tujuan hukum (studi kasus pelanggaran lalu lintas)

15
Achmad Ali menyatakan bahwa hukum adalah seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, yang bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal. Setelah mengetahui pengertian dari dua kata di atas, secara umum dapat diartikan bahwa tujuan hukum adalah arah atau sasaran yang hendak dicapai hukum dalam mengatur masyarakat. Dalam banyak buku tentang Ilmu Hukum, pembahasan mengenai tujuan hukum sering dipisahkan dari pembahasan tentang fungsi hukum. Hal seperti ini menurut Achmad Ali kurang tepat, sebab bagaimanapun pertalian antara tujuan hukum dengan fungsi hukum adalah suatu pertalian yang sangat erat. Yang pertama-tama yang perlu diketahui, tentu saja adalah tujuan hukum, sebab hanya telah ditetapkannya apa yang menjadi tujuan dari hukum itu, kita dapat menentukan pula fungsi yang harus dijalankan hukum agar dapat mencapai tujuannya. Berbagai pakar di bidang hukum maupun bidang ilmu sosial lainnya, mengemukakan pandangannya masing-masing tentang tujuan

Upload: meyrzashrie

Post on 28-Oct-2015

888 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia. Penjelasan tentang tujuan hukum beserta contoh kasusnya.

TRANSCRIPT

Page 1: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

Achmad Ali menyatakan bahwa hukum adalah seperangkat kaidah atau aturan yang

tersusun dalam suatu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, yang

bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh

otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga

masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar

akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya

eksternal.

Setelah mengetahui pengertian dari dua kata di atas, secara umum dapat diartikan bahwa

tujuan hukum adalah arah atau sasaran yang hendak dicapai hukum dalam mengatur masyarakat.

Dalam banyak buku tentang Ilmu Hukum, pembahasan mengenai tujuan hukum sering

dipisahkan dari pembahasan tentang fungsi hukum. Hal seperti ini menurut Achmad Ali kurang

tepat, sebab bagaimanapun pertalian antara tujuan hukum dengan fungsi hukum adalah suatu

pertalian yang sangat erat.

Yang pertama-tama yang perlu diketahui, tentu saja adalah tujuan hukum, sebab hanya

telah ditetapkannya apa yang menjadi tujuan dari hukum itu, kita dapat menentukan pula fungsi

yang harus dijalankan hukum agar dapat mencapai tujuannya.

Berbagai pakar di bidang hukum maupun bidang ilmu sosial lainnya, mengemukakan

pandangannya masing-masing tentang tujuan hukum, sesuai dengan titik tolak serta sudut

pandang mereka, diantaranya:

Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum” mengemukakan

bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam

masyarakat.

Subekti, dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” mengemukakan bahwa

hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan

kebahagiaan rakyatnya, dengan cara menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”.

Page 2: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

Apeldoorn, dalam bukunya “Inleiden tot de studie van het Nederlandse recht”

menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai

dan adil.

Aristoteles, dalam bukunya “Rhetorica”, mencetuskan teorinya bahwa, tujuan hukum

menghendaki semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa

yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.

Jeremy Bentham, dalam bukunya “Introduction to The Morals and Legislation”

mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.

Van Kan, berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia

supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Rusli Effendy mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut

pandang, yaitu:

1. Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada

segi kepastian hukum.

2. Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada

segi keadilan.

3. Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada

segi kemanfaatan.

Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal, dapat dilihat

dari tiga aliran konvensional :

1. Aliran Etis

Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk

mencapai keadilan. Hukum ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak adil,

dengan perkataan lain hukum menurut aliran ini bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan

keadilan. Pendukung aliran ini antara lain, Aristoteles, Gery Mil, Ehrliek, Wartle.

Salah satu pendukung aliran ini adalah Geny. Sedangkan penentang aliran ini pun cukup

banyak, antara lain pakar hukum Sudikno Mertokusumo:

Page 3: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

“Kalau dikatakan bahwa hukum itu bertujuan mewujudkan keadilan, itu berarti bahwa hukum itu

identik atau tumbuh dengan keadilan, hukum tidaklah identik dengan keadilan. Dengan demikian

berarti teori etis itu berat sebelah.”

Tegasnya keadilan atau apa yang dipandang sebagai adil sifatnya sangat relatif, abstrak

dan subyektif. Ukuran adil bagi tiap-tiap orang bisa berbeda-beda. Olehnya itu tepat apa yang

pernah diungkapkan oleh N.E. Algra bahwa :

“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaardig), lebih banyak tergantung pada Rechtmatig heid

(kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seseorang penilai. Kiranya lebih baik tidak

mengatakan “itu adil”, tetapi itu mengatakan hal ini saya anggap adil memandang sesuatu itu

adil, terutama merupakan sesuatu pendapat mengenai nilai secara pribadi.”

