tugas terstruktur - dwi retno andriani,...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN KEUANGAN“ Break-even Point”
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKLULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2009
Bab I Pendahuluan
Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu
bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan merupakan
salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu
perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus
direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus
mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu
tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut
bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi
tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang
dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost
of goods sold)
Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan
unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan
ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat
dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang
diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen
dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di
lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling
maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga
jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga
harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut
harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada
tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu
tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain
pada tahap awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau
minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan
sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
Bab II
Pengertian Break Even Point
Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan,
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total
biaya). (Munawir, 1986)
Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis
dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)
Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa
break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian
untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi
barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian.
Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai
berikut:
Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini
berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa
tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP.
Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil
penjualan atau tingkat produksi.
Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek
”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR)
sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun
tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang
menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan
keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total
penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan
tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan
dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik
impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan
upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono,
1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total
penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa
tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka
analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis).
Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-planning
approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan
penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru
muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara
totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai
berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan
biaya tetap.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya
adalah tetap sama.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-
ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih
dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-
masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat
gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya
total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan
penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu
ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu
pada titik di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis
biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai
sumbu X akan nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus
lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam
rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara
horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap
sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution
margin” akan nampak pada gambar break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah
Contoh 22.1
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp300.000.OO. Biaya variabel per
unit Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit.
Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita
dapat membuat dua gambar break-even seperti nampak di bawah ini.
Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai pada
volume penjualan sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000
unit. Pada gambar 22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak
konsep “contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada
volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya
variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan
Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan break-even point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara “trial
and error” (serba coba-coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus aljabar.
Perhitungan Break-Even Point dengan Cara “Trial and Error”
Perhitungan break-even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu
dengan menghitung keuntungan operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu.
Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume
penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume
penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume
penjualan/produksi yang lebih besar, Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai
volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya
biaya total. Misalkan dari contoh 22.1. diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan
volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
= (6.000 x Rp100,00) Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))
= Rp600.000.00 (Rp300.000,00 + Rp240.000,00) = Rp60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini
berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000
unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti
bahwa break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit,
dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu
yang di mana keuntungan netonya sama dengan nol.
Perhitungan Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
a) atas dasar unit
b) atas dasar sales dalam rupiah.
a) Perhitungan break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus:
dimana
P = hargajual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh 22.1. dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan
rumus tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.
b) Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
di mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh 22.1. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even
dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan
tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point
dalam unit yaitu:
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep “Margin of Safety”.Besarnya margin of
safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan
yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-
even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak,
di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan
menderita kerugian. Dari contoh 22.1. besamya margin of safety dapat dihitung sebagai
berikut:
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang
nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang
direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan
hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety
berarti makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah
penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat
menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif,
kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut
digunakan istilah “margin of Safety” dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang
relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah “margin of safety ratio”. Untuk
contoh tersebut di atas besarnya “margin of safety’ adalab Rp500.000,00 dan besarnya
“margin of safety ratio” adalah 50%.
Efek Perubahan Berbagai Faktor terhadap BEP
1. Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya Tetap terhadap BEP
Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan asumsi antara
lain bahwa harga jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada
perubahan hargajual per unit (P)?
Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang menguntungkan karena
BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya akan bergeser ke kiri,
yang berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang lebih kecil.
Dari contoh 22.1. misalkan harga jual per unitnya naik dan Rp100,00 menjadi Rp160,00
Dengan adanya kenaikan P tersebut, BEPnya akan berubah menjadi lebih kecil baik
dinyatakan dalam rupiah maupun dalam unit. BEP yang baru sesudah ada kenaikan
hanga tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
BEP = _____Rp. 300.000,00_____ = Rp. 400.000,00
1 - ____Rp 400.000,00___
160 x 10.000
Break even point,dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana
perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita
rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya
tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya
tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan,
bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Analisis break even, secara umum, dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat
keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis break
even sering juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain
mengenai:
1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
3. Seberapa jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
rugi.
4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even, bertitik tolak dan konsep pemisahan biaya (direct costing
system) yaitu variable cost dan fixed cost.
Variable Cost
Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan
prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Sehingga dalam
pengertian ini, variable cost dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dan
penjualan. Atau variable cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara
grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Fixed cost
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap, dan tidak terpengaruh oleh
volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time), sehingga
jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh, sewa (rent) merupakan
biaya tetap. Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan, akan
nampak seperti berikut:
Semi variabel cost
Semi variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan sebagian
fixed yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong
dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen’s commission). Biaya
komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan akan naik pada level yang
lebih tinggi.
Bila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:
Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering membingungkan bagaimana
menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang
tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung biaya
variabel yang terkait dengan turun naiknya volume penjualan.
