tugas terstruktur tsf
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas Terstruktur TsfTRANSCRIPT

TUGA
Teknologi P
Agung Fitriyanto (G1F008
Raden Alfian P.S. (G1F011
Yolita Satya G. (G1F011
Gima Amezia S. (G1F011
Nurina K. S. (G1F011
Riri Fauziyya (G1F011
KEMENTR
UNIVER
FAKULTAS KEDO
TUGAS TERSTRUKTUR TSF
Teknologi Pembuatan Sediaan Semisolid
Disusun oleh :
(G1F008064)
(G1F011004)
(G1F011010)
(G1F011016)
(G1F011022)
(G1F011028)
Khilman H.P
Fathia Rahma Zein
Aisyah Putriani
Akwila Albert
Febriana Tyas
Intan Hanif
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
LTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATA
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
Semisolid
(G1F011036)
(G1F011044)
(G1F011050)
(G1F011056)
(G1F011062)
(G1F0110)
UDAYAAN
KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini konsumsi masyarakat terhadap produk-produk untuk kulit sangatlah
banyak. Banyak obat-obat topikal yang dikembangkan untuk berbagai efek farmakologi.
Obat-obat yang digunakan untuk penggunaan topikal biasanya berupa sediaan semi solid.
Obat bentuk sediaan setengah padat umumnya hanya dipakai sebagai obat luar, dioleskan
pada kulit untuk keperluan terapi atau hanya sebagai pelindung kulit. Obat ini juga dapat
berfungsi sebagai kosmetika, menutupi kelainan-kelainan pada kulit yang kurang
menyenangkan penderitanya. Pada prinsipnya obat sediaan setengah padat untuk pemakaian
pada kulit berupa campuran dalam berbagai perbandingan lemak/minyak dengan dasar salep
dan bahan padat, dengan atau tanpa tambahan air. Sediaan semi solid terdiri dari, salep, krim,
gel, pasta, dan cerata.
Obat-obat semi padat dikembangkan dengan berbagai teknologi baik secara
tradisional maupun secara modern. Teknologi pembuatan sediaan semi solid sangat
dibutuhkan untuk mempermudah dan mempercepat pembuatan sediaan semi solid. Teknologi
sediaan semi padat mayoritas dibutuhkan untuk pencampuran.
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum. Sulit untuk
menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan pada tahap pengolahan.
Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana dua atau lebih komponen dalam
kondisi campuran terpisah atau kasar diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel
dari salah satu bahan terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain.
Tujuan pencampuran adalah memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara bahan
tercampur dan meningkatkan reaksi fisika atau kimia.
Bentuk sediaan semi padat digunakan ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari
dua atau lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau penggabungan obat ke dalam salep
atau basis krim. Karena pencampuran langsung dari bahan-bahan tidak selalu dapat
dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk memastikan partikel berukuran
halus. Alat pencampur sediaan semi padat diantaranya adalah spatula, mortar dan stamper,
ointment slab, blender, homogenizer, mixer, agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers,
planatory mixer, double planetary mixers, sigma mixer, colloid mill, dan. triple-roller mill.

Makalah ini akan membahas tentang teknologi sediaan semi solid yang terdiri dari
gel, krim, dan lotion. Pembahasan dalam makalah ini mencakup pengertian, metode
pembuatan, teknologi pembuatan sediaan, dan formulasi.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sediaan gel, krim, dan lotion?
2. Bagaimana metode pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion?
3. Bagaimana teknologi pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion?
4. Bagaimana formulasi sediaan gel, krim, dan lotion?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian sediaan gel, krim, dan lotion.
2. Mengetahui metode pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion.
3. Mengetahui teknologi pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion.
4. Mengetahui formulasi sediaan gel, krim, dan lotion.

BAB II
II.1 Sediaan Gel
A. Pengertian
Gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan bahan aktif
tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik atau hidrofobik (Anonim,
1994). Gel digolongkan sebagai sistem dua fase. Dalam sistem dua fase, jika urutan
partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai
magma. Sedangkan gel fase tungggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik misalnya karbomer (Anonim, 1995).
Beberapa keuntungan bentuk gel menurut Lieberman (1989) diantaranya tidak
lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat
apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel
yang dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak
mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan. Sedangkan menurut Voigt
(1994 ). Beberapa keuntungan sediaan gel adalah sebagai berikut:
• Kemampuan penyebarannya baik pada kulit
• Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
• Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
• Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
• Pelepasan obatnya baik
B. Metode Pembuatan
Cara pembuatan gel antiinflamasi Na diklofenak menggunakan basis gel HPMC 4000
dengan menggunakan sistem niosom. Na diklofenak bersifat lipofilik serta agak sukar
larut dalam air dan minyak, sedangkan obat tersebut ini diformulasi dalam basis gel
hidrofilik, hal dapat diatasi dengan dibuat suatu modifikasi menggunakan sistem vesikel
yaitu niosom. Sistem niosom akan menjebak obat di dalam vesikel sehingga akan
meningkatkan jumlah obat yang terlarut. Adanya gugus hidrofil di bagian terluar vesikel
akan berinteraksi dengan fase air sehingga sistem niosom dapat meningkatkan distribusi
obat dalam basis gel yang hidrofil. Pembuatan gel na diklofenak dengan mencampurkan

propilen glikol dengan sebagian basis gel, kemudian ditambahkan sistem niosom Na-
diklofenak. Selanjutnya ditambahkan basis gel HPMC 4000 hingga 20 g lalu diaduk
dengan mixer hingga homogen (Handayani,2009).
C. Teknologi Pembuatan
Salah satu alat yang digunakan untuk menghomogenkan sediaan gel adalah mixer.
Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi efek
menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat emulsi
tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan dalam pembuatan
sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan memilih mixer
sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur. Sebagai contoh: salah
satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa baik/tahan dinding internal
dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja tahan karat
dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk
memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer Jika proses pengadukan tidak
berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel /tersisa pada dinding mixer),
maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai
aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak dan
emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi
untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut
terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang menggangu saat
melakukan pembacaan volume sedimentasi (Lieberman HA & Lachmann, 1994).
D. Formulasi
Dalam formulasi gel tiga komponen utama yang digunakan adalah basis gel, zat aktif,
kosolven. Basis gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
1. Basis gel hidrofobik
Basis gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase.
Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar,
tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus. Contoh bahan pembentuk basis
gel hidrofobik adalah :
• Senyawa hidrokarbon, seperti minyak mineral/gel polietilen, petrolatum.

