

komunikasi menjadi faktor penyebab terbanyak dalam insiden kritis di ICU. Studi

ini menunjukkan bahwa anggota tim kelompok dengan profesional yang berbeda

memiliki persepsi yang berbeda dalam hal komunikasi di ICU. Komunikasi

keterbukaan juga ditemukan terkait dengan sejauh mana anggota tim memahami

laporan tujuan perawatan pasien. Hal ini diperlukan untuk menciptakan suasana

yang aman dimana anggota tim merasa mereka dapat berbicara secara terbuka

tanpa takut atau malu jika mereka memiliki masalah keamanan atau masalah

dengan kualitas penjagaan yang diberikan kepada pasien.

Untuk itu maka tatanan pelayanan di intensive care harus dilakukan secara

interdisiplin bukan multi disiplin sehingga penanganan pasien dapat diselesaikan

bersama sama dan tidak bersifat fragmented atau sepotong –sepotong tetapi

secara holistik, sehingga dapat terwujud good clinical governance. Hal ini sesuai

dengan Sistem Kesehatan Nasional 2011, dalam Bab V tentang Cara

Penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional, salah satu prinsip pada subsistem

Page 26: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

upaya kesehatan adalah upaya kesehatan dilakukan secara kerjasama tim,

melibatkan semua pihak yang kompeten, dilakukan secara cepat dengan

ketepatan/presisi yang tinggi. Hal ini bertujuan agar tercipta pelayanan perawatan

pasien yang komperhensif dan terintegrasi sehingga tercipta pelayanan

keperawatan kritis yang holistik dan humanis, sehingga diperlukan pendekan

interdisiplin untuk mewujudkannya.

Untuk mengatasi issue interdisiplin yang sampai sekarang masih terjadi di

pelayanan kesehatan maka salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan

pendekatan interdisiplin yaitu dimana tenaga kesehatan harus tumbuh dan belajar

pada suatu situasi dimana tercipta hubungan yang saling percaya antar disiplin dan

adanya keinginan untuk berbagi dalam pengambilan keputusan. Sehingga dalam

hal ini perlu kohesifitas/kepaduan antar disiplin untuk mengatasi tabir penghalang

untuk terlaksananya proses kolaborasi/interdisipliner dimana dalam hal ini

collective culture harus lebih diutamakan dari pada expert culture.

Untuk mengatasi hal tersebut maka kita bisa mengatasinya untuk

memerkenalkan proses interdisiplin mulai dari institusi pendidikan dengan

interdisiplin pendidikan. Maksudnya adalah pendekatan interdisiplin tersebut

dimulai dari dunia pendidikan, dalam proses mendidik calon – calon tenaga

kesehatan. World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 menyusun sebuah

Framework for Action on Interprofessional Education & Collaborative Practice.

Prinsip yang ditekankan adalah “belajar bersama untuk bekerja bersama demi

kesehatan yang lebih baik” seperti digambarkan oleh gambar di bawah ini :

Page 27: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Gambar 1. Health and education system

Gambar 2. Interprofessional education

Gambar 3. Collaborative practice

Page 28: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

ICU merupakan pengaturan yang sesuai untuk analisis kolaborasi antara

perawat dan dokter karena konteksnya dianggap sebagai prototipe saling

tergantung "teamwork" dalam pelayanan kesehatan. Keberhasilan team tergantung

pada kemampuan untuk memonitor dari lembar observasi pasien.

Kebutuhan kompleks pasien sakit kritis akan meningkatkan kebutuhan

perawat-dokter dalam hal kolaborasi. Karena ICU perawatan ditandai dengan

ketidakstabilan, ketidakpastian, dan variabilitas. Kenyataan bahwa kerjasama

positif mempengaruhi hasil pasien, khususnya dalam konteks klinis perawatan

intensif, baik documented. Secara kontekstual kolaborasi antara perawat dan

dokter berarti interaksi antar pribadi. Dalam konteks kesehatan, Kolaborasi

dipahami sebagai cara di mana dokter dan perawat berinteraksi satu sama lain

dalam kaitannya keputusan, klinik making. Kolaborasi melibatkan langsung dan

komunikasi terbuka, menghormati perspektif yang berbeda, dan saling tanggung

jawab dalam pemecahan masalah.

Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan

dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari

vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari

perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung

jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian.

Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari

pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari

perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus

berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi

perubahan.