Breakeven point untuk lebih dari satu macam produk
Untuk mencari break even point dari dua atau lebih produk maka
perhitungannya agak berbeda sedikit dengan cara mencari break even point satu jenis
produk karena adanya variable operating cost dan harga jual per unit yang berbeda dan
masing-masing jenis produk. Di samping itu tingkat breakeven point baru dapat
dihitung apabila terlebih dahulu sudah diketahui komposisi penjualan dan masing-
masing produk.
Contoh: Perusahaan “Tantar Matano” yang bergerak dalam bidang produksi
“kain batik” dan “stagen” merencanakan perluasan daerah pemasarannya
meliputi wilayah Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Penjualan kain
batik direncanakan sebesar 25.000 unit a Rp 3.500,00 dan stagen sebesar 15.000
unit a Rp 1.000,00. Variable operating cost untuk masing - masing jenis produk
adalah Rp 2.000,00 per unit kain batik, dan Rp 600,00 per unit stagen,
sedangkan fixed operating cost untuk kedua jenis produk tersebut adalah Rp
28.275.000,00. Hitunglah breakeven point untuk kedua jenis produk tersebut
baik dalam rupiah maupun dalam unit penjualan.
Jawab: a) Breakeven point dalam rupiah
Keterangan Produk
Total Kain batik Stagen
Penjualan Rp. 87.500.000,- Rp. 15.000.000,- Rp. 102.500.000,-
Fixed Operation
Cost- - Rp 28.275.000,-
Variabel Operating
cashRp. 50.000.000,- Rp. 9.000.000,- Rp 59.000.000,-
BEBERAPA BATASAN ANALISIS BREAK-EVEN
Analisis break-even mempunyai beberapa batasan. Batasan tersebut berupa
asumsi yang mendasari model analisis tersebut. Analisis itu akan berguna apabila
beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:
Harga jual dan biaya variable per unit konstan. Asumsi ini sering disebut
dengan asumsi linieritas. Dalam praktik, fungsi pendapatan dan biaya cenderung
bersifat nonlinier seperti tampak pada gambar.
Ket: Q1 = break-even point yang rendah
Q2 = profit maksimum
Q3 = break-even point yang tinggi
Komposisi biaya operasi, asumsi lain dari analisis peluang pokok adalah bahwa
biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam
kenyataannya biaya tetap dan biaya variable saling tergantung satu sama lain dalam
range tertentu dan jangka waktu tertentu.
Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan bahwa perusahaan
memproduksi dan menjual produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan atas
berbagai produk yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang tidak
dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka panjang, akibatnya alokasi
biaya tetap kepada setiap jenis produk menjadi sulit.
Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa biaya variable per unit,
harga jual dan biaya tetap dapat diketahui dengan pasti untuk setiap output. Dalam
kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh ketidapastian (uncertainty). Selain
itu, analisis peluang pokok hanya relevan untuk perencanaan jangka pendek, beberapa
biaya seperti biaya penelitian dan pengembangan baru akan dirasakan manfatnya dalam
jangka panjang.
Kegunaan Analisa Break Even bagi management
1. Analisa Break-Even dan Keputusan Penambahan InvestasiPenggunaan analisa break even dapat digunakan untuk menghadapi masalah panambahan atau pergantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya.Contoh:Perusahaan “Sari & Co” mempunyai data perhitungan rugi-laba sebagai berikut:
Penjualan ………………………………………….....…………. Rp 1.000.000Harga pokok & biaya operasi: Biaya tetap …………….. Rp 306.000 Biaya variable …………. Rp 640.000
946.000Keuntungan Rp 54.000
Manajemen mempertimbangkan untuk menambah investasinya dalam aktiva tetap dengan cara memodernisir mesin-mesin yang sekarang dimiliki. Jika investasi tamabahan ini dilaksanakan maka biaya tetapnya akan berubah dari Rp 306.000 menjadi Rp 414.000 per tahun sedang biaya variabelnya tetap seperti semula yaitu 64% dari penjualan.
Langkah pertama untuk menyelesaikan masalah ini adalah memperbandingkan tingkat break even sebelum adanya tambahan investasi baru dengan sesudah adanya tambahan investasi tersebut.Tingkat Break even sebelum adanya tambahan investasi :
Tingkat break even setelah adanya tambahan investasi :
]Dengan adanya investasi baru maka harus dapat menaikkan penjualan menjadi Rp 1.150.000 dari tingkat penjualan yang sekarang sebesar Rp. 1.000.000 sebelum perusahaan memperoleh keuntungan.
Langkah kedua adalah menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai perusahaan untuk memperoleh keuntungan tertentu atau minimal sama dengan
keadaan sekarang
yaitu Rp 54.000.
Jadi untuk memperoleh laba atau keuntungan yang sama dengan yang diperoleh saat ini, perusahaan harus mampu menjual produksinya sebesar Rp 1.300.000.
