tugas tentang wanita

9
A. Wanita karir dalam perspektif islam Setiap manusia dari berbagai latarbelakang baik gender, suku, bangsa maupun bahasa memiliki hak dasar yang harus dihormati. Salah satunya adalah hak bekerja. Piagam HAM pasal 23 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan dan bebas memilih pekerjaan sesuai keinginannya sendiri. Sebagian dari populasi masyarakat dunia adalah perempuan yang juga memiliki hak untuk bekerja dan berkarir di tengah publik. Meski demikian, perempuan bekerja dan berkarir di luar rumah sebagaimana yang terjadi dewasa ini merupakan fenomena yang terbilang baru. Tampaknya terjadi transformasi baru selama dua abad terakhir di dunia terkait kecenderungan perempuan bekerja atau wanita karir di berbagai bidang. Pasca revolusi industri dan berdirinya berbagai pabrik, para pemodal mencari tenaga kerja murah dan perempuan selama ini menjadi opsi utamanya.Terkait hal ini, Will Durant, sejarawan terkemuka menulis, "Perempuan menjadi tenaga kerja yang paling murah daripada laki-laki pekerja keras yang dibayar lebih mahal.." Hingga kini kecenderungan tersebut masih berlangsung, bahkan semakin meningkat jumlahnya. Perempuan mengisi pabrik-pabrik besar di seluruh dunia dengan upah yang lebih murah dari pria. Pandangan Barat terhadap kerja bertumpu pada pengerukan keuntungan dan laba sebesar-besarnya. Dalam masyarakat Kapitalistik, semakin besar keuntungan, maka penghormatan terhadap yang lainpun semakin besar. Begitu juga dengan perempuan. Salah satu prinsip dalam pandangan Feminisme Barat menegaskan bahwa setiap perempuan berhak untuk bekerja di luar rumah sebagaimana laki-laki. Lebih ekstrim lagi, sejumlah kubu feminis Radikal menilai perempuan yang berperan sebagai ibu rumah tangga sebagai wanita yang terbelakang. Jessica Anderson, seorang dokter spesialis perempuan menuturkan, "Kerja hanya sebagian dari kehidupan, tapi bukan semuanya. Sebab tugas utama perempuan adalah mendidik anak. Namun budaya Konsumerisme Barat justru menekankan peran perempuan di luar rumah. Peran sebagai ibu dan istri hanya sebagai sampingan bukan yang utama. Berlanjutnya masalah ini menyebabkan tekanan psikologis dan psikis yang terus-menerus bagi anak-anak dan para ibu sendiri.."

Upload: rq-saja

Post on 20-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: tugas tentang wanita

A. Wanita karir dalam perspektif islam

Setiap manusia dari berbagai latarbelakang baik gender, suku, bangsa maupun bahasa memiliki hak dasar yang harus dihormati. Salah satunya adalah hak bekerja. Piagam HAM pasal 23 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan dan bebas memilih pekerjaan sesuai keinginannya sendiri. Sebagian dari populasi masyarakat dunia adalah perempuan yang juga memiliki hak untuk bekerja dan berkarir di tengah publik. Meski demikian, perempuan bekerja dan berkarir di luar rumah sebagaimana yang terjadi dewasa ini merupakan fenomena yang terbilang baru.

Tampaknya terjadi transformasi baru selama dua abad terakhir di dunia terkait kecenderungan perempuan bekerja atau wanita karir di berbagai bidang. Pasca revolusi industri dan berdirinya berbagai pabrik, para pemodal mencari tenaga kerja murah dan perempuan selama ini menjadi opsi utamanya.Terkait hal ini, Will Durant, sejarawan terkemuka menulis, "Perempuan menjadi tenaga kerja yang paling murah daripada laki-laki pekerja keras yang dibayar lebih mahal.." Hingga kini kecenderungan tersebut masih berlangsung, bahkan semakin meningkat jumlahnya. Perempuan mengisi pabrik-pabrik besar di seluruh dunia dengan upah yang lebih murah dari pria.

Pandangan Barat terhadap kerja bertumpu pada pengerukan keuntungan dan laba sebesar-besarnya. Dalam masyarakat Kapitalistik, semakin besar keuntungan, maka penghormatan terhadap yang lainpun semakin besar. Begitu juga dengan perempuan. Salah satu prinsip dalam pandangan Feminisme Barat menegaskan bahwa setiap perempuan berhak untuk bekerja di luar rumah sebagaimana laki-laki. Lebih ekstrim lagi, sejumlah kubu feminis Radikal menilai perempuan yang berperan sebagai ibu rumah tangga sebagai wanita yang terbelakang.

