tugas laporan kasus tika (dr. neza)
DESCRIPTION
fsdfsdfsdfTRANSCRIPT
TUGAS LAPORAN KASUS
PRE-EKLAMPSIA BERAT DENGAN HELLP
SYNDROME
Pembimbing:
Dr. Neza Puspita, Sp.OG
Oleh :
Atika Prissilia
030.07.038
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 8 OKTOBER – 15 DESEMBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul:
Pre-eklampsia berat dengan HELLP Syndrome
Telah diterima dan disahkan oleh :
Dr. Neza Puspita, Sp.OG
Pada Tanggal 28 November 2012
Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan & Kandungan
Di Rumah Sakit Otorita Batam
Periode 8 Oktober – 15 Desember 2012
Batam, 28 November 2012
Pembimbing:
( Dr. Neza Puspita, Sp.OG)
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala
nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “Pre-
eklampsia berat dengan HELLP Syndrome” ini. Adapun penulisan referat ini dibuat
dengan tujuan untuk mempelajari lebih dalam mengenai pre-eklampsia pada
kehamilan beserta komplikasinya dan juga menjadi salah satu tugas kepaniteraan Ilmu
Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Otorita Batam periode 8 Oktober – 15
Desember 2012. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Neza Puspita,Sp.OG selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan
bimbingan dalam penyusunan referat ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut
serta membantu penyusunan referat ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu
jika tidak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Demikian kata pengantar ini
penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam referat ini, penulis memohon maaf dan
juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi perbaikan referat
ini. Terimakasih.
Jakarta, November 2012
Penulis
3
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan.................................................................................................2
Kata pengantar..............................................................................................3
Daftar Isi...................................................................................................................4
Status Pasien.............................................................................................................5
Follow up...................................................................................................................18
Analisa Kasus...........................................................................................................12
Tinjauan pustaka.....................................................................................................20
Daftar Pustaka.........................................................................................................41
4
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Katolik
Suku/bangsa : Flores/ Indonesia
Alamat : Puri taroka No. 24 RT/RW 4/15 Tj. Uncang
Tgl. Masuk RS : 29 Oktober 2012
MR : 31-94-04
IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. A
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : PT. Pioneer bagian launching kapal
Agama : Katolik
Alamat : Puri taroka No. 24 RT/RW 4/15 Tj. Uncang
II. ANAMNESIS ( autoanamnesis tanggal 4 November 2012 pukul 11.00 WIB)
Keluhan Utama
Pusing-pusing sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan
Mual dan muntah-muntah sebanyak 2 kali dalam sehari sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
5
Os, hamil anak ketiga, datang ke IGD RSOB dengan keluhan pusing-pusing
sejak 2 hari SMRS. Pusing terasa seperti berdenyut dan timbul terus-menerus
walaupun saat istirahat. Os juga merasakan mual dan muntah sebanyak 2 kali
dalam sehari. Muntah berisikan sisa makanan. Keluhan mata kabur, nyeri
epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas disangkal oleh os. Os
tidak mengeluh adanya rasa mules. Tidak ada lendir darah ataupun air-air yang
keluar dari vagina. Os memiliki riwayat darah tinggi selama melakukan
pemeriksaan kehamilan. Os melakukan pemeriksaan kehamilan di Klinik Casa
Famindo. Pemeriksaan kehamilan sebanyak 3 kali selama masa kehamilan ini.
Os melahirkan anak ketiga dengan cara SC a/i eklampsia. USG terakhir
dilakukan pada tanggal 13/10/2012 di Taman Cipta, dikatakan posisi janin
baik. Os menggunakan KB suntik selama 3 bulan. Berhenti menggunakan KB
pada bulan Maret dan os langsung hamil.
Riwayat Menstruasi
Haid pertama kali umur : 13 tahun
Siklus haid : teratur
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : 3-4 X ganti pembalut/ hari
Dismenorea : (-)
Os mengalami menstruasi teratur setiap bulan, 4 minggu sekali, durasi
7 hari dengan perdarahan banyak 3-4 hari. Dapat mengganti 3 - 4 x pembalut
setiap harinya, tidak nyeri, dan tidak menjadi lebih lama.
HPHT : os tidak ingat.
Riwayat ANC
Selama hamil, pemeriksaan kehamilan tidak teratur di Klinik Casa Famindo.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan sebanyak 3 kali selama kehamilan ini. Os
melakukan USG terakhir pada tanggal 13/10/2012 di Taman Cipta, dikatakan
posisi janin baik.
Riwayat Menikah
Os menikah 1 kali pada tahun 2002.
6
Riwayat Kehamilan
G3P2A0
1. Persalinan secara partus normal di rumah ditolong oleh ibu OS di Flores.
Bayi berjenis kelamin perempuan dengan berat badan lahir 3100 gram,
saat ini berumur 20 tahun, hidup sehat.
2. Persalinan secara sectio caesaria atas indikasi eklampsia di RSUD daerah
Flores. Bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir 3200
gram, saat ini berumur 9 tahun, hidup sehat.
3. Hamil ini
Riwayat KB
Os menggunakan KB Suntik selama 3 bulan. Stop pada bulan Maret 2012 dan
langsung hamil.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asthma (-), alergi obat dan
makanan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (+) ibu OS, diabetes mellitus (-), asthma (-), alergi obat dan
makanan (-). Riwayat keturunan kembar (+) ibu OS.
Riwayat Operasi
Sectio caesaria a/i eklampsia pada tahun 2003.
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), minum alkohol (-).