2. Aliran Utilistis

Menurut aliran ini mengaggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata

untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebsar-besarnya bagi manusia dalam

jumlah yang sebanyak-banyaknya. Jadi pada hakekatnya menurut aliran ini, tujuan hukum adalah

manfaat dalam mengahasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang

yang terbanyak.

Aliran utilistis ini mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum tidak lain adalah

bagaiamana memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga masyarakat (ajaran moral

praktis).

 

3. Aliran Yuridis Dogmatik

Menurut aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata

untuk menciptakan kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum

dapat berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban.

Page 4: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

Penganut aliran yuridis dogmatik ini bahwa adanya jaminan hukum yang tertuang dari

rumusan aturan perundang-undangan adalah sebuah kepastian hukum yang harus diwujudkan.

Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum

bukan alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.

Bagi penganut aliran ini, janji hukum yang tertuang dalam rumusan aturan tadi

merupakan kepastian yang harus diwujudkan, penganut aliran ini melupakan bahwa sebenarnya

janji hukum itu bukan suatu yang harus, tetapi hanya suatu yang seharusnya.

Dari ketiga aliran tujuan hukum di atas tidaklah bersifat baku, dalam artian masih ada

pendapat-pendapat lain tentang tujuan hukum yang bisa dilambangkan dengan melihat latar

belakang konteks sosial masyarakat yang selalu berubah.

Pembahasan mengenai tujuan hukum tidak lepas dari sifat hukum dari masing-masing

masyarakat yang memiliki karakteristik atau kekhususan karena pengaruh falsafah yang

menjelma menjadi ideologi masyarakat atau bangsa yang sekaligus berfungsi sebagai cita

hukum.

Dari landasan teori yang dikemukakan di atas terlihat dengan jelas perbedaan-perbedaan

pendapat dari para ahli tentang tujuan hukum, tergantung dari sudut pandang para ahli tersebut

melihatnya, namun semuanya tidak terlepas dari latar belakang aliran pemikiran yang mereka

anut sehingga dengannya lahirlah berbagai pendapat yang tentu saja diwarnai oleh aliran serta

faham yang dianutnya.

Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal menurut

Gustav Radbruch yaitu menggunakan asas prioritas sebagai tiga nilai dasar hukum atau sebagai

tujuan hukum, masing-masing: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sebagai landasan

dalam mencapai tujuan hukum yang diharapkan.

Secara khusus masing-masing jenis hukum mempunyai tujuan spesifik, sebagai contoh

hukum pidana tentunya mempunyai tujuan spesifik dibandingkan dengan hukum perdata,

demikian pula hukum formal mempunyai tujuan spesifik jika dibandingkan dengan hukum

materil, dan lain sebagainya.

Page 5: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

Kalau dikatakan bahwa tujuan hukum adalah sekaligus keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum, apakah ini tidak menimbulkan masalah dalam kenyataan (komentar Rusli

Effendy dkk terhadap Gustav Radbruch). Sebagaimana diketahui, di dalam kenyataanya sering

sekali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan

kepastian hukum, antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Sebagai contoh dalam

kasus-kasus hukum tertentu, kalau hakim menginginkan keputusannya adil (menerut persepsi

keadilan yang dianut oleh hukum tersebut tentunya) bagi si penggugat atau tergugat atau bagi si

terdakwa, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas,sebaliknya kalau

kemanfaatan masyarakat luas dipuaskan, perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa

dikorbankannya. Oleh karena itu bagaimana keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Olehnya itu asas prioritas yang dikemukakan Gustav Radbruch pertama-tama kita harus

memprioritaskan keadilan barulah kemanfaatan dan terakhir adalah kepastian hukum. Idealnya

diusahakan agar setiap putusan hukum, baik yang dilakukan oleh hakim, jaksa, pengacara

maupun aparat hukum lainnya, seyogyanya ketiga nilai dasar hukum itu dapat diwujudkan secara

bersama-sama, tetapi manakala tidak mungkin, maka haruslah diprioritaskan keadilan,

kemanfaatan dan kepastian hukum.

Dengan penerapan asas prioritas ini, sisten hukum kita dapat tetap tegak terhindar dari

konflik intern yang dapat menghancurkan.

Untuk mencapai tujuan yang dapat menciptakan kedamaian, ketentraman dan ketertiban

dalam masyarakat, terutama masyarakat yang kompleks dan mejemuk seperti di Indonesia, maka

penulis untuk sementara menerima pandangan yang dikemukakan baik Rusli Effendy maupun

Achmad Ali yang menganggap sangat realistis kalau kita menganut asas prioritas yang kasuistis

yang ketika tujuan hukum diprioritaskan sesuai kasus yang dihadapi dalam masyarakat, sehingga

pada kasus tertentu dapat diprioritaskan salah satu dari ketiga asas tersebut sepanjang tidak

mengganggu ketenteraman dan kedamaian merupakan tujuan akhir dari hukum itu sendiri.

