tugas korupsi

13
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupunpegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya: memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal [1]

Upload: amalia-fauzia

Post on 30-Jun-2015

77 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas korupsi

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna

busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi

adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupunpegawai negeri, yang

secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang

dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan

kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup

unsur-unsur sebagai berikut:

perbuatan melawan hukum;

penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);

penggelapan dalam jabatan;

pemerasan dalam jabatan;

ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);

menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan

resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan

korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan

dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima

pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik

ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para

pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau

berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan

kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu

sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan

membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan

kriminalitas|kejahatan.

[1]

Page 2: tugas korupsi

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang

dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaanpartai politik ada yang

legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab

langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang

bukan demokratik.

Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari

pendanaan politik yang normal.

Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".

Lemahnya ketertiban hukum.

Lemahnya profesi hukum.

Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.

Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan

kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B

Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-

hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan

adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa

hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling

mempengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling

menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi.

Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor

yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini

dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The

Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W

Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi

begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan

hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa

dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak

diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan

yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

[2]

Page 3: tugas korupsi

Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan

perhatian yang cukup ke pemilihan umum.

Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau

"sumbangan kampanye".

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah

seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan

sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran

tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan

penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua

aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat

penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama

dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.

Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi

(anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasionaldi tahun 2001

adalah sebagai berikut:

Australia

Kanada

Denmark

Finlandia

Islandia

Luxemburg

Belanda

Selandia Baru

Norwegia

Singapura

Swedia

[3]

Page 4: tugas korupsi

Swiss

Israel

Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:

Azerbaijan

Bangladesh

Bolivia

Kamerun

Indonesia

Irak

Kenya

Nigeria

Pakistan

Rusia

Tanzania

Uganda

Ukraina

Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini

dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan

dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga

tidak ada)

[4]

Page 5: tugas korupsi

Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi 

1. Aspek Individu Pelaku

a. Sifat tamak manusiaKemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

b. Moral yang kurang kuatSeorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

c. Penghasilan yang kurang mencukupiPenghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.

d. Kebutuhan hidup yang mendesakDalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

e. Gaya hidup yang konsumtifKehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan

[5]

Page 6: tugas korupsi

untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

f. Malas atau tidak mau kerjaSebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.

g. Ajaran agama yang kurang diterapkanIndonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

2. Aspek Organisasi

a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinanPosisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

b. Tidak adanya kultur organisasi yang benarKultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

c. Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadaiPada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

d. Kelemahan sistim pengendalian manajemenPengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran

[6]

Page 7: tugas korupsi

korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasiPada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.

3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada

a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi

Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.

b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi

Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.

c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi

Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif

Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

[7]

Page 8: tugas korupsi

e. Aspek peraturan perundang-undangan

Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin

Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat

miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran

Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan

anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah

satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak

mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga

kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal,

dan pengangguran bertambah.

Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor.

Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak

dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh negara

hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut telah

dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara

melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk

kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin.

Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang

[8]

Page 9: tugas korupsi

rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat

miskin.

Realitas kemiskinan yang menimpa perempuan, selama ini tidak pernah menjadi

perhatian para pejabat kita yang korup. Kesejahteraan perempuan masih diabaikan,

padahal negara menjamin kesamaan hak bagi seluruh warga negara, baik laki-laki

maupun perempuan (Pasal 27 UUD 1945). Akibatnya, kesejahteraan perempuan

tidak pernah meningkat, mereka tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan,

seperti periksa hamil gratis dan mendapatkan layanan KB gratis, mendapatkan

beasiswa. Mereka semakin terpuruk, sementara para pejabat semakin kaya.

Sebagai korban, perempuan tidak mampu berbuat apa-apa. Perempuan, tidak lagi

menikmati fasilitas kesehatan dan pendidikan, sebagai layanan dasar yang harus

dipenuhi negara. Di bidang kesehatan, perempuan harus mengeluarkan biaya

mahal untuk berobat, karena negara tidak menyediakan dana untuk layanan

kesehatan yang murah dan berkwalitas.

Fenomena korupsi terjadi mulai dari pejabat di Pusat (Jakarta), sampai pamong di

tingkat desa atau dusun. Pejabat tidak lagi memiliki kepedulian terhadap

masyarakat miskin yang terus menerus menderita. Pejabat tanpa rasa salah dan

malu terus menerus menyakiti hati rakyatnya. Bahkan disaat Presiden SBY

memerangi setan korupsi ini, DPR dengan entengnya justeru meminta Dana Serap

Aspirasi. Ini menjadi bukti dan tanda bahwa korupsi adalah budaya, bukan aib yang

memalukan. Pemerintah yang seharusnya menjadi mandat rakyat untuk

memajukan pembangunan dan mensejahterakan rakyatnya justeru seperti “Antara

Ada Dan Tiada “. Masyarakat bingung dan saya sendiri sempat merinding bulu

kuduk ketika hampir setiap pagi di berita-berita media eletronik maupun media

cetak tertulis dan tersiar banyak pejabat yang ditahan karena diduga sebagai

pelaku korupsi. Bahkan di kota kita tercinta ini, masih segar dalam ingatan kita

yaitu korupsi di tubuh Dinas Kesehatan Promal melalui pengadaan Alkes.

[9]

Page 10: tugas korupsi

Daftar kasus korupsi di Indonesia

Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan

Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas

Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy

Tansil

HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah

pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI

[10]

Page 11: tugas korupsi

Abdullah Puteh: korupsi APBD.

Penayangan foto dan data para koruptor di televisi dan media massa

Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan

foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan

perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor

tersebut direncanakan ditayangkan ditelevisi dan media massa dengan frekuensi

seminggu sekali.

Mereka adalah:

1. Sudjiono Timan - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)

2. Eko Edi Putranto - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)

3. Samadikun Hartono - Presdir Bank Modern

4. Lesmana Basuki - Kasus BLBI

5. Sherny Kojongian - Direksi BHS

6. Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI

7. Eddy Djunaedi - Kasus BLBI

8. Ede Utoyo - Kasus BLBI

9. Toni Suherman - Kasus BLBI

10.Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya

11.Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya

12.Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI

13.Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako

14.Dharmono K Lawi - Kasus BLBI

[11]