tugas shinta
DESCRIPTION
tugas shintaTRANSCRIPT
BAYU SURYADANISR 112050536 | 4A | Kegawatdaruratan III STIK Muhammadiyah Pontianak
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit
kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus
(DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai
terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan
gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan
meningkatnya jumlah populasi manusia usia lanjut. Dengan makin majunya keadaan
sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan
merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin
meningkat.
Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari
berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 %
pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado
didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan
prevalensi 5,7%. Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun
2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan
asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien
Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli
DM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELLITUS
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan
penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
B. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
C. Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
Urine: gula dan aseton positif
Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.
KETOASIDOSIS DIABETIK
A. Pengertian
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik
merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang
paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
B. Tanda dan gejala ketoasidosis
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang
KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-artikan
sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan
syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi).
Tanda lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang merupakan kompensasi
hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada napasnya.
C. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal
ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak
dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan
makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes
mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis
diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.
Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan
menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan
dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan
ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan
air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida.
Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (pernapasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangna elektrolit.
Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan
sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24
jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh
hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai
akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan
keton akan menimbulkan asidosis metabolik
D. Komplikasi
ARDS (adult respiratory distress syndrome) Patogenesis terjadinya hal ini belum
jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebihan, gagal jantung kiri atau
perubahan permeabilitas kapiler paru.
DIC (disseminated intravascular coagulation)
Edema otak dan biasanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi
terus menerus akan beresiko terjadinya edema otak.
Gagal ginjal akut
Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Hipoglikemia dan hiperkalemia terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang
berlebihan dan tanpa pengontrolan.
KONSEP PENCEGAHAN SEKUNDER, PRIMER DAN TERSIER
TINGKAT PENCEGAHAN PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS
A. Pencegahan Primer Pada Penyakit Diabetes Melitus
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya yang ditujukan
kepada orang-orang sehat dan yang termasuk ke dalam kategori beresiko tinggi, yaitu
orang-orang yang belum terkena penyakit diabetes melitus tapi berpotensi terkena
diabetes melitus.
Sasaran pada penyakit diabetes melitus adalah orang-orang yang belum terkena
penyakit diabetes melitus dan orang-orang yang beresiko terkena penyakit diabetes
melitus.
Tujuannya yaitu untuk mengurangi insiden penyakit diabetes melitus dengan cara
mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya. Pencegahan primer terdiri dari:
Upaya –upaya yang dilakukan dalam Pencegahan primer diabetes melitus
meliputi:
1. Penyuluhan Kesehatan
2. Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
3. Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah
4. Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
5. Mempertahankan berat badan normal
6. Melakukan kegiatan jasmani atau olahraga yang cukup sesuai umur dan
kemampuan.
B. Pencegahan Sekunder Pada Penyakit Diabetes Melitus
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit
diabetes melitus sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis
awal) dengan tujuan proses penyakit diabetes melitus tidak berlanjut dan mencegah
komplikasi dari diabetes melitus.
Sasaran pencegahan sekunder pada diabetes melitus adalah masyarakat yang sudah
terdiagnosis terkena penyakit diabetes melitus.
Tujuan pencegahan sekunder pada diabetes melitus yakni menghentikan proses
penyakit diabetes melitus lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
Bentuk Kegiatan Yang Dilakukan meliputi:
1. Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes melitus
sedini mungkin yakni dengan pemeriksaan glukosa darah.
2. Pengobatan
3. Diet dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah serta membatasi
makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
4. Pengendalian berat badan yanni dengan mempertahankan berat badan normal.
5. Olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan.
6. Penyuluhan mengenai penyakit diabetes mellitus
7. Terapi insulin untuk diabetes mellitus
8. Pencegahan komplikasi akut dan kronis
C. Pencegahan Tersier Pada Penyakit Diabetes Melitus
Pencegahan tersier pada penyakit diabetes adalah pencegahan yang dilakukan saat
proses penyakit diabetes mellitus sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan
untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita diabetes mellitus ke status sehat.
Sasaran pencegahan tersier pada penyakit diabetes mellitus adalah penderita
penyakit diabetes mellitus.