Page 6: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

Aktivitas hukum sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah tindakan

disebut perbuatan hukum jika mempunyai akibat yang dapat dipertanggungjawabkan secara

hukum atau diakui oleh negara. Hukum atau ilmu hukum sendiri adalah suatu sistem aturan

atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah

atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum. Banyak sekali dijumpai permasalahan yang

berkaitan dengan pelanggaran hukum, mulai dari yang ringan hingga yang berat khususnya di

KotaSemarang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah.

Pelanggaran ringan yang kerap terjadi salah satunya adalah tentang pelanggaran lalu

lintas tertentu atau yang lebih dikenal dengan istilah tilang. Permasalahan ini sudah tidak asing

lagi di kalangan masyarakat khususnya di Kota Semarang. Pelanggaran lalu lintas tertentu

(tilang) sudah membudaya di kalangan masyarakat, sehingga setiap kali dilakukan operasi tertib

lalu lintas di jalan raya yang dilakukan oleh Polantas, pasti banyak terjaring kasus pelanggaran

lalu lintas tertentu (tilang). Menurut pihak kepolisian, tidak sedikit pengendara yang

mengabaikan keselamatan dan kenyamanan saat di jalan raya serta tidak menyadari bahwa

kecelakaan bermula dari pelanggaran lalu lintas.

Pelanggaran lalu lintas tertentu atau yang sering disebut dengan tilang merupakan kasus

dalam ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1992. Hukum

pidana mengatur perbuatanperbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat

diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur

perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Tujuan hukum pidana adalah untuk

menakut-nakuti orang agar tidak melakukan perbuatan yang tidak baik dan mendidik seseorang

yang pernah melakukan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan dapat diterima.

Hukum pidana juga dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran,

kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga

bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri,

membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang

hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak memakai helm, tidak menggunakan sabuk

pengaman dalam berkendara, dan sebagainya. Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana segera

diambil tindakan oleh aparat hukum tanpa ada pengaduan atau laporan dari pihak yang

dirugikan, kecuali tindak pidana yang termasuk delik aduan seperti perkosaan, kekerasan dalam

Page 7: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

rumah tangga dan pencurian oleh keluarga. Sedangkan hukuman terdakwa yang terbukti

kesalahannya dapat dipidana mati/dipenjara/kurungan atau denda bisa juga dengan pidana

tambahan seperti dicabut hak-hak tertentu. Pelanggaran lalu lintas tertentu atau tilang yang

sering biasanya adalah pelanggaran terhadap Pasal 54 mengenai kelengkapan surat kendaraan

SIM dan STNK serta Pasal 59 mengenai muatan berlebihan truk angkutan kemudian pelanggaran

Pasal 61 seperti salah memasuki jalur lintas kendaraan.

Namun seringkali dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas tidak sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku. Banyak kasus pelanggaran lalu lintas yang diselesaikan di

tempat oleh oknum aparat penegak hukum atau Polantas, dengan kata lain perkara pelanggaran

tersebut tidak sampai diproses menurut hukum.

Pemberian suap kepada Polantas dapat dikenakan tindak pidana terhadap penguasa umum

dengan pidana penjara paling lama 2 tahun delapan bulan (Pasal 209 KUHP). Bahkan usaha atau

percobaan untuk melakukan kegiatan tersebut juga dapat dipidana penjara (Pasal 53 (1) (2) jo

Pasal 209 KHUP). Sedangkan bagi Polantas yang menerima suap dapat dikenakan tindak pidana

dengan ancaman penjara paling lama lima tahun (Pasal 419 KUHP).

Singkatnya, persidangan kasus lalu lintas adalah Acara Pemeriksaan Cepat, dalam proses

tersebut para terdakwa pelanggaran ditempatkan di suatu ruangan. Kemudian hakim akan

memanggil nama terdakwa satu persatu untuk membacakan denda. Setelah denda dibacakan

hakim akan mengetukkan palu sebagai tanda keluarnya suatu putusan.

Kasus pelanggaran lalu lintas tertentu atau tilang ini diproses di Pengadilan Negeri. Banyaknya

kasus tilang ini menyebabkan terjadinya antrian di persidangan Pengadilan Negeri Semarang.

Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian terhadap antrian persidangan

pelanggaran lalu lintas tertentu (tilang) di Pengadilan Negeri. Pelanggan dalam sistem antrian

persidangan kasus pelanggaran lalu lintas tertentu atau tilang adalah kasus pelanggaran lalu

lintas tertentu atau tilang, sedangkan hakim sebagai server atau pelayan antrian. Distribusi

jumlah kedatangan maupun distribusi waktu pelayanan dapat berupa Distribusi Poisson maupun

Distribusi Eksponensial, dengan disiplin pelayanan dapat menggunakan FCFS (First Come First

Served), LCFS (Last Come First Served) ataupun SIRO (Service Random In Random Order),

Page 8: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

dan jumlah maksimum yang diijinkan dalam sistem (Queue dan System) serta ukuran sumber

pemanggilan dapat berupa terbatas maupun tidak terbatas.

CONTOH KASUS:

Kasus pelanggaran lalu lintas yang melibatkan anak di bawah umur atau remaja semakin marak

di Kota Makassar.

Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas Polrestabes Makassar,dalam sepekan terakhir terdapat 222

kasus pelanggaran yang melibatkan anak di bawah umur. Dari 222 kasus pelanggaran oleh anaka

di bawah umur itu, 11 kasus di antaranya terjadi kecelakaan lalu lintas (lakalantas).

Dari seluruh kasus tersebut, pelanggaran umumnya berupa balapan liar dan pengendara tidak

memiliki kelengkapan kendaraan. Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Kota Besar

(Polrestabes) Makassar, AKBP M Hidayat mengatakan, salah satu pemicu maraknya

pelanggaran dan kejadian kecelakaan oleh anak-anak di jalan disebabkan minimnya kepedulian

orang tua terhadap anak.

“Pengawasan kepada anak saat ini masih kurang karena orang tua masih memberikan

kesempatan kepada anaknya menggunakan kendaraan. Seharusnya itu tidak terjadi karena

mereka belum cukup umur,” ujarnya kemarin.

Dia mengakui selama ini telah melakukan sosialisasi tentang bahaya anak di bawah umur

menggunakan kendaraan. Sosialisasi antara lain dilakukan dengan cara memutarkan film

dokumenter terkaitlakalantaskepadaanakusia sekolah.Itu diharapkan bisa menjadibahan renungan

dan pelajaran buat anak-anak untuk tidak melakukan hal serupa.

“Berdasarkan penelitian, anak di bawah umur itu belum bisa mengendalikan emosinya dan

mentalnya masih labil.Juga bisa dilihat banyak pelaku balap liar yang masih di bawah umur,”

ujarnya.

Sosiolog dari Unhas Dr Darwis mengatakan, penyebab utama anak-anak terlibat pelanggaran lalu

lintas adalah longgarnya orang tua dalam mengawasi anak-anaknya. “Orang tua kadang tidak

tepat mengekspresikan rasa sayang kepada anaknya. Karena alasan sayang, mereka membelikan

Page 9: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

sepeda motor kepada anak, padahal usianya si anak belum mencukupi untuk berkendara,”

ujarnya.

Dia mencontohkan kasus tabrakan Honda Jazz yang melibatkan anak di bawah umur di Jalan

Daeng Tata Makassar beberapa waktu lalu. Saat itu orang tua si anak mengaku tidak tahu

anaknya mengambil mobil untuk dikendarai.

 “Jadi ini bukan karena soal kenakalan anak-anak saja, melainkan orang tua memang perlu

pengawasan yang lebih kepada anak,” ujarnnya.

Faktor lain adalah pengaruh lingkungan di mana anak tersebut tumbuh. Di lingkungan pergaulan

ini anak dengan mudah menemukan kendaraan untuk mereka gunakan.

Untuk itu, arwismengharapkanorangtuamelakukan pengawasan dan pendidikan yang ekstra

kepada anak untuk menghindari hal-hal yang bisa mencelakakn anak, termasuk kecelakaan di

jalan raya. Untuk mengeliminir kasus pelanggaran lalu lintas oleh anak-anak ini, arwis juga

mengimbau aparat kepolisian lebih tegas menindak setiap pelaku pelanggaran.

Menurutnya, polisi tidak perlu melakukan hukuman badan kepada si anak, melanikan cukup

memberikan denda.

“Saat orang tua anak datang, polisi bisa memberi pengarahan dan imbauan agar mereka

membantu polisi. Dengan begitu orang tua bisa memahami dampak bahaya bagi anak di bawah

umur yang berkendara,” tandasnya.

Page 10: Tujuan Hukum (Studi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas)

Sistem Hukum Indonesia

CONTOH KASUS TUJUAN HUKUM

(Pelanggaran Lalu Lintas)

Oleh:

Hendrik Yuda Wahyu Alex 070913093

Mario Yodia Prayoga 070913098

Rizkal Ula 070913014

Parastri Indah 070913024

Meyrza Ashrie Tristyana 070913042

Departemen Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012