Jessica Anderson, seorang dokter spesialis perempuan menuturkan, "Kerja hanya sebagian dari kehidupan, tapi bukan semuanya. Sebab tugas utama perempuan adalah mendidik anak. Namun budaya Konsumerisme Barat justru menekankan peran perempuan di luar rumah. Peran sebagai ibu dan istri hanya sebagai sampingan bukan yang utama. Berlanjutnya masalah ini menyebabkan tekanan psikologis dan psikis yang terus-menerus bagi anak-anak dan para ibu sendiri.."

Jika Barat mengusung kesetaraan gender atas nama penghormatan terhadap hak perempuan, tapi substansinya justru meminggirkan peran utama perempuan. Islam memandang wanita dan pria memiliki hak yang sama sebagai manusia. Tapi ada pembagian peran utama keduanya. Secara kemanusiaan, laki-laki tidak memiliki keistimewaan dibandingkan perempuan sama sekali. Agama Islam mengakui dan menerima peran perempuan di tengah masyarakat. Peran utama wanita bukan di luar rumah, tapi sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Islam membolehkan perempuan bekerja di luar rumah, tapi kewajiban untuk mencari nafkah terletak di tangan suami. Kerja bagi perempuan hanya sebuah pilihan, bukan kewajiban.

Terkait hal ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Islam bukan hanya membolehkan perempuan bekerja, bahkan bisa jadi penting selama tidak mengganggu peran utamanya mendidik anak dan menjaga keluarga. Sebuah negara membutuhkan tenaga kerja perempuan di berbagai bidang. Tapi peran itu tidak boleh bertentangan dengan kehormatan nilai-nilai spiritualitas dan kemanusiaan perempuan.."

Page 2: tugas tentang wanita

Islam menghormati perempuan. Dan laki-laki tidak boleh memaksa perempuan untuk bekerja di dalam dan luar rumah. Maksudnya, pekerjaan domestik di rumah bukan kewajiban perempuan, tapi sebuah inisiatif yang diambil istri dengan segenap jiwanya demi menjaga keutuhan rumah tangga. Islam memberikan perhatian khusus mengenai kedudukan perempuan. Agama Ilahi ini mempertimbangkan berbagai faktor mulai dari struktur fisik, emosi dan naluri, hukum, dan aspek perempuan lainnya. Perempuan memiliki perasaan dan naluri yang kuat anugerah Allah Swt guna mengemban tugas pendidikan dan pengajaran masyarakat untuk menghantarkan umat manusia kepada kesempurnaan.

Imam Ali as menukil hadis dari Rasulullah Saw mengatakan, "Seseorang tidak akan menghormati kaum perempuan, kecuali jika orang tersebut berjiwa besar dan mulia. Dan seseorang tidak akan merendahkan kaum perempuan, kecuali jika orang itu berjiwa rendah dan hina." Berkenaan dengan ibu, yang tak lain adalah perempuan, beliau berkata, "Betapa pun seorang anak berbakti kepada ibunya, ia tidak akan mampu menebus satu hari saja dari masa kehamilannya." 

Sejumlah psikolog menyatakan adanya perbedaan mendasar dalam kejiwaan lelaki dan perempuan. Misalnya, Profesor Rick, seorang psikolog Amerika berkata: "Dunia lelaki dan dunia perempuan secara total benar-benar berbeda. Lelaki dengan karakteristik fisik dan psikologisnya berbeda dengan perempuan dalam merespon dan menyikapi berbagai peristiwa dalam kehidupan. Lelaki dan perempuan berdasarkan tuntutan gendernya tidak berprilaku sama. Tepatnya mereka seperti dua bintang yang berputar di dua jalur yang berbeda. Ya, mereka dapat saling mengerti dan memahami satu sama lain. Namun mereka jelas tidak sama."

Al-Quran memiliki prinsip tersendiri mengenai struktur sosial masyarakat. Secara natural, laki-laki dan perempuan memiliki persamaan dan juga perbedaan. Secara substansial, dari sisi tujuan penciptaan pada dasarnya perempuan dan laki-laki itu sama yaitu untuk beribadah kepada Allah swt. Dalam Islam diakui bahwa lelaki dan perempuan memiliki satu hakikat yang sama dan tidak ada berbedaan antara keduanya.

Perbedaan fisik dan lainnya pada lelaki dan perempuan bukan perbedaan esensial. Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan diciptakannya manusia baik lelaki maupun perempuan adalah beribadah kepada-Nya. Ia berfirman: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Al-Dzaariyaat [51]:56)

Al-Quran menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama sebagaimana dijelaskan dalam surat at-taubah ayat 71, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Perbedaan profesi antara laki-laki dan perempuan berbeda dengan perbedaan hak-haknya. Islam memandang wanita dan pria setara dari sisi kemanusiaan dan spiritualitasnya. Dalam sejarah Islam, Sayidah Zahra dan Imam Ali mencapai kedudukan yang tinggi dari sisi spiritualitas dan keduanya memiliki peran kerja yang berbeda. Pekerjaan di luar rumah menjadi tanggung jawab Imam Ali dan di dalam rumah dikerjakan oleh sayidah Zahra.