Langkah ketiga adalah menentukan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai dalam dua keadaan tersebut. misalnya dalam fasilitas yang ada sekarang perusahaan dapat memproduksi maksimum Rp 1.200.000 dan akan dapat dijual semua, kenaikkan produksi dengan adanya penambahan fasilitas atau dimodernisirnya mesin-mesin yang dimiliki sesuai dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan yaitu Rp 1.600.000 maka kemungkinan batas maksimum keuntungan yang dapat dicapai dalam masing-masing kondisi dapat diperkirakan sebagai berikut:
Tanpa Tambahan Investasi
Dengan Tambahan Investasi
Penjualan Rp 1.200.000 Rp 1.600.000Biaya tetap Rp 306.000 Rp 414.000Biaya Variabel Rp 768.000 Rp 1.024.000Total Biaya Rp 1.074.000 Rp 1.438.000Batas Maksimum Keuntungan Rp 126.000 Rp 162.000
Dari perhitungan-perhitungan diatas dapatlah dibuat suatu ringkasan sebagai berikut:
Tanpa tambahan investasi
Dengan tambahan investasi Perbedaan
Titik break even Rp 850.000 Rp 1.150.000 Rp 300.000
Tingkat penjualan untuk memperoleh keuntungan
Rp 1.000.000 Rp 1.300.000 Rp 300.000
Batas maksimum keuntungan
Rp 126.000 Rp 162.000 Rp 36.000
Penjualan untuk mencapai keuntungan maksimum
Rp 1.200.000 Rp 1.600.000 Rp 400.000
Sekarang management akan dapat memperkirakan kemungkinan penjualan yang dapat dicapai untuk menentukan kebijaksanaan pengeluaran akan investasi tersebut. jika perusahaan melakukan pengeluaran atau penambahan investasi tapi penjualan yang dapat dicapai tetap Rp 1.000.000 maka perusahaan akan rugi sebesar Rp 54.000 karena biaya tetapnya bertambah Rp 108.000 tanpa ada perubahan dalam biaya variable. Dengan adanya tambahan investasi titik break even akan meningkat sebesar Rp 300.000 dan tingkat penjualan harus dinaikkan dalam jumlah yang sama untuk memperoleh keuntungan Rp 54.000 seperti yang dicapai sekarang.
Perusahaan mempunyai kemungkinan untuk meningkatkan keuntungan sebesar Rp 36.000 dibandingkan dengan maksimum keuntungan yang dapat dicapai sekarang tetapi tambahan keuntungan tergantung pada kemampuan perusahaan untuk mencapai tingkat penjualan Rp 1.600.000. tambahan keuntungan ini juga harus dipertimbngkan dengan besarnya tambahan investasi yang harus dilakukan, cara pembelanjaan investasi tersebut (kalau investasi itu dibiayai dari pinjaman maka harus diperhatikan tingkat bunga yang berlaku) dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penambahan investasi tersebut.
2. Analisa Break Even dan Keputusan menutup usaha
Kegunaan lain dari analisa break even bagi management adalah bantuannya dalam pengambilan keputusan menutup usaha atau tidak (dapat memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut dihentikan saja).
Pada tingkat break even perusahaan tidak memperoleh keuntungan karena jumlah penghasilan sama dengan jumlah biaya, tetapi suatu perusahaan yang selalu break even tidak harus ditutup, karena dalam keadaan break even perusahaan masih mendapatkan sisa uang (jumlah penerimaan uang lebih besar daripada pengeluarannya). Hal ini dapat terjadi karena biaya yang terjadi dalam suatu periode pada dasarnya terdiri dari biaya tunai yaitu biaya yang memerlukan pengeluaran uang (out of pocket costs) dan biaya yang tidak memerlukan pengeluaran uang (sunk cost), misalnya biaya depresiasi aktiva tetap, kerugian pihutang dan pengeluaran-pengeluaran lain yang dilakukan pada masa yang lalu yang manfaatnya masih dinikmati sampai sekarang. Suatu usaha harus dihentikan atau ditutup apabila penghasilan yang diperoleh tidak dapat menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu usaha harus dihentikan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus maupun dengan grafik break even.
Biaya variable biasanya merupakan biaya tunai dan biaya tetap sebagian merupakan biaya tunai dan sebagian lagi merupakan sunk cost, dengan membagi biaya tetap tunai dengan marginal income per satuan barang yang dijual maka diketahui
jumlah satuan barang yang harus dijual agar dapat menutup biaya tunainya (shut-down point), atau :
Contoh:
Diketahui biaya tetap Rp 18.000.000 dan biaya tunai Rp 12.000. harga jual persatuan Rp 250 dan biaya variable per satuan Rp 130. Biaya variabelnya adalag Rp 26.000.000 dan penjualan Rp 50.000. 000. Maka penjualan minimal yang harus dilakukan agar dapat menutup biaya tunai (shut down point) adalah
Untuk mengetahui jumlah rupiah penjualan dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah satuan tersebut dengan harga jual per satuan (100.000 X Rp 250 = Rp 25.000.000) atau dengan rumus:
Sehingga jumlah rupiah penjualan adalah:
MANFAAT BREAK-EVEN POINT
Menentukan Margin Of Safety
Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu untuk
menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana yang
perlu didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP
akan tetap sama selama sales mix juga tetap.