• Lemak hewan dan tumbuhan, seperti lard, lemak coklat.
• Basis sabun berminyak, seperti gel aluminium stearat, minyak mineral (Ansel,
1989).
2. Basis gel hidrofilik
Basis gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar
dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah
hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari
bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan
hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki
stabilitas yang lebih besar. Basis hidrofilik yang sering digunakan adalah propilen
glikol, gliserol ataupun air sebagai solvennya. Sebagai gelling agentnya dapat
digunakan polimer-polimer, seperti polimer alam (tragakan, alginate, agar), polimer
semisintetis ( derivate selulosa seperti, metal selulosa, CMC-Na, HPMC, HPC),
polimer sintetis (carbomer/carbopol) (Ansel, 1989).
Kosloven yang digunakan biasanya adalah propilen glikol. Kosolven berfungsi
sebagai pelarut bagi zat aktif dalam sediaan gel, karena Suatu partikel obat harus dalam
bentuk terlarut (molekuler) agar dapat berdifusi (Barry, 1983; Martin,1993) dan lepas
dari basis.
Pembuatan basis gel HPMC 4000. Digunakan basis gel HPMC 4000 dengan
kadar 3%. Cara pembuatannya HPMC 4000 didispersikan dalam aquades bebas CO2
sebanyak 20 kalinya. Kemudian dibiarkan hingga semua HPMC 4000 mengembang
dan diaduk sampai terbentuk massa gel. Berikutnya ditambahkan aquades bebas CO2
hingga berat yang diinginkan dan diaduk hingga homogen. Lalu didiamkan selama 24
jam.
Pembuatan sediaan gel Na-diklofenak. Dibuat dua formula (formula I & II), di mana
formula I adalah sediaan gel Na-diklofenak tanpa sistem niosom, dan formula II adalah
sediaan gel Na-diklofenak dalam sistem niosom. Dilakukan replikasi pembuatan
sebanyak tiga kali dari masing-masing formula. Pada formula I Na-diklofenak
dilarutkan dengan propilen glikol lalu tambahkan basis gel HPMC 4000 sampai 20 g
dan diaduk hingga homogen. Formula II dibuat dengan mencampurkan propilen glikol
dengan sebagian basis gel, kemudian ditambahkan sistem niosom Na-diklofenak.
Selanjutnya ditambahkan basis gel HPMC 4000 hingga 20 g lalu diaduk hingga
homogen (Handayani,2009).

II.2 Sediaan Krim
A. Pengertian
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV , krim adalah bentuk sediaan
setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai.
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.Secara tradisional
istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yangmempunyai konsistensi
relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)atau minyak dalam air (m/a).
(Anonim, 1978)
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:
1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak
Contoh : cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,
berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil
dalam jumlah besar.
2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh : vanishing cream Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas
bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan
lapisan berminyak/film pada kulit ( Anonim, 2012 ).
B. Metode Pembuatan
Metode Pembuatan terdiri atas:
1. Metode Pelelehan ( fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh
diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.

2. Metode Triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan
terakhir. Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat
khasiatnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan
keberhasilan produksi sangat tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses
pemindahan dari satu tahap pembuatan ke tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas
zat berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan, antara lain:
• Kondisi temperatur /suhu
• Kontaminasi dengan kotoran
• Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.
Dasar – dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:
1. Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan.
Bahan padat dalam suatu sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen.
Skrining partikel dimaksudkan untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi
akibatadanya partikel yang terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.
2. Pemanasan dan pendinginan
Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan berkhasiat, pencampuran
bahan- bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi. Pembuatan sediaan semi solid
dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi bahan- bahan yang digunakan
tidak membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila didalam sediaan tersebut ada
bahan-bahan yang termolabil.
3. Pencampuran
Pencampuran terdiri tiga macam:
a. Pencampuran bahan padat.
Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah menghancurkan aglomerat yang
terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.
b. Pencampuran untuk larutan.
Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan yaitu: adanya transfer
panas dan homogenitas komponen sediaan.
c. Pencampuran semi solida.
Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat pencampuran dengan
bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma blade dapat

membersihkan salep/ krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin
homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.
4. Penghalusan dan Homogenisasi.
Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah penghalusan dan
homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.
C. Teknologi Pembuatan
Teknologi pembuatan krim salah satunya menggunakan aplikasi nanoteknologi.
Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang kesehatan dan
farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta dalam bidang kosmetik
(Soebandrio, 2007).Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir
surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan
perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali sinar yang
mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).Produk nanopartikel untuk kosmetik dan
produk anti penuaan memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih
baik, dan memiliki tampilan sediaan yang lebih baik (Merkle, 2007).
Menurut Sherman, yang tercantum dalam buku Harry’s Cosmeticology enam
faktor yang mempengaruhi sifat reologi dan konsistensi dari suatu emulsi, diantaranya
adalah viskositas dari fase terdispersi (fase dalam), viskositas dari fase kontinu (fase luar),
volume konsentrasi dari fase terdispersi, sifat dari pengemulsi (emulgator) dan antramuka,
pengaruh elektroviskos, dan distribusi ukuran partikel dari globul globul.
Alat yang umum digunakan dalam pembuatan krim adalah:
• Mortir dan Stamper
• Timbangan dan Anak Timbangan
• Spatula
• Beaker Glass
• Gelas Ukur
• Cawan porselen
� Spatula
Spatula biasanya digunakan untuk memindahkan bahan padat seperti serbuk,
salep, atau krim. Mereka juga digunakan untuk mencampur bahan bersama-sama