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 190/120 mmHg
N : 112 x/menit
7
RR : 24 x/menit
S : 38,3 0C
Status Gizi : BB : 92
TB : 168
BMI : 88/ (1,84)2 = 26 (Overweight)
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera tidak kuning, miopia, papil edem(-)
THT : Sekret tidak ada, mukosa tidak hiperemis
Leher : Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba, perabaan kelenjar getah
bening tidak teraba.
Thoraks :
o Cor : BJI-BJII reguler, cepat, tidak terdapat murmur dan tidak
terdapat gallop.
o Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Ekstremitas : Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/-
Genitalia :
o Pemeriksaan luar : tidak ada tanda-tanda peradangan
o Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
Status Obstetrikus :
o Mammae : sepasang, simetris kanan dan kiri, areola berwarna
gelap, bengkak -/-, tanda radang -/- dan retraksi puting -/-.
ASI (-) nyeri tekan (-)
o Abdomen :
- Inspeksi : buncit, dilatasi vena (-), striae
gravidarum (+),
- Palpasi : TFU 36 cm, kontraksi (-) nyeri tekan (-)
- Auskultasi : DJJ (+) 138 x/i via doppler, bising usus (+).
o Vulva dan vagina : tenang, tidak hiperemis, tidak oedem, distribusi
rambut pubis merata, warna hitam, flour albus (-), lendir darah (-),
labia mayor dan labia minor dalam batas normal, klitoris dan kelenjar
bartholini dalam batas normal.
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 29 Oktober 2012
Darah Rutin
Golongan darah : O
Hb : 12,4 g/dL
Leukosit : 12.600 /mm3
Hematokrit : 38,4 %
Trombosit : 82.000 /mm3
Eritrosit : 4,36 juta/mm3
Masa Perdarahan : > 10 menit
Masa Pembekuan : 8 menit
Kimia Darah
Ureum : 28,6 mg/dl
Creatinin : 0,86 mg/dl
Bilirubin Total : 2,60 mg/dl
Bilirubin Direct : 2,37 mg/dl
Bilirubin Indirect : 0,23 mg/dl
SGOT : 316 U/I
SGPT : 166 U/I
Total Protein : 5,1 g/dl
Albumin : 3,0 g/dl
Globulin : 2,1 g/dl
Gula darah sewaktu : 98 mg/dl
Serologi
VDRL : non-reaktif
HBsAg : negatif
Tubex TF (IgM Salmonela) : 2 (negatif)
Urine
Berat jenis : 1,020 Sedimen urin
PH : 6,5 Leukosit : 5-7/LPB
Protein : ++++ Eritrosit : penuh / LPB
Reduksi : - Epithel : +
Benda keton : - Hyalin : +/LPK
Bilirubin : - Granular : +/LPK
9
Urobilinogen : -
Urobilin : -
Darah samar : +++++
Dengue Blood
IgG : -/negatif
IgM : -/negatif
USG
Interpretasi USG : hasil USG tidak begitu jelas
V. RESUME
Seorang wanita, hamil anak ketiga, berusia 40 tahun datang dengan keluhan
utama pusing-pusing sejaks 2 hari SMRS. Pusing terasa seperti berdenyut dan timbul
terus-menerus. Os mual dan muntah sebanyak 2 kali dalam sehari. Mules (-) keluar
lendir darah/ air-air melalui vagina. Penglihatan kabur, nyeri epigastrium, nyeri
abdomen kuadran kanan atas disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan K.U :
sakit sedang, compos mentis. TD : 190/120 mmHg. N: 112 x/menit. P: 24 x/menit. S:
38.3 0C. CA -/-, Thorax: BJI-BJII reguler. VT : tidak dilakukan. Laboratorium
(29/10/2012) : trombosit 82.000 /mm3; bilirubin total 2,60 mg/dl: bilirubin direct 2,37
mg/dl ; bilirubin indirect 0,23 mg/dl ; SGOT/PT 316/166 U/I.
10
VI. DIAGNOSIS
- G3P2A0 hamil 34 minggu dengan PEB, belum inpartu, janin tunggal
hidup, presentasi kepala.
- Proteinuria
- Trombositopenia
- Peningkatan SGOT/SGPT
- Subfebris
- Susp. Impending eklampsia (pusing, mual dan muntah)
- Riwayat SC 1x (a/i eklampsia)
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana diagnostik
Observasi tanda vital
Observasi DJJ & His
CTG 1x24 jam
Konsul dokter spesialis jantung dan penyakit dalam.
USG
Rencana Terapi
Tirah baring
IFVD Dextrose 5% 500 cc + drip MgSO4 6gr/6jam
IFVD Dextrose 5% 100cc + perdipine drip 0.5 mg drip (start awal) 1
tetes per menit, perdipine berikutnya 0.1 mg 27 tetes.
Inj. Dexamethasone 3 ampul/12 jam
Lesichol 1x600 mg caps p.o
Rencana terminasi kehamilan dengan persiapan 20 kolf WB & 10 kolf
trombosit.
Rencana edukatif
diet rendah garam dan lemak
psikoedukatif agar tidak stress
teratur minum obat
teratur makan
11
istirahat yang cukup
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanasionam : dubia ad bonam
12
FOLLOW UP
Tangg
al
Subjektf Objektif Assesment Penatalaksanaan
3
1/11/1
2
- G3P2A0
dengan PEB
belum
inpartu
- keluhan
lain (-)
T: 190/120, N: 112
x/menit, S: 38,3 oC,
P: 24 x/menit
Kesadaran : compos
mentis
Konjungtiva pucat -/-
Jantung: BJ1-BJII
reguler,
Abdomen :
- I : buncit, Striae
(+)
- P : TFU 26 cm.
