tugas terstruktur dp
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH DEGRADASI POLIMER
“ PENGGUNAAN METODE PENCAMPURAN (BLENDING) DALAM
PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABEL
Disusun Oleh
TITI TRISNAWIDARTI H131 06 027
NOPIYANTI H131 06 040
KAHAR MUZAKAR H131 06 025
DOSEN PENGAMPUH : BERLIAN SITURUS, M.Si., M.Sc
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2010

PENGGUNAAN METODE PENCAMPURAN (BLENDING) DALAM PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABEL
Abstrak
Makalah ini dibuat untuk mengkaji permasalah yang berkaitan dengan penimbunan sampah plastik yang terdegradasi dalam waktu yang lama dan memberikan informasi pembuatan plastik yang dapat terdegradasi dalam waktu yang singkat dengan bantuan mikroorganisme (biodegradabel) dengan metode blending pati tapioka-polipropilene- maleic anhydride (MA). Jumlah keseluruhan sampel yang dibuat adalah 5 buah dengan spesifikasi PP (161 gram), Pati (69 gram) dan konsentrasi MA secara berturut-turut 0 %; 2%; 4%; 6% dan 8%, yang ditandai sebagai sampel A,B,C,D dan E. Pencampurannya menggunakan mixer dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit pada suhu 170 0C, kemudian dipotong mengunakan hot press hydrolaulic pada suhu 180 0C dengan ketebalan 2 mm dan gaya 200 kgf/cm2 selama 10 menit. Pemberian MA 8% dapat meningkatkan kuat tarik,elongasi dan kekuatan impak secara berturut-turut 81%, 779% dan 250% dibandingkan tanpa MA berdasarkan Standart ASTM-D-1822-L Jepang.
Kata kunci : polimer, plastik, biodegradasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Plastik merupakan komoditas perdagangan yang penting dan penggunaannya semakin
meningkat dari waktu ke waktu. Asia sebagai konsumen plastik terbesar di dunia, menyerap
sekitar 30 % konsumsi plastik dunia, diikuti oleh Amerika, Eropa, serta negara-negara lain.
Setiap tahun sekitar 100 juta ton plastik diproduksi dunia untuk digunakan dalam berbagai
sektor industri, artinya sebesar itu pula sampah plastik yang dihasilkan setiap tahun. Menurut
perkiraan Industri Plastik dan Olefin Indonesia (INA Plas), kebutuhan plastik masyarakat
Indonesia di tahun 2002 adalah sekitar 1,9 juta ton, kemudian meningkat menjadi 1,2 juta ton
di tahun 2003, dan pada tahun 2004 mencapai 2,3 juta ton.
Plastik yang digunakan saat ini adalah polimer sintetik berbahan dasar minyak bumi,
gas alam, atau batu bara yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme lingkungan.
Plastik yang tidak dapat terdegradasi itu menyebabkan polusi air bawah tanah maupun air
permukaan. Sampah plastik yang terbakar menghasilkan senyawa kimia dioksin yang
beracun, yang dapat mengganggu hormon reproduksi hewan dan manusia, bahkan dapat
menyebabkan kanker. Untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik, saat ini telah
dikembangkan plastik yang dapat dibiodegradasi, yang terbuat dari senyawa-senyawa yang
berasal dari tanaman yang dapat dibiodegradasi seperti selulosa, maupun senyawa yang
berasal dari hewan seperti kolagen, kasein, protein, atau lipida.
Bahan biodegradable polymer termasuk salah satu produk baru yang dikembangkan
di Indonesia. Bahan itu lebih murah dibanding bahan plastik lainnya. Waktu hancurnya lebih
singkat. Bahan ini juga tidak beracun dan sangat aman untuk membungkus makanan. Bahan
biodegradable polymer termasuk salah satu produk baru yang dikembangkan di Indonesia.
Bahan itu lebih murah, fleksibel, transparan, tidak mudah pecah dan tidak korosif dibanding
bahan plastik lainnya serta waktu hancurnya lebih singkat. Bahan ini juga tidak beracun dan
lebih aman untuk membungkus makanan.
Selain memiliki beberapa keunggulan, material plastik yang berasal dari petrolium
seperti Polipropilena (PP) dan Polietilena (PE) memiliki kekurangan. Sampah plastik tidak
ramah lingkungan, bersifat pakai-buang (disposable), sulit pengelolaannya dan tidak mudah