menjadi campuran homogen. Spatula tersedia dalam stainless steel, plastik dan hard
rubber. Jenis spatula yang digunakan tergantung pada apa yang sedang dipindahkan
atau dicampur (Madinah, 2008).
� Ointment Slab
Sama halnya dengan mortar, stamper, dan spatula, ointment slab merupakan
andalan di pengaturan farmasi. Ointment slab memberikan permukaan yang keras dan
bersih untuk pencampuran senyawa. Sebagian besar ointment slab berupa plat kaca
yang permukaannya non-absorbable. Untuk beberapa peracikan, apotek banyak
membeli kertas perkamen yang melayani tujuan yang sama ketika ditempatkan di atas
slab salep, tapi mudah dibuang setelah digunakan tanpa pembersihan yang diperlukan
termasuk antara campuran (Madinah, 2008).
Ointment slab
� Blender
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan
kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan
dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium
dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan
memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya
tumbukan antarpartikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi
transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel
yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga
cendrung memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/busa
yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon
akan membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat

mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk (Lieberman HA & Lachmann,
1994).
Blender
� Mortar dan Stamper
Mortar dan stamper digunakan untuk menggiling partikel ke dalam bubuk halus
(triturasi). Penggabungan cairan (levigasi) dapat mengurangi ukuran partikel lebih
lanjut. Mortar dan stamper terbuat dari kaca, porselin, wedgwood atau marmer. Kaca
lebih baik digunakan untuk pencampuran bentuk sediaan cairan dan semi padat
(Madinah, 2008).
Mortar dan stamper
� Homogenizer
Homogenizer paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian
meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas
emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer
bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu celah
yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-
peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umumnya terdiri dari
pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500-5000 psi, dan suatu lubang
yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat

katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan dan
sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat (dudukan) katup. Pada titik
ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara spontan
sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidrolik. Cara kerja
homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata
kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi sehingga
dibutuhkan pendinginan (Lieberman HA & Lachmann, 1994).
Homogenizer
� Mixer
Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel
tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat
emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan dalam
pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan
memilih mixer sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur.
Sebagai contoh: salah satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa baik/tahan
dinding internal dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja
tahan karat dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk
memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer. Atau dengan kata lain, mata
pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat
pada dinding mixer tanpa merusak dinding mixer. Jika proses pengadukan tidak
berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mixer),
maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai
aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak
dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain
spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara
yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang
menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi (Lieberman HA &
Lachmann, 1994).

� Mixer Agitator Mixers
Secara prinsip mirip dengan mixer pengaduk yang digunakan untuk cairan dan
untuk serbuk, memang mixer gerakan planetary sering digunakan untuk semi
padat. Mixers dirancang khusus untuk semi padat yang biasanya memiliki bentuk lebih
berat untuk menangani bahan dengan konsistensi lebih besar. Lengan pengaduk dirancang
untuk menarik, meremas, membentuk dan bergerak sedemikian rupa sehingga bahan
dibersihkan dari semua sisi dan sudut tempat pencampuran (Bhatt & Agrawal, 2007).
Salah satu bentuk umum yang digunakan untuk menangani konsistensi plastik semi padat
dikenal sebagai mixer lengan sigma, karena mixer menggunakan dua bilah mixer, dengan
bentuk yang menyerupai huruf Yunani, sigma (∑). Kedua bilah berputar terhadap satu
sama lain dan beroperasi di sebuah tempat pencampuran yang memiliki bentuk
bak double, masing-masing bilah menyesuaikan bak. Dua bilah berputar pada kecepatan
yang berbeda, yang satu biasanya sekitar dua kali kecepatan yang lain, menghasilkan
penarikan lateral bahan dan terbagi ke dalam kedua bak. Bentuk bilah dan perbedaan
kecepatan menyebabkan gerakan end-to-end. Dengan bentuk yang kokoh dan daya yang
lebih tinggi, bentuk mixer ini dapat menangani bahkan bahan plastik terberat, dan produk-
produk seperti massa pil, massa tablet granul, dan salep yang telah siap dicampur. Salah
satu masalah yang dihadapi dalam pencampuran semi padat adalah masuknya
udara. Mixer lengan sigma dapat ditutup dan dioperasikan pada tekanan rendah, yang
merupakan metode terbaik untuk menghindari masuknya udara dan dapat membantu
dalam meminimalkan dekomposisi bahan oxidisable, tetapi harus digunakan dengan hati-
hati jika campuran mengandung bahan yang mudah menguap (Bhatt & Agrawal, 2007).
Agitator mixer

� ShearMixers
Mesin yang dirancang untuk pengurangan ukuran ini dapat digunakan untuk
mencampur. Tetapi meskipun gaya gesernya baik, efisiensi pencampuran umumnya
buruk. Bentuk rotary mungkin digunakan dan colloid mill memiliki stator dan rotor
dengan permukaan kerja kerucut. Rotor bekerja pada kecepatan antara 3.000-15.000
rpm dan pembersihan dapat diatur antara 50-500 mikrometer. Suspensi campuran kasar
atau dispersi dimasukkan melalui corong dan dikeluarkan antara permukaan kerja
dengan gaya sentrifugal (Bhatt & Agrawal, 2007).
Shear mixer
� PlanatoryMixer
Planatory mixer digunakan untuk pencampuran dan mengaduk bahan kental
dan seperti bubur, planatory mixer tersebut masih sering digunakan untuk operasi dasar
pencampuran dalam industri farmasi. Planatory mixer digunakan dengan kecepatan
rendah untuk pencampuran kering dan kecepatan lebih cepat untuk peremasan yang
diperlukan dalam granulasi basah (Bhatt & Agrawal, 2007). Keuntungan: planatory
mixer bekerja pada berbagai kecepatan. Hal ini lebih berguna untuk granulasi basah dan
lebih menguntungkan dibandingkan sigma mixers. Kerugian:
� Planatory mixer membutuhkan daya tinggi.
� Panas mekanik dibangun dalam campuran bubuk.
� Penggunaan terbatas hanya pada pekerjaan batch (Bhatt & Agrawal, 2007)
� DoublePlanetaryMixers
Double planetary mixers mencakup dua bilah yang berputar pada sumbu
mereka sendiri, sementara mereka mengorbit tempat mencampur pada sumbu umum.
Bilah terus maju di sepanjang pinggiran tempat, menghapus bahan dari dinding tempat