Kolaborasi antara perawat dan dokter adalah proses yang kompleks

interaksional antara kelompok-kelompok profesional yang berbeda. Selama hasil

kemajuan pasien seperti yang diharapkan, pemahaman dibagi antara disiplin agar

hasil dari kolaborasi sesuai dengan yang diharapkan. Karena disiplin kedokteran

dan keperawatan memiliki sejarah yang berbeda, politik agenda, dan bentuk-

Page 29: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

bentuk pendidikan yang memalsukan identitas profesional, nilai-nilai, dan

keterampilan, perbedaan-perbedaan ini dapat disorot dalam kondisi stres. Pada

saat ini, batas-batas cenderung tertarik mengenai siapa yang memiliki apa jenis

pengetahuan dan siapa yang bertanggung jawab spesifik jenis pekerjaan.

Breakdown bekerjasama mengungkapkan yang pengetahuan khusus dan cara di

mana identitas profesional dibawa ke depan dan diperkuat.

Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak

terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat

menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan

menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai

profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan

pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk

mencapai tujuan tersebut.

Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara

dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan

tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien.

Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan

pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk

menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses

penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan

pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer

pengetahuan diantara anggota tim.

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal

tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data

kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi

semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu

dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi

dokter dan perawat terjadi secara efektif.

Page 30: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan

kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan

formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang

dapat meningkatkan keahlian perawat

Selain itu yang menjadi kunci dalam menciptakan model perawatan pasien

interdisiplin adalah Sense Of Control, berbagi informasi, memperhatikan

terjadinya Overlap & tanggung jawab masing-masing disiplin, structuring

Intervention yang menjadi komponennya adalah dengan Integrated care path,

Teamwork, Dokumentasi terintegrasi, Case comprence interdisiplin.

Dengan memulai memaparkan proses kolaborasi interdisiplin pada proses

pendidikan di tatanan disiplin ilmu kesehatan dengan berbagai model tadi maka

diharapkan akan terlahir seorang case management yang diharapkan mampu

menciptakan perawatan pasien yang terintegrasi bukan perawatan yang

fragmentasi dan bisa menciptakan iklim belajar dan meningkatkan kohesivitas

dari berbagai disiplin.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional

dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan

masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat

upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

B. Jurnal-jurnal yang mendukung trend dan issu interdisiplin

Judul Penelitian : Praktek kolaborasi antara perawat dan praktisi medis di

praktek pelayanan negara Australia dari retorika ke realita.

Peneliti : Anne McMurray Professor of nursing dean, fakultas

keperawatan dan kesehatan Universitas Griffith.

Latar Belakang

Praktek kolaboratif antara perawat dan praktisi medis telah menjadi

topik diskusi, perdebatan dan penelitian selama puluhan tahun. Penelitian

ini akan menyajikan beberapa faktor fasilitatif dan penghambat praktek

Page 31: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

kolaboratif dan mengkajinya dalam konteks pengaturan praktek pelayanan

di Australia. Kesadaran tentang faktor-faktor ini dapat memungkinkan

praktik perawat (PNs), baik secara individu maupun kolektif, untuk lebih

memahami dinamika hubungan mereka dengan dokter umum (GPs) untuk

bergerak dari peran yang sebagian besar tergantung terhadap salah satu

kolaboratif. Hal ini penting karena survey terbaru dari sejumlah besar uang

dalam anggaran Commonwealth 2001-2002 untuk mempekerjakan lebih

banyak perawat di pengaturan praktek pelayanan dan untuk memperluas

peran mereka saat ini.

Praktek kolaboratif

Syarat dari praktek kolaboratif, latihan bersama, praktek terkait,

kerja interprofessional, perawatan transprofessional, perawatan bersama

dan kemitraan sering digunakan secara bergantian di bidang kesehatan,

namun definisi mereka sangat variabel (Baggs & amp; Schmitt, 1988;

Henneman, Lee & amp; Cohen, 1995; Jones, 1992; Stichler, 1995; Taylor,

1996). Kurangnya kejelasan dan perdebatan bahwa kolaborasi antara

perawat dan dokter adalah kunci variabel dalam menjelaskan hasil pasien,

Baggs dan Schmitt (1988) melakukan kajian pustaka penggunaan istilah

praktek kolaboratif. Review mereka diidentifikasi atribut penting untuk

menjadi: membuat perencanaan, menetapkan tujuan, pengambilan

keputusan, pemecahan masalah dan tanggung jawab; membuka

komunikasi; kerja sama; koordinasi; dan pengakuan dan penerimaan

daerah yang terpisah dan gabungan aktivitas.