hancur oleh cuaca (hujan dan sinar matahari) maupun mikroba yang hidup dalam tanah.
Dengan demikian, sampah plastik merupakan masalah yang serius. Sebagai contoh, di
Indonesia jenis produk plastik kantong (HDPE) kapasitas produksinya sekitar 50.000 ton per
tahun dan yang akan dibuang menjadi sampah sekitar 80 % Selain itu peningkatan jumlah
penduduk seiring dengan perubahan gaya hidup juga mengakibatkan tumpukan sampah
tersebut semakin menggunung.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah plastik agar dapat
diuraikan mikroba (degradable). Misalnya, pembuatan plastik dari bahan tanaman melalui
proses fermentasi. Namun, karena biaya pembuatan plastik ini memerlukan biaya tinggi dan
bersaing dengan penyediaan bahan pangan bagi manusia, maka saat ini banyak dilakukan
penelitian tentang plastik biodegradable yang murah. Salah satu cara yang dilakukan adalah
pencampuran (blending) antara plastik sintetis (PP atau PE) dengan polimer alam yang
mudah diuraikan oleh mikroba, misalnya pati tapioka. Pencampuran polimer plastik dengan
pati banyak menjadi pilihan karena mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak.
Pati merupakan polimer alam yang cocok sebagai bahan pengisi dalam polimer sintetik.
Penambahan pati ke dalam matriks polimer sintetik dapat menghasilkan hidrolisis enzimatis
secara cepat bila diberi perlakuan biotik, sehingga menghasilkan kekosongan kandungan
matriks (Mariana, 2007).
Makalah ini akan membahas tentang polimer yang dapat didegradasi secara biologi
(biodegradasi) yaitu polimer plastik. Penelitian yang membahas tentang ini adalah
penggunaan coupling agent Maleic Anhydride (MA) pada komposit PP(Polipropilen)/Pati
tapioka. Pemilihan MA dilakukan karena mudah didapat dan lebih efisien. Penambahan MA
ini dilakukan untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanik dari blending polipropilen-pati
tapioka, sehingga dapat memiliki sifat plastik pada umumnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai pembuatan
plastik yang ramah lingkungan, dengan sifat mekanik dan tingkat degradabilitas yang baik.
1.3 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang pembuatan
plastik yang ramah lingkungan, dengan sifat mekanik dan tingkat degradabilitas yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polimer
2.1.1 Pengertian Polimer
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana.
Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani poly, yang berarti “banyak” dan mer, yang berarti
“bagian. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer . Polimer sintesis
dari molekul-molekul sederhana yang disebut monomer (Stevens, 2007). Suatu polimer akan
terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang disebut monomer, saling
berikatan dalam suatu rantai. Jenis-jenis monomer yang saling berikatan membentuk suatu
polimer terkadang sama atau berbeda (Utiyah, 2004).
Berikut gambar yang mengilustrasikan pembentukan polimer :

Gambar 1. Monomer akrilonitril membentuk polimer poliakrilonitril (PAN), yang dikenall
dengan nama orlon, dan digunakan sebagai karpet dan pakaian “rajutan”. Ikatan rangkap pada
karbon dalam monomer berubah menjadi ikatan tunggal, dan berikatan dengan atom karbon
lain membentuk polimer.
2.1.2 Klasifikasi Polimer
Polimer umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok antara lain atas dasar
jenis monomer, asal, sifat termal, dan reaksi pembentukannya.
a. Klasifikasi Polimer Berdasarkan Jenis Monomernya
Berdasarkan jenis monomernya, polimer dibedakan atas:
1. Homopolimer
Homopolimer terbentuk dari sejenis monomer, sedangkan kopolimer terbentuk lebih dari
sejenis monomer. Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari satu macam monomer,
dengan struktur polimer. . . – A – A – A – A – A – A –. . .
Salah satu contoh pembentukan homopolimer dari polivinil klorida adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Contoh pembentukan homopolimer
2. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua macam atau lebih monomer. Contoh:
polimer SBS (polimer stirena-butadiena-stirena)

Gambar 3. Polimer SBS
b. Polimer Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan polimer buatan.
1. Polimer Sintetis
Polimer sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam
pabrik. Polimer sintetis yang pertama kali yang dikenal adalah bakelit yaitu hasil kondensasi
fenol dengan formaldehida, yang ditemukan oleh kimiawan kelahiran Belgia Leo Baekeland
pada tahun 1907. Beberapa contoh polimer yang dibuat oleh pabrik adalah nylon dan
poliester, kantong plastik dan botol, pita karet.

Gambar 4. Stuktur Bakelit
Contoh lain dari polimer sintetik adalah poliisoprena (polimer dari isoprena; 2-metil-
1,3-butadiena), suatu zat yang memiliki sifat seperti karet alam. Selain itu masih ada contoh
karet sintetik yang dewasa ini banyak dimanfaatkan seperti neoprena (polimer dari
kloroprena) yang digunakan untuk insulator kawat dan kabel yaitu butadiena stirena
(kopolimer dari 1,3-butadiena (75%) dan sirena (25%)) yang banyak digunakan oleh industri
ban kendaraan bermotor.
Gambar 5. Reaksi pembentukan SBR
Contoh lain dari polimer alam yang mulai diganti penggunaannya adalah serat untuk
keperluan tekstil. Serat seperti kapas, wol, dan sutera meskipun sampai sekarang masih
digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil, tetapi karena keterbatasan ketersediaan

dan memiliki kelemahan dalam hal ketahanan terhadap regangan dan kerutan serta serangan
ngengat (sejenis serangga), mulai digantikan oleh polimer sintetik seperti poliakrilonitril
(Orlon, Acrilan, Creslan), poliester (dacron), dan poliamida (nylon). Selain itu, manusia juga
telah mengembangkan polimer sintetik untuk industri tekstil yang terbuat dari bahan yang
tahan api seperti tris [tris (2,3-dibromopropil)] fosfat.
Gambar 7. Struktur nilon
2. Polimer alam
Polimer alam adalah polimer yang terdapat di alam. Contoh polimer alam diantaranya
amilum, selulosa, kapas, karet, wol, dan sutra. Polimer buatan dapat berupa polimer
regenerasi dan polimer sintetis. Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi.
Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa).
2.2 Sifat-sifat dari polimer
Sifat dari polimer yaitu (Ratna, dkk., 2010) :
a. Sifat Thermal
Sifat polimer terhadap panas ada yang menjadi lunak jika dipanaskan dan keras jika
didinginkan, polimer seperti ini disebut termoplas. Contohnya : plastik yang digunakan
untuk kantong dan botol plastik. Sedangkan polimer yang menjadi keras jika dipanaskan
disebut termoset, contohnya melamin.
b. Sifat kelenturan