___ kontraksi (-)
nyeri tekan (+)
- A : DJJ (+)/ via
doppler, B.U (+)
normal
VT : tidak dilakukan
Lab : protein +4
Ekstremitas :
- Akral hangat +/+,
oedema tungkai
pitting -/-
G3P2A0
hamil 34
minggu
dengan
PEB
dengan
HELLP
Syndrome,
belum
inpartu,
janin
tunggal
hidup,
presentasi
kepala.
Riwayat
SC 1x
-Tirah baring
-Observasi tanda
vital
-Observasi DJJ &
His
-CTG 1x24 jam
-Pasang foley
catether urine
-IFVD Dextrose
5% 500 cc + drip
MgSO4 6gr/6jam
-IFVD Dextrose
5% 100cc +
perdipin drip 0.5
mg drip (start
awal) 1 tetes per
menit, perdipine
berikutnya 0.1
mg 27 tetes.
-Inj.
Dexamethasone 3
ampul/12 jam
-Lesichol 1x600
mg caps p.o
-Rencana terminasi
kehamilan dengan
persiapan 2 kolf
WB & 10 kolf
trombosit.
13
0
1/11/1
2
- Pusing (+)
sedikit
- os mual (+)
- urin keruh
spt teh
T: 180/120, N: 72
x/menit, S: 36,5˚C,
P: 18 x/menit.
Kesadaran : compos
mentis
Konjungtiva pucat -/-
Jantung: BJ1-BJII
reguler,
Abdomen :
- I : buncit, Striae
(+)
- P : TFU 26 cm,
____ , kontraksi (-)
nyeri tekan (-)
- A : DJJ 138x/m via
doppler, bising
usus positif
VT : tidak dilakukan
Ekstremitas :
- Akral hangat +/+,
oedema tungkai
pitting -/-
G3P2A0
hamil 34
minggu
dengan PEB
dengan
HELLP
Syndrome,
belum
inpartu, janin
tunggal
hidup,
presentasi
kepala.
Riwayat SC
1x
-Tirah baring
-Observasi tanda
vital
-Observasi DJJ &
His
-CTG 1x24 jam
-IFVD Dextrose
5% 500 cc + drip
MgSO4 6gr/6jam
-IFVD Dextrose
5% 100cc +
perdipin drip 0.5
mg drip (start
awal) 1 tetes per
menit, perdipine
berikutnya 0.1
mg 27 tetes.
-Inj.
Dexamethasone 3
ampul/12 jam
-Lesichol 1x600
mg caps p.o
-Jika perdipine
drip habis → ganti
Kaptopril 2x25 gr
-R/ SC hari ini
0
2/11/1
2
- NH1 P3A0
post SC hari
ke 1
- Bayi IUFD
- Pusing (+)
T: 110/80, N: 80
x/menit, S: afebris,
P: 20 x/menit.
Konjungtiva pucat -/-
- NH1 P3A0
post-SC
dengan
PEB+HELL
P Syndrome
-Observasi tanda
vital; perdarahan
pervaginam
-Mobilisasi
bertahap
14
Jantung: BJ1-BJII
reguler
Abdomen :
- I : datar, Striae (+)
- P : TFU setinggi
umbilicus,
kontraksi (+),
nyeri tekan (+)
- A : bising usus
positif
Vulva-vagina :
- lochiae rubra (+)
- catether urine
sudah dilepas
Lab: trombosit
124.000/mm3
Ekstremitas :
- Akral hangat +/+,
oedema tungkai
pitting -/-
- Bayi lahir
dengan
IUFD
-Diet TKTP
-IVFD asering +
sjinto 20 UI/ drip
-Inj. Ceftriaxone 1
gr
-Trichodazole drip
500 mg
-Nifedipine
3x10mg/hari
-Kaltrofen supp
03/11/
12
- NH2 P3A0
post SC hari
ke 2
- Bayi IUFD
- Pusing (-)
T: 130/80, N: 98
x/menit, S: afebris,
P: 20 x/menit.
Konjungtiva pucat -/-
Jantung: BJ1-BJII
reguler
Abdomen :
- I : datar, Striae (+)
- P : TFU 2 jari
dibawah
- NH2 P3A0
post-SC
dengan
PEB+HELL
P Syndrome
- Bayi lahir
dengan
IUFD
-Observasi tanda
vital; perdarahan
pervaginam
-Mobilisasi
bertahap
-Diet TKTP
-Inj. Ceftriaxone 1
gr
-Trichodazole drip
500 mg
-Nifedipine
15
umbilicus,
kontraksi (+),
nyeri tekan (+)
- A : bising usus
positif
Vulva-vagina :
- lochiae rubra (+)
- BAK normal
Ekstremitas :
- Akral hangat +/+,
oedema tungkai
pitting -/-
3x10mg/hari
-Kaltrofen supp
-Jika tx. injeksi
habis, ganti tx.
Oral
5/11/1
2
- NH4 P3A0
post SC hari
ke4
- Masih
pusing
sedikit
T: 170/100, N: 84
x/menit, S: afebris,
P: 20 x/menit.
Konjungtiva pucat -/-
Jantung: BJ1-BJII
reguler
Abdomen :
- I : datar, Striae (+)
- P : TFU 3 jari
dibawah
umbilicus,
kontraksi (-), nyeri
tekan (-)
- A : bising usus
positif
Vulva-vagina :
- lochiae rubra (-)
- BAK normal
- NH4 P3A0
post-SC
dengan
PEB+HELL
P Syndrome
- Bayi lahir
dengan
IUFD
-Observasi tanda
vital; perdarahan
pervaginam
-Mobilisasi
bertahap
-Diet TKTP
-Cefadroxil 3x1
-Ferovort 2x1
-Asam mefenamat
3x500mg
-Lenoral 3x1
-Captopril 2x25mg
-Amlodipin 2x5mg
-Imunvit 1x1 tab
-Lesichol
1x600mg caps
-Os boleh pulang
-Rawat jalan
16
Ekstremitas :
- Akral hangat +/+,
oedema tungkai
pitting -/-
ANALISA KASUS
17
Pada kasus ini Ny. A N 28 Tahun dengan G3P2A0 hamil 34 minggu, PEB
dengan HELLP Syndrome, belum inpartu, janin tunggal hidup, presentasi kepala.
