tugas seorang raja

Download Tugas seorang raja

If you can't read please download the document

Upload: achmad-hidayat

Post on 06-Jun-2015

921 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tetapi tekad Chin tidaklah berumur lama. Ketika hari menjelang sore, angin kembali bertiup dengan agak kencang dan menggoyang-goyangkan pedang yang terletak tepat di atas lehernya. Semangatnya lenyap seketika.

TRANSCRIPT

Tugas Seorang RajaCerita ini diambil dari Majalah Bobo Diceritakan oleh Heri Haerudin Dahulu kala di Tiongkok pada zaman Dinasti Ching, hiduplah seorang raja yang adil bijaksana bernama Raja Lie. Suatu hari Raja Lie menyamar menjadi seorang petani yang tua renta. Dia berjalan mengelilingi negeri seharian. Kemudian ia beristirahat di sebuah kedai. Tanpa sengaja ia mendengar sebuah percakapan. "Alangkah beruntungnya menjadi seorang raja." "Apa maksudmu, Chin?" tanya temannya. "Itu Han, Raja Lie kita. Hidupnya begitu enak. Tak ada yang dipikirkan. Harta kekayaan mengelilinginya. Jika ingin makan, tinggal memanggil pelayan. Jika lelah tinggal memanggil para dayang yang akan memijatinya. Apa kurang enak hidup seperti itu. Han?" Raja Lie yang mendengarkan percakapan itu, hanya tersenyum saja. Kemudian diam-diam Raja Lie pulang kembali ke istananya. Keesokan harinya Raja Lie memerintahkan pengawalnya untuk pergi ke kedai minuman tempat pemuda Chin dan Han bercakap-cakap kemarin. Ketika pengawal telah tiba kembali bersama Chin, Raja Lie berkata, "Rupanya kau ingin menjadi seorang raja, wahai Chin. Aku mendengar percakapanmu kemarin di kedai." Chin tidak menyangka Raja Lie mengetahui apa yang diucapkannya kemarin. Ia menjawab pertanyaan Raja Lie dengan gemetar dan keringat yang bercucuran. "Ampun wahai Paduka, hamba tidak bermaksud demikian. Hamba tak sengaja mengucapkannya. Ampunilah hamba. Janganlah hamba dihukum." "Janganlah meminta ampun, karena kau tidak akan dihukum, sebab memang kau tidak bersalah. Malah kau akan bisa memenuhi keinginanmu untuk menjadi raja, asal kau dapat memenuhi satu syarat," ujar Raja Lie. "Apa syarat yang Paduka maksudkan itu?" tanya Chin penuh harap. "Kau hanya perlu berbaring di sebuah pembaringan sehari penuh. Tetapi di atas pembaringan itu akan digantung pedang-pedang yang sangat tajam yang diikat dengan sehelai rambut untuk setiap pedang. Kau tidak boleh bergerak. Sebab gerakan sedikit saja sudah cukup untuk menjatuhkan pedang-pedang itu ke atas tubuhmu. Bagaimana, apakah kau sanggup?" Chin segera menyanggupi tanpa berpikir panjang lagi. "Apa sulitnya syarat itu? Pekerjaan yang sangat mudah!" pikirnya dalam hati dengan sombongnya. Chin kemudian dibawa ke sebuah lapangan dekat istana. Di tengah lapangan itu terdapat sebuah pembaringan kayu. Chin dengan segera membaringkan diri di sana. Para pengawal Raja kemudian menggantung pedang-pedang tajam yang masing-masing diikat dengan sehelai rambut di atas pembaringan itu. Peristiwa itu ditonton oleh orang banyak yang berkerumun di sekitar pembaringan kayu itu. Mereka melihat dengan rasa ngeri, kalau-kalau pedang-pedang di atas pembaringan itu jatuh menimpa tubuh Chin di bawah. Matahari mulai tinggi, tetapi belum terjadi apa-apa. Ini membuat Chin menjadi sombong. Ia yakin akan dapat menyelesaikan persyaratan ini dengan mudah. "Aku akan menjadi seorang raja," pikirnya dalam hati dengan penuh harap. Baru selesai ucapan Chin, sebuah pedang jatuh di antara lengan dan ketiaknya. Chin memekik pelan. Semangat mulai luntur. Tetapi tetap dikuatkannya tekad untuk bertahan. Beberapa saat kemudian angin bertiup dengan keras. Kembali sebuah pedang jatuh. Kali ini menggores telinga kiri Chin. Tetapi ia bertekad untuk bertahan. "Ah, hanya luka kecil nanti juga segera sembuh," katanya membatin. Tetapi tekad Chin tidaklah berumur lama. Ketika hari menjelang sore, angin kembali bertiup dengan agak kencang dan menggoyang-goyangkan pedang yang terletak tepat di atas lehernya. Semangatnya lenyap seketika.

"Ampun paduka Raja Lie Yang Mulia, hamba menyerah. Hamba tak sanggup lagi meneruskannya. Hamba mengaku kalah. Tolong bebaskan hamba. Hamba bersedia menerima hukuman dari Paduka." Raja Lie hanya tersenyum mendengarnya. Ia segera menyuruh pengawalnya untuk melepaskan pedang-pedang itu dari ikatannya. Chin kemudian dihadapkan kepada Raja Lie di atas sebuah mimbar. "Wahai rakyatku sekalian! Kalian lihat sendiri betapa menderitanya pemuda ini. Ia berbaring dengan penuh rasa ketakutan dan cemas. Sebab sewaktu-waktu pedang-pedang itu dapat jatuh dan membunuhnya. Demikian juga dengan tugasku sebagai seorang raja. Sewaktu-waktu maut dan bahaya dapat mengancamku, bahkan membunuhku. Dari luar memang kelihatannya enak, tapi kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. Tentu kalian paham akan maksudku, bukan?" Tanya Raja Lie pada kerumunan orang banyak. Semua yang hadir di sana membenarkan ucapan Raja Lie. Mereka sadar betapa berat tugas seorang raja sesungguhnya. Kemudian Raja Lie menyuruh kerumunan orang itu untuk bubar. Setelah itu dipanggilnya pemuda Chin yang sudah pulih dari rasa takutnya. "Kini kau tahu bagaimana berat tugas seorang raja, bukan?" tanya Raja Lie, "Pulanglah kau sekarang dan ingat; janganlah kau berbicara sembarangan lagi. Kau harus hati-hati dengan ucapanmu!" Chin menyanggupi dan pulang dengan rasa kekaguman kepada Raja Lie.