Polimer akan mempunyai kelenturan yang berbeda dengan polimer sintetis.
Umumnya polimer alam agak sukar untuk dicetak sesuai keinginan,sedangkan polimer
sintetis lebih mudah dibuat cetakan untuk menghasilkan bentuk tertentu. Karet akan lebih
mudah mengembangdan kehilangan kekenyalannya setelah terlalu lama kena bensin atau
minyak.
c. Ketahanan terhadap mikroorganisme
Polimer alam seperti wool, sutra, atau selulosa tidak tahan terhadap mikroorganisme
atau ulat (rayap). Sedangkan polimer sintetis lebih tahan terhadap mikroorganisme atau
ulat.
d. Sifat lainnya
Sifat polimer yang lainnya bergantung pemakainnnya untuk kemasan atau alat-alat
industri. Untuk tujuan pengemasan harus diperhatikan :
Toksisitasnya
Daya tahan terhadap air, minyak atau panas
Daya tembus udara (oksigen)
Kelenturan
Transparan
2.3.1 Plastik
Sejak ditemukan oleh seorang peneliti dari Amerika Serikat pada tahun 1968 yang
bernama John Wesley Hyatt, plastik menjadi primadona bagi dunia industri. Produksinya di
seluruh negara lebih dari 100 juta ton per tahunnya. Contoh plastik yang banyak digunakan
dalam kehidupan kita adalah polietilena (bahan pembungkus, kantong plastik, mainan anak,
botol), teflon (pengganti logam, pelapis alat-alat masak), polivinilklorida (untuk pipa, alat
rumah tangga, cat, piringan hitam), polistirena (bahan insulator listrik, pembungkus makanan,
styrofoam, mainan anak), dan lain-lain (Paramawati, 2000).
Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren, dan polivinil
klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain

penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat,
adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat,
dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs)
dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya
bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah.
Plastik yang digunakan sebagai pembungkus makanan, jika terkena panas
dikhawatirkan monomernya akan terurai dan akan mengontamiasi makanan.
Untuk mengurangi pencemaran plastik (Ratna, dkk., 2010) :
1. Kurangi penggunaan plastik
2. Sampah plastik harus dipisahkan dengan sampah organik, sehingga dapat didaur
ulang.
3. Jangan membuang sampah plastik sembarangan.
4. Sampah plastik jangan dibakar.
Untuk menghindari bahaya keracunan akibat penggunaan plastik :
1. Gunakan kemasan makanan yang lebih aman, seperti gelas.
2. Gunakan penciuman, jika makanan/minumam bau plastik jangan digunakan.
Plastik mempunyai berbagai sifat yang menguntungkan, diantaranya:
a. Umumnya kuat namun ringan.
b. Secara kimia stabil (tidak bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan
berbagaizat kimia lain)
c. Merupakan isolator listrik yang baik
d. Mudah dibentuk, khususnya dipanaskan
e. Biasanya transparan dan jernih
f. Dapat diwarnai
g. Fleksibel/elastis
h. Dapat dijahit
i. Harganya relatif murah
2.3.2 Serat

Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatannya yang tiggi, elongasi (daya rentang)
yang baik, stabilitas panas yang baik, spinabilitas (kemampuan umtuk diubah menjadi
filament-filamen). Ada dua serat alam yang utama: kapas dan wol, yang awal merupakan
selulosa polisakarida, dan yang belakangan merupakan suatu protein. Berdasarkan beratnya,
produksi kapas dunia kira-kira lima kali dari produksi wol.
Ada dua serat alam yang utama: kapas dan wol, yang awal merupakan selulosa
polisakarida, dan yang belakangan merupakan suatu protein. Berdasarkan beratnya, produksi
kapas dunia kira-kira lima kali dari produksi wol. Serat-serat sintesis diklasifikasi sebagai
selulosa dan nonselulosa. Tipe-tipe yang utama dari serat sintesis dapat dilihat pada table
berikut (Stevens, 2007):
Table 1.1 Serat-serat sintesis yang utama
Jenis Deskripsi
Selulosa
Rayon asetat
Rayon viskosa
Nonselulosa
Poliester
Nilon
Olefin
Akrilat
Selulosa asetat
Selulosa regenerasi
Terutama poli(etilena tereflatat)
Termasuk nilon 66, nilon 6, dan berbagai poliamida alifatik
dan aoromatik
Termasuk polipropilena dan kopolimer vinil klorida,
dengan jumlah akrilonitril, vinil asetat, atau vinilidena
klorida yang kurang (kopolimer yang terdiri lebih dari 85%
vinil klorida disebut serat vinyon)
Mengandung paling sedikit 80% akrilonitril; termasuk
serat modakrilat yang terdiri dari akrilonitril dan sekitar
20% vinil klorida atau vinilidena klorida.