Riwayat SC 1x.
PEB dengan HELLP Syndrome berdasarkan gejala-gejala klinis yaitu dari:
1. Anamnesa
Dari anamnesa pasien mengaku mengalami tekanan darah tinggi sejak
kehamilan anak kedua. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat tekanan darah
tinggi diluar kehamilan. Pasien juga sempat mengalami kejang saat hamil anak
keduanya. Pasien mengaku merasakan kepala pusing yang timbul terus-menerus.
Os juga kadang merasakan mual bahkan muntah. Tidak terdapat adanya nyeri
epigastrium. Namun belum dapat disingkirkan adanya gejala pusing, mual dan
muntah yang mengarah ke impending eklampsia.
2. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis tekanan darah 190/120,
nadi 112 x/menit. Telah terdapat krisis hipertensi berupa hipertensi urgency pada
os, karena sudah mengenai target organ seperti hepar dan ginjal, dimana terdapat
peningkatan enzim SGOT/PT dan juga terdapat adanya proteinuria +4 pada pasien
ini, namun tidak didapatkan adanya pitting oedem pada kedua ekstremitas bawah.
Didapatkan juga tinggi fundus uteri 37 cm yang dapat memperkirakan usia
kehamilan pasien secara kasar yaitu sekitar 24 minggu mengingat pasien lupa
HPHT-nya dan hasil USG terakhir juga tidak dapat menentukan usia
kehamilannya saat ini. Tidak terdapat kontraksi preterm karena dari perabaan
fundus tidak terdeteksi adanya his atau kontraksi. DJJ masih (+) via doppler
sebelum masuk ke ruang OK. Pemeriksaan vaginal toucher tidak dilakukan.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, darah rutin didapatkan trombosit yang
menurun : 82.000/mm3. Masa Perdarahan memanjang : > 10 menit. Pada urinalisa
juga terdapat protein urine +4. Bilirubin total 2,60 mg/dl: bilirubin direct 2,37
mg/dl ; bilirubin indirect 0,23 mg/dl ; SGOT/PT 316/166 U/I.
18
Penatalaksaanan pasien ini sesuai dengan prosedur pentalaksanaan pre-eklamsia
berat pada unit gawat darurat adalah:
Perdipine drip 2 ampul dalam dextrose 5% 100 cc mulai 5 mEq sampai
TD 130-140/80 mmHg
Infus Dextrose 5% 500 CC+drip MgSO4 6gr/6jam
Pemberian magensium sulfat disini adalah untuk anti kejang, menurut
penelitian dalam studi kasus yang melibatkan 897 penderita magnesium sulfat
lebih efektif dibandingkan fenitoin. Di indonesia juga untuk penatalaksanaan
kejang lebih banyak dipakai magnesium sulfat. Magnesium sulfat menghambat
atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan
kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak tejadi (jadi terjadi inhibhisi
kompetitif terhadap kalsium dari magnesium), sehingga dapat menurunkan
tekanan darah dengan cara memblokir calcium.
Perlu diperhatikan harus ada antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium. Magnesium sulfat dihentikan jika: ada tanda intoksikasi (kelemahan
otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu dan depresi
pernafasan) dan setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
terkahir. Efek sampingnya adalah efek flushes.
Dextrose 5% Diberikan untuk maintenance cairan. Karena kesadaran pasien
dan pasien yang butuh akan cairan mengingat kelemahan yang dialami pasien.
Dan merupakan pilihan cairan yang harus digunakan pada pemberian dengan
MgSO4 dan perdipine drip.
Penatalaksanaan diatas juga yang sama dilakukan oleh dokter spesialis
kebidanan dengan kolaborasi dengan spesialis penyakit dalam didapatkan
penatalaksanaan.
Infus dextrose 5% 100cc +perdipine drip 0.5 mg drip(start awal) 14
tetes per menit, perdipine berikutnya mulai 5 mEq sampai TD sekitar
140/80
Perdipine drip
19
Perdipine adalah golongan calcium channel blocker dengan isinya adlah
nicardipine. Efeknya adalah vasodilatasi dengan mneghambat influks calcium
kedalam otot polos pembuluh darah. Obat nicardipine lebih ampuh daripada obat
antagonis calcium lain. Pada pasien ini diberikan karena tekanan darah pasien
yang sangat tinggi yang mencapai tingkat hipertensi emergency saat di IGD.
Perdipine adalah obat dengan indikasi hipertensi emergensi yang teradi pada
pasien ini. Diberikan sampai tekanan darah pasien ±140/80. Pada pasien ini tetap
diberikan karena tekanan darah pasien masih berkisar 180 sampai beberapa hari
stelah perawatan.
Ceftriaxone 3x1 gr i.v
Ceftriaxone adalah antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin
generasi ke3. Ini dapat melawan antibiotik gram negatif dan gram
positif. Diberikan ceftriaxone selama 2 hari pada pasien ini adalah
untuk antibiotik post- SC, dimana dibuat luka steril pada bagian
perut pasien dan juga untuk mencegah terjadinya infeksi yang tidak
diinginkan pasca tindakan operasi atau tindakan a dan antiseptik
yang kurang baik.