Page 3: tugas tentang wanita

Dalam pandangan al-Quran, peran perempuan di ranah sosial dan ekonomi harus sesuai dengan fitrah penciptaannya. Islam memandang perempuan sebagaimana laki-laki memiliki kedudukan istimewa di tengah masyarakat. Agama ilahi ini tidak pernah melarang perempuan menjalankan aktivitas sosial. Tapi peran itu tidak boleh menomorduakan peran utamanya sebagai istri dan ibu.

B. buruh pabrik wanita di lihat dari segi pesikologi, sosial dan ekonomi

Perempuan bekerja bukan lagi pemandangan langka. Ada yang bergaji tinggi sebagaimana karyawan kantoran yang berbekal titel, ada pula pegawai rendahan yang mendapat julukan buruh.dan banyak para perempuan bergaji minim ini, berkenaan dengan Hari Buruh 1 Mei.

fenomena buruh perempuan khususnya di pabrik .Mereka mengeluarkan tenaga dan menghabiskan sebagian besar waktunya di pabrik untuk bekerja seharian. Pendapatannya tak seberapa, tapi risikonya luar biasa. Mulai diskriminasi, kekerasan hingga pelecehan seksual.

Ambil contoh di ibukota Jakarta. Dari 80.000 orang buruh, 90 persennya merupakan wanita. Dari jumlah itu, 75 persen buruh wanita mengalami kekerasan seksual. Dari catatan tahunan yang dikeluarkan Komnas Perempuan 2012, terdapat 216.156 kasus kekerasan seksual. Di antaranya diterima oleh buruh wanita sebanyak 2.521. Angka itu berdasar kepada buruh wanita yang melaporkan kejadian yang dialaminya.

Menurut Ketua Komunitas Buruh tingkat pabrik Jumingsih, kasus pelecehan seksual itu sering diterima di dalam pabrik. Pelakunya mulai atasan hingga teman pria. “Biasanya buruh diperkosa dengan ancaman tidak akan diperpanjang kontraknya. Ini sudah biasa dilakukan di pabrik di Jakarta Utara,” ujarnya di kantor Kontras, Jakarta Pusat, belum lama ini seperti dilansir tribunnews.com.

Di luar pabrik, peluang pelecehan terjadi saat pulang lembur. Pasalnya, jika pulang lebih dari pukul 22:00, tidak disediakan sarana transportasi yang aman.

Fakta ini mencuatkan keprihatinan. Misalnya yang dipelopori Barisan Maju Buruh (BAMBU) Perempuan. Untuk mengantisipasi pelecehan seksual dan pemerkosaan yang makin marak, BAMBU mengimbau buruh perempuan agar membawa sebilah bambu berukuran 40 cm dalam kesehariannya (Okezone,19/4/2013).

Problem Sistemik

Keberadaan buruh perempuan tak lepas dari ketidakberdayaan sebuah keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup yang makin tak terjangkau. Jika ia masih gadis, terpaksa bekerja karena orang tuanya tak mampu (atau tak mau) lagi mencukupi kebutuhannya.

Jika ia istri yang bekerja, bisa jadi karena suami—yang rata-rata juga buruh—mendapat gaji minim dan tak sebanding dengan kebutuhan keluarga. Jadi, mereka ini bukanlah kelompok pengejar materi demi gengsi, melainkan sekadar bertahan hidup. Kemiskinan telah mendorong mereka untuk ikut bekrontribusi menjemput rezeki.

Sistem sekuler-kapitalisme memanfaatkan kondisi ini dengan menggiring perempuan ke ruang publik. Ya, para pengusaha lebih suka mempekerjakan kaum perempuan karena

Page 4: tugas tentang wanita

dianggap lebih rajin, teliti, telaten dan tidak berani menuntut. Pengusaha juga tak perlu memberikan tunjangan tetek-bengek, berbeda dengan buruh pria.

Gerakan emansipasi dengan kesetaraan dan keadilan gender, semakin memperparah nasib perempuan. Bukannya mengentaskan mereka agar berhenti bekerja dan memuliakannya dengan jaminan kesejahteraan, justru meningkatkan volume buruh perempuan. Sejak dini, anak-anak perempuan sudah dicekoki pemahaman bahwa kelak ketika lulus sekolah harus bekerja agar mandiri secara ekonomi.