2.4 Plastik yang dapat terbiodegradasi
Plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang dapat dibuat dari pencampuran
polimer alam dan polimer sintetik yang bertujuan untuk menghadirkan komponen
biodegradabel dalam jumlah cukup, sehingga saat dibuang ke lingkungan plastik tersebut
dapat habis terdegradasi oleh mikroorganisme (Mariana, 2008).
Di beberapa negara maju, bahan plastik biodegradable sudah diproduksi secara
komersial, seperti poli hidroksi alkanoat (PHA), poli e-kaprolakton (PCL), polibutilen
suksinat (PBS), dan poli asam laktat (PLA). Namun, kebanyakan bahan baku untuk bahan
plastik biodegradable masih menggunakan sumber daya alam yang tidak diperbarui (non-
renewableresources, Red) dan tidak hemat energi. Dengan demikian, tentu pengembangan
bahan plastik biodegradable yang memanfaatkan bahan-bahan alam terbarui (renewable
resources, Red) sangat diharapkan.
Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradabel dikelompokkan menjadi
2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia dan kelompok dengan bahan
baku produk tanaman seperti pati dan selulosa. Yang pertama adalah penggunaan
sumberdaya alam yang tidak terbarui (non-renewable resources), sedangkan yang kedua
adalah sumber daya alam terbarui (renewable resources).

Saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah diproduksi adalah kebanyakan dari polimer
jenis poliester alifatik. Berikut adalah jenis-jenis polimer yang dapat terbiodegradasi
(Pranamuda, 2007):
a. Poli (e-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan
bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat biodegradabilitas yang tinggi, dapat
dihidrolisa oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan
dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, Tm =60oC, menyebabkan
bidang aplikasi PCL menjadi terbatas.
b. Poli (ß-hidroksi butirat) (PHB) : PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai
cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus,
Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C),
tetapi karena kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB
kurang baik. Kopolimer poli (b-hidroksi butirat-ko-valerat) (PHB/ V) merupakan
kopolimer hasil usaha perbaikan sifat kristalinitas dari PHB. Dalam majalah Scientific
America edisi August 2000, Tillman U Gerngros melakukan kajian tentang tingkat
keramahan plastik biodegradabel terhadap lingkungan. Dia menyatakan bahwa untuk

memproduksi PHB dibutuhkan total energi yang jauh lebih besar dibanding dengan
energi yang dibutuhkan untuk memproduksi plastik konvensional seperti polietilen
dan polietilen tereftalat. Kenyataannya memang beberapa perusahaan yang
memproduksi PHB menghentikan kegiatan produksinya, disebabkan karena mahalnya
biaya produksi yang dibutuhkan.
c. Poli (butilena suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara dengan plastik
konvensional polietilen, yaitu Tm =113o C. Kemampuan enzim lipase dalam
menghidrolisa PBS relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuannya
menghidrolisa PCL. Untuk meningkatkan sifat biodegradabilitas PBS, dilakukan
kopolimerisasi membentuk poli (butilen suksinat-ko-adipat) (PBS/A). PBS dan PBS/
A memiliki sifat ketahanan hidrolisa kimiawi yang rendah, sehingga tidak dapat
diaplikasikan untuk bidang aplikasi lingkungan lembab. Kopolimerisasi PBS dengan
poli karbonat menghasilkan produk poliester karbonat yang memiliki sifat
biodegradabilitas, ketahanan hidrolisa kimiawi dan titik leleh yang tinggi.
d. Poli asam laktat (PLA) : PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi
menggunakan bahan baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa melaui
fermentasi asam laktat. Polimerisasi secara kimiawi untuk menghasilkan PLA dari
asam laktat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung dari asam laktat dan
secara tidak langsung melalui pembentukan laktida (dimer asam laktat) terlebih
dahulu, dan diikuti dengan polimerisasi menjadi PLA. PLA mempunyai titik leleh
yang tinggi sekitar 175o C, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparans.
Poli asam laktat atau Poli laktida (PLA) dengan rumus kimia (CH3CHOHCOOH)n
adalah sejenis polimer atau plastik yang bersifat biodegradable, thermoplastic dan
merupakan poliester alifatik yang terbuat dari bahan-bahan terbarukan seperti pati
jagung atau tanaman tebu. Walaupun PLA sudah dikenal sejak abad yang lalu, namun
baru diproduksi secara komersial dalam beberapa tahun terakhir dengan keunggulan
kemampuan untuk terdegradasi secara biologi. Adapun struktur dari Poli Asam Laktat
(PLA) adalah sebagai berikut:

