tugas pak ahlamif
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
PERKEMBANGAN, PENDEKATAN DAN METODE
STUDI PENDIDIKAN ISLAM
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan komponen terpenting untuk membentuk dan mewarnai corak
hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat penting bagi ummat Islam karena dapat
mempelajari ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Pendidikan Islam dikenal sejak zaman
Nabi sampai sekarang. Di Indonesia mengenal pendidikan Islam sejak Islam datang ke
Indonesia. Pendidikan ini memakai sistem sorongan/perorangan dan berlangsung secara
sangat sederhana serta tidak mengenal strata atau tingkatan seperti pada pesantren dan
kemudian berkembang dengan sistem kelas seperti pada pendidikan madrasah.
Perjalanan Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia seiring dengan
masuknya Islam ke bumi Nusantara yang ditransmisikan melalui jaringan ulama’ Timur
Tengah dan Nusantara pada abad ke-17 yang tercipta secara ekstensif melalui tradisi
keilmuan.1[1] Tradisi keilmuan di kalangan ulama sepanjang sejarah Islam berkaitan erat
dengan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan pendidikan seperti madrasah, ribath
bahkan rumah guru. Dilandasi hal ini, maka lembaga pendidikan Islam di Indonesia pada
masa awal mensinergikan antara corak indigenous keindonesiaan (dengan tradisi Hindu
dan Budha) dengan nuansa Timur Tengah, seperti berdirinya surau, langgar, musholla,
masjid dan pesantren2[2] yang kemudian mengalami modernisasi seperti madrasah dan
1[1] Selama ini terdapat anggapan bahwa hubungan antara Islam di Nusantara dengan Timur Tengah lebih bersifat politis ketimbang keagamaan. Azyumardi menampik anggapan ini dan membuktikan bahwa sejak abad ke-17 hubungan di antara kedua wilayah Muslim ini umumnya bersifat keagamaan dan keilmuan, meski tidak dapat dinafikan adanya hubungan politik antara beberapa kerajaan Muslim Nusantara, misalnya dengan Dinasti Utsmani. Setidaknya dengan melihat banyaknya pelajar dari Indonesia yang menuntut ilmu di Haromain yang kemudian mentransmisika keilmuannya ke bumi Nusantara. Untuk lebih lengkap mengenai hal ini, baca lebih lanjut, Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: Mizan, 1998).
2[2] Nurcholish Madjid, “Merumuskan Kembali Tujuan Pendidikan Pesantren” dalam M. Dawam
Rahardjo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun dari Bawah (Jakarta: P3M, 1985, h. 3.
perguruan Tinggi. Meskipun sebagaian ahli dan sejarawan Islam berasumsi bahwa
masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi3[3] dan dapat tersebar serta
berkembang pada abad ke-15 yang kemudian secara resmi dianut oleh mayoritas rakyat
dan penguasa pada abad ke-16, bukan berarti lembaga pendidikan Islam sudah tersistem
pada masa-masa itu. Masih menguatnya sistem ajaran Hindu dan Budha yang menjadi
kendala tersendiri bagi perkembangan pendidikan agama Islam, menjadikan lembaga-
lembaga pendidikan Islam pada masa awal masih banyak mengadopsi sistem Hindu.
Surau dan Pondok Pesantren awalnya meupakan tempat belajar dengan sistem Hindu,
namun dalam perkembangan selanjutnya diislamisasi sesuia dengan lembaga pendidikan
Islam. Hingga akhirnya pada awal abad 19 oleh para sejarawan barulah disiyalir sebagai
awal perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Abad ini dianggap demikian sebab
saat itu merupakan babak baru kondisi pendidikan Islam di Indonesia, pertumbuhan dan
perkembangannya begitu pesat, serta pengelolaan juga terorganisir secara rapi. Kondisi
ini disebabkan masuknya pemikiran pembaruan dari Timur Tengah serta sudah adanya
kompetisi dengan pendidikan modern oleh pemerintah Belanda.4[4]
Kedatangan Islam di Nusantara memang hampir bersamaan dengan, atau segera
disusul oleh kedatangan kaum kolonialis Eropa.5[5] Penjajahan Belanda yang
berlangsung kurang lebih tiga setengah abad tersebut, kemudian menghalangi gerak dakwah
para ulama’ dan kyai yang datang dari Timur Tengah. Sebagai contoh dari bentuk
Lihat juga, Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam di Indonesia (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 378
3[3]Terdapat pandangan yang berbeda di kalanganpara ahli mengenai kedatanganIslam di Nusantara. Perbedaan pandangan itu setidaknya dipengaruhi oleh sudut pandang terhadap tempat asal kedatangan yakni negara yang menjadi perantara, Para pembawa atau pelaku penyebar dan waktu kedatangan. Perbedaan ini pula yang kemudian menghasilkan tiga teori masuknya Islam ke Nusantara, yakni Teori Gujarat, Teori Makkah dan Teori Persia. Lebih lanjut mengenai ketiga teor ini, lihat, Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi (Malang: UMM Press, 2006), h. 34-44. Bandingkan pula, Azra, Jaringan Ulama, h. 23-55.
4[4] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), h. 152.
5[5] Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan (Jakarta:paramadina, 2000), h. xii.
penghalangan Belanda terhadap gerak dakwah para ulama’ dan kyai Timur Tengah
tersebut adalah adanya perlakuan diskriminatif yang diwujudkan dalam bentuk
Kebijakan dengan mewajibkan para kyai dan ulama yang akan melakukan pengajaran
atau pengajian agar izin dahulu terhadap Belanda, padahal tidak semua ulama atau kiyai
juga diberi izin untuk mengajar. Tindakan diskriminatif lainnya juga bahwa kolonial
Belanda mempersulit perjalanan ke luar negeri untuk melakukan ibadah haji. Perizinan
untuk melakukan perjalanan dari satu provinsi ke provinsi lain untuk pelaksanaan
penyebaran agama Islam juga sangat dibatasi. Atas keadaan inilah, maka keadaan
pendidikan Islam di Indonesia sangat terhambat dengan kualitas sangat memprihatinkan.