dan membawanya ke bagian interior. Berlawanan dengan conventional planetary mixer,
negosiasi kedua konsfigurasi bilah menyapu dinding tempat searah jarum jam dan
memutar dalam arah yang berlawanan pada sekitar tiga kali kecepatan
perjalanan. Shear blades menggantikan bahan dari dinding tempat dan oleh aksi
tumpang tindih mereka pusat membawa partikel ke arah agitator shafts, sehingga
menghasilkan gaya geser yang luas. Dengan menggunakan bahan ini bahkan bahan
yang sangat kental dan kohesif dapat dicampur secara efisien (Bhatt & Agrawal, 2007).
Double planetary mixers
� Sigmamixer
Sigma mixer berisi pencampuran elemen (blades) dari dua tipe sigma dalam
jumlah yang kontra berputar ke dalam untuk mencapai sirkulasi ujung ke ujung serta
menyeluruh dan pencampuran yang seragam di pembersihan dekat atau tertentu dengan
wadah. Produk campuran dapat dengan mudah diberhentikan dengan memiringkan
wadah dengan tuas tangan secara manual baik dengan sistem roda gigi yang dioperasikan
secara manual atau bermotor. Mixer yang lengkap dipasang pada baja dibuat dari
kekuatan yang sesuai untuk menahan getaran dan memberikan performance (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Sigma mixer
Sigma mixer digunakan untuk proses granulasi basah dalam pembuatan tablet,
massa pil dan salep. Hal ini terutama digunakan untuk pencampuran padat-cair meskipun
bisa digunakan untuk campuran padat-padat juga. Keuntungan:
� Bilah sigma mixer menciptakan jarak kematian minimal selama pencampuran.
� Ada toleransi dekat antara bilah dan dinding samping maupun bawah mixer shell.
Kerugian: Sigma mixer bekerja dengan kecepatan tetap (Bhatt & Agrawal, 2007).

� UltrasonicMixers
Metode yang efektif untuk menangani bentuk-bentuk tertentu dari masalah
pencampuran adalah untuk permasalahan bahan terhadap getaran ultrasonik. Hal ini
memiliki aplikasi khusus dalam pencampuran dalam preparasi emulsi (Bhatt & Agrawal,
2007).
Ultrasonic mixer
� ColloidMill
Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak
aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim, pulp, minyak,
dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan kerusakan aglomerat atau
dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan halus yang berukuran sekitar 1 mikron.
Bahan yang diproses diisi oleh gravitasi untuk dipompa sehingga lewat di antara
elemen rotor dan stator dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik tinggi. Bahan
dibuang melalui gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan kedua,
biasanya untuk bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat cakram beralur
berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan juga ditentukan
dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang diproses. Kecepatan
rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak kemampuan penyesuaian
yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi dari 0.001-0.005 inci tergantung
pada ukuran alat. Colloid mills memerlukan pengisian air yang banyak, cairan dipaksa
melalui celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur spiral. Dalam penggilingan ini
hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi panas dan gaya geser terlalu dapat
meningkatkan suhu produk. Oleh karena itu, sebagian besar colloid mills dilengkapi
dengan jaket air dan itu adalah juga diperlukan untuk mendinginkan bahan sebelum dan
setelah melewati penggilingan (Bhatt & Agrawal, 2007).
Colloid mills

Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running rotor pada
beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat ke stator.
Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki output 40-60 galon
tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua permukaan disesuaikan dari
0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan melalui gerbong ke pusat rotor. Bahan
dikeluarkan dan berhenti setelah homogenisasi di seluruh permukaan shearing. Bahan
harus diberikan pada tingkat yang jarak antara rotor dan stator menjaga keseluruhan
pengisian dengan cairan. Colloid mills digunakan dalam produksi salep, krim, gel dan
cairan kental tinggi untuk grinding, membubarkan dan homogenisasi dalam satu operasi
(Bhatt & Agrawal, 2007).
Keuntungan:
• Distribusi partikel sangat halus melalui gaya geser yang optimal.
• Kapasitas yang tinggi dengan kebutuhan ruang minimal.
• Penanganan cepat dan memudahkan pembersihan.
• Aplikasi hampir terbatas karena sistem homogenisasi fleksibel yang tinggi (Bhatt &
Agrawal, 2007).
� Triple-RollerMill
Berbagai jenis roller mill biasanya digunakan terdiri dari satu atau lebih rol,
terutama triple-roller mill. Alat ini dilengkapi dengan tiga rol yang terdiri dari bahan
tahan abrasi keras. Mereka dilengkapi sedemikian rupa sehingga mereka datang dalam
kontak dekat satu sama lain dan berputar pada kecepatan yang berbeda. Materi yang
datang di antara rol dihancurkan dan ukuran partikelnya dikurangi. Penurunan ukuran
partikel tergantung pada gap antara rol dan perbedaan kecepatannya. Bahan masuk
melewati gerbong A, diantara rol B dan C dimana ia mengurangi ukuran. Kemudian
bahan tersebut lewat di antara rol C dan D dimana ia kemudian mengurangi ukuran
partikel dan menghasilkan campuran yang halus. Gap antara rol C dan D biasanya
kurang dari celah antara B dan C, setelah melewati materi antara rol C dan D bahan halus
terus dihapus dari rol D oleh sarana scraper E, dari mana ia dikumpulkan dalam
penerima (Bhatt & Agrawal, 2007). Pada skala besar, roller mill salep mekanik
digunakan untuk mendapatkan salep halus dan tekstur yang seragam. Perlakuan salep
kasar dipaksa untuk lewat melalui rol stainless steel di mana ia mengurangi ukuran
partikel dan produk halus yang seragam dalam komposisi dan tekstur yang diperoleh.