Oksigenasi nasal
Tidak ada indikasi diberikannya oksigen.
Monitoring urin
Monitoring output dan input cairan perlu dilakukan.
Pasien juga harus dirujuk ke spesialis dalam atau jantung untuk hipertensinya.
Tambahan :
20
Pada pre-eklampsia, oedem bida terjadi oleh karena akibat tidak langsung dari
adanya disfungsi endotel dan juga hipoalbuminuria yang disebabkan oleh
proteinuria karena perubahan sel endotel kapiler glomerulus. Disfungsi ednotel
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, menurunkan tekanan onkotik
sehingga terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitium akibatnya
terjadilah oedem. Namun oedem dapat tidak ditemukan pada kasus “pre-
eklampsia kering”, dimana derajat kerusakan ginjal belum terlampau berat.
Diuretika tidak perlu diberikan untuk pengobatan oedema pada PEB, karena dapat
memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia serta
menignkatkan hemokonsentrasi. Diuretika hanya diberikan bila terdapat adanya
edema paru, CHF ataupun oedema anasarka.
Indikasi dilakukannya terminasi pada PEB dengan HELLP syndrome :
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila
terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin. Pertimbangan
untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEB pada kehamilan 32 – 34 minggu
setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru.
21
22
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan
penyebab kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut
the National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada
150,000 wanita, atau 3.7% dari kehamilan (Martin and colleagues, 2002). Berg and
colleagues (2003) melaporkan bahwa 16% dari 3201 kematian pada kehamilan di
Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 1997 merupakan komplikasi dari hipertensi
selama masa kehamilan. Peneliti juga menemukan bahwa wanita kulit hitam 3.1 kali
berisiko meninggal karena preeclampsia dibanding dengan wanita kulit putih.
Klasifikasi dari hypertensive disorders complicating pregnancy oleh Working Group
of the NHBPEP (2000), terdapat lima jenis penyakit hipertensi antara lain:
1. Gestational hypertension (transcient hypertension): desakan Darah ≥ 140/90
mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, proteniuria (-) dan desakan
darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeclampsia.
Preeclampsia ringan: Desakan Darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan
20 minggu, proteniuria ≥ 300mg/24jam atau dipstick ≥1+.
Preeclampsia berat: Desakan Darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan
20 minggu, proteniuria ≥ 300mg/24jam atau dipstick ≥1+, dengan salah satu
tanda preeclampsia berat.
3. Eclampsia.
4. Preeclampsia superimposed on chronic hypertension: timbulnya proteinuria ≥
300mg/24jam setelah kehamilan 20 minggu pada wanita hamil yang sudah
mengalami hypertensi sebelumnya.
5. Chronic hypertension: desakan Darah ≥ 140/90 mmHg, proteniuria-, sebelum
kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah
12 minggu pasca persalinan
23
Pertimbangan penting dalam klasifikasi ini adalah membedakan gangguan
hipertensi yang mendahului kehamilan dari preeclampsia yang secara potensial lebih
merugikan. Bagaimana kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum
terpecahkan walaupun sudah dilakukan riset intensif selama beberapa dekade.
Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga dimaksudkan untuk hipertensi yang
timbul tanpa proteinuria, termasuk pada wanita nulipara. Pada wanita nulipara,
hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga merupakan prekursor, potensial untuk
preeclampsia atau eklampsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah proteinuria.
Hipertensi didiagnosis ketika terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih. Dahulu penentuan diagnosis hipertensi pada wanita hamil adalah
peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg or 15 mmHg tekanan diastolik, walaupun
ketika nilai absolut masih dibawah 140/90 mmHg. Kriteria ini sudah lama tidak
digunakan lagi karena bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil
kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan (Levine and co-
workers, 2000; North and colleagues, 1999). Namun wanita dalam kondisi seperti ini
tetap harus mendapat pengawasan ketat. Edema sudah tidak digunakan lagi sebagai
kriteria diagnosis karena bisa terjadi pada setiap kehamilan normal.
24
BAB II
PRE-EKLAMPSIA BERAT
I. Definisi
Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang
mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan
tanda utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita
memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan
oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami
eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya. Kumpulan gejala itu
berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskuler
tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta. Selain itu, sering
pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi.
II. Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the
disease of theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal
berikut :
a) Peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa
b) Peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia
kehamilan
c) Perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
d) Penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya
e) Mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma
25
Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga
saat ini, yaitu:
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri
spiralis sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang
dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE Implantasi plasenta
normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk
satu kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi
desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol spiralis. Hal ini
menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti diikuti oleh
pembesaran pembuluh darah.
2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis
oleh sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai
oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
26
4. Genetik.
Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun,
banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-
faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor
penyebab atau merupakan akibat.
III. Klasifikasi Pre-Eklampsia
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB) :
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b. Diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >
110 mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
- Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
- Keluhan serebral, gangguan penglihatan
- Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas/ daerah epigastrium
- Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
- Edema pulmonum, sianosis
- Gangguan perkembangan intrauterine
- Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
27
Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
a. PEB tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di
antaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri
epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas
IV. Epidemiologi dan Faktor Resiko Pre-Eklampsia
Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama
kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-
eklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas
merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia.
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan/
preeklampsia /eklampsia.4
Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada
primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun
insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun,
dapat terjadi hipertensi laten.
Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua,
primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai
etnik di banyak Negara
Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek
penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25%
Faktor genetik
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin.
28
Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu
(WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan
angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu
hamil yang obese/overweight.
Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada
kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
Diabetes mellitus
Angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan
pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular
primer akibat diabetesnya.