Transmisi keilmuan dan interaksi intelektualitas dengan negeri-negeri Muslim juga
terhenti, sampai ketika Belanda berusaha membuat lembaga pendidikan yang bercorak
Barat, umat Islam tidak mau ketinggalan dengan memperkuat lagi peran pesantren yang
lebih berupa padepokan dengan penekanan aktifitas pada kegiatan tarekat. 6[6]
Dalam sistem stratifikasi sosial kolonial yang paling tidak diuntungkan dalam
sistem pendidikan colonial adalah mereka yang diidentifikasi oleh Clifford Geertz
sebagai golongan santri. Di bawah pimpinan para ulama’, golongan santri yang juga
disebut sebagai kelompok sosial yang paling banyak melahirkan wirausahawan pribumi
itu merupakan golongan yang dalam hal pendidikan modern termasuk paling rendah.7[7]
Ketika pemerintah Belanda ingin menyertakan rakyat Hindia Belanda dalam peradaban
modern dengan mengenalkan pendidikan modern (Belanda, Barat, Sekuler), para ulama’
mengimbanginya dengan mengembangkan dan mendirikan lebih banyak pesantren-
pesantren. 8[8]
B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
1. Lembaga Pendidikan Islam Tradisional
6[6] Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam, h. 73.
7[7] Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban , h. xii.
8[8] Ibid
Pada awal abad ke-19, sistem pendidikan di Indonesia masih bersifat tradisional dan
hanya dikenal satu jenis pendidikan yang disebut dengan “lembaga pengajaran asli” atau
sekolah agama Islam yang berbentuk masjid, langgar, surau dan pesantren. Pendidikan
dasar disebut nggon ngaji, sementara pendidikan lanjutannya adalah pondok pesantren
yang keduanya tidak terdapat keterkaitan secara formal.9[9] Sistem pendidikan ini
menitikberatkan pada pembelajaran baca al-Qur’an, pelaksanaan sholat dan pengetahuan-
pengetahuan yang terkait degan pokok-pokok ajaran agama. Nggon Ngaji ini tidak
terlembaga secara baik. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah Indonesia merdeka
dan disusul dengan berdirinya Depaetemen Agama, lembaga-lembaga non formal
tersebut mulai disempurnakan kurikulumnya, sistem pendidikan sehingga memunculkan
lembaga pendidikan yang disebut madrasah diniyah.10[10]
Selain nggon ngaji yang mayoritas terdapat di Jawa, di Sumatra juga dikenal
lembaga pendidikan Islam yang disebut Surau. Sebelum datangnya Islam, di
Minangkabau telah ada surau yang fungsinya bukan seperti sekarang yang telah
mengalami Islamisasi, melainkan sebagai tempat menyembah arwah nenek moyang.
Menurut para ahli sejarah, Surau yang ada di Sumatra Barat ini pertama kali berdiri pada
masa Raja Adityawarman pada tahun 1356 di kawasan bukit Gombak.Kerajaan
Adityawarman adalah kerajaan yang memiliki latar belakang Hindu-Budha.11[11] Hal ini
menjadi jelas bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam pada awalnya adalah sebuah
lembaga dengan tradisi non Islam yang dalam perkembangannya mengalami Islamisasi
karena dirasa ada kemiripan dalam proses pembelajaran.
Bukan hanya Surau, Istilah Pesantren yang dalam perkembangan merupakan
lembaga pendidikan Islam, adalah diambil dari kata santri, dengan imbuhan pe+an yang
berarti tempat tinggal santri. Oleh C.C Berg, kata santri ini dianggap kata turunan dari
istilah shastri bahasa India yang berarti orang yang tahu buku suci agama Hindu. Bahkan
9[9] Nor Huda, Islam Nusantara, h.370.
10[10] Ibid, h. 375.
11[11] Khozin, Jejak-jejak, h. 77.
menurut de Graff dan Pigeaud, pesantrem merupakan kelanjutan dari lembaga sejenis
zaman pra-Islam di Indonesia yang disebut dengan mandala dan ashrama. Kedua lembaga
ini adalah sebagai tempat pertapaan-pertapaan yang meskipun secara kelembagaan telah
mengalami transformasi ke dalam bentuk pesantren, namun raktek-praktek pertapaan pra-
Islam ini masih tetap dipertahankan.12[12]
Proses belajar mengajar yang diajarkan di surau adalah pengajan al-Qur’an,
ibadah, keimanan dan akhlaq. Pengajaran al-Qur’an diajarkan secara tradisional melaui
metode bagdadiah yaitu dengan mengurutkan huruf-hijaiyah. Ibadah diajarkan secara
praktis. Materi tentang Iman diajarkan melalui nyanyian, sementara akhlaq diajarkan
melalui cerita.
Pada abad ke-20, Sistem pendidikan Surau mengalami degradasi dan kemudian
berkembang menjadi pesantren. Pendidikan Pesantren adalah salah satu tradisi luhur
dalam pendidikan dan pengajaran di Indonesia yang oleh para sejarawan terdapat
perbedaan pendapat mengenai asal-usul pesantren. Sebagian beranggapan bahwa
pesantren adalah tradisi pendidikan pra-Islam, sedang yang lain berpandangan bahwa
pesantren adalah murni tradisi Islam.
Pola pendidikan di pesantren adalah pola yang sangat unik. Terdapat relasi yang
harmonis antara santri dan kyai dengan masjid sebagai pusat aktifitas. Keunikan yang
lain adalah sistem pembelajaran dengan menggnakan metode sorogan dan weton. Yang
pertama adalah santri menghadap kyai seorang demi seorang dengan membawa kitab
yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan kalimat demi kalimat, menerjemahkan dan
menjelaskan maksudnya kemudian santri menyimak. Adapun metode yang kedua adalah
metode kuliah, yang mana santri mengikuti pelajaran dengan duduk di skeliling kyai.