Untuk skala kecil kerja, pabrik salep kecil tersedia (Bhatt & Agrawal, 2007).
Keuntungan: triple-roller mill menghasilkan dispersi yang sangat seragam dan cocok
untuk terus menerus memproses (Bhatt & Agrawal, 2007).
Gambar 15. Triple-roller mills
� Brookfield
Instrumen ini mengukur tegangan geser pada poros berputar pada yang pasti,
kecepatan konstan sementara tenggelam dalam sampel. Viskositas adalah pernyataan
tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise
= 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang
bersangkutan. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield. Spindel terlebih
dahulu dipanaskan pada suhu 75 oC kemudian dipasang ke alat ukur viscometer
Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viskometer
dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai
viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100.
Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh 2 kali untuk spindel no 1.
� PH METER
PH Meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH
(kadar keasaman atau alkalinitas) ataupun basa dan suatu larutan (meskipun probe
khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH zat semi padat). PH meter yang biasa
terdiri dañ pengukuran probe pH(elektroda gelas) yang terhubung ke pengukuran
pembacaan yang mengukur dan menampilkan pH yang terukur. Prinsip kerja dan alat

ini yaitu semakin banyak elektron pada sampel maka akan semakin bernilai asam
begitu pun sebaliknya, kareria batang pada pH meter berisi larutan elektrolit lemah.
Alat ini ada yang digital dan juga analog. pH meter banyak digunakan dalam analisis
kimia kuantitatif.
� Pnetometer
Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi dipengaruhi
suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh karena itu harus
dilakukan pada keadaan yang identik.
D. Formulasi
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:
• Zat Aktif
• Minyak
• Air
• Pengemulsi
� Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis
dan sifat krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan
emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin
stearat, polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim, antara
lain: Zat pengawet, untuk meningkatkan stabilitas sediaan.
� Bahan Pengawet

Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-
0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk mempertahankan pH
sediaan Pelembab. Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya
pada minyak tak jenuh.
Formula standar krim :
R/ Cera alba 5 gr
Cetacium 10 gr
Adeps lanae 10 gr
Ol. Sesami 50 gr
Aqua 20 gr
Tincture benzoes 5 gr
Ada beberapa bahan yang juga dapat ditambahkan dalam formulasi krim untuk
meningkatkan efektifitasnya, diantaranya:
• Bahan Penetrasi
Senyawa peningkat penetrasi (penetration enhancers) lazim digunakan di dalam
sediaan transdermal dengan tujuan mempermudah transfer obat melewati kulit. Rute
pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari
variabilitas ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak
langsung obat dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu,
juga untuk memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya. Namun, kulit
merupakan suatu ’barrier’ alami dengan lapisan terluar (stratum corneum) tersusun atas
jalinan kompak ’crystalline lipid lamellae’ sehingga bersifat impermeabel terhadap
sebagian besar senyawa obat (Khsirsagar, 2000 ).
Senyawa peningkat penetrasi dapat memodifikasi atau melemahkan susunan lipid
interselluler stratum corneum sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan.
Senyawa peningkat penetrasi yang banyak digunakan adalah dimetil sulfoksida (DMSO),
dimetil asetamida (DMA), dimetil formamida (DMF), propilen glikol, gliserol dan lainlain
(Williams & Barry, 2004). Pemakaian pelarut organik seperti DMSO terbukti efektif

dalam meningkatkan penetrasi senyawa obat seperti golongan barbiturat, steroid, dan
griseofulvin, namun memiliki kelemahan diantaranya bersifat irritan, menyisakan
perubahan morfologis yang signifikan pada kulit dan toksik.
Penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa VCO dapat meningkatkan laju
permeasi piroksikam dan klotrimazol dari sediaan krim. Kandungan asam lemak (terutama
asam laurat dan oleat) dalam VCO, sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan
VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai
bahan pembawa sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Santoyo dan
Pygartua (2000) melaporkan bahwa asam oleat dan asam laurat dapat meningkatkan
absorpsi perkutan piroksikam secara invitro. (Lucida et al., 2008a & 2008b).
• Emulgator
Emulgator yang biasa digunakan dalam pembuatan cream adalah tween dan span.
Ermina Pakki dkk (2009) melakukan studi untuk meneliti mengenai stabilitas krim
antioksidan dari ekstrak biji kakao yang diformulasi dengan beberapa macam emulgator.
Pada penelitian ini digunakan emulgator tween®
60– span®
60 ,
tween®
80–span®
80,
novemer®
, dan capigel®.
Parameter pengujian yang dilakukan meliputi perubahan
organoleptis serta kestabilan fisika dari tiap sediaan krim yang dihasilkan sebelum dan
setelah kondisi penyimpanan dipercepat (pada suhu 5oC dan 35
oC masing-masing selama 12
jam sebanyak 10 siklus) meliputi volume kriming, perubahan kekentalan, dan ukuran tetes
terdispersi serta inversi fase.
Didapatkan hasil dari pengamatan organoleptis memperlihatkan tidak ada perubahan
warna dan bau pada keempat krim. Analisis statistik menunjukkan bahwa variasi emulgator
memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas krim sebelum dan setelah kondisi
penyimpanan dipercepat, sedangkan terhadap ukuran tetes terdispersi tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kriming dan inversi fase
pada semua krim. Keempat krim yang diformulasi menggunakan variasi emulgator stabil
secara fisik, namun yang paling stabil secara fisik adalah krim dengan emulgator tween®
80 -
span®
80 konsentrasi 5%.