Mola hidatidosa
Diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan
pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi
lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan
patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
Riwayat pre-eklampsia.
Kehamilan pertama
Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
Obesitas
Kehamilan multiple
Diabetes gestasional
Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis. 4
V. Patofisiologi Pre-Eklampsia
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia
adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta
yang berkurang.9
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
29
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan
kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium
tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar
kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah,
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.9
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan
kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi
langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang,
sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena
gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan
endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan
fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke
berbagai sistem organ. 9
Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-
eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai
oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor
penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.4
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia,
yang berhubungan dengan beratnya penyakit.4
Ginjal
30
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi
glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,
sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin
meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein
(”sindroma nefrotik pada kehamilan”).4
Sirkulasi uterus , koriodesidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi
yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan
hasil akhir kehamilan.
1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang
berkurang.
2. Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,
yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga
meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain
(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang
lebih tinggi.
3. Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai
oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.4
VI. Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah :
1. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma
pada ibu maupun janin
2. Kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. Pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui
atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya
adalah mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa
minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus. Khusus pada
penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
31
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB
umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun
terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai
berubah. Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan
PEB antara lain adalah :
- tirah baring
- oksigen
- kateter menetap
- cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa
kristaloid maupun koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan
berpedoman pada diuresis, insensible water loss, dan central venous
pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu diawasi.
- Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4
20% secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan MgSO4 40% sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau
sekitar 14 tetes/menit. Magnesium sulfat ini diberikan dengan beberapa
syarat, yaitu: - refleks patella normal
- frekuensi respirasi >16x per menit
- produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5
cc/kgBB/jam
- disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai
antidotum. Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda
intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan dalam
tiga menit.
32
- Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg.
Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1
jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg
dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan
tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol
tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini
sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah
mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
- Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia
kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien
dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh
kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada
dalam keadaan stres sehingga mengalami percepatan pematangan paru. Akan
tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada
penderita preeklampsia.
33
BAB III
HELLP SYNDROME
PENDAHULUAN
Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit yang rendah sudah sejak
lama dikenal sebagai komplikasi dari preeklampsi-eklampsi. Godlin menamakan
sindrom ini EPH Gestosis tipe II.
Singkatan HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Weinsteint (1982) yang
menjelaskan, bahwa Sindroma HELLP, berarti preeclampsia - eclampsia yang
mengalami :
H : hemolisis,
EL : elevated liver enzyme : tanda adanya disfungsi hepar
LP : low patelet count : throbositopenia
Permasalahan yang sering timbul pada sindroma ini baik pada diagnosis maupun
dalam hal penatalaksanaan. Karena gejala dan tanda sindroma HELLP sangat
bervariasi sehingga seringkali diagnosis ditegakkan saat penyakit sudah berada dalam
stadium lanjut. Akibatnya morbiditas ibu lebih tinggi lagi. Morbiditas yang paling
sering terjadi adalah penggunaan transfusi darah atau produk-produk darah.
Disamping itu resiko terjadinya edema paru, “ consumptive coagulopathy “, gagal
ginjal, infark dan ruptur hepar serta gagal jantung paru sangat tinggi.
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan,
preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP
berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,
diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan
preeklampsi (Tabel 1).
34
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua
(rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom
HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi
kulit putih dan multipara. Penulis lain juga mempunyai observasi serupa (Mc Kenna,
Dover dan Brame 1983, Thiagarajah dkk 1984, Weinstein 1985). Sindrom ini
biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur
kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa
postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya khas, dalam
waktu 48 jam pertama post partum.
Tabel 1. Faktor risiko
Sindroma HELLP Preeklampsi
Multipara
Usia ibu > 25 tahun
Ras kulit putih
Riwayat keluaran kehamilan yang jelek
Nullipara
Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
Riwayat keluarga preeklampsi
Antenatal (ANC) yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan multiple
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Patogenesis Hellp syndrome masih belum jelas. Normalnya pada kehamilan
terutama pada trimester III akan terjadi penurunan tekanan darah, sedang renin,
angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Pada PEB terjadi tekanan
darah yang meningkat, sedang renin, angiotensin II, prostasiklin menurun.
Prostasiklin menyebabkan penurunan vasokonstriksi, platelet agregation, uterine
activity dan peningkatan utero-plasental blood flow. Sedang Tromboksan bekerja
sebaliknya. Perubahan material-material diatas dianggap berperan untuk terjadinya
Hellp sindrome.
35
Hemolisis mikroangiopati pertama kali dikemukakan tahun 1962 dan didefinisikan
sebagai kelompok gangguan klinik dengan fragmentasi sel-sel darah merah dalam
sirkulasi. Oleh Weinstein (1982) mengemukakan bahwa pada preeklampsia hemolisis
terjadi akibat vasospasme pembuluh darah dan interaksi sel darah merah dengan sel
endotel pembuluh darah yang abnormal atau mungkin juga oleh karena proses imun.
Terjadinya reaksi peroksidase pada membran sel darah merah menyebabkan
ketidakstabilan membran eritrosit dan perubahan ini menyebabkan eritrosit rentan
untuk mengalami hemolisis. Kelainan membran ini terutama didapatkan pada
penderita yang disertai kelainan hepar. Ada beberapa parameter laboratorium yang
dapat digunakan untuk mengetahui adanya hemolisis mikroangiopati antara lain
haptoglobin, LDH, bilirubin (semen dan urine), hemoglobin bebas, apusan darah tepi.
Meskipun demikian pemeriksaan yang di anggap “ Gold standar “ belum ada.
Diantara beberapa parameter ini, haptoglobin merupakan pemeriksaan yang paling
sensitif untuk mengetahui secara dini adanya hemolisis mikroangiopati.