Gambar 8. Rumus Struktur Poli Asam Laktat
Menurut Averous (2008), sintesa PLA adalah sebuah proses yang terdiri dari
beberapa langkah, dimulai dari produksi asam laktat sampai pada tahap polimerisasi.
Poli asam laktat dapat diprodukksi melalui tiga metode, yaitu:
(1) Polikondensasi langsung (direct condensation-polymerization) asam laktat yang
menghasilkan PLA dengan berat molekul rendah dan rapuh sehingga sebagian
besarnya tidak dapat digunakan kecuali jika ditambahkan chain coupling agent untuk
meningkatkan panjang rantai polimer;
(2) Kondensasi dehidrasi azeotropik (Azeotropic dehydration condensation) asam
laktat dengan menggunakan pelarut azeotropik, yang dapat menghasilkan PLA
dengan berat molekul mencapai 15.400 dan rendemen sebesar 89% dan
(3) polimerisasi pembukaan cincin (ring opening polymerization, ROP), yang
dilakukan melalui tiga tahapan yaitu polikondensasi asam laktat, depolimerisasi
sehingga membentuk dimer siklik (lactide) dan dilanjutkan dengan polimerisasi
pembukaan cincin, sehingga diperoleh PLA dengan berat molekul tinggi. Polimerisasi
pembukaan cincin menghasilkan PLA dengan berat molekul 2×104 hingga 6.8×105.
Mekanisme yang terjadi adalah:

Poli asam laktat mempunyai potensi yang sangat besar dikembangkan sebagai
pengganti plastik konvensional. Poli asam laktat bersifat termoplastik, memiliki
kekuatan tarik dan modulus polimer yang tinggi, bobot molekul dapat mencapai
100.000 hingga 500.000, dan titik leleh antara 175-200ºC. Pada umumnya PLA
dipergunakan untuk menggantikan bahan yang transparan dengan densitas dan harga
tinggi. Bahan plastik yang digantikan dari jenis PET (1.4 g/cc, 1.4 usd/kg), PVC
lentur (1.3 g/cc, 1 usd/kg) dan selofan film. Dibanding PP (0.9 g/cc, 0.7 usd/kg) dan
HIPS (1.05 g/cc, 1 usd/kg), PLA dapat dikatakan kurang menguntungkan, namun
mempunyai kelebihan lain yaitu ramah lingkungan. PP dan HIPS berasal dari minyak
bumi dan jika dibakar akan menimbulkan efek pemanasan gobal. Keurangan PLA
adalah densitas lebih tinggi (1.25 g/cc) disbanding PP dan PS dan mempunyai
polaritas lebih tinggi sehingga sulit direkatkan dengan PE dan PP yang non polar
dalam system film multi lapis. PP mempunyai densitas 0.9 g/cc, denga harga 0.7 usd
per kg dan HIPS mempunyai densitas 1.05 g/cc dan harga 1 usd per kg. PLA juga
mempunyai ketahanan panas, moisture dan gas barier kurang bagus dibanding dengan
PET. Hal lain yang paling penting adalah harganya yang masih tinggi yaitu 2.6 usd
per kg. usaha untuk menurunkan harga teruus dilakukan oleh Cargill Dow hingga 2
usd per kg supaya kompetitif. Sifat barier terhadap uap air, oksigen dan CO2 lebih
rendah disbanding PET, PP atau PVC. Perbaikan sifat barier dapat dilakukan dengan
system laminasi dengan jenis film lain seperti PE, PVOH, Alufoil, Nanopartikel dan
lainnya (Riekri, 2010).

Menurut Botelho et al (2004), kelebihan PLA dibandingkan dengan plastik
yang terbuat dari minyak bumi adalah:
1. Biodegradable, artinya PLA dapat diuraikan secara alami di lingkungan oleh
mikroorganisme.
2. Biocompatible, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima oleh
sel atau jaringan biologi.
3. Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan
dari minyak bumi.
4. 100% recyclable, melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan digunakan
kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan
produk lain.
5. Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi PLA.
2.5 Biodegradasi Plastik
Bioplastik atau plastik organik adalah salah satu jenis plastik yang terbuat dari sumber
biomassa terbarukan, seperti minyak nabati, pati jagung, pati kacang polong dan mikrobiota,
jika dibandingkan dengan plastik konvensional yang terbuat dari bahan baku petroleum.
Bioplastik pada umumnya bersifat dapat terdegradasi secara alami. Plastik biodegradabel
telah berkembang lebih dari 10 tahun lalu, dan perkembangan kearah plastik komersial sangat
lambat. Hal ini disebabkan umumnya karena harga mahal dan sifat agak lain dari plastik
konvensional. Namun dengan isu menipisnya cadangan minyak bumi maka bioplastik akan
segera menjadi kompetitif disbanding plastik lainnya. Kelebihan lain dari plastik
biodegradabel adalah diproduksi dari sumber terbarukan bukan dari minyak dan mempunyai
sifat dapat terdegradasi secara alami.
Sekarang ini, pencampuran polimer plastik dengan pati banyak menjadi pilihan
karena mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Dari alam telah ditemukan
mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri bakteri, aktinomycetes, jamur dan khamir
yang umumnya dapat menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit
mikroba yang telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus
fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan
sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor, Cladosporium
sp.,Fusarium sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp., Verticillium sp., dan khamir

Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas
aeruginosa, Brevibacterium sp. dan aktinomisetes Streptomyces rubrireticuli. Untuk dapat
merombak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan
elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan
plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat,
oleat, risinoleat, sebakat, dan tuunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan, tetapi
turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers
menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur
berkurang.
Penambahan pati dalam plastik diharapkan akan terjadi proses degradasi yang diawali
dengan proses biologi dilanjutkan dengan foto degradasi dan terakhir biodegradasi lagi.
Degradasi pati akan meninggalkan ruang kosong dalam plastik sehingga memperluas
permukaan kontak antara plastik dengan logam yang ada dalam tanah. Energi dari sinar
matahari bersama katalis logam dalam tanah akan merusak polimer menjadi rantai yang lebih
pendek. Jika molekul telah pendek maka mikroba akan dapat mencerna polimer sebagai
sumber karbon. Pati diperoleh dari produk pertanian seperti jagung, kentang, beras yang
mudah dicerna oleh mikroba. Setiap pati akan memberikan produk film dengan ketebalan
berbeda.
Degradasi plastik secara biologis (biodegradasi) dapat menggunakan beberapa metode
diantaranya (Pranamuda, 2007):
1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati
Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan
tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik.
Plastik yang digunakan dapat berupa plastik biodegradabel (PCL, PBS, atau PLA)
maupun plastik konvensional (polietilen). Sedangkan pati yang digunakan dapat berupa
pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi. Sifat mekanik
dari plastik biodegradabel yang dihasilkan tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam
fase plastik, dimana bila pati tersebar merata dalam ukuran mikron dalam fase plastik,
maka produk plastik biodegradabel yang didapat akan mempunyai sifat mekanik yang
baik. Sifat biodegradabilitas dari plastik biodegradabel berbasiskan pati sangat tergantung
dari rasio kandungan patinya. Semakin besar kandungan patinya, maka semakin tinggi

tingkat biodegradabilitasnya. Terlihat bahwa semakin tinggi kandungan pati dalam
campuran PCL/pati, semakin mudah terdegradasi.
2. Modifikasi kimiawi pati
Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat
biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer
yang dicangkokkkan pada pati. Jika polimer yang dicangkokkan adalah polimer yang
bersifat biodegradabel, maka produk yang dihasilkan juga akan bersifat biodegradabel.
Namun demikian, biasanya sifat biodegradabilitas pati akan berkurang atau bahkan hilang
sama sekali dengan proses modifikasi kimiawi.
3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer/polimer plastik
biodegradabel.
Pati dapat dipakai sebagai bahan baku fermentasi untuk menghasilkan asam laktat
(monomer dari PLA), 1,4-butanediol (monomer dari PBS) atau poliester mikroba (PHB)
atau biopolimer lainnya seperti pullulan.
Plastik biodegradable adalah polimer yang dapat berubah menjadi biomassa, H2O,
CO2 dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi dan mineralisasi. Depolimerisasi terjadi
karena kerja enzim ekstraseluler (terdiri atas endo dan ekso enzim). Endo enzim memutus
ikatan internal pada rantai utama polimer secara acak, dan ekso enzim memutus unit
monomer pada rantai utama secara berurutan. Bagian-bagian oligomer yang terbentuk
dipindahkan ke dalam sel dan menjadi mineralisasi. Proses mineralisasi membentuk CO2,
CH4, N2, air, garam-garam, mineral dan biomassa. Definisi polimer biodegradable dan hasil
akhir yang terbentuk dapat beragam bergantung pada polimer, organisme, dan lingkungan
(Hartoto, dkk, 2005).
2.6 Aplikasi metode blending.
Pada penelitian Siswanto, dkk (2007), terdapat pengaruh terhadap penambahan
Maleic Anhydride (MA) pada poliblend Polypropilene (PP) – Pati Tapioka. Penelitian
ini menggunakan metode pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati dimana
penelitian ini bertujuan untuk membuat plastik yang ramah lingkungan, dengan sifat
mekanik dan tingkat degradabilitas yang baik. Siswanto,dkk (2007),

Membuat poliblend sebagai sampel uji fisis dan mekanis plastik biodegradabel dari
pencampuran polipropilen murni (plastik yang digunakan dapat berupa plastik biodegradabel
(PCL, PBS, atau PLA) maupun plastik konvensional (polietilen)) dan pati tapioka, ditambah
dengan asam sitrat (1% berat pati) dan Na-bikarbonat (2% berat pati) serta NaLS (5%
berat campuran) sebagaimana yang telah dilakukan oleh Mariana (2007). Penggunaan
bahan tersebut berfungsi sebagai surfaktan yang dapat meningkatkan kompatibilitas poliblend
(Iswarasari, 2006). Semua bahan kemudian dicampur secara manual di dalam wadah,
kemudian dilakukan pencampuran maleic anhydride (MA) menggunakan mixer.
Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extrude atau dalam mixer berkecepatan tinggi
(high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik. Blending
dilakukan selama 10 menit, suhu 1700C, dan kecepatan putaran 60 rpm.
Hasil dari blending berbentuk lelehan yang kemudian mengeras membentuk
bongkahan, dan dipotong menggunakan alat pemotong dibentuk slab (lembaran) dengan
ketebalan 2 mm menggunakan Hot Press Hydraulic pada suhu 180 oC dan gaya 200
kgf/cm2 selama 10 menit. Slab yang terbentuk kemudian dicetak dengan Cetakan
(Standart ASTM-D-1822-L Jepang) . Jumlah keseluruhan sampel yang dibuat adalah 5
buah dengan spesifikasi PP (161 gram), Pati (69 gram) dan konsentrasi MA secara
berturut-turut 0 %; 2%; 4%; 6% dan 8%, yang ditandai sebagai sampel A, B,C, D dan E.