Sekalipun sebagai tradisi yang berakar lama dalam budaya Islam Indonesia,
pesantren telah ada sejak beberapa abad sebelumnya dan dapat dilihat sebagai kelanjutan
tradisi mapan serupa di negeri-negeri Islam dari kalangan kaum Sufi seperti tradisi
zawiyah dan ribath di India dan Timur Tengah, namun suatu kenyataan yag sangat
12[12] Nor Huda, Islam Nusantara, h. 378.
menarik ialah bahwa sistem pendidikan tradisional Islam itu berkembang pesat pada
peralihan abad yang lalu. Pesantren-pesantren besar di kompleks Jombang-Kediri seperti
Tebuireng, Tambakberas, Rejoso, Denayar, Jampes, Lirboyo dll yang kelak pengaruhnya
begitu besar pada kehidupan nasional, antara lain melalui organisasi Nahdatul Ulama
tumbuh dan berkembang kurang lebih sebagai saingan sekolah-sekolah formal colonial. 13[13]
2. Lembaga Pendidikan Islam Formal
Madrasah yang berkembang di Indonesia berbeda dengan perkembangan madrasah
yang ada di Timur Tengah. Madrasah di Indonesia merupakan perkembangan lebih
lanjut atau pembaruan dari pesantren dan surau14[14], sementara madrasah yang ada di
timur tengah pada abad pertengahan serupa dengan lembaga pesantren yang ada di
Indonesia. Di samping terdapat unsur-unsur seperti pesantren yaitu masjid, asrama dan
ruang belajar, madrasah di Timur Tengah memiliki syaikh atau professor sebagai
pemegang otoritas15[15]. Dalam konteks Indonesia, ini seperti keberadaan seorang kyai
di pesantren. Meskipun sejarah pertumbuhan madrasah di Indonesia dipandang
memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dari madrasah yang ada di Timur Tengah,
namun keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pembaruan pendidikan
Islam di Timur Tengah.
Perkembangan Madrasah pada abad Modern ini terjadi pada kurun awal abad ke-20
di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non keagamaan. Latar
belakang pertumbuhan ini tidak dapat dilepaskan dari gerakan pembaruan di Indonesia
dan adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan pemerintah Hindia-
Belanda.
13[13] Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan (Jakarta:paramadina, 2000), h. xii.
14[14] Ibid, hlm. 80
15[15] Nor Huda, Islam Nusantara, hlm. 391.
Beberapa Ulama yang telah berjasa menggagas tumbuhnya madrasah di Indonesia,
antara lain adalah Syekh Abdullah Ahmad, pendiri Madrasah Adabiyah di Padang pada
tahun 1909, disusul pada tahun Syekh M. Thaib Umar mendirikan Madrasah School di
Batusangkar, yang sempat tutup dan dibuka kembali pada tahun 1918 oleh Mahmud
Yunus. Tahun 1923 madrasah ini berganti nama Diniyah School. Pada tahun yang sama,
Madrasah Diniyah Putri didirikan oleh Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah yang
sebelumnya, pada tahun 1915 Zainuddin Labai al-Yunusi mendirikan Madrasah
Diniyah.16[16] Madrasah Diniyah ini kemudian berkembang di Indonesia, baik
merupakan bagian pesantren, surau atau yang lain, seperti beberapa organisasi Islam
kemasyarakatan yang banyak mengelola madrasah. Di antara organisasi-organisasi
tersebut adalah Muhammadiyah, al-Irsyad, Perhimpunan Umat Islam (PUI), persatuan
Tarbiyah Islamiyah (PERTI), al-Jami’atul Washliyah, al-ittihadiyah, Nahdatul Ulama’
dan Persatuan Islam. 17[17]
Sejak lahirnya, madrasah memiliki sistem tersendiri yang menjadi ciri khas dan
membedakannya dengan pesantren dan sekolah umum, yaitu adanya pemaduan pelajaran
umum dan agama, meskipun pemaduan kurilkulum tidaklah sama antara satu madrasah
dengan madrasah lain. secara historis, dapat dilihat bahwa madrasah telah mengelami
perubahan-perubahan. Pada tahap awal madrasah semata mengajarkan maata pelajaran
agama, namun pada akhirnya, sesuai dengan tuntutan zaman, madrasah memasukkan
mata pelajaran umum yang semula hanya sebagai pelengkap, Namun setelah keluarnya
SKB tiga menteri pada tahun 1975 yaitu SK berdasarkan kesepakatan yaitu Departemen
dalam Negeri, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yang
menjembatani adanya dikotomi ilmu-ilmu umum dan agama. Dengan SKB ini tidak ada
lagi perbedaan mendasar antara lulusan madrasah dan sekolahn umum. Baik dalam
kesempatan melanjutkan studi maupun kesempatan memperoleh peluang kerja. Dengan
16[16] Mulyanto Sumardi, Bunga Rampai Pemikiran tentang Madrasah dan Pesantren (Jakarta: Pustaka biru, 1980), hlm. 49.
17[17] Penjelasan lebih rinci mengenai lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh masing-masing organisasi Islam tersebut, baca lebih lanjut, Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan, hlm. 96-99
adanya SKB tiga mentri ini madrasah memasuki era baru, yang mana mata pelajaran
umum dominan 70% namun, bukan berarti menafikan kedudukan mata pelajaran
agama.Mengkaji sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam dapat dilacak keberadaannya
sejak didirikannya Sekolah Tinggi Islam oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI)
Padang pada tanggal 9 Desember 1940 dengan pimpinan Mahmud Yunus. Sekolah
Tinggi Islam ini semula membuka fakultas Tarbiyah dan Syari’ah. Pada tahun 1941, STI
ini sempat tutup dengan terjdainya peristiwa Perang Dunia II.
Pada tahun 1945, gagasan mendiirikan STI kembali digulirkan sebagai kebijakan
politik masyumi. Disamping berdirinya barisan Mujahidin yag bernama Hizbullah.
Dalam rangka mendirikan lembaga ini dibentuklah kepanitian yang diketua oleh Drs.
Mohammad Hatta. Kepanitiaan ini berhasil mendirikan STI pada 8 Juli 1945 bertepatan
dengan 27 Rajab 1364 dengan pimpinan Prof. Abdul Kahar Mudzakkir. Tidak jauh
dengan konsentrasi yang diterapkan pada awal berdirinya STI tahun 1940, pada pendirian
selanjutnya ini STI juga mngknsentrasikan materi pembelajaran pada ilmu agama dan
kemasyarakatan.
Dalam perkembangannya, STI dilakukan perbaikan dan pengembangan dengan
membuka fakultas non agama yaitu Hukum, Ekonomi dan Pendidikan. Dengan
dibukanya fakultas baru pada STI ini, menjadikan STI juga berubah nama drai STI
menjadi UII yang menjadikan tujuan lembaga juga bergeser dari lembaga pendidikan
bagi calon ulama menjadi lebih umum dan bersifat sekuler.
3. Peranan Ormas dalam pembentukan Lembaga Pendidikan
Muhammadiyah oleh Ricklefs dikategorikan sebagai Organisasi Islam modernis
yang paling penting di Indonesia. Didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan (1868-1923),yakni
salah satu kaum elit agama ksultanan Yogyakarta di Yogyakarta pada tahun 1912.
Semula Kyai Dahlan masuk organisasi Budi Utomo dengan harapan dapat berbicara
mengenai pembharuan dikalanagn para anggotanya, maun para pendukungnya justru
mendesak agar Kyai Dahlan mendirikan organisasi sendiri. Maka pada tahun 1912
resmilah Muhammdiyah berdiri di Yogyakarta. Organisasi ini mencurahkan kegiatannya
pada usaha-usaha pendidikan serta kesejahteraan serta program dakwah guna melawan
Kristen dan tahayyul local. Konsentrasi pada dunia pendidikan ini tercermin pada tahun
1925, dua tahun sesduah wafatnya Dahlan, bahwa ketika itu Muhammadiyah hanya
beraggotakan 4000 orang, naun telah berhasil mendirikan 55 sekolah dengan 4000 murid,
dua balai pengobatan yakni di Yogyakarta dan Surabaya, sebuah panti asuhan serta
sebuah rumah miskin. 18[18]
Dengan pandangan yang sama, para pemerhati gerakan Islam juga
mengkategorikan sebagai gerakan keagamaan bercorak modern yang mapan dan lebih
banyak bergerak pada wilayah aksi dari pada pemikiran. Mapannya organisasi ini adalah
disebabkan oleh pengorganisasian yang sistematis dan efektif. Adapun aktifitas
Muhammadiyah yang lebih banyak bergerak di bidang aksi tercermin dari banyaknya
amal usaha yang dimiliki yang secara garis besar dikelompokkan dalam tiga bidang,
yaitu agama, sosial serta pendidikan yang dikelola secara modern, setidaknya dalam
ukuran masanya. 19[19]
Demikian ungkapan yang ditulis oleh Lapidus mengenai gambaran Muhammadiyah:
Muhammadiya, primarly concerd with educational and missionary activities, was willing to cooperate with government, and its members were forced by a party decision in 1929 to choose between the two movements. In the 1930s, the Muslim movement remained divided among activist, reformist and conservative religious wings, but the apolitical reformist Muslim position remained the most important. 20[20]
Another factor in Islamic strength was the continuing vitality of the reformist and modernist movements. Muhammadiya rmained important in providing a personal ideal of
18[18] M.C. Ricklelfs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004,terj. Satrio Wahono, dkk (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007),h. 356.
19[19] Khozin, Menggugat Pendidikan Muhammadiyah (Malang, UM M Press, 2005), h. 1-29.
20[20] Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (United Kingdom:Cambridge University ress, 2002), h. 666.
rational, efficient, and puritanical behavior, a concept of community and a model of ongoing Islamic society. Muhammadiya claimed an active membership numbering millions.21[21]
Sistem pendidikan yang ditawarkan oleh Muhammadiyah berbeda dengan
mainstream pendidikan yang berkembang saat itu; yakni sistem pendidikan pesantren dan
sekolah colonial yang antara satu dan lainnya secara dikotomis. Mengkompromikan dua
sistem pendidikan inilah yang menjadi pilihan Ahmad Dahlan . Yaitu dengan membuang
jauh nilai sistem pendidikan colonial yang dianggap sekuler, tidak sejalan dengan ajaran
Islam dan memadukan yang terbaik dengan sistem pendidikan santri . Dengan pandangan
progresif Ahmad Dahlan inilah lembaga pendidikan Muhammadiyah menjadi lembaga
alternative di zamannya, karena menawarkan pmbaharuan dalam pendidikan. Di
antaranya adalah; pertama, Lembaga Pendidikan Muhammadiyah didirikan dengan
mekanisme bottom up dan tidak birokratis. Kedua, sistem pendidikan Muhammadiyah
dilandasi motivasi teologis bahwa manusia akan mencapai derajat keimanan dan
ketakwaan yang sempurna jika memiliki kedalaman ilmu pengetahuan. Sehingga tida ada
dikotomisasi ilmu colonial Belanda yang sekuler dengan pesantren yang sangat
normative dan anti Barat. Pandangan ini yang membedakan output pendidikan
Muhammadiyah dengan output pendidikan konvensional Barat dan Pendidikan
tradisional pribumi saat itu. Ketiga, Pendidikan Muhammadiyah diorientasikan untuk
mempersiapkan lulusannya memasuki Indonesia baru yang modern dan keempat, para
pendidik di lingkugan lembaga Muhammadiyah sadar akan perjuangan yang memerlukan
pengorbanan pikiran, tenaga maupun harta.
Sampai pada sub pokok bahasan ini kita dapat mengambil suatu simpulan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia sebenarnya sudah dapat dilacak sejak
masuknya Islam ke bumi Nusantara, meskipun belum terlembaga secara sistematis.
Lembaga Pendidikan Islam bermula dari nggon ngaji, surau, langgar, musholla dan
masjid sebagai lembaga pendidikan tradisional. Dalam perkembangannya sistem
pendidikan Islam terlembagakan dengan baik melalui madrasah sampai pada perguruan
tinggi dengan kurikulum yang terstruktur.
21[21] Ibid. 672
B. Pendekatan Studi Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendekatan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pendekatan adalah 1). Proses perbuatan, cara
mendekati 2). Usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian pendekatan
penelitian. “Dalam bahasa Ingggris, pendekatan diistilahkan “approach” dalam bahasa
Arab disebut dengan “madkhal”.
Mulyanto Sumardi mengatakan bahwa, pendekatan bersifat axiomatik, ia terdiri dari
serangkaian asumsi tentang bahasa dan pengajaran bahasa serta belajar bahasa.
Ramayulis (2006: 169) mengatakan pendekatan merupakan terjemahan dari kata
“approach” dalam bahasa inggris, diartikan dengan come near (menghampiri) go to (jalan
ke) dan way path dengan (arti jalan) dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa
approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu.
HM. Chabib Thaha, mendefinisikan pendekatan adalah cara pemerosesan subjek atas
objek untukmencapai tujuan. Pendekatan juga berarti cara pandang terhadap sebuah
objek persoalan, dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang dalam kontek yang
lebih luas.
Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat pada suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan dalam memahami sesuatu.
Lawson dalam kontek belajar, mendefinisikan pendekatan adalah cara atau strategi yang
digunakan peserta didik untuk menunjang keefektifanan dan keefesienan dalam proses
pembelajaran materi tertentu.
2. Macam-macam Pendekatan dalam Pendidikan Islam
Perwujudan strategi pendidikan islam dapat dikonfigurasikan dalm bentuk metode
pendidikan yan glebih luasnya mmencakup pendekatan (approach). Untuk pendekatan
pendidikan islam, dapat berpijak pada firman Allah swt. Sebagai berikut:
1. QS. Al-Baqarah ayat 151
Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-
Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.
2. QS. Al-Imran ayat 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah
orang-orang yang beruntung”.
Dari kedua firman Alalh tersebut, Jalaluddin Rakhmat (1979:117-119) dan Zainal Abidin
Ahmad (1979:138-140) merumuskan pendekatan pendidikan Islam dalam enam kategori,
yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan Tilawah (Pengajaran)
Pendekatan ini meliputi membacakan ayat-ayat allah yang bertujuan memandang
fenomena alam seagai ayat-Nya, mempunyai keyakinan bahwa semua ciftaan Allah
memiliki keteraturan yang bersumber dari Rabb Al-Alamin, serte memandang bahwa
segala yang ada tidak diciftakan-Nya secara sia-sia belaka. Bentuk tilawah mempunyai
indikasi Tafakkur (berpikir) dan Tadzakkur (berdikir).
Aplikasinya:
Pembentukan kelompok ilmiah, bimbingan akhli, kompetisi ilmiah dengan landasan
akhlak Islam, dan kegiatan lainnya seperti penelitian, pengkajian, seminar dan lainnya
2. Pendekatan Tazkiyah (Penyucian)
Pendekatan ini meliputi menyuvikan diri dengan upaya Amar Ma’ruf nahi munkar
(tindakan proaktif dan tindakan reaktif). Pendekatan ini bertujuan untuk memelihara
kebersihan diri dan lingkungannya, memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik.
Indikator pendekatan ini adalah fisik, psikis dan social.
Aplikasinya:
Gerakan kebersihan, kelompok-keloompok usrah, riyadhah keagamaan, ceramah, tablig,
pemeliharaan syiar islam, kepemimpinan terbuka, teladan pendidikan serta
pengembangan kontrol sosial.
3. Pendekatan Ta’lim Al-Kitab
Mengajarkan Al-Qur’an dengan menjelaskan hukum halal dan haram. Pendekaatan inni
bertujuan untuk membaca, memahami dan merenungkan Al-Qur’an dan As-sunah
sebagai keterangannya.
Aplikasinya: Pembelajaran membaca Al-qur’an, diskusi tentang Al-Qur’an dibawah
bimbingan para akhli, memonotoring pengajian islam, kelmpok diskusi dan lomba
kreativis islam.
4. Pendekatan Ta’lim Al-Hikmah
Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan ta’lim al-kitab
Aplikasinya: Mengadakan perenungan (reflective thinking), reinovasi, studi banding
antarlembaga pendidikan, antarlembaga pengkajian, antarlembaga penelitian dan
sebagainya.
5. Yu’alim-kum ma lam Takunu Ta’limun
Suatu pendekatan yang mengajarkan suatu hal yang memang benar-benar asing dan
belum diketahui, sehingga pendekatanm ini membawa peserta didik pada suatu alam
pikiran yang benar-benar luar biasa. Indikatornya penemuan teknologi canggih yang
membawa manusia ke luar angkasa.
Aplikasinya:
Mengembangkan produk teknologi yang dapat mempermudah dan membantu kehidupan
manusia sehari-hari.
6. Pendekatan Islah (Perbaiakan)
Pelepasan beban dan belenggu-belenggu yang bertujuan memiliki kepekaan terhadap
penderiataan orang lain, sanggup menganalisis kepincangan-kepincangan yang lemah,
dan berupaya menjembatani perbedaaan paham.
Aplikasinya:
Kunjungan ke kelompok dhuafa’ kampanye amal soleh, kebiasaan bersedekah, dan
proyek-proyek sosial serta mengembangkan Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah
(BAZIS).
Sedangkan menurut Ramayulis setidaknya ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan
pendidikan Islam dalam pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu :
1.Pendekatan pengalaman.
Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik
dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik
diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individual
maupun kelompok. Ada pepatah yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang
paling baik.
Meskipun pengalaman diperlukan dan dicari selama hidup, namun tidak semua
pengalaman dapat bersifat mendidik (educatif) karena ada pengalaman yang tidak bersifat
mendidik. Pemberian pengalaman yang educatif kepada peserta didik berpusat kepada
tujuan yang member arti terhadap kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan.
2. Pendekatan pembiasaan.
Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan berlaku begitu saja yang kadang kala tanpa dipikirkan. Pendekatan
pembiasaan dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan kepada peserta didik
terbiasa mengamalkan ajaran agamanya baik secara individual maupun secara kelompok
dalam kehidupan sehari-hari.
Menumbuhkan pembiasaan yang baik tidaklah mudah, sering memakan waktu yang
panjang. Tetapi bila sudah membudaya kebiasaaan itu sulit pula untuk mengubahnya.
3. Pendekatan emosional.
Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik
dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi tersebut
berhubungan dengan perasaan. Seseorang yang mempunyai peraasaan pasti daapt
merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Di alam
perasaan rohaniah tercakup perasaan intelektual, estetis, etis, sosial, dan perasaan harga
diri.
4. Pendekatan Rasional
Pendekatan Rasional yaitu suatu pendekatan mempergunakan rasio dalam memahami dan
menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Manusia adalah makhluk ciftaan Allah yang
sempurna dan berbeda dengan makhluk yang lainnya.
Perbedaan manusia dengan makhluk lain terletak pada akal, dengan kekuatan akalnya
manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bahkan dengan akal
yang dimilikinya juga manusia juga dapat membenarkan dan membuktikan adanya Allah.
5. Pendekatan fungsional
Pendekatan fungsional yaitu suatu pendekatan dalam rangka usaha menyampaikan materi
agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatan pada peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ilmu Agama yang dipelajari anak di
sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan
anak, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial. Dengan agama
anak anakdapt meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan demikian pendekatan
fungsional berarti anak dapat memanfaatkan ajaran dalam kehidupan sehari-hari baik
kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Sabda Rasulullah saw:
لناس انفعهم خيرالناس
“Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang member manfaat (nilai guna) bagi manusia”
6. Pendekatan keteladanan.
Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan baik yang berlangsung
melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun
yang tidak langsungmelalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah ketauladanan.
Kecenderungan mnausia untuk belajar lewat peniruan menyebabkan keteladanan menjadi
sangat penting artinya dlam proses pendidikan. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi
umat manusia. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah”.
7. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan secara serentak beberapa pendekatan diatas.
Berdasarkan uraian pada sub pokok bahasan yang kedua ini, dapat dirumuskan suatu
simpulan bahwa pendekatan adalah cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk
menunjang keefektifan dan keefesienan dalam proses pembelajaran materi tertentu.
Terdapat berbagai macam pendekatan yang bisa digunakan pendidik dalam proses
pendidikan islam. Tujuan dari pendekatan-pendekatan tersebut adalah untuk
memaksimalkan kualitas proses dan hasil yang ingin dicapai peserta didik dalam
mempelajari mengimplementasikan (mengamalkan) pendidikan islam dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Metode Studi Pendidikan Islam
Metode seringkali diartikan sebagai sebuah cara atau jalan. Dalam proses pembelajaran, metode erat kaitannya dengan strategi. Strategi menempati peran yang cakupannya lebih luas dari metode, karena dalam penentuan dasar proses belajar mengajar, metode menjadi bagian yang harus diperhatikan. Mengutip pendapat Tabrani Rusyan, dkk, terdapat beberapa masalah yang erat kaitannya dengan strategi belajar mengajar, salah satu di antaranya yaitu mengenai konsep dasar strategi belajarmengajar, yang meliputi: menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku, menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar, dan menerapkan norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Berbicara mengenai metode pendidikan Islam, terdapat beberapa pendapat tentang macam-macamnya. Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu “metha” dan “hodos”. Meta berarti ”melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian, metode dapat berarticara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.24 Jika dikaitkan dalam hal pembelajaran dan pendidikan Islam, maka metode
menurut Mohd. Abd. Rohim Ghunaimah adalah cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud pengajaran.25
Metode pendidikan dianggap sebagai sebuah komponen penting dalam sebuah pembelajaran, karena hal ini menyangkut pada keberhasilan pendidik untuk mengembangkan potensi anak didik melalui metode tersebut.
Metode pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut wawasan keilmuan pendidikan yang sumbernya berada di dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Oleh karena itu untuk mendalaminya, kita perlu mengungkapkan implikasi-implikasi metode kependidikan dalam kitab suci Al Qur’an dan Al Hadits tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Gaya bahasa dan ungkapan yang terdapat dalam firman-firman Allah dalam al Qur’an menunjukkan fenomena bahwa firman Allah itu mengandung nilai-nilai9 metode yang mempunyai corak dan ragam sesuai tempat dan waktu serta sasaran yang dihadapi. Namun yang sangat esensial adalah bahwa firman-firman-Nya itu senantiasa mengandung hikmah kebijaksanaan secara metode, dan disesuaikan dengan kecenderuangan / kemampuan kejiwaan manusia yang hidup dala situai dan kondisi tertentu yang berbeda-beda.
2. Dalam memberiakan perintah dan larangan Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan masing-masing hamba-Nya, sehingga taklif (beban)nya berbeda-beda meskipun dalam tugas yang sama. Perbedaan kemampuan manusia dalam memikul beban tugas dan tanggung jawab mengharuskan sikap mendidik dari tuhan itu sendiri sebagai Zat Maha Pendidik. Dengan demikian perbedaan-perbedaan individual anak didik, bila dilihat dari segi metode kandungan Al Qur’an diakui dan dihormati, sehingga heteroginitas itu diwujudkan dalam pembidangan ilmu dan ketrampilan serta kekaryaan/ jabatan/ pekerjaan, maka bagi dinamika perkembangan umat manusia itu sendiri.
3. Sistem pendekatan metode yang dinyatakan Al-Qur’an adalah bersifat multi apprpach yang meliputi antara lain :a. Pendekatan religius yang menitik beratkan kepada pandangan bahwa manusia adalah
makhluk yang berjiwa religius dengan bakat-bakat keagamaa.b. Pendekatan filosofis yang memandang bahwa manusia adalah makhluk rasional atau
homo rationale, sehingga segala sesuatu yang menyangkut pengembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan berfikirnya dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya.
c. Pendekatan sosio kultural yang bertumpu pada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga dipandang sebagai homo sosius dan domo sapiens dalam kehidupan bermasyarakat dan berkebudayaan.
Dengan demikian pengaruh lingkungan masyarakat dan perkembangannya sangat besar artinya bagi proses pendidikan individualnya.
d. Pendekatan scientific yang titik beratnya terletak pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan (kognitif), berkemauan dan merasa (emosional atau effektif). Pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analitis-sintetis dan refleksi dalam berfikir22[4].
Pada dasarnya metode pandidikan Islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk ilahi dan konsep-konsep pendidikan Islam. Selain itu, metode pendidikan islam akan mampu menempatkan manusia diatas luasnya permukaan bumi dan dalam masa yang tidak demikian kepada penghuni bumi lainnya23[5].