Henneman et al. ( 1995 ) juga membahas kerjasama, usaha konsep

analisis untuk menciptakan definisi operasional dan menyediakan dasar

untuk alat pembangunan dan evaluasi. Mereka mengidentifikasi tambahan

mendefinisikan atribut seperti berbagi kekuasaan dan otoritas berdasarkan

pengetahuan atau keahlian seperti menentang peran atau fungsi, dan

hubungan non-hierarchical. Namun, peneliti menegaskan bahwa sebelum

kolaborasi dapat terjadi, sejumlah personil dan anteseden-anteseden

lingkungan harus terjadi. Termasuk kesiapan faktor personel untuk terlibat

Page 32: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

dalam proses, pemahaman dan penerimaan tingkat keahlian dan batas-

batas peran, kepercayaan, dan dinamika kelompok yang efektif. Ini harus

digabungkan dengan faktor-faktor lingkungan yang meliputi struktur

organisasi yang mendorong partisipasi dan saling ketergantungan antara

para anggota dan pemimpin, yang mendorong kreativitas individual dan

otonomi dalam pengambilan keputusan sementara.

Taylor (2002) sepakat, menambahkan beberapa dasar-dasar praktek

kolaboratif. Berikut ini adalah perilaku yang mencirikan otonomi:

pengetahuan tentang trend saat ini dan isu-isu di keperawatan; keterlibatan

dalam kegiatan kolektif dengan perawat lain untuk meningkatkan

perawatan pasien dan memajukan profesi; kompetensi dalam medis

dependen dan medis independen; ketegasan dalam memulai,

mendokumentasikan dan mengartikulasikan tindakan keperawatan dan

hasil dan kesediaan untuk mengambil risiko pada pasien untuk menjaga

integritas profesi mereka.

Dua kelompok menggunakan jenis pendekatan ini, Apakah

mungkin mengarah pada peningkatan hasil pasien dalam bentuk

penurunan kematian (Knaus, Draper, Wagner & amp; Zimmerman, 1986:

Rubenstein et al., 1984) dan meningkatkan status fungsional (Alpert,

Goldman, Kilroy, dan tombak (1992). Biggs (1993) mengklaim bahwa

interprofessional kolaborasi dalam perawatan komunitas mengakibatkan

peningkatan kejelasan akan tujuan untuk klien. Vautier dan Carey (1994)

menemukan bahwa pasien yang sama dikelola kasus dinilai perawatan

mereka lebih positif daripada pasien lain. Lebih lanjut, manfaat tim dan

perawatan kolaboratif untuk populasi terlayani telah didokumentasikan

oleh Baldwin (1996) dan termasuk peningkatan kepatuhan pasien,

kepuasan pasien yang lebih besar, pengurangan dalam menyalahi janji dan

penurunan kebutuhan dan penggunaan dokter. Di rawat, kolaborasi telah

mengakibatkan peningkatan akses pasien ke dan pilihan selular, fokus

besar pada pencegahan perawatan, meningkat keterlibatan masyarakat dan

meningkatkan perawatan diri pasien (Dunevitz, 1997).

Page 33: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

Praktek kolaboratif juga telah memberikan hasil positif untuk para

peserta yang profesional. Alt-White, Charnes dan Strayer (1983) dan

Alpert et al. (1992) melaporkan korelasi signifikan antara kepuasan kerja

perawat dan keterlibatan dalam praktek kolaboratif. Baggs dan Ryan

(1990) ditemukan signifikan secara statistik korelasi antara persepsi

perawat terkait kolaborasi dan kepuasan dalam pengambilan keputusan.

Page 34: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

BAB IV

PENUTUP

Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah di

area pelayanan keperawatan kritis. Ada banyak hambatan antara anggota

interdisiplin, meliputi ketidaksesuaian pendidikan, struktur organisasi yang

konvensional, konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan

kekuasaan, dan individu itu sendiri.

Untuk mencapai pelayanan yang efektif di tatanan pelayanan keperawatan

kritis maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus berkolaborasi satu dengan

yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas

yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang

berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama,

sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat

menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara

anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang

berkualitas.

Page 35: Tugas kelpk interdisc 2013(2)

DAFTAR PUSTAKA

Karen, B. J & Williams. (1999). Fundamental of nursing; collaborating for

optimal health. Second editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA.

Dochterman & McCloskey, J. (2001). Current issue in nursing. 6th Editian .

Mosby Inc.USA

Eugenia, L., Siegler, M.D., & Whitney, F. W. (1996). Kolaborasi perawat –

dokter. Penerbit buku kedokteran. EGC.

Siegler, Eugenia L, M.D & Whitney F. (2000). Kolaborasi perawat-dokter ;

Perawatan orang dewasa dan lansia. EGC. Jakarta.

www. Nursingworld. (1998). Collaborations and Independent Practice: Ongoing

Issues for Nursing.

www. Nursingworld. Sieckert. (2005). Nursing - Physician workplace

Collaboration.

www. Nursingworld. Canon. (2005). New Horizons for Collaborative

Partnership.

www. Nursingworld. Gardner. (2005). Ten Lessons in Collaboration.