II.3. Sediaan Lotion
Kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang menyebabkan kulit menjadi
kering secara alamiah yaitu dengan adanya Natural Moisturizing Factor (NMF) yang
merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau disebut dengan mantel asam.
Dalam kondisi tertentu NMF tersebut tidak mencukupi, sehingga dibutuhkan perlindungan
tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja,
1997). Lotion adalah pelembab yang berfungsi menyokong kelembaban dan daya tahan air
pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit (Mitsui, 1997).
A. Pengertian
Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai campuran
dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi
dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk cairan yang dapat dituang (Rieger,
1994). Menurut FI IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil
in water (o/w) atau minyak dalam air (M/A), dan water in oil (w/o) atau air dalam
minyak (A/M). Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-
lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan
(Suryani et al., 2000). Menurut Dreher et al. (1997) stabilitas emulsi akan meningkat
dengan adanya penambahan polimer yang sesuai dalam fase pendispersi dan
penurunan ukuran partikel fase terdispersi. Hal ini akan mencegah atau
memperpanjang waktu terjadinya penggabungan kembali partikel-partikel sejenis
yang mengakibatkan terjadinya pemisahan fase.
Karakteristik lotion yang baik adalah sebagai berikut:

1. Penampakan
Lotion yang baik mempunyai penampakan yang baik pula, mulai dari
homogenitasnya, warnanya, dan rasa lengket terhadap kulit. Suatu emulsi dapat dikatakan
homogen apabila tidak terlihat adanya pemisahan antara komponen penyusun emulsi
tersebut (Erungan dkk, 2009). Homogenitas sistem emulsi dipengaruhi oleh teknik atau
cara pencampuran yang dilakukan serta alat yang digunakan pada proses pembuatan
emulsi tersebut (Rieger, 1994). Warna yang terbentuk pada produk dipengaruhi oleh
warna bahan-bahan yang digunakan (Mitsui, 1997). Rasa lengket ditimbulkan dari fase
minyak yang terkandung dalam formulasi suatu emulsi (Suryani et al., 2000). Suatu
polimer tertentu dapat digunakan untuk mengurangi rasa lengket dari lotin contohnya
adalah karagenin.
2. pH
pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Dalam Journal Cosmetic and
Toiletries by Sun Smart Inc. (1998), pH tubuh manusia berkisar 5,5-7,0. Levin dan
Maibach (2007) menyatakan bahwa pH yang terlalu asam atau basa dapat
menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi karena terjadinya kerusakan
mantel asam pada lapisan stratum corneum (salah satu bagian epidermis kulit). pH
skin lotion berkisar antara 7,3-7,59 dan berada dalam kisaran pH yang disyaratkan
oleh SNI 16-4399-1996.
3. Bobot jenis, 250 C
Produk yang memiliki stabilitas emulsi yang baik tidak akan mengalami
penyusutan berat atau memiliki persentase penyusutan berat yang kecil walaupun
dalam waktu penyimpanan (Erungan, 2009).
4. Viskositas 250 C
Menurut Schmitt (1996), semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan
tersebut akan makin stabil karena pergerakan partikel cenderung lebih sulit dengan
semakin kentalnya suatu bahan.
Semakin kental emulsi yang dihasilkan semakin sedikit air yang dapat
menguap dari skin lotion tersebut karena terdapat ikatan yang kuat diantara molekul-
molekul penyusunnya sehingga semakin kecil terjadinya dehidrasi yang menyebabkan

kulit menjadi kering akibatnya kelembaban semakin terjaga. Polimer hidrofilik,
seperti asam alginat, karaginan, kitosan, kolagen, asam hialuronat berperan sebagai
humektan dalam kosmetik yang dapat membentuk film pada lapisan atas permukaan
kulit sehingga dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Rieger,
2000).
Penggunaan koloid hidrofilik sangat efektif untuk meningkatkan viskositas
suatu emulsi minyak dalam air karena dapat meningkatkan viskositas fase pendispersi
(fase air) tanpa menaikkan volume fase minyak dalam emulsi tersebut (Rieger, 1994).
Nilai viskositas menurut SNI 16-4399-1996 adalah berkisar antara 2000-50000 cP,
hasil pengukuran terhadap viskositas skin lotion komersial menunjukkan nilai antara
1700-7200 cP.
Viskositas emulsi akan meningkat seiring dengan umur emulsi tersebut (5-15
hari) kemudian relatif stabil (Rieger, 1994). Emulsi yang tidak stabil cenderung
mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan (Suryani et al., 2000).
5. Cemaran mikroba
Lotion merupakan suatu produk yang memiliki jangka waktu pemakaian yang
cukup lama, sehingga adanya mikrob dalam lotion dapat menjadi masalah terhadap
daya awet lotion. Kontaminasi mikrob dapat menyebabkan pemisahan fase,
penyusutan berat produk, dan bau yang tidak sedap. Kontaminasi mikroorganisme
walaupun bukan termasuk mikroorganisme pathogenik tidak diinginkan dalam
kosmetika karena dapat menyebabkan terjadinya deteriorasi pada kualitas produk
seiring waktu pemakaian dan akan menyebabkan iritasi kulit (Mitsui, 1997). Batas
total mikrob yang disyaratkan SNI 16-4399-1996 (maksimal 1,0 x 102 koloni per
gram).
6. Stabilitas Emulsi
Emulsi yang tidak stabil akan mengalami perubahan kimia dan perubahan fisika.
Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan warna atau warna memudar,
perubahan bau, kristalisasi, dll. Perubahan fisika yang terjadi antara lain pemisahan
fase, sedimentasi, pembentukan aggregat, pembentukan gel, penguapan, peretakan,
pengerasan, dll (Mitsui, 1997).