Metode yang dianggap penting dan paling menonjol adalah :1. Metode dialog Qur’ani dan Nabawi
Adalah pendidikan dengan cara berdiskusi sebagaimana yang digunakan oleh Al Qur’an dan hadits-hadits nabi. Metode ini, disebut pula metode khiwar yang meliputi dialog khitabi dan ta’abudi (bertanya dan lalu menjawab) dialog deskriftif dan dialog naratif (menggmbarkan dan lalu mencermati), dialog argumentatif (berdiskusi lalu mengemukakan alasan), dan dialog nabawi (menanamkan rasa percaya diri, lalu beriman). untuk yang terkhir ini, dialog Nabawi sering dipraktekkan oleh sahabat ketika mereka bertanya sesuatu kepada Rosulullah.
Dialog qur’ani merupakan jembatan yang dapat menghubungkan pemikiran seseoarang dengan orang lain sehingga mempunyai dampak terhadap jiwa peserta didik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
a. Permasalahan yang disajikan secara dinamisb. Peserta dialog tertarik untuk terus mengikuti jalannya percakapan ituc. Dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwad. Topik pembicaraan yang disajikan secara realistis dan manusiawi.
Dapat dirumuskan bahwa dialog qur’ani-nabawi adalah metode pendidikan Islam yang sangat efektif dalam upaya menanamkan iman pada diri seseorang, sehingga sikap dan perilakunya senantiasa terkontrol dengan baik.
22[4] Nur Ubhiyati, Ilmu Pendidikan Islam II (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), 100
23[5] Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta : Gema Insani, 1995), 204
2. Metode Kisah Qur’ani dan NabawiMetode kisah disebut juga metode cerita yakni cara mendidik dengan mengandalkan bahsa, baik lisan maupun tertulis dengan menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah islam, yakin Al-qur’an dan Hadits.
Dalam Al-qur’an dijumpai banyak kisah, terutama yang berkenaan dengan misi kerasulan dan umat masa lampau. Muhammad Qutb berpendapat bahwa kisah-kisah yang ada dalam Al-qur’an dikategorikan kedalam tiga bagian : pertama, kisah yang menunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwa. Kedua, kisah yang menunjukkan peristiwa dan keadaan tertentu tanpa menyebut nama dan tempat kejadian.ketiga, kisah dalam bentuk dialog yang terkadang taidak disebutkan pelakunya dan diman tempat kejadiannya.
Pentingnya metode kisah diterapkan dalam dunia pendidikan karena dengan metode ini, akan memberikan kekuatan psikologis kepada peserta didik, dalam artian bahwa dengan mengemukakan kisah-kisah nabi kepada peserta didik, mereka secara psikologis terdorong untuk menjadikan nabi-nabi tersebut sebagai uswah (suri tauladan).
Kisah-kisah dalam Al-qur’an dan Hadits, secra umum bertujuan untuk memberikan pengajaran terutama kepada orang-orang ayang mau menggunakan akalnnya. Relevansi antara cerita Qur’ani dengan metode penyampaian cerita dalam lingkungan pendidikan ini sangat tinggi. Metode ini merupakan suatu bentuk teknik penyampaian informasi dan instruksi yang amat bernilai, dan seoarang pendidik harus dapat memanfaatkan potensi kisah bagi pembentukan sikap yang merupakan bagian esensial pendidikan Qur’ani dan Nabawi.
3. Metode PerumpamaanMetode ini, disebut pula metode “amsal” yakni cara mendidik dengan memberikan perumpamaan, sehingga mudah memahami suatu konsep.perumpamaan yang diungkapkan Al-qur’an memiliki tujuan psikologi edukatif, yang ditunjukkan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksudnya.
Dampak edukatif dari perumpamaan Al-quran dan Nabawi diantaranya :a. Memberikan kemudahan dalam memahami suatu konsep yang abstrak, ini terjadi karena
perumpamaan itu mengambil benda sebagai contoh konkrit dalam Al-Quran.b. Mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk
mengembangkan aneka perasaan ketuhanan.c. Membina akal untuk terbiasa berfikir secara valid pada analogis melalui penyebutan
premis-premis.
d. Mampu mencipatan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia.
4. Metode keteladananMetode ini, disebut juga metode meniru yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik. Dalam Al-qur’an, kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti teladan yang baik. Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladanan yang baik kepada anak didik agar ditiru dan dilaksanakan. Dengan demikian metode keteladanan ini bertujuan untuk menciptakan akhlak al-mahmudah kepada peserta didik.
Acuan dasar dalam berakhlak al-mahmudah adalah Rosulullah dan para Nabi lainnya yang merupakan suri tauladan bagi umatnya.seorang pendidik dalam berinteraksi dengan anak didiknya akan menimbulkan respon tertentu baik positif maupun negatif, seorang pendidik sama sekali tidak boleh bersikap otoriter, terlebih memaksa anak didik dengan cara-cara yang merusak fitrohnya.
Nilai edukatif keteladanan daam dunia pendidikan adalah metode influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalammempersiapkan danmembentuk moral spriritual dan sosial anak didik. Keteladanan itu ada dua macam :
a. Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh peserta didikb. Berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang akan ditanamkan kepada peserta
didik ,sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi peserta didik tersebut.
5. Metode Ibrah dan Mau’izhahMetode ini disebut juga metode “nasehat” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberi motivasi. Metode Ibrah atau mau’zhah (nasehat) sangat efektif dalam pembentukan mana anak didik terhadap hakekat sesuatu,serta memotivasinya untuk bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip islam. Menurut Al-qur’an, metode nasehat hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka seolah-olah tidak mau tau kebenaran tersebut terlebih melaksanakannnya. Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada umumnya kurang senang dinasehati, terlebih jika ditunjukkan kepada pribadi tertentu.
6. Metode targhib dan tarhibMetode ini, disebut pula metode “ancaman” dan atau “intimidasi” yagni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan hukuman ats kesalahan
yang dilakukan peserta didik. Istilah targhib dan tarhib dalam al-qur’an dan as-sunnah berarti ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh suatu dosa kepada Allah dan Rosulnya. jadi, iya juga dapat diartikan sebagai ancaman Allh melalui penonjo;an salah satu sifat keagungan dan kekuatan illahiyah agar mereka(peserta didik) teri9ngat untuk tidak melakukan kesalahan.