Tujuan pencegahan tersier adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan,
memperkecil penderitaan dan membantu penderita diabetes mellitus untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi.
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari:
1. Rehabilitasi fisik
Agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan fisik
semaksimal-maksimalnya.
2. Rehabilitasi mental
Agar bekas penderita diabetes mellitus dapat menyesuaikan diri dalam
hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan
dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau
gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapat
bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
3. Rehabilitasi sosia vakasional
Tujuannya supaya bekas penderita diabetes mellitus menempati suatu
pekerjaan/jabatan dalam masyarakat agar kapasitas kerja yang
semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan dan ketidak
mampuan.
4. Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa
keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri
tidak dapat dikembalikan. Usaha pengembalian bekas penderita diabetes
mellitus ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari
segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami
keadaan mereka, (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya didalam
masyarakat, dalam keadaannya yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan
dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang
berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.
MANAJEMEN KASUS ASIDOSIS METABOLIK
A. Patofisiologi
Metabolisme sel menghasilkan karbon dioksida (CO2). Oleh suatu proses
intraseluler yang reversible, CO2 bergabung dengan air membentuk asam arang (H2CO3-).
Asam karbon dapat terurai menjadi ion – ion hydrogen dan ion – ion HCO3- secara
reversible. Acidemia merupakan tahap dimana terjadi peningkatan konsentrasi H+ dan
diukur dalam unit pH. Sel memiliki rentang perubahan pH yang sempit untuk berfungsi
secara optimal.
Terdapat dua mekanisme utama bagi sel untuk mempertahankan konsentrasi H+
yang konstan. Sistem penyangga dari CO2 – HCO3- berperan penting. Respon utama
terhadap asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi, hasilnya berupa peningkatan
ekskresi CO2 melalui proses difusi di paru. Namun hal ini mengakibatkan pH darah
menurun. Selain itu kelebihan H+ dapat dikeluarkan melalui konversi ke CO2. Formula
untuk sistem penyangga yaitu H+ + HCO3- ßà H2CO3- ßà CO2 + H2O. Mekanisme
kedua untuk mempertahankan pH adalah dua respon bertahap dari ginjal. Pertama, ion H+
diekskresikan dalam tubulus proksimal, dimana ion H+ tersebut bergabung dengan
HCO3- untuk membentuk asam arang (H2CO3-). Pada perbatasan tubular sel, asam arang
diubah menjadi CO2 dan Air, lalu diabsorsi kembali. Kedua, Bikarbonat dapat dibentuk
kembali melalui proses reverse dari sistem penyangga di paru (CO2 + H2O ßàH2CO3 ßà
H+ + HCO3-). Oleh karena itu asidosis metabilok dapat terjadi ketika kedua respon
kompensasi ini gagal atau tidak berjalan.
B. Manajemen Keperawatan
Asidosis Metabolik,
Dx. Keperawatan:
1. Penurunan kardiak output b/d disritmia.
2. Risiko tinggi gangguan persepsi sensori b/d gangguan pada Sistem Saraf Pusat
3. Risti injuri b/d kelemahan.
4. Risiko tinggi gangguan membran mukosa mulut b/d hiperventilasi.
5. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/dd kehilangan cairan mell
gastrointestinal.
Tindakan keperawatan :
1. Kaji dan monitor tanda-tanda vital
2. Fungsi persarafan & status mental
3. Intake & output cairan dan berat badan
4. Rate & irama EKG.
5. Konsentrasi serum elektrolit.
6. Sediakan lingkungan yg aman
7. Berikan cairan & elektrolit secara IV
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan
penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik
merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang
paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Tingkat pencegahan pada penyakit diabetes melitus: primer, sekunder dan tersier.
Primer tujuannya yaitu untuk mengurangi insiden penyakit diabetes melitus dengan cara
mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya. Tujuan pencegahan sekunder
pada diabetes melitus yakni menghentikan proses penyakit diabetes melitus lebih lanjut
dan mencegah komplikasi. Tujuan pencegahan tersier adalah menurunkan kelemahan dan
kecacatan, memperkecil penderitaan dan membantu penderita diabetes mellitus untuk
melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi.