tugas politik hukum ima
DESCRIPTION
Politik HukumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapatkan kekuatan dan
semangat baru dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Naja (2008) menyebutnya sebagai
“roh baru” dalam pembangunan pendidikan. Di samping itu, disahkannya Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 di atas juga membawa konsekuensi
atau implementasi terhadap pendidikan, termasuk terhadap guru. Di antara konsekuensi
atau implementasi itu, misalnya terkait dengan pasal 40 pada undang-undang ini yang
menyatakan bahwa pendidik (termasuk guru) dan tenaga kependidikan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil
kekayaan intelektual.
Kekuatan dan semangat penyelenggaraan pendidikan juga makin bertambah
dengan telah diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini dianggap bisa menjadi payung
hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri
dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan
menjadi perdebatan yang sangat seru, undang-undang ini secara gamblang dan jelas
mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci, misalnya
kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi, dan lain-
lain.
Sampai saat ini, beberapa kenyataan atau fenomena berikut banyak dihadapi
guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi
yang wajar. Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari
atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pembinaan dan pengembangan
profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru belum sepenuhnya terjamin.
Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk memperjuangkan
kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional. Bayaran gaji atau honorarium
guru banyak yang tidak wajar. Di samping itu, masih sering kita lihat arogansi terhadap
guru, misalnya oleh oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua, bahkan siswa. Mutasi
guru sering berlangsung secara tidak adil dan atau semena-mena. Pemberian sanksi
tindakan disiplin terhadap guru karena guru berbeda pandangan dengan kepala
sekolahnya. Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayah konflik atau di
sekolah yang rusak (Administrator, 2008).
Fenomena nyata dikemukakan oleh Nugroho (2008) yang mengutip berita dalam
Kompas edisi 29 Juli 2008, bahwa perlindungan hukum terhadap guru belum dilakukan
sepenuhnya. Salah seorang guru yang juga Sekretaris Jenderal Federasi Guru
Independen (FGI), Iwan Hermawan, dijatuhi sanksi disiplin oleh Wali Kota Bandung
karena bersikap kritis terhadap penyelenggaraan pendidikan, termasuk dalam
penyelenggaraan ujian nasional. Sebelumnya, pada kasus Kelompok Air Mata Medan
dan Forum Guru Garut, mestinya guru mendapatkan apreasiasi karena keberaniannya
melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam ujian nasional tetapi yang diterima
bukan penghargaan, melainkan sanksi berupa dikurangi jam mengajar, bahkan ada
dipecat. Hery Nugroho juga mengutip berita Suara Merdeka edisi 26 Mei 2008, seorang
guru dicopot dari jabatannya gara-gara kuliah S2 di UGM.
Dalam situs resmi Kompas (http://cetak.kompas.com/) edisi 17 Juli 2008 juga
dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap guru, baik oleh pemerintah,
yayasan, maupun organisasi profesi guru, dirasakan masih rendah. Akibatnya, posisi
guru seringkali lemah saat berhadapan dengan pemerintah atau yayasan ketika memiliki
kasus atau memperjuangkan hak-hak mereka. Hal itu terungkap dalam pertemuan
pimpinan Pengurus Besar PGRI periode 2008-2013 dengan media massa di Jakarta,
pada 16 Juli 2008. Menurut Sulistyo, Ketua Umum PB PGRI, Pemerintah atau yayasan
memosisikan dirinya lebih tinggi dari guru sehingga menimbulkan sikap sewenang-
wenang terhadap profesi guru. Sulistyo mengaku, PGRI sebagai organisasi profesi guru
yang beranggotakan 1,6 juta guru pegawai negeri dan swasta di seluruh Indonesia
selama ini juga lemah dalam memberikan perlindungan hukum kepada guru yang
bermasalah.