Peningkatan enzim hati (alanin aminotrasferase, aspartat aminotransferase dan laktat
dehidrogenase) terjadi karena adanya nekrosis parenkim dan perdarahan dalam
sinusoid hepar. Terjadinya nekrosis dan perdarahan ini akibat tumpukan bahan yang
menyerupai fibrin dalam sinusoid hepar sehingga terjadi obstruksi aliran darah. Jika
perdarahan dan nekrosis dan nekrosis cukup berat akan terjadi infark atau
pembentukan hematoma subkapsuler. Berapa nilai yang dianggap abnormal juga
berbeda-beda. Weinstein yang pertama kali mempopulerkan istilah ini tidak
menyebutkan kadar berapa yang dianggap abnormal. Menurut Goodlin dan
Thiagarah, kadar SGOT yang dianggap abnormal bila nilai > 50 IU/L. Vandam dkk
menggunakan nilai > 16 IU/L, Brazy dkk menggunakan nilai 50 IU/L dan sibai dan
Aarnnoudse menggunakan nilai ≥ 72 IU/L sedangkan Martin dkk menggunakan
kadar SGOT ≥ 40 IU/L dan SGPT ≥ 40 IU/L. Kadar LDH yang dianggap abnormal
bervariasi antara 195 – 600 IU/L .
Trombositopenia. Meskipun jarang berat, merupakan kelainan hematologis yang
paling sering ditemukan pada penderita preeklampsia.. Disebut trombositopenia bila
jumlah trombosit ≤ 150.000. Dan jika didapatkan trombositopenia ≤ 100.000 maka
lambat atau cepat dapat masuk kedalam “fulminant HELLP“. Angka kejadian
trombositopenia pada PEB sebesar 20%. Pathofisiologi terjadinya penurunan jumlah
trombosit pada penderita preeklampsia:
36
1. Meningkatnya pemakaian dan agregasi/aglutinasi diperifer
2. Aktivasi trombosit meningkat
3. Waktu hidup trombosit lebih pendek
4. Dan penurunan kadar prostasiklin (prostasiklin merupakan penghambat
agregasi trombosit yang kuat).
Oleh sebab itu beratnya trombositopenia menggambarkan derajat kerusakan sel
endotel, agregasi trombosit, pemecahan/destruksi trombosit dan penumpukan
mikrotrombus. Jumlah trombosit pada penderita preeklampsia merupakan indikator
yang paling baik untuk melihat adanya komplikasi pada ibu, janin maupun neonatus.
Jumlah trombosit yang < 150.000/ul merupakan periode transisi dan jumlah trombosit
< 100.000/uL merupakan tanda bahwa penyakit cukup berat sehingga bila persalinan
ditunda trombosit akan menurun menilai lebih rendah lagi. Penderita dengan jumlah
trombosit ≤ 50.000/ul mempunyai risiko tinggi untuk mengalami perdarahan post
partum, komplikasi perdarahan dari luka operasi atau luka episiotomi juga ada
hubungannya dengan jumlah trombosit. Pemberian trannsfusi trombosit untuk
tindakan profilaksis tidak menjamin bahwa komplikasi perdarahan post partum atau
dari luka operasi akan menurun. Oleh karena itu adalah penting untuk untuk
melakukan pengamatan jumlah trombosit pada penderita preeklampsia khususnya
preeklampsia berat khususnya yang mendapatkan perawatan konservatif.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi,
dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-
eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP.
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri
epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah
(50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%)
mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.
37
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan
akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin
intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat
badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa
hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.
Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan
darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg.
Dalam laporan awal Weinstein (1952) atas 29 pasien, kurang dari setengah (13 pasien)
mempunyai tekanan darah saat masuk rumah sakit 160/110 mmHg. Jadi sindrom
HELLP dapat timbul dengan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak
bernilai diagnosis, dan dapat diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan seperti apendisitis, gastroenteritis, glomerulonefritis, pielonefritis dan
hepatitis virus. Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi
komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ketiga. Pada awalnya, perlemakan
hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP
mempunyai gejala khas berupa: mual, muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom
HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan tes fungsi hati, tapi pada
sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanya
memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP (Tabel 2). Pemeriksaan
mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular
microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran
patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera,
atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
Tabel 2. Perbedaan hasil laboratorium AFLP dan sindrom HELLP
AFLP HELLP
Glukosa
Asam urat
Kreatinin
Trombcsit
Fibrinogen
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah atau normal
Rendah
Normal
Tinggi
Tinggi
Rendah atau normal
Normal sampai meningkat
38
Waktu Prothrombin (PT)
Waktu Parsial Thromboplastin
(PTT)
Memanjang
Memanjang
Normal
Normal
DIAGNOSIS
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar
enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat
dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis
hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan dalam nilai standar deviasi
tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah sakit. Di University of Tennessee,
Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD. (Tabel 3).
Tabel 3. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis)
Hemolisis
- Kelainan apusan darah tepi
- Total bilirubin > 1,2 mg/dl
- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
- Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Jumlah trombosit yang rendah
- Hitung trombosit < 100.000/mm
WORK UP DAN EVALUASI
Laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, faal homeostasis dan fungsi hati.
Pencitraan : Thorax foto jika dicurigai edema paru, USG jika dicurigai ruptura hepar.