Ironisnya, berduyun-duyunnya perempuan ke dunia kerja tidak dibarengi dengan penerapan sistem yang kondusif. Sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan saat ini, sama sekali tidak menjamin keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan para buruh perempuan ini. Lemahnya sistem hukum terhadap pelaku pelecehan seksual, makin menyuburkan tindak kriminal. Bayangkan jika pemerkosa tidak dihukum berat, ia bebas berkeliaran memangsa korbannya, lagi dan lagi.

Buruknya sistem kerja dan pengupahan, menjauhkan buruh perempuan dari kesejahteraan. Seperti jam kerja yang panjang hingga mengabaikan tugas utama perempuan, upah yang tak layak dan jenis pekerjaan yang menyalahi kodrat.

Situasi atau lingkungan kerja yang eksploitatif, semakin menambah derita perempuan. Seperti tidak adanya pemisahan pekerja lelaki dan perempuan, minimnya jam istirahat, larangan mengenakan pakaian takwa, dan sejenisnya. Jelaslah, pengorbanan waktu dan tenaga kaum hawa ini sangat tidak setimpal dengan upah yang tak seberapa.

Kerugian Non Materi

Ideologi sekuler-kapitalis melalui gagasan keadilan dan kesetaraan gendernya berpandangan, perempuan yang hanya tinggal di rumah dan tak bekerja adalah beban pembangunan. Mereka menjadi beban laki-laki (ayah atau suaminya) dan beban negara. Karena itu, keberadaan perempuan bekerja akan mengurangi beban ini, sehingga pembangunan jauh lebih cepat mencapai kesejahteraan.

Padahal, justru keberadaan buruh perempuan ini, mengecilkan peluang laki-laki untuk mengakses sumber-sumber ekonomi. Ketika lowongan pekerjaan disabet kaum hawa, pengangguran dari kalangan kaum adampun merajalela. Jika para pria ini menganggur, bukankah berdampak pada tidak berjalannya mekanisme pernafkahan? Inilah beban sesungguhnya.

Merambahnya perempuaan di berbagai sektor, akhirnya mengabaikan tugas kodratinya di rumah. Fungsi ibu dalam keluarga beralih ke tangan pihak yang tak kompeten dan kapable. Seperti pembantu, baby sitter,  atau alat elektronik (televisi, internet, game). Ini harus dibayar mahal dengan munculnya fenomena kenakalan anak dan remaja, pergaulan bebas, bunuh diri anak, perceraian, narkoba, kriminalitas dan problem keluarga lainnya.

Semua itu merupakan kerugian nonmateri yang jauh lebih dahsyat dibandingkan materi yang mampu dikumpulkan kaum buruh perempuan ini. Karena itu, seharusnya negara cemas dengan semakin meningkatnya jumlah buruh perempuan, termasuk para tenaga kerja wanita (TKW), dan bukan malah bangga.

Page 5: tugas tentang wanita

mencari penghidupan dan menyejahterakan diri sendiri. Berlakulah hukum rimba, siapa yang kuat, berduit atau berkuasa, maka dialah yang memenangkan kehidupan ini.

Berbeda dengan sistem Islam. Negara yang menerapkan sistem Islam, memberi jaminan kesejahteraan pada seluruh warganya, termasuk perempuan. Negara wajib menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi kaum laki-laki agar mekanisme pernafkahan di pundaknya bisa ditunaikan dengan sempurna.

Sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan tersedia dengan mudah dan murah. Semestinya kaum bapak bekerja ¨hanya¨ untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari, sehingga mampu mencukupi kebutuhan sekunder bahkan tersier. Dengan demikian, perempuan akan dengan senang hati di rumah, tak bersusah-payah memeras keringat. Perempuan tinggal menerima, dari ayah atau suaminya.

Perempuan, khususnya kaum ibu, didudukkan pada posisinya sebagai pendamping laki-laki. Mengambil peran mengurus rumah tangga, mengatur keuangan, mendidik anak dan mendidik kaum perempuan di masyarakat. Tanpa bermaksud merendahkan para buruh perempuan, menjadi manajer di rumah sendiri, niscaya akan jauh lebih terhormat dan mulia.

Meski begitu, jikapun perempuan ingin tetap bekerja dengan alasan syar´i, negara akan mengayomi. Negara wajib membuat regulasi pengupahan yang manusiawi, dan menegakkan hukuman berat bagi pelaku kriminal, baik berupa kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap pekerja perempuan.

Page 6: tugas tentang wanita

Tugas Makalah

Diajukanuntukmemenuhisalahsatutugaspadamatakuliah dasar-dasar pendidikan

Dosen:Ella Komala S.Ag M.Pd

DisusunOleh:

Riandini maulida A

SekolahTinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung

1435 H / 2013 M