Uraian di atas memberi gambaran kepada kita bahwa masih begitu banyak
permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap guru. Permasalahan-permasalahan di atas perlu segera
mendapatkan perhatian dari banyak pihak, baik pemerintah (termasuk penegak hukum),
legislatif, sekolah, masyarakat, maupun guru itu sendiri. Mengingat banyaknya
permasalahan yang ada, dalam makalah ini permasalahan yang akan dibahas meliputi
makna profesi dan profesionalisme guru serta tinjauan yuridis perlindungan bagi guru
dalam profesinya.
B. Rumusan Masalah
Aspek Politik Hukum dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mengartikan profesi sebagai bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb.) tertentu.
Istilah profesional berarti: 1) bersangkutan dengan profesi; 2) memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya; 3) mengharuskan adanya pembayaran untuk
melakukannya (lawan amatir). Menurut UU tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat
4, yang dimaksud profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Guru sebagai sebuah profesi telah ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pada bab XI pasal 39 ayat (2) Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa seorang guru profesional
adalah guru yang bekerja dengan keahlian, kemahiran atau kecakapan menurut
bidangnya. Dengan pekerjaannya itu, guru mendapatkan penghasilan yang dapat
menjamin kehidupannya. Muhibbudin (2008) menegaskan bahwa seorang guru perlu
memiliki kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh
orang lain yang bukan guru. Cooper (dalam Muhibbudin, 2008) mengatakan “A
teacher is person charged with the responsibility of helping others to learn and to
behave in new different ways”.
Istilah profesionalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah
mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang
profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kualitas
dan tindak tanduk yang menggambarkan ciri profesi guru atau guru yang profesional.
B. Tinjauan Yuridis Perlindungan bagi Guru dalam Profesinya
Abduhzen (2008) mengemukakan bahwa sebagai sebuah profesi, dalam bekerja
guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan tata aturan yang
pasti. Hal ini sangat penting agar mereka selain memperoleh rasa aman, juga memiliki
kejelasan tentang hak dan kewajibannya, apa yang boleh dan tidak boleh mereka
lakukan, serta apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka,
baik sebagai manusia, pendidik, dan pekerja.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara
keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen
dalam menjalankan profesinya. Secara eksplisit dan khusus, perlindungan bagi guru
yang dimaksud di atas termaktub dalam pasal 39.
Dalam pasal 39 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan:
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan
tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan
tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja,
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Berdasarkan bunyi pasal 39 di atas, kategori perlindungan terhadap guru dalam
melaksanakan tugas atau profesinya meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan bagi guru ini
wajib diberikan -- baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama -- oleh pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, atau satuan pendidikan.
Pada pasal sebelumnya, yakni pasal 14 ayat (1), dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan
hak atas kekayaan intelektual (butir c). Di samping itu, guru juga berhak memperoleh
rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas (butir g). Pasal ini juga
menambah kejelasan mengenai hal-hal terkait perlindungan bagi guru dalam profesinya.
Menurut Yakup (2008), kendati secara konsepsional Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah merumuskan lingkup perlindungan terhadap
guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja, namun secara yuridis-normatif konsep perlindungan
tersebut mengandung kelemahan, belumlah konkrit, tuntas, dan operasional atau
aplikatif. Kelemahan konsep perlindungan terhadap guru dapat dijelaskan sebagai
berikut. Dalam rumusan pasal 39 ayat (2) dan (3) tercakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari
pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Bila
mengacu pada teori keberlakuan norma hukum (Gebiedsleer) dari Logemann dapat
dianalisis sebagai berikut.
Menyangkut wilayah (Ruimtegebied) keberlakuan, wilayah keberlakuan
perlindungan meliputi seluruh Indonesia, karena UU ini berlaku secara nasional.
Menyangkut personalnya (Personnengebied), subyek yang melindungi adalah
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan satuan pendidikan;
obyek yang dilindungi adalah guru.
Menyangkut waktu (Tijdsgebied) perlindungan, kapan perlindungan dimulai dan
kapan berakhir. Hal ini tidak dijelaskan oleh pasal 39 ayat (2). Apakah perlindungan
hanya sebatas melaksanakan tugas mengajar dalam kelas, dalam lingkungan sekolah,
atau melekat selama yang bersangkutan berstatus sebagai guru?