Ada beberapa kelebihan metode targhib dan tarhib antara lain :a. Taghib dan tarhib bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi.b. Targhib dan tarhip disertai gambaran keindahan surga yang menakjubkan atau
pembebasan azab neraka.c. Targhib dan tarhib islami bertumpu pada pengobatan emosi dan pembinaan efeksi
ketuhanan.d. Targhib dan tarhib bertumpu pada pengontrolan emosi dan keseimbangan antara
keduanya24[6].
Ada beberapa prinsip yang mendasari penerapan metode dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: prinsip pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan dan motivasi, dan lain sebagainya. Adapun secara keseluruhan dari berbagai pendapat dapat disimpulkan tentang macam-macam metode pendidikan Islam, yaitu:
a. Metode pembiasaan, yaitu sebuah cara yang dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bertindak, bersikap, sesuai dengan tuntunan agama Islam. Metode ini efektif digunakan untuk pembelajaran pada anak. Karena memori anak yang cenderung kuat dan kecakapan yang terbentuk berawal dari kebiasaan-kebiasaan masa kecil.
b. Metode keteladanan, yaitu suatu cara yang yang merujuk pada peniruan atas sesuatu, perbuatan, maupun seseorang, sebagaimana pribadi Rasulullah yang berhasil menjadi teladan bagi seluruh umatnya, melalui sikap, perkataan, perbuatan, sifat, dan lain sebagainya. Metode ini juga menganut sebuah teori dalam psikologi yaitu Teori Modelling yang menyatakan bahwa anak cenderung bertingkah seperti apa yang dilihatnya.
c. Metode pemberian ganjaran dan hukuman, atau yang sering disebut dengan metode reward and punishment, yaitu memberikan ganjaran/hadiah bagi anak
24[6] Http:/www.tuanguru.net/2011/111metode-pembelajaran-dalam-perspektif.html. diakses 20 Maret 2012.
yang berhasil atau melakukan sesuatu yang baik dan memberikan hukuman bagi anak yang membangkang atau berperilaku buruk.
d. Metode ceramah, yaitu cara menyampaikan sebuah materi pelajarandengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai Metode ini juga sering disebut lecturing method.
e. Metode dialog atau tanya jawab, yaitu sebuah cara di mana guru memberikan soal-soal kepada siswa, dan kemudian siswa menjawab atau sebaliknya, siswa bertanya dan guru menjawab pertanyaan yang diajukan siswa. Metode ini digunakan untuk mengukur pemahaman siswa atas materi yang telah disampaikan.
f. Metode diskusi, berasal dari bahasa Latin “discussus” yang berarti “menguji”. Diskusi adalah suatu proses yang melibakan dua individu atau lebih, berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan, saling tukar informasi dan pendapat dalam memecahkan sebuah masalah tertentu.
g. Metode pemberian kisah, yaitu suatu cara menyampaikan materi dengan menggunakan kisah sebagai perumpamaan kemudian dari kisah tersebut diambil pelajarannya.
h. Metode drill atau latihan, yaitu salah satu cara untuk mengasah dan melatih anak didik terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Tekniknya adalah seperti dengan pemberian latihan soal-soal.
i. Metode pemahaman (Tafhim), merupakan metode pengembangan dari metode ceramah. Metode pemahaman yaitu suatu cara dalam pembelajaran untuk memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan merumuskan obyek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan, atau kasus.
j. Metode mengobarkan semangat, atau sering juga disebut metode Tahriḍ , yaitu suatu cara yang digunakan untuk membangkitkan dan mengobarkan semangat dalam mengahadapi rintangan besar dan kekuatan yang lebih besar.
k. Metode demonstrasi, yaitu suatu teknik pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau siswa sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan kepada kelas tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.
l. Metode Pengulangan (Tadārus), yaitu sebuah cara dalam mempelajari suatu materi bersama-sama secara berulang kali.31 Metode ini efektif untuk diterapkan
pada suatu materi yang membutuhkan hafalan, sehingga dengan pengulangan tersebut akan dapat menanamkan ingatan pada anak didik.
m. Metode pemberian contoh (perumpamaan), yaitu suatu cara yang diterapkan dalam pembelajaran dengan cara menyampaikan suatu materi disertai dengan contoh. Dari beberapa uraian macam-macam metode di atas kiranya cukup menjadi contoh dari metode-metode pendidikan Islam secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian pada sub pokok bahasan yang ketiga ini, dapat dirumuskan suatu
simpulan bahwa yang dimaksud dengan metode dalam studi pendidikan islam adalah
suatu cara yang dipandang efektif untuk mencapai tujuan yakni memahami substansi dari
pendidikan islam. Berbagai metode/cara yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut,
dianggap tepat dan dapat diterapkan dalam upaya mempelajari, memahami dan
mengamalkan substansi dari pendidikan islam dalam kehidupan sehari hari.
23 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RinekaCipta. Cet. 2. 2002)., hal. 9.24 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997)., hal.
25 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik ,..., hal. 209.
26 Arma’i Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,… , hal. 135-136.27 Ibid., hal. 145.
28 M. Thalib, Pendidikan Islami Metode 30T, (Bandung: Irsyad Baitus Salam. 1996), hal.38.29 Ibid., hal. 142.30 M. Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers.2002), hal. 45.31 M. Thalib, Pendidikan Islami Metode 30T…, hal. 157.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Bukhari, Umar. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII Bandung: Mizan, 1998.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Huda, Nor Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam di Indonesia Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi Malang: UMM Press, 2006
Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies United Kingdom:Cambridge University ress, 2002.
Madjid, Nurcholish Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan Jakarta:paramadina, 2000.
Rahardjo, M. Dawam (ed), Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun dari Bawah Jakarta: P3M, 1985..
Ricklelfs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004,terj. Satrio Wahono, dkk Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Sumardi, Mulyanto Bunga Rampai Pemikiran tentang Madrasah dan Pesantren Jakarta: Pustaka biru,