B. Metode Pembuatan
1. Heating Method
Metode heating adalah metode yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi
dengan cara memanaskan fase minyak dan fase air. Caranya yaitu : Fase minyak
dipanaskan pada suhu 800, ditambahkan fase air (dipanaskan pada suhu 80
0 atau pada
suhu ruang), kemudian diaduk menggunakan stirrer. Homogenisasikan sebentar.
Didinginkan dengan cara diaduk pelan-pelan menggunakan stirer dibawah suhu 300
C
dan dihomogenisasikan kembali (Meyer, J et.al., 2005).
2. Cold Method
Metode cold adalah metode yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi
dengan cara memasukan fase minyak dan fase air dalam keadaan dingin tanpa
pemanasan. Caranya yaitu : Fase minyak ditambahkan fase air, kemudian diaduk
menggunakan stirrer. Homogenisasikan sebentar, diaduk pelan-pelan menggunakan
stirer hingga homogen (Meyer, J et.al., 2005).
3. Semi-Cold Method
Metode semi-cold adalah metode yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi
dengan cara memanaskan fase minyak, tanpa memanaskan fase air. Caranya yaitu :
Fase minyak dipanaskan pada suhu 800, ditambahkan fase air (tanpa pemanasan),
kemudian diaduk menggunakan stirrer. Homogenisasikan sebentar. Didinginkan
dengan cara diaduk pelan-pelan menggunakan stirer dibawah suhu 300
C dan
dihomogenisasikan kembali (Meyer, J et.al., 2005).
C. Teknologi Pembuatan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi :
1. Mortir dan stemper
Mortir dengan permukaan kasar merupakan mortir pilihan untuk pembuatan
emulsi yang baik (Syamsuni, 2006). Mortir dan stamper digunakan untuk menggiling
partikel ke dalam bubuk halus (triturasi). Penggabungan cairan (levigasi) dapat
mengurangi ukuran partikel lebih lanjut. Mortir dan stamper terbuat dari kaca,
porselin, wedgwood atau marmer. Kaca lebih baik digunakan untuk pencampuran
bentuk sediaan cairan dan semi padat (Madinah, 2008).

Gambar Mortir dan stamper
2. Botol
Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik daripada secara
terus- menereus, karena hal ini memberikan kesempatan pada emulgator untuk
bekerja sebgelum pengocokan (Syamsuni, 2006).
Gambar Botol Shaker
3. Mixer dan Blender
Partikel fase dispers dihaluskan dengan cara dimasukkan ke dalam ruangan yang
di dalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi. Akibat putaran pisau
tersebut, partikel akan menjadi lebih kecil-kecil (Syamsuni, 2006).
Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel
tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk
membuat emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan
dalam pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang
dan memilih mixer sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur.
Sebagai contoh: salah satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa
baik/tahan dinding internal dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan
dengan baja tahan karat dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup

untuk memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer. Atau dengan kata lain,
mata pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang
melekat pada dinding mixer tanpa merusak dinding mixer. Jika proses pengadukan
tidak berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada
dinding mixer), maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh
karena mixer mempunyai aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk
mencampur fase air, fase minyak dan emulgator sangat tergantung pada macam
pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan
pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan
membentuk buih atau bisa yang menggangu saat melakukan pembacaan volume
sedimentasi (Lieberman HA & Lachmann, 1994).
Gambar 7. Mixer
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan
kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan
dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium
dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan
memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya
tumbukan antarpartikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi
transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang
kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga cendrung
memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/busa yang dapat
menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon akan
membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat
mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk (Lieberman HA & Lachmann, 1994).
Gambar Blender

4. Homogenizer
Dalam homogenizer dispersi dari cairan terjadi karena campuran dipaksa melalui
saluran lubang kecil dengan tekanan besar (Syamsuni, 2006).
Homogenizer paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian
meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas
emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer
bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu
celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada
peniti-peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umumnya terdiri
dari pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500-5000 psi, dan suatu
lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada
tempat katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan
dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat (dudukan) katup. Pada
titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara
spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidrolik. Cara
kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-
rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi
sehingga dibutuhkan pendinginan (Lieberman HA & Lachmann, 1994).
Gambar Homogenizer
5. Colloid Mill
Terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan yang dapat diatur.
Colloid mill digunakan untuk memperoleh derajat dispersi cairan dalam cairan yang
tinggi (Syamsuni, 2006).
Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak
aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim, pulp,

minyak, dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan kerusakan
aglomerat atau dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan halus yang berukuran
sekitar 1 mikron. Bahan yang diproses diisi oleh gravitasi untuk dipompa sehingga
lewat di antara elemen rotor dan stator dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik
tinggi. Bahan dibuang melalui gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan
kedua, biasanya untuk bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat
cakram beralur berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan
juga ditentukan dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang
diproses. Kecepatan rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak
kemampuan penyesuaian yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi dari
0.001-0.005 inci tergantung pada ukuran alat. Colloid mills memerlukan pengisian air
yang banyak, cairan dipaksa melalui celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur
spiral. Dalam penggilingan ini hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi
panas dan gaya geser terlalu dapat meningkatkan suhu produk. Oleh karena itu,
sebagian besar colloid mills dilengkapi dengan jaket air dan itu adalah juga diperlukan
untuk mendinginkan bahan sebelum dan setelah melewati penggilingan (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Gambar Colloid mills
Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running
rotor pada beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat
ke stator. Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki
output 40-60 galon tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua
permukaan disesuaikan dari 0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan melalui
gerbong ke pusat rotor. Bahan dikeluarkan dan berhenti setelah homogenisasi di
seluruh permukaan shearing. Bahan harus diberikan pada tingkat yang jarak antara
rotor dan stator menjaga keseluruhan pengisian dengan cairan. Colloid

mills digunakan dalam produksi salep, krim, gel dan cairan kental tinggi untuk
grinding, membubarkan dan homogenisasi dalam satu operasi (Bhatt & Agrawal,
2007).
D. Formulasi
Berikut ini merupakan prosedur pembuatan skin lotion :
1. Persiapan dan penimbangan bahan yang diperlukan dalam formulasi skin lotion. Bahan
dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bahan A (larut air) dan bahan B (larut minyak).

2. Bahan A dipanaskan pada suhu 700C dan dilakukan pengadukan. Setelah bahan tercampur
secara homogen, ditambahkan gliserin sehingga terbentuk adonan A.
3. Bahan B dipanaskan pada suhu 70-80oC dan dilakukan pengadukan. Setelah bahan
tercampur secara homogen, ditambahkan setil alkohol yang telah dipanaskan terlebih dahulu
sehingga terbentuk adonan B.
4. Adonan A dan adonan B dicampur kemudian dipanaskan pada suhu 70oC dan diaduk rata
hingga homogen. Kemudian ditambahkan ekstrak Pemphis acidula, kitosan, paraben, dan
hidrolisat protein pada suhu 40oC. Kemudian dilakukan pengadukan sampai adonan
homogen. Pengadukan dihentikan pada suhu 35o
C dan didinginkan sampai mencapai suhu
ruang. Setelah pendinginan, diperoleh pelembab kulit (skin lotion).

BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Teknologi pembuatan sediaan semi padat dibutuhkan untuk mempermudah dan
mempercepat pembuatan sediaan, dan juga dapat meningkatkan kualitas dari sediaan tersebut.
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan sediaan semi padat dapat berupa teknologi
sederhana maupun teknologi modern. Pada umumnya teknologi pembuatan sediaan semi
padat dibutuhkan untuk mencampurkan dua fase yang tidak saling bercampur.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, The Pharmacceutical Codex, 12 thed, 82 – 92, The Pharmaceutical Press,
London
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Ed IV, Departement Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2011. http://composite.about.com/library/glossary/b/bldef-b808.htm. Diakses pada
tanggal 6 april 2013
Anonim, 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23833/1/Appendix.pdf.
Diakses pada tanggal 6 april 2013
Anonim. 2012. http://ilmubawang.blogspot.com/2012/03/fungsi-ph-meter.html. Diakses pada
tanggal 6 april 2013
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed ke-4. Farida Ibrahim, penerjemah.
Jakarta: UI Press. 390-398
Barry, B. W., 1983, Dermatological Formulation, 300-304, Mercel Dekker inc., New York
Bhatt B, Agrawal SS. 2007. Pharmaceutical Engineering. New Delhi: Delhi Institute of
Pharmaceutical Science and Research.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Djajadisastra, Joshita., Mun’im,Abdul., Dessy, 2009, Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak
Nerii Folium Dalam Sediaan Anti Jerawat, Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli
2009: 210 -216
Dreher TM, Glass J, Connor AJO, Steven GW. 1997. Effect of Rheology on Coalescence
Rates and Emulsion Stability. AIChE Journal 45 (6).
Erungan, Anna Carolina, Sri Purwaningsih, Syeni Budi Anita. 2009. Aplikasi Karaginan
Dalam Pembuatan Skin Lotion. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Handayani,S.A., et al., 2012, Pelepasan Na-Diklofenak Sistem Niosom Span 20 -Kolesterol
dalam Basis Gel HPMC, PharmaScientia, Vol.1, No.2
Khsirsagar NA, Drug Delivery Systems, Indian Journal of Pharmacology, (2000), 32: S54 –
S61.Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.76, 78-83, 111-114
Levin J, Maibach H. 2007. Human Skin Buffering Capacity. Journal of Skin Research and
Technology 14: 121-126.

Lieberman., Rieger and Banker. 1989. Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System. Vol
ke-2. New York: Marcel Dekker Inc. 495-498
Lieberman HA, Lachmann L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi I. Jakarta: UI
Press.
Lucida H, Husni P dan Hosiana V, Kinetika Permeasi Klotrimazol Dari Matriks Basis
KrimYang Mengandung Virgin Coconut Oil (VCO), Jurnal Riset Kimia, Vol. 2 (1),
2008b, 14 20
Madinah J. 2008. Tech Lectures for the Pharmacy Technician: Section XXIV – Principles of
Compounding. USA: Tech Lectures®.
Merkle, H.P. 2007. Nanotechnology State of The Art In Healthcare and Pharmaceuticals.
[diambil dari Simposium Nanoteknologi 23 Juni 2007].
Meyer, J et.al. 2005. A Novel PEG-free Emulsifier Designed for Formulating W/O Lotions
with a Light Skin Feel. Degussa Goldschmidt Personal Care : Germany.
Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. NewYork: Elsevier.
Noventy,Christina., Wathoni,Nasrul., Rusdiana,Taofik., 2012, Formulasi Gel Antioksidan
Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dengan Menggunakan Basis AQUPEC
505 HV, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran Sumedang.
Osol A. et al, 1980. Remington's Pharmaceutical Sciences, l6th ed, Mack Publishing
Company, Easton-Pensivania, 104-135, 244-262
Rawlins, E. A. 2003. Bentley's Textbook of Pharmaceutics 18th ed. London: Bailierre Tindall
Razi, Muhammad Alif. 2009. Pemanfaatan Hidrolisa Protein Kerang Mas Ngur (Ataetodea
striata), Karagenan, Kitosan, dan Ekstrak Pemphis acidula pada Pembuatan Skin
Lotion. Bogor : IPB.
Rieger M. 1994. Emulsi. Di dalam : Lachman et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Ed ke-2. Suyatmi S, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Theory
and Pharmacy Practical Industry. Ed ke-2.
Rieger M. 2000. Harry’s Cosmeticology. Ed ke-8. New York: Chemical Publishing Co
Inc.
Schmitt, W. H. 1996. Skin Care Products. In : Williams, D. F. and W.H. Schmitt (Ed.). 1996.
Cosmetics and Toiletries Industry. 2nd
Ed. Blackie Academic and Profesional, London.

Soebandrio, A. 2007. Nanotechnology State of The Art In Healthcare and Pharmaceuticals.
[diambil dari Simposium Nanoteknologi 23 Juni 2007].
SunSmart. 1998. Anatomy of The Skin. Journal Cosmetics and Toiletries, SunSmart Inc.
Newyork.
Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tranggono, R.I & F, Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press. 314, 790-824
Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetika Medik. Jakarta: UI Press
Williams, AC. dan Barry, BW, Penetration Enhancers, Advanced Drug Delivery Reviews, 56
(2004), 603 – 618.
Yuliani, Sri Hartati, 2005, Formulasi Gel Repelan Minyak Atsiri Tanaman Akar Wangi
(Vetivera zizanioidesi (L) Nogh):Optimasi komposisi carbopol 3%.b/v.–
Propilenglikol, Majalah Farmasi Indonesia, 16(4), 197 – 203, 2005.
Zulha, 2013. http://zulhaku.blogspot.com/2013/01/12.html. Diakses pada tanggal 6 april 2013