Menyangkut urusan yang dilindungi (Zaakgebied), perlindungan yang dimaksud
hanya menyangkut guru sebagai obyek. Pasal 39 ayat (2) dan (3) tidak mengakomodir
perlindungan terhadap guru sebagai pelaku tindak kekerasan, diskriminasi, atau lainnya.
Dengan demikian, secara normatif, pasal 39 ayat (2) dan (3) dalam Undang-undang
tentang Guru dan Dosen tidak melindungi guru manakala guru menjadi pelaku tindak
pidana.
Selanjutnya menurut Yakup (2008), dengan mengacu pada pendapat Friedmann
(Legal Substance, Legal Structure, dan Legal Culture), suatu norma hukum baru efektif
kalau norma tersebut ditopang oleh dua aspek lain, yaitu infrastruktur/lembaga
penegaknya dan budaya hukumnya. Masalahnya, siapa yang bertugas menegakkan
pasal 39 ayat (2) dan (3) Undang-undang tentang Guru dan Dosen di atas? Selanjutnya,
bagaimana mekanisme (due process) perlindungan itu? Dari perspektif budaya hukum,
masyarakat Indonesia memang sudah terpola untuk memberi penghormatan terhadap
guru. Namun, penghormatan tersebut belumlah berarti memberikan perlindungan.
Perlindungan profesi serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja juga
dapat dianalisis dengan cara seperti di atas. Khusus menyangkut perlindungan profesi
sebagaimana dimaksud pada pasal 39 ayat (2) dan (4), hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus dan tindak lanjut adalah menyangkut pembatasan dalam
menyampaikan pandangan dan pelecehan terhadap profesi guru. Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja guru juga perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen memerlukan peraturan implementatif yang lebih rinci. Beberapa kasus yang
terjadi berkaitan dengan perlindungan terhadap guru dalam profesinya memerlukan
klarifikasi atau penjelasan hukum dalam penyelesaiannya. Undang-undang ini menurut
Abduhzen (2008) perlu diderivasi hingga ke tingkat prosedural penanganan kasus. Hal
ini sangat penting mengingat guru juga menjadi subjek dan objek hukum pidana dan
perdata, undang-undang ketenagakerjaan, dan undang-undang antiterosisme.
PGRI, sebagai salah satu organisasi profesi guru, telah, sedang, dan akan terus
berjuang untuk membantu guru, termasuk membantu memberikan perlindungan bagi
guru dalam profesinya. Dalam situs resmi Kompas (http://cetak.kompas.com/) edisi 17
Juli 2008 diberitakan bahwa berdasarkan amanat Kongres PGRI XX Tahun 2008 di
Palembang, PGRI akan membuka posko pengaduan guru dengan menyediakan lembaga
konsultasi dan bantuan hukum yang dapat diakses di nomor 021-3841121. Di samping
itu, perlindungan hukum terhadap guru, salah satunya, diwujudkan dengan
menyerahkan guru yang diadukan atau diinformasikan menyimpang kepada dewan
kehormatan organisasi profesi guru terlebih dahulu. Jika terdapat unsur-unsur pidana,
organisasi profesi guru itu meneruskan laporan ke penyidik sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Berdasarkan permasalahan guru yang terjadi, Direktorat Profesi Pendidik
bekerjasama dengan LKBH-PGRI Pusat dan Cabang LKBH-PGRI melakukan beberapa
upaya untuk keperluan sosialisasi, konsultasi, advokasi, mediasi, dan/atau bantuan
hukum kepada guru. LKBH PGRI ini bertindak aktif memberikan perlindungan hukum
bagi guru, baik diminta maupun tidak diminta, melaksanakan tugas perlindungan
hukum sesuai dengan akad kerjasama, menyebarluaskan informasi dalam rangka
meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban guru, dan memberi nasihat kepada
guru yang membutuhkan (Kompas,cetak.com, 2008). Beberapa kepengurusan PGRI di
daerah sudah mulai membentuk LKBH-PGRI ini dan melaksanakan aktivitas
perlindungan bagi guru dalam profesinya, khususnya mengenai perlindungan hukum
bagi guru.
