tugas mk hukum kebaharian

7
TUGAS MATA KULIAH HUKUM KEBAHARIAN MENAKAR UNTUNG RUGI REKLAMASI TELUK BENOA Disusun Oleh : Eko Nugroho (NPM : 5113500159) FAKULTAS HUKUM

Upload: eko-sastro-nugroho

Post on 28-Sep-2015

20 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Hukum Kebaharian

TRANSCRIPT

TUGAS MATA KULIAH HUKUM KEBAHARIANMENAKAR UNTUNG RUGI REKLAMASI TELUK BENOA

Disusun Oleh :

Eko Nugroho(NPM : 5113500159)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2014A. SUMBER INFORMASIInformasi diambil dari situs berita online Tempo, dengan judul Reklamasi Teluk Benoa, Apa Kata Menteri Susi? yang diterbitkan pada hari Rabu, 24 Desember 2014 pukul 14.40 WIB (http://www.tempo.co/read/news/2014/12/24/090630743/Reklamasi-Teluk-Benoa-Apa-Kata-Menteri-Susi). Untuk lebih lengkapnya penulis sertakan berita lengkap sebagaimana tercantum di website tersebut di bawah ini.Reklamasi Teluk Benoa, Apa Kata Menteri Susi?TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku masih bingung menyikapi rencana reklamasi Teluk Benoa di Bali. Ia akan mengkaji hasil studi dan lokasi area yang rencananya direklamasi tersebut. "Paling tidak, saya bisa punya common sense sebelum memutuskan itu," kata Susi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 24 Desember 2014.

Susi sangat berhati-hati menjawab pertanyaan seputar rencana reklamasi Teluk Benoa. Ia belum memiliki sikap, apakah setuju atau menolak proyek tersebut. Menurut Susi, reklamasi sebenarnya bukan tindakan negatif. "Yang jelas saya berusaha membuat keputusan yang fair, transparan, dan sesuai dengan aturan lingkungan yang berkelanjutan," ucap Susi.Rencana reklamasi Teluk Benoa, Nusa Dua, Bali, menuai protes dari berbagai pihak. Warga Bali menentang keras karena Teluk Benoa yang memiliki luas 3.300 hektare merupakan wilayah konservasi hutan mangrove.

Namun di akhir masa jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah merestui reklamasi Teluk Benoa dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan (Sarbagita).

Inti dari penerbitan Perpres 51 Tahun 2014 adalah mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal 700 hektare. Kini, aktivis lingkungan menunggu sikap Presiden Jokowi dan kabinetnya atas proyek ini.B. OPINI

Rencana reklamasi teluk benoa selama beberapa bulan terakhir telah menyita perhatian masyarakat Bali pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pro dan kontra terhadap kebijakan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika menyeruak hebat mulai dari masyarakat biasa, seniman, politikus, para intelektual dan pakar keilmuan, sampai ke media massa. Dan pada puncaknya pro kontra ini masih belum bisa disudahi dalam tempo dekat ini. Pemerintah tampaknya masih belum mempunyai formula yang dipandang jitu untuk menyudahi polemik ini. Hal ini tercermin dari pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti seperti dimuat di media Tempo yang penulis jadikan dasar penulisan opini ini sebagaimana tercantum di atas.

Sejalan dengan permasalahan ini, serta dengan adanya tugas untuk memberikan opini mengenai masalah kelautan dari Bapak Noor Zuhry, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Kebaharian di Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal, penulis tergugah untuk memberikan pandangan mengenai reklamasi Teluk Benoa terlepas dari rumitnya isu konspirasi SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012. Pemikiran sederhana berdasar dari aspek hukum yang coba penulis pelajari semoga dapat memberikan pandangan yang dapat dijadikan kajian guna penyelesaian masalah pro dan kontra reklamasi Teluk Benoa ini.Perlu diketahui terlebih dahulu, reklamasi menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris, to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Menurut Pasal 1 ayat (23) UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Sesuai dengan definisi tersebut maka reklamasi merupakan perbaikan infrastruktur wilayah guna meningkatkan manfaat sumber daya lahan baik dari segi lingkungan, dan sosial ekonomi.

Menurut Modul Terapan Pedoman Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai PerMen PU No. 40/PRT/M/2007 ,Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai TIDAK DIANJURKAN namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut:

a. Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan;

b. Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan kebutuhan yang ada;

c. Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;

d. Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain.Dari modul diatas, jelas bahwa reklamasi yang akan dilakukan berada di sekitaran hutan mangrove, dan hal ini jelas akan merusak ekosistem yang berada di sekitar mangrove tersebut, bahkan karena adanya perbedaan kontur tanah wilayah teluk akibat dari reklamasi, maka aliran arus ombak juga akan berubah dan dikhawatirkan menyebabkan abrasi besar-besaran yang akan terjadi di pesisir pantai Bali bagian selatan.

Material yang akan digunakan dalam proses reklamasi juga bukanlah material yang mudah untuk dicari. Material tersebut bisa dengan pengeprasan bukit atau pulau-pulau tak berpenghuni dan bisa juga mengambil material dari dalam perairan yang strukturnya cocok untuk material reklamasi. Seperti contoh, Reklamasi yang dilakukan di Pantai Marina, Semarang seluas 205 Ha, memerlukan sekitar 5 juta meter kubik tanah urugan, dan material urugan tidak boleh beracun. Coba sekarang bandingkan dengan luas teluk Benoa yang akan di reklamasi, hal tersebut bisa mencapai 20,5 juta meter kubik tanah urugan yang digunakan. Yakin akan mengepras bukit yang ada di Bali dan atau di Pulau Nusa Penida (karena jaraknya yang dekat,red)? Hal itu jelas akan merusak ekosistem didalamnya, terlebih perbukitan di Bali merupakan kawasan hutan. Walaupun pihak yang pro bersikeras terhadap dampak positif yang akan diberikan, namun mereka juga tidak dapat memungkiri bahwa tindakan reklamasi tersebut memiliki dampak negatif yang justru cenderung lebih banyak. Menurut opini penulis hendaknya Presiden sekarang dapat segera mencabut Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan (Sarbagita), dan segera mengambil tindakan penghentian terhadap reklamasi yang akan di adakan tersebut.

Jelas terlihat disini, bahwa urgensi reklamasi yang akan dilakukan pada Teluk Benoa belumlah menjadi hal utama dalam pembangunan, hal itu selain karena faktor lingkungan hidup, dan adanya kawasan hutan bakau, adalah masih banyaknya lahan kosong yang sebenarnya bisa digunakan oleh pemerintah kalau urgensinya hanya sebatas pembangunan bagi investor, dan agar penyebaran penduduk dapat menyebar merata tanpa berfokus pada satu titik daerah saja.

Penulis

Eko Nugroho

(NPM : 5113500159)