Proses biodegradasi pada penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya
(Mariana,2007) yaitu adanya lingkungan yang sesuai seperti adanya Effective Microorganism
4 (EM4) dapat mendukung pertumbuhan jamur dan bakteri. EM4 adalah jenis bakteri yang
dibuat untuk membantu dalam pembusukan sampah organic sehingga dapat dimanfaatkan
dalam proses pengomposan. Kompos yang dihasilkan oleh cara ini ramah lingkungan berbeda
dengan kompos anorganik yang berasal dari za-zat kimia. Kompos ini juga mengandung zat-
zat yang tak dimiliki pupuk anorganik yang baik bagi tanaman. Dalam teknik pengomposan
ini, barang yang akan dikomposkan akan dibusukkan dengan bantuan bakteri EM4. Keadaan
anaerob saat pembusukan sangatlah penting, karena bakteri tersebut akan mati jika tercampur
dengan gas atau udara dan tidak bisa dibiakkan. Komposting dengan EM4 juga terbilang
mudah sebab alat dan bahan dapat dengan mudah ditemukan di pasaran.
Untuk mengetahui berhasilnya proses biodegradasi plastik ini dilakukan skrining
mikroorganisme yang mana dilakukan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme
pengurai plastik dan juga rasio/ perbandingannya terhadap total mikroorgaisme. Dengan
adanya metode zona terang (clear zone) maka dapat diketahui penyebaran mikroorganisme
pengurai polimer plastik. Hasil pengamatan menunjukan tidak adanya pengaruh negatf
terhadap pertumbuhan koloni mikroorganisme yang disebabkan karena keberadaan polimer
plastik. Ini dibuktikan dengan terlihatnya jumlah koloni yang tumbuh pada media berada
dalam kisaran 107-108. Zona terang yang terbentuk disekeliling plastik menunjukan bahwa
koloni tersebut berkemampuan mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan polimer plastik.
Gambar 2. grafik pengurangan massa sampel terhadap lamanya degradasi

Dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan akan sumber makanan dan berkembang
biak, bakteri masuk ke dalam matriks poliblend PP-pati. Hal ini terlihat semakin lama proses
degradasi, semakin banyak pula jamur yang menempel pada plastik biodegradabel. Dengan
adanya penambahan pati dan MA pada matriks PP sebagai sumber makanan bagi bakteri
tentu semakin mendukung lama waktu hidup bakteri dalam poliblend. Pengurangan massa
yang terjadi diperkirakan sebagai akibat hilangnya matrik/PP, filler/pati dan coupling
agent/MA dalam poliblend. Dalam hal ini mikroorganisme memakan PP, pati dan MA
sebagai sumber makanan dengan begitu proses degradasi akan terjadi secara biologis. Sifat
biodegradabilitas dari plastik biodegradabel berbasiskan pati sangat tergantung dari rasio
kandungan patinya. Semakin besar kandungan patinya, maka semakin tinggi tingkat
biodegradabilitasnya.
Dalam penelitian tersebut juga dilakukan uji mikroskopik menggunakan
spektrofotometer FT-IR yang mana diketahui bahwa masing-masing bahan PP pati tapioca-
MA memiliki gugus serapan karakteristik. Dari data spektrum FT – IR yang diperoleh, ada
beberapa gugus serapan karakteristik yang tidak nampak. Misalnya : 740 – 720 cm-1 untuk
vibrasi rentangan dari gugus CH2 pada semua sampel (B, C, D dan E). Hal ini dapat juga
disebabkan oleh PP dan Pati tapioka yang tidak homogen karena sifat keduanya yang
berbeda, atau disebabkan oleh adanya sejumlah ikatan yang mempunyai frekuensi vibrasi
yang sama sehingga pita serapan akan overlap. Sehingga tidak menghasilkan perubahan dipol
dari sistem, akibatnya vibrasi tidak dapat mengadakan interaksi dengan sinar inframerah dan
adanya banyak gugus fungsi yang identik dalam sebuah molekul mengikuti kuat relatif pita
absorbsi suatu spektrum ( Iswarasari, 2006 ).

BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpukan bahwa untuk menciptakan plastik yang dapat
didegradasi secara biologis (biodegradabel) maka bahan utama pembuat plastik tersebut
haruslah dari bahan yang mudah di perbaharui pula seperti pati. Dengan memakai pati
sebagai bahan tambahan pembuat plastik maka plastik tersebut akan bisa didegradasi karena
di alam sendiri telah ada bakteri (Effective Microorganism 4 (EM4)) yang dapat memacu
adanya bakteri yang dapat merombak pati sehingga plastik (poliblend) tersebut dapat
terdegradasi. Selain itu, sifat biodegradabilitas dari plastik biodegradabel berbasiskan pati
sangat tergantung dari rasio kandungan patinya. Semakin besar kandungan patinya, maka
semakin tinggi tingkat biodegradabilitasnya. Untuk degradasi plastik di dalam tanah bukan
hanya disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme tetapi juga oleh faktor-faktor fisik dan
kimiawi lain seperti kelembaban dan keasaman tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Avérous, L., 2008. Polylactic Acid: Synthesis, Properties and Applications, dalam
Monomers, Polymers and Composites from Renewable Resources (Ed Mohamed Naceur
Belgacem dan Alessandro Gandini), Amsterdam: Elsevier Ltd.
Haryono, A., Astrini, N., dan Wuryaningsih, 2003, Recycle Plastik Secara Kimiawi
Pemanfaatan Stayrofoam sebagai Bahan Koagulan Polimer, Serpong.
Hartoto, Liesbetini., Suryani, A., dan Hambali,E., 2005. Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu Sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Iswarasari, D., 2006, Uji sifat fisis dan uji biodegradasi pada poliblend Polipropilene Pati
Tapioka, Jurusan Fisika UNAIR, Surabaya.
Mariana, W., 2007, Kombinasi penggunaan EM4 dan radiasi UV terhadap tingkat
degradabelitas plastik biodegradabel, Jurusan Fisika UNAIR, Surabaya.
Paramawati, R., 2000, Perkembangan Teknologi Kemasan Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Pasaribu, N., 2004, Berbagai Ragam Pemanfaatan Polimer, Jurusan Kimia FMIPA,
Sumatera Utara.
Pranamuda, H., 2007, Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahan baku Pati
Tropis, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Riekri, 2010, Chemical Engineering: Polyactic (PLA) Produksi Aplikasi dan Prospek
Pengembangannya di Indonesia,

Ratna, dkk., 2010,Sifat Polimet, Kegunaan dan Dampak Polimer terhadap Lingkungan,
http://chem-is-try.org, diakses pada 17 Maret 2010.
Stevens, M.P., 2007, Kimia Polimer, Penerjemah: Dr. Ir. Iis Sopyan, M.Eng, cetakan kedua,
Pradnya Paramitha, Jakarta.
Siswanto, Aminatun, Puspitasari, I., 2007, Pemberian Maleic Anhidrida (Ma) Pada Blending
Polipropilen-Pati Tapioka, Fisika Material, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Utiyah, A., 2004, Polimer, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

PERTANYAAN
1. Apa itu EM4 dan bagaimana mekanisme kerja dari proses biodegradasi dari poliblend?
Jawab: EM4 merupakan jenis bakteri yang dibuat untuk membantu dalam pembusukan
sampah organik sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses pengomposan. Dengan
adanya EM4 maka akan memacu tumbuh nya bakteri yang dapat mempercepat prose
pembusukan atau pengomposan. Pembusukan yang dihasilkan oleh cara ini ramah
lingkungan berbeda dengan kompos anorganik yang berasal dari za-zat kimia.
Kompos ini juga mengandung zat-zat yang tak dimiliki pupuk anorganik yang baik
bagi tanaman. Dalam teknik pengomposan ini, barang yang akan dikomposkan akan
dibusukkan dengan bantuan bakteri EM4. Keadaan anaerob saat pembusukan
sangatlah penting, karena bakteri tersebut akan mati jika tercampur dengan gas atau
udara dan tidak bisa dibiakkan. Komposting dengan EM4 juga terbilang mudah
sebab alat dan bahan dapat dengan mudah ditemukan di pasaran.
2. Jenis-jenis mikroorganisme yang dapat digunakan dalam proses biodegradasi platik!
Jawab: Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri
bakteri, aktinomycetes, jamur dan khamir yang umumnya dapat menggunakan
plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan
mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan

Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan
sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor,
Cladosporium sp.,Fusarium sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp., Verticillium sp.,
dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta
bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp. dan aktinomisetes
Streptomyces rubrireticuli.
3. Apa kelebihan plastik poliblend Pati-MA dibandingkan plastik konvensional?
Jawab: Kelebihan lain dari plastik biodegradabel adalah diproduksi dari sumber
terbarukan bukan dari minyak dan mempunyai sifat dapat terdegradasi secara
alami. Kecepatan degradasi dalam tanah untuk Poly-(3-hydroxy-butyrate-
valerate) (PHB/PHV), PCL, PBS, PBSA, dan PLA dimana dalam penelitian
Siswato (2007) dapat terdegradasi selama waktu 12 bulan dan setiap 3 bulan
diukur berat yang hilang.
4. Apa fungsi dari Maleic Anhidrida (MA)?
Jawab: fungsi penambahan MA dalam proses pembuatan plastik biodegradasi adalah
sebgai coupling atau esterification-promoting agents yang berfungsi
memperpanjang ikatan kimia di dalam poliblend. Penggunaan agen ini
memberikan beberapa keuntungan karena reaksi hanya melibatkan sedikit agen
dan bisa diselesaikan tanpa perlu dipisahkan dengan proses yang lain.
Kemampuan untuk mengembangkan desain kopolimer dengan gugus fungsi yang
beraneka macam juga bisa diperluas. Kelemahannya adalah polimer mungkin
masih mengandung chain-extending agents yang tidak bereaksi, oligomer dan
sisa-sisa pengotor logam yang berasal dari katalis.