Mengutip Baedhowi (2008), hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru,
merupakan hak dasar yang secara koderati melekat pada diri manusia, bersifat universal
dan langgeng. Oleh karena itu, hak-hak manusia, termasuk hak-hak guru harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas
oleh siapapun. Di samping itu, perlindungan hukum bagi guru (Rudy, 2008) menjadi
sangat signifikan agar guru dapat menjalankan perannya tidak hanya sebagai pengajar
tetapi juga sebagai pendidik. Hal ini memberi pengertian bahwa perlindungan guru
dalam profesinya memerlukan upaya dan perjuangan yang sungguh-sungguh dan
berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP
Makna profesi dan profesionalisme guru dijelaskan sebagai berikut. Profesi
berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesionalisme
adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang
yang profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dapat diartikan sebagai
kualitas dan tindak tanduk yang menggambarkan ciri profesi guru atau guru yang
profesional.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara
keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen
dalam menjalankan profesinya. Perlindungan bagi guru termaktub dalam pasal 39,
meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja. Undang-undang ini telah merumuskan lingkup perlindungan
terhadap guru namun secara yuridis-normatif konsep perlindungan tersebut
mengandung kelemahan, belumlah konkrit, tuntas, dan operasional atau aplikatif.
Beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen memerlukan peraturan implementatif yang lebih rinci. Beberapa kasus yang
terjadi berkaitan dengan perlindungan terhadap guru dalam profesinya memerlukan
klarifikasi atau penjelasan hukum dalam penyelesaiannya. PGRI, sebagai salah satu
organisasi profesi guru, telah, sedang, dan akan terus berjuang untuk membantu guru,
termasuk membantu memberikan perlindungan bagi guru dalam profesinya.
Daftar Pustaka
A. BUKU - BUKU
Baedhowi. 2008. Perlindungan Guru dalam Konteks Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen[1].
Muhibbuddin. 2008. Guru sebagai Jabatan Profesional. http://www.muhibbudin.wordpress.com/ diakses pada 21 November 2008.
Naja, A. Hakam. 2008. UU Guru dan Dosen: Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan.
Nugroho, Hery. 2008. Perlindungan Hukum bagi Guru. http://trisnowlaharwetan.net/?p=32 diakses pada 21 November 2008.
Rudy. 2008. Memperkuat Peran Organisasi Profesi dalam Perlindungan Hukum Bagi Guru.
Yakup, Bahrul Ilmi. 2008. Perlindungan Hukum terhadap Guru dalam Melaksanakan Profesi (Suatu Kajian Eksploratif).
Media Group, Jakarta, 2010. Abduhzen, Mohammad. 2008. Makna Profesionalitas yang Melekat pada Guru. Makalah pada Seminar Sehari Implementasi Perlindungan Hukum terhadap Guru dalam Profesinya tanggal 12 Juli 2008 di Indralaya Ogan Ilir.
B. PERATURAN
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
C. LAIN - LAIN
Administrator. 2008. Perlindungan Profesi bagi Guru. http://ditpropen.net/index.php?option=%20com_content&task=view&id=45&Itemid=1 diakses pada 28 November 2008.
Makalah pada Seminar Sehari Implementasi Perlindungan Hukum terhadap Guru dalam Profesinya tanggal 12 Juli 2008 di Indralaya Ogan Ilir.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.jakartateachers.com/8574.html%20diakses%20pada%2029%20November%202008.
http://www.edukasi.net/artikel/artikel_files/UU%20Guru,%20Hakam%20Naja.doc%20diakses%20pada21 November 2008.
http://rechtboy.wordpress.com/2008/06/26/memperkuat-peran-organisasi-profesi-dalam-perlindungan-hukum-bagi-guru/ diakses pada 29 November 2008.
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/17/01060620/perlindungan.hukum.terhadap.guru.rendah diakses pada 21 November 2008.