39
Test khusus.
a. Dopler USG dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hellp
sindrome dengan cara mengukur pulsatil indeks (PI) dari a.hepatika
komunis. PI kehamilan normal (24 – 36 mgg) adalah 1,17; pada
preeklamsia PI : 1,63; sedang pada PE yang disertai hellp syndrome
terjadi peningkatan berarti PI : 1,83.
b. Haptoglobin. Merupakan protein plasma ( famili alfa 2 glikoprotein)
yang dibuat dihepar. Molekulnya berbentuk tetramareik terdiri dari 2
alfa ringan dan 2 rantai beta berat dimana kedua rantai ini diikat oleh
ikatan disulfida. Berfungsi untuk mencegah kehilangan hemoglobin
melalui ginjal dan mempertahankan kadar besi dalam tubuh. Pada saat
pemecahan eritrosit haptoglobin dalam plasma akan berikatan dengan
hemoglobin bebas ( pada rantai alfa dan beta) sebagai suatu ikatan non
kovalen yang irreversibel. Kemudian makrofag akan membawa ikatan
hemoglobin-heptaglobin ke hepar untuk selanjutnya diuraikan dan besi
(Fe) akan didaur ulang. Pemeriksaan secara serial haptoglobin dapat
digunakan untuk mendeteksi dan memantau keadaan hemolisis. Bila
didapatkan hasil yang menurun biasanya menunjukkan adanya anemia
hemolitik. Konsentrasi yang rendah ditemukan pada keadaan-keadaan
yang menyebabkan destruksi sel eritrosit seperti reaksi transfusi,
penggunaan katup jantung, talasemia dan anemia sikle sel, penyakit
hati yang berat dan kelainan kongenital (haptoglobinemia) kehamilan
yang disertai hemolisis. Konsentrasi yang meningkat dapat terjadi pada
fase akut suatu infeksi dan keganasan. Konsentrasi haptoglobin yang
tinggi dapat menyingkirkan adanya hemolisis.
Temuan pathologis
Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat
dilihat pada darah tepi.
40
Thrombosit
o Umur thrombosit normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia umur
thrombosit menjadi : 5 – 8 hari.
o Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek, disertai
peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada
lapisan sel endothel.
o Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane,
vasokonstriktor kuat.
Gangguan ginjal :
o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal Kerusakan
ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi
gagal ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis) maupun yang
ireversibel (cortical necrosis)
o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran
glomerulus, adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan
pembengkakan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan
kapiler.glomenrulus
DIAGNOSIS BANDING
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi,
yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah
diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan. Diagnosis
banding pasien sindrom HELLP meliputi:
- Perlemakan hati akut dalam kehamilan
- Apendistis
- Gastroenteritis
- Kolesistitis
- Batu ginjal
41
- Pielonefritis
- Ulkus peptikum
- Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
- Trombositipeni purpura trombotik
- Sindrom hemolitik uremia
- Ensefalopati dengan berbagai etiologi
- Sistemik lupus eritematosus (SLE)
Klasifikasi sindroma HELLP
Berdasar kadar thrombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi, menjadi :
Klas 1 : thrombositopenia : ≤ 50.000/cc
Klas 2 : > 50.000 ≤ 100.000/cc
Klas 3 : > 100.000 ≤ 150.000/cc
Disertai : hemolisis dan disfungsi hepar yaitu : LDH ≥600 IU/L, AST dan/atau ALT
≥ 40 IU/L
PENATALAKSANAAN
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama
adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah
(Tabel 4).
Tabel 4. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu
(stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan
umur kehamilan 35 minggu)
1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
42
a. Jika ada DIC, atasi koagulopati
b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4
c. Terapi hipertensi berat
d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier
e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga hematoma
subkapsular hati
2. Evaluasi kesejahteraan janin
a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
b. Profil biofisik
c. USG
3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu
a. Jika matur, segera akhiri kehamilan
b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1 . Wikn josa s t ro H . I lmu Keb idanan , ed i s i 3 , Ce t akan Ke l ima ,
J aka r t a , Yayasan B ina Pus t aka Sa rwono P rawi roha rd jo , 1999
: 281 – 300
43
2 . Sudhabe ra t a , Ke tu t . Penanganan P reek l amps i a Be ra t dan
Ek l amps i a . UPF . I lmu Keb idanan dan Penyak i t Kandungan ,
Rumah Sak i t Umum Ta rakan Ka l iman t an T imur . D i unduh
da r i : h t t p : / /www.s iden reng . com/2008 /06 /penanganan -
p reek l amps i a -be ra t -dan -ek l amps i a / . D i akse s pada t angga l
18 Me i 2010 .
3 . Cunn ingham FG, Gan t F .G , e t a l l , Wi l l i am Manua l o f
Obs t e t r i c s , 21 s t Ed i t i on Bos ton , McGraw Hi l l , 2003 : 339 -
47 .
4 . Anon im. P reek l amps i a Be ra t / Ek l amps i a . D i unduh da r i :
h t t p : / / i dmga ru t .wordp re s s . com/2009 /01 /24 /p reek l amps i a -
be ra t ek l ams i a / . D i akse s pada t angga l 18 Me i 2010 .
5 . Sub i an to , Teguh . P rosedu r Pena t a l aksanaan P re -Ek l amps i a
Be ra t . D i unduh da r i :
h t t p : / / t eguhsub i an to .b logspo t . com/2009 /07 /p rosedu r -
pena t a l aksanaan -p re - ek l amps i a .h tml D i akse s pada t angga l
18 Me i 2010 .
6 . Anon im. P reek l amps i a . D i unduh da r i :
h t t p : / /www.k l i kdok t e r . com/ i l l ne s s /de t a i l / 24 . D i akse s pada
t angga l 18 Me i 2010 .
7 . Anonim. Penanganan Preeklampsia Berat. Di unduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/
10_PenangananPreeklampsiaBerat.html. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010.
8 . Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004 